PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 208/MENKES/PER/IV/r985



dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : T22IMENKES/PERiIX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 239/Men.Kes/Per/V/85 TENTANG ZAT WARNA TERTENTU YANG DINYATAKAN SEBAGAI BAHAN BERBAHAYA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Indonesia Nomor 5360); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KEAMANAN DAN MUTU MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum.

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. BPOM. Pangan Campuran. Bahan Tambahan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Perlakuan Tepung. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.345, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Cemaran Radioaktif. Pangan. Batas Maksimum.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

Menimbang : Mengingat :

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENETAPAN KADAR SIKLAMAT PADA BEBERAPA MINUMAN RINGAN KEMASAN GELAS DENGAN METODA GRAVIMETRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. Batas Maksimum. Batas Tambahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih,

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN IMPLEMENTASI REGULASI PEMANIS BUATAN DI INDONESIA DAN STUDI KASUS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI WILAYAH DKI JAKARTA DWI JARWATI

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang wadah, pem-bungkus, penandaan serta periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;

SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : Kep- 2833/LK/2003 TENTANG

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini.

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue busa (bahasa Belanda: schuimpje, bahasa Inggris: meringue) adalah

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

No. 416 Tahun 1990 Tentang : Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

Zat Aditif pada Makanan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMBAWA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V ANALISA SWOT, PEMASARAN, DAN LINGKUNGAN BISNIS

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP PEMBAWA 1. Sukrosa asetat isobutirat (Sucrose acetate isobutyrate) INS. 444

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK N0M0R 382/MENKES/PER/VI/ 1989 TENTANG PENDAFTARAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KUESIONER. 2. Bahan-bahan apa sajakah yang anda gunakan untuk perebusan Ikan? b. Garam, air, dan bahan tambahan lainnya.(sebutkan...

KEMANDIRIAN DAN KEAMANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR BAB I KETENTUAN UMUM.

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 208/MENKES/PER/IV/r985 TENTANG PEMANIS BUATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. \Ienimbang : a. bahwa pada akhir-akhir ini terjadi peningkatan jumlah penggunaan pemanis buatan pada produk makanan; b. bahwa penggunaan pemanis buatan yang tidak tepat dan berlebihan dapat membahayakan kesehatan manusia; c. bahwa sehubungan dengan itu perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Pemanis Buatan. \Iengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 13l, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068); 2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329lMenkes/Per/Xllll976 tentang Produksi dan Peredaran Makananl 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 79lMenkes/Per/lll/1918 tentang Label dan Periklanan Makanan; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 33O/Menkes/Per/Yl/1979 tentang Wajib Daftar makanan jo Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 237 MenkeslPerlYIll9T9 tentang Perubahan tentang Wajib Daftar Makanan; 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik InConesia Nomor 235lMenkeslPerlYlll9l9 tentang Bahan Tambahan Makanan- M E M U T U S K A N : \IenetapKan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMANIS BUATAN Pasal I Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : l. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi; 2. Sediaan pemanis buatan adalah olahan pemanis buatan dalam bentuk tablet, granul, serbuk atau cairan; 3. Menteri adalah Menteri kesehatan Republik Indonesia; 4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 2 (l) Pemanis buatan yang boleh diproduksi, diimpor dan diedarkan hanya yang tercanrum pada Lampiran peraturan ini. (2) Direktur Jenderal diberi wewenang merubah Lampiran sebagaimana dimaksud ayat (l). Pasal 3 Pemanis buatan yang diproduksi atau diimpor harus memenuhi persyaratan yang tercantum pada Kodeks Makanan Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 4 Untuk mengimpor pemanis buatan harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal. Pasal 5 (1) Pemanis buatan yang diimpor harus disertai dengan sertifikat analisa. (2) Ketentuan tentang sertifikat analisa sebagaimana dimaksud ayat (l) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Pasal 6 Pemanis buatan baik yang diproduksi maupun yang diimpor hanya boleh dijual kepada perusahaan makanan yang akan memproduksi makanan berkalori rendah atau perusahaan yang akan memproduksi sediaan pemanis buatan. Pasal 7 Perusahaan yang memproduksi sediaan pemanis buatan, harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal. Pasal 8 Sediaan pemanis buatan dalam bentuk granul atau serbuk hanya boleh mengandung sejumlah pemanis buatan yang kemanisanrfla setara dengan 5 (lima) gram atau l0 (sepuluh) gram gula dalam kemasan-untuk sekali pakai. Pasal 9 (1) Sediaan pemanis buatan hanya boleh beredar setelah terdaftar pada Departemen Kesehatan. (2) Tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud ayat (l) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pasal 10 (l) Label sediaan pemanis buatan harus memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Label dan Periklanan Makanan. (2) Selain yang disebut pada ayat (1) pada label sediaan pemanis buatan harus dicantumkan pula : a. Tulisan "Bahan Tambahan Makanan" dan "Pemanis Buatan": b. Nama pemanis buatan;

c. Jumlah pemanis buatan pada tablet dinyatakan dengan miligram, pada cairan dinyatakan dengan persen dan pada granul atau serbuk dinyatakan dengan miligram dalam kemasan sekali pakai; d. Kesetaraan kemanisan dibandingkan dengan gula; e. Jumlah mg pemanis buatan yang dapat digunakan tiap hari per kg bobot badan, seperti tercantum pada lampiran. (3) Pada label sediaan pemanis buatan tidak boleh dicantumkan tulisan atau gambar seolah-olah pemanis buatan berasal dari alam. (4) Pada label sediaan pemanis buatan harus dicantumkan tulisan "Untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah" Pasal 11 (1) Label makanan yang mengandung pemanis buatan harus memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Label dan Periklanan Makanan. (2) Selain yang disebut pada ayat (l), pada label makanan yang mengandung pemanis buatan harus juga dicantumkan : a. tulisan "Mengandung pemanis buatan"; b. tulisan "Mengandung gula dan pemanis buatan", jika makanan tersebut selain mengandung pemanis buatan juga mengandung gula; c. tulisan "Untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah"; d. jumlah mg pemanis buatan tiap kg makanan; e. jumlah mg pemanis buatan yang dapat digunakan tiap hari per kg bobot badan, seperti tercantum pada lampiran. Pasal 12 (l) Pemanis buatan yang diizinkan dan batas maksimum penggunaannya ditetapkan pada Lampiran. (2) Batas maksimum penggunaan yang dimaksud ayat (l) adalah untuk makanan siap dimakan atau disiapkan untuk dimakan sesuai dengan petunjuk pada lebel. Pasal 13 Ditektur Jenderal atau pejabat yang ditu;juk olehnya melaksanakan pengawasan terhadap ketentuan peraturan ini. Pasal 14 Pelanggaran terhadap ketentuan pada Pasal-pasal 2 ayat (1),3,4,5 ayat (1), 6, 7, 8, 9 ayat (l), 10, ll dan Pasal 12 ayat (l) dikenakan tindakan administratif dan atau tindakan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 15 Perusahaan yang telah memproduksi atau mengedarkan pemanis buatan dan makanan yang mengandung pemanis buatan pada saat berlakunya peraturan ini diberi jangka waktu 6 (enam) bulan untuk memenuhi ketentuan peraturan ini. Pasal 16 Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam peraturan ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pasal 17 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 22 April 1985 MENTERi KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd Dr. Suwardjono Surjaningrat

Lampiran PeraturanMenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 208/Menkes/Per/IV/1985 Tentang : Pemanis buatan No. Nama Pemanis Buatan Bhs. Indonesia Bhs. Inggris A D I * ) Jenis/ Bahan Makanan Batas Maksimum Penggunaan l. Aspartam **) Aspartame 0-40mg 2. Sakarin (serta garam natrium) Saccharin (and sodium salt) 0-2,5mg Makanan berkalori rendah : - Permen karet - Permen - Saus - Es krim dan sejenisnya - Es lilin - Jem dan Jeli - Minuman Yoghurt fermentasi - 50 mg/kg (Sakarin) - 100 mg/kg - 200 mg/kg (Na'Sakarin) - 200 mg/kg (Na Sakirin) - 50 mg/kg (Sakarin) Glutamat (serta garam natrium dan garam kalsium Cyclamate (and sodium salt, and calcium salt) 0 - ll mg Makanan berkalori rendah : - Permen karet - Permen - Saus - Es krim dan sejenisnya - Es lilin - Jem dan jeli a - n[4inuman ringan - Minuman Yoghurt fermentasi - 500 mg/kg, dihitung sebagai - I g/kg, dihitung sebagai - 2 glkg, dihitung sebagai - 2 glkg, dihitung sebagai - 500 mg/kg, dihitung sebagai Sorbitol Sorbitol 1. K:smis 4. jem, Jeli dan Roti 3. Makanan lain l. 5 g/kg 2. 30O glkg 3. 12O glkg *) A D I (Acceptable Daily Intake) adalah jumlah pemanis buatan yang dapat digunakan tiap hari per kg bobot badan '*) Hanya dalam bentuk sediaan MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, rrd Dr. Suwardjono Surjaningrat