PENGATURAN HAK PEKERJA YANG DI PHK BERKAITAN DENGAN PERUSAHAAN PAILIT *

dokumen-dokumen yang mirip
TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

Revillia Wulandari S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya

AKIBAT HUKUM BERAKHIRNYA HUBUNGAN KERJA PADA PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT

HAK-HAK NORMATIF PEKERJA PADA PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

KESEPAKATAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MELALUI PERJANJIAN BERSAMA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGARUH UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITUR PAILIT

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR SEPARATIS ATAS TAGIHAN UPAH BURUH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 67/PUU-XI/2013

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

PERLINDUNGAN HUKUM KARYAWAN PERIHAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PERUSAHAAN HOTEL LEGIAN BEACH RESORT & SPA DI KABUPATEN BADUNG

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KEPADA PEKERJA YANG SAKIT

BENTUK-BENTUK PRAKTIK OUTSOURCING DALAM UNDANG- UNDANG KETENAGAKERJAAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

KEWAJIBAN PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP HUTANG PAJAK YANG BELUM DIBAYAR (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan

Oleh: Dicki Nelson ABSTRAK

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN TENAGA KERJA ASING DI PERUSAHAAN INDONESIA YANG BERADA DALAM KEADAAN PAILIT ABSTRACT

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN OUTSOURCING JIKA PERUSAHAAN TIDAK MEMBERIKAN TUNJUNGAN HARI RAYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PERJANJIAN HIBAH

Oleh Anak Agung Lita Cintya Dewi I Made Dedy Priyanto Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KURATOR DALAM MENJALANKAN TUGAS PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

HAK HAK KARYAWAN PADA PERUSAHAAN PAILIT (STUDI TENTANG PEMBERESAN HAK KARYAWAN PADA KASUS PERUSAHAAN PT. STARWIN) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera demi mewujudkan suatu keadilan sosial, dengan cara pemenuhan. layak bagi seluruh rakyat Indonesia. 1

AKIBAT HUKUM KEPAILITAN SUAMI/ISTRI TERHADAP HARTA BERSAMA SUAMI-ISTRI TANPA PERJANJIAN KAWIN. Oleh Putu Indi Apriyani I Wayan Parsa

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP DEBITOR YANG MELAKUKAN PERJANJIAN PEMISAHAAN HARTA PERKAWINAN

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG

KEPAILITAN PT ASURANSI JIWA BUANA PUTRA YANG IZIN USAHANYA TELAH DICABUT : STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229 K/PDT

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. Kontribusi wajib ini bersifat memaksa dan diatur dengan undang-undang.

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 10 (2013) Copyright 2013

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit

KEPAILITAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM GRUP

PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT OLEH MAHKAMAH AGUNG TERKAIT DENGAN PUTUSAN PAILIT PT. DIRGANTARA INDONESIA

TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN (THR) BAGI PEKERJA YANG DI PHK OLEH PENGUSAHA

PRINSIP DEBT FORGIVENESS DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

KETENTUAN PENANGGUHAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH KREDITUR SEPARATIS AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT. Oleh :

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008

ABSTRACT. Bankruptcy is a general confiscation of all property and the administration

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PENAHANAN UPAH KEPADA PEKERJA YANG TIDAK DISIPLIN

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL

JURNAL PEMENUHAN HAK BURUH PADA PERUSAHAAN YANG MENGALAMI PAILIT

PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

Universitas Kristen Maranatha

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA BERKAITAN DENGAN ADANYA NON COMPETITION CLAUSE DALAM SEBUAH PERJANJIAN KERJA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaaan.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMENANG LELANG TERKAIT KEPEMILIKAN TANAH SECARA ABSENTEE

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP PIHAK KETIGA 1 Oleh : Ardy Billy Lumowa 2

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ANTARA PEKERJA DAN PENGUSAHA

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

Oleh Gede Irwan Mahardika Ngakan Ketut Dunia Dewa Gede Rudy Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

PENGATURAN HUKUM WAJIB DAFTAR PESERTA BPJS BAGI TENAGA KERJA PERUSAHAAN

PERLINDUNGAN BAGI PEKERJA YANG MENGALAMI SAKIT SETELAH BERAKHIRNYA HUBUNGAN KERJA

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

TANGGUNG JAWAB SEKUTU TERHADAP COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP ( CV ) YANG MENGALAMI PAILIT

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN PERKARA HUTANG PIUTANG ANTARA BANK CIMB NIAGA DENGAN PT. EXELINDO CELULLAR UTAMA

KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR SEPARATIS ATAS BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH DEBITUR PAILIT

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP BENDA JAMINAN FIDUSIA YANG MUSNAH DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN KEMBALI NOTARIS YANG TELAH DINYATAKAN PAILIT OLEH PENGADILAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP JANGKA WAKTU PEMBAYARAN UPAH KERJA LEMBUR BAGI PEKERJA TETAP

WANPRESTASI TERHADAP PELAKSANAAN KONTRAK KERJA OLEH KLUB TERHADAP PEMAIN SEPAK BOLA

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

Hak Paten Sebagai Objek Jaminan Kebendaan

PERLINDUNGAN HUKUM KARYAWAN DAILY WORKER PADA HOTEL MAYA SANUR RESORT & SPA DI KOTA DENPASAR

Oleh: Arga Jongguran Tio Debora Sitinjak. Ngakan Ketut Dunia Marwanto Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Terhadap kasus yang dihadapi oleh PT Metro Batavia dan International Lease

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ALIH DAYA DI PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

Transkripsi:

PENGATURAN HAK PEKERJA YANG DI PHK BERKAITAN DENGAN PERUSAHAAN PAILIT * Oleh : Ni Nyoman Nityarani Sukadana Putri ** Ni Ketut Supasti Dharmawan *** Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Pekerja yang di PHK pada perusahaan yang dinyatakan pailit, acapkali mengalami permasalahan dalam pelunasan pembayaran gaji. Padahal Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai gaji dan hakhak lainnya dari pekerja untuk didahulukan pembayarannya. Namun, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan tidak mengatur dengan tegas mengenai hak pekerka yang didahulukan pembayarannya yang mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum terhadap kedudukan pekerja. Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui mengenai pengaturan hak pekerja yang di PHK berkaitan dengan perusahaa pailit dan kedudukan hak pekerja dalam kepailitan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai hak pekerja yang di PHK berkaitan dengan perusahaan pailit dimuat dalam Pasal 156 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta dipertegas pada Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan bahwa gaji dan hak-hak lainnya dari pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Akan tetapi terdapat pertentangan norma dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Kepailitan mengenai kedudukan pekerja terhadap perusahaan pailit. Namun, setalah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 yang telah diuji materi terhadap penafsiran frasa didahulukannya pembayarannya dalam Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan dalam putusannya mempertegas kedudukan pekerja bahwa gaji pekerja pada perusahaan pailit * Penulisan Karya Ilmiah ini Merupakan Diluar Ringkasan Skripsi ** Ni Nyoman Nityarani Sukadana Putri, adalah Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Udayana, nityaranisp@gmail.com *** Ni Ketut Supasti Dharmawan, adalah Dosen Pengajar Hukum Bidang Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana 1

ditempatkan sebagai kreditur preferen dengan hak istimewa yang didahulukan pembayarannya dari kreditur-kreditur lainnya. Kata Kunci : Gaji, Hak Pekerja, Perusahaan Pailit Abstract Workers who terminate employment at a company declared bankrupt often experience problems in paying off salary. Whereas Law No. 13 Year 2003 concerning Manpower has regulated the salary and other rights of workers to pay in advance. However, Law No. 37 Year 2004 concerning Bankruptcy does not regulate firmly the rights of employees prior to payment which results in legal uncertainty regarding the position of workers. The purpose of this paper is to find out about the regulation of the rights of workers whose termination of employment is related to the bankrupt company and the position of workers' rights in bankruptcy in the Constitutional Court Decision Number 67/PUU-XI/2013. This study uses normative legal research methods. The results of the study show that the regulation regarding the rights of workers whose termination of employment is related to a bankrupt company is contained in Article 156 paragraph (2), paragraph (3) and paragraph (4) and is affirmed in Article 95 paragraph (4) of the Manpower Law that salary and rights other rights of workers are debts that take precedence over payment. However, there are conflicting norms in the Manpower Act and Bankruptcy Law regarding the position of workers against bankrupt companies. However, after the Constitutional Court Decision Number 67/ PUU-XI /2013 has been tested for material on the interpretation of the phrase "prioritization of payment" in Article 95 paragraph (4) of the Manpower Act that in its decision states the salary of workers in a bankrupt company is placed as preferential creditor with the right special payment that takes precedence from other creditors. Keywords: Salary, Workers Rights, Bankrupt Company I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalani sebuah perusahaan pengusaha memerlukan tenaga kerja untuk dapat membantu mengoperasionalkan perusahaannya untuk mendapatkan 2

keuntungan. 1 Pada kenyataannya adakalanya permasalahan itu datang dan perusahaan mengalami krisis keuangan. Jika perusahaan mengalami kerugian yang menyebabkan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar utangnya kepada para kreditur yang merupakan salah satu faktor terjadinya perusahaan pailit. Adapun perusahaan yang telah ditetapkan menjadi perusahaan pailit dimana Pengadilan Niaga telah mengeluarkan keputusan bahwa perusahaan tersebut pailit seperti halnya :1) PT. Nyonya Meneer; 2 2) Perusahaan Great River; 3) PT. Roxindo Mangun Apparel Industry. 3 Dalam permasalahan perusahaan pailit pengusaha akan sulit untuk melakukan pembayaran yakni mengenai kewajibannya kepada para pekerja berupa gaji-gaji pekerja dan utang-utangnya kepada para kreditur yang wajib dipenuhi setelah pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Termuat dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang intinya bahwa pekerja sebagai kreditur preferen yang mendapatkan pembayaran haknya dengan mendahului semua kreditur. Namun, dalam perusahaan pailit yang telah diatur dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang (UU Kepailitan Baru) tidak 1 Prabandari, P. R. (2014). Kedudukan Hukum Perusahaan Bentuk Usaha Tetap (Permanent Establishment) Dalam Dimensi Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 3(3), h.440, URL: https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/10945/7770, diakses tanggal 28 Juli 2018, pukul 13.24. 2 Nazar Nurdin, 2017, Tak Mampu Bayar Utang, Pabrik Jamu Nyonya Meneer Dinyatakan Pailit, URL: https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08 /04/165429526/tak-mampu-bayar-utang-pabrik-jamu-nyonya-meneerdinyatakan-pailit, diakses tanggal 23 Juli 2018,pukul 15.12. 3 Saija, R. (2018), Rekonstruksi Kompetensi Pengadilan Niaga Dan Pengadilan Hubungan Industrial Dalam Melindungi Upah Hak Tenaga Kerja Sebagai Kreditor Preferen Pada Perusahaan Pailit,Jurnal Hukum Acara Perdata, 3(2), h.317, URL: http://jhaper.org/index.php/jhaper/article/ view /58, diakses tanggal 23 Juli 2018, pukul 16.49. 3

memperjelas dan mempertegas mengenai kedudukan hak pekerja terhadap utang gaji yang didahulukan pembayarannya dari kreditur lainnya. Sehingga terdapat ketidakpastian hukum bagi pekerja dalam meperoleh hak-haknya. 4 Oleh karena itu dilakukan permohanan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan terhadap penafsiran didahulukan pembayrannya. Dengan diberikan penafsiran terhadap Pasal 95 ayat (4), maka dapat memberikan kepastian hukum terhadap hak pekerja yakni khususnya gaji yang merupakan hak dasar bagi para pekerja yang bekerja pada suatu perusahaan dan dalam penafsiran ini dapat memberikan kedudukan yang jelas terhadap pekerja sebagai kreditur preferen yang memiliki hak istimewa yang didahulukan pembayarannya dari kreditur lainnya. Berdasarkan latar belakang diatas sehingga relevan untuk dilakukan penelitian berjudul PENGATURAN HAK PEKERJA YANG DI PHK BERKAITAN DENGAN PERUSAHAAN PAILIT 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik permasalahan dalam penulisan ini, yaitu : 1. Bagaimanakah pengaturan mengenai hak pekerja yang di PHK berkaitan dengan perusahaan pailit? 2. Bagaimanakah kedudukan hak pekerja dalam kepailitan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013? 4 I Made Udiana, 2016, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial, Udayana University Press, Denpasar, h,5. 4

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami mengenai pengaturan hak-hak pekerja yang di PHK berkaitan dengan perusahaa pailit dan upaya hukum yang dilakukan pekerja untuk mengetahui kedudukan hak pekerja dalam kepailitan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013. II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang saya gunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan cara menelaah produk hukum yang berdasarkan pada studi pustaka dan menggunakan jenis pedekatan yakni peraturan perundang-undangan. 5 2.2 Hasil Dan Analisis 2.2.1 Pengaturan Hak Pekerja Yang Di PHK Berkaitan Dengan Perusahaan Pailit Pekerja merupakan orang yang bekerja pada suatu perusahaan tertentu yang telah memiliki hubungan kerja dan memperoleh haknya yakni gaji. 6 Hubungan kerja yang berkaitan dengan pengusaha dan pekerja dimana hubungan tersebut didasari dengan adanya sebuah perjanjian kerja yang didalamnya berisi hak-hak dan kewajiban-kewajibankedua belah pihak yang melakukan perjanjian. 7 Unsur-unsur yang berkaitan dengan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha dan pekerja 5 H. Zainuddin Ali, 2016, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.24. 6 Lalu Husni, 2016, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h.46. 7 H. Zainal Asikin, H. Agusafian Wahab, et.al, 2010, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, h.65. 5

dimana adanya tugas atau perintah, gaji, tunjanan-tunjangan dan sebagainya. Berkaitan dengan perusahaan pailit dimana berakhirnya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha. Perusahaan pailit merupakan perusahaan yang telah ditetapkan pailit oleh Pengadilan Niaga dan undang-undang dimana perusahaan selaku debitur tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya yakni membayar utang-utangnya kepada para kreditur. 8 Kepailitan termuat dalam Pasal 1 angka 1 UU Kepailitan Baru yang pada intinya bahwa adanya penyitaan atas semua harta kekayaan debitur karena debitur telah dinyatakan pailit. Debitur yang pailit dimanaakan digantikan oleh seorang kurator yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap semua harta pailit yang dimiliki perusahaan tersebut. Dalam UU Ketenagakerjaan pekerja yang mengalami PHK oleh perusahaan pailit, maka mereka berhak atas uang pesangon, yang dihitung sesuai dengan masa kerja, gaji serta tunjangan tetap. Uang pesangon bagi para pekerja yang di PHK oleh perusahaan, dimana pemberian uang pesangon mengacu pada muatan Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaaan. Ketentuan Pasal ini bahwa pekerja yang masa kerjanya kurang dari setahun maupun lebih dari tujuh tahun memperoleh pembayaranuang pesangon yang berbeda-bedasesuaidengan masa kerjanya. Seperti misalnya pada Pasal 156 ayat (2) huruf a bahwa pekerja yang masa kerjanya kurang dari setahun mendapatkan pesangon sebesar satu bulan gaji. Selain uang pesangon adapun hak-hak lainnya yaitu uang reward selama bekerja yang berhak didapatkan pekerja yang pengaturannya mengacu pada muatan Pasal 156 ayat (3) UU 8 Jono, 2017, Hukum Kepailitan,cet. V, Sinar Grafika, Jakarta, h.12. 6

Ketenagakerjaan. Dan hak-hak pengganti lainnya yang mengacu pada Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Isi pasal ini bahwa pekerja yang belum menggunakan cuti tahunannya dan hak-hak lainnya yang seharusnya diterima pada saat bekerja maka akan diganti dalam bentuk uang oleh perusahaan. Pekerja sebagai salah satu kreditur dari perusahaan pailit dimana pekerja sebagai kreditur preferen yang memiliki hak untuk didahulukan pembayaran piutangnya. Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan bahwa perusahaan yang telah dinyatakan pailit oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka gaji dan hak-hak lainnya dari pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Jadi dalam ketentuan Pasal ini menghendaki mengenai gaji dan hak-hak lainnya dari pekerja pada saat terjadinya perusahaan pailit yang merupakan utang yang harus didahulukan pembayarannya. Namun, dalam kenyataannya hak pelunasan gaji pekerja ditempatkan dalam posisi setelah pemenuhan hak negara dan para kreditur separatis, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penerapan Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan mengingat tidak adanya penafsiran yang jelas dan tegas mengenai klasula didahulukan pembayarannya. Dikarenakan pada UU Kepailitan Baru tidak secara tegas mengatur mengenai hak pekerja untuk didahulukan pembayaran gaji yang termasuk kedalam utang harta pailit dari kreditur lainnya. Dalam UU Kepailitan Baru pada Pasal 39 ayat (2) mengatur bahwa gaji yang terutang sebelum ataupun sesudah putusan pernyataan pailit merupakan utang harta pailit. Dalam pasal ini tidak dijelaskan mengenai kedudukan gaji pekerja sebagai kreditur preferen sebagaimana telah diatur dalam Pasal 95 ayat (4) UU 7

Ketenagakerjaan yang mengingat Pasal 95 ayat (4) memiliki keterkaitan terhadap Pasal 32 ayat (2) UU Kepailitan Baru. Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang (UU Kepailitan Lama) pada Pasal 237 ayat (1) bahwa setelah penundaan kewajiban pembayaran utang dimulai, maka debitur berhak untuk melakukan PHK terhadap pekerjanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku. Berdasarakan UU Ketenagakerjaan tersebut pekerja dipandang sebagai kreditur preferen sehingga dalam UU Kepailitan Lama juga dipandang sebagai kreditur preferen. Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPer telah mengatur bahwa hak untuk didahulukan dari kreditur-kreditur yang bersumber pada hak hipotik, hak gadai dan hak istimewa. Dan pada Pasal 1134 KUHPer menjelaskan bahwa hak istimewa adalah hak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia memiliki kedudukan yang lebih tinggi darai kreditur lainnya berdasarkan sifat piutangnya. Jadi dalam proses pelunasannya, maka kreditur pemegang hak istimewa harus didahulukan pembayarannya dari kreditur lainnya. Dalam hal ini UU Ketenagakerjaan telah mengatur dengan jelas mengenai gaji pekerja yang harus didahulukan pembayarannya dari kreditur lainnya namun UU Kepailitan Baru tidak mengatur dengan jelas mengenai hak pekerja yakni gaji untuk didahulukan pembayarannya. Yang dimana menimbulkan pertentangan antara UU Ketenagakerjaan dengan UU Kepailitan Baru yang membuat tidak adanya kepastian hukum bagi pekerja dalam mendapatkan haknya dari perusahaan pailit. 8

Adanya permasalahan mengenai kedudukan utang gaji pekerja untuk didahulukan pembayarannya dari kreditur lainnya terjadi akibat adanya ketentuan dalam UU Kepailitan Baru, khususnya yang terdapat dalam ketentuan Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1) serta Pasal 138, karena tidak memberikan jaminan kepastian hukum yang adil bagi pekerja/buruh. 9 Sehingga dalam ketentuan UU Kepailitan Baru telah mengesampingkan kedudukan utang upah bagi pekerja sebagai kreditur preferen yang haknya harus didahulukan, dengan lebih mengutamakan kepentingan dari kreditur separatis. Maka tidak adanya kepastian hukum akibat adanya pertentang dalam UU Ketenagakerja dengan UU Kepailitan Baru yang mengakibatkan adanya praktik dalam perusahaan pailit lebih mendahulukan pembayaran hak-hak Negara dan hak-hak kreditur separatis yang menyebabkan hak-hak pekerja dikesampingkan. Dalam hal ini adanya pertentangan norma antara UU Ketenagakerjaan dengan UU Kepailitan Baru mengenai ketidakjelasannya kedudukan gaji pekerja yang berkaitan dengan perusahaan pailit. 2.2.2 Kedudukan Hak Pekerja Dalam Kepailitan Setelah Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU- XI/2013 Dalam hal pelunasan utang oleh debitur pailit ditentukan dengan adanya, pertama kreditur yang memiliki hak istimewa, kedua kreditur yang memiliki piutang dengan hak jaminan, dan 9 Budiyono, T. (2013). Problematika Posisi Buruh pada Perusahaan Pailit. Masalah-Masalah Hukum, 42(3), 416-425, URL : https://ejournal.undip.ac.id /index.php/mmh/article/view/5835, diakses tanggal 1 Agustus 2018, pukul 18.10. 9

terakhir kreditur konkuren. 10 Sehingga disini kreditur dengan pemegang hak istimewa akan didahulukan pembayarannya oleh debitur. Menurut ketentuan Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, perusahaan yang mengalami pailit, maka hak-hak pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya, sehingga pekerja diposisikan sebagai kreditur preferen dengan hak istimewa. Pada ketentuan Pasal 95 ayat (4) telah memberi jaminan perlindungan terhadap hak-hak pekerja untuk didahulukan pembayarannya, namun kedudukan pekerja sebagai kreditur preferen masih belum jelas. Dikarenakan pekerja bukan satusatunya pemegang hak istimewa, namun terdapat kreditur lainnya yang memiliki hak istimewa seperti negara dalam pemungutan pajaknya yang telah diatur dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan juncto Pasal 1137 ayat (1) KUHPer. Dan juga dalam UU Kepailitan Baru tidak mengatur mengenai hak seorang pekerja untuk didahulukan pembayaran utang gaji dari kreditur-kreditur lainnya. Disini pekerja dalam memperoleh hak-haknya khsusnya gaji masih menunggu proses pembyaran terhadap hak Negara dan hak kreditur separatis. Dalam hal ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi pekerja mengenai hak-haknya pada saat perusahaan mengalami pailit, maka dilakukan permohonan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan mengenai ketidakpastian hukum dalam perlindungan terhadap pekerja saat perusahaan pailit. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 telah 10 Sutan Remy Sjahdeini, 2016, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, Prenadamedia Group, Jakarta, h.13. 10

menjamin mengani hak-hak pekerja sebagai kreditur preferen untuk didahulukan pembayarannya. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 telah member kepastian hukum terhadap kedudukan gaji dan hak-hak pekerja yang merupakan utang harta pailit. Yang dimana putusan tersebut telah memberi penafsiran didahulukan pembayarannya yang juga telah merevisi ketentuan Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan sehingga dalam pasal tersebut dimaknai : pembayaran upah pekerja yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah. Sedangkan pembayaran hak-hak pekerja lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis. 11 Sehingga dalam Putusan Mahkamah Konstitusi diatas telah mengatur dan melindungi mengain hak-hak pekerja dalam pembayaran gaji yang harus didahulukan pembayarannya terhadap seluruh kreditur termasuk tagihan kreditur separatis, tagihan Negara, kantor lelang dan badan umum yang telah dibentuk Pemerintah. Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 telah memperjelas dan mempertegas mengenai pekerja yang memiliki kedudukan sebagi kreditur preferen yang memiliki hak istimewa yang dimana hak istimewa tersebut memberikan kepastian hukum kepada pekerja untuk didahulukan pembayran gaji dari semua jenis kreditur termasuk kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang dan badan umum 11 Dewi, K. S., & Markeling, I. K. (2018), Kedudukan Utang Upah Pekerja Dalam Kepailitan, Jurnal Fakultas Hukum Udayana, 06(02), h. 9, URL : Https://Ojs.Unud.Ac.Id/Index.Php/Kerthasemaya/Article/View/39602, Diakses Tanggal 3 Agustus 2018, Pukul 19.33. 11

yang dibetuk Pemerintah. Sedangkan pembayaran hak-hak lainnya dari pekerja didahulukan pembayarannya dari tagihan hak negara, kantor lelang dan badan umum yang dibetuk Pemerintah, kecuali kepada hak kreditur separatis. Mahkamah Konstitusi member alasan bahwa hak pekerja yakni gaji merupakan kerja keras mereka untuk memenuhi kehidupannya dan keluarganya serta gaji pekerja yang belum dibayar oleh debitur sebelum diputus pailit merupakan hak dasar pekerja yang tidak dapat dihapus dan dikurangi. Maka dengan ini Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa secara tegas memberikan perlindungan mengenai hak pekerja dengan memberikan kepastian hukum untuk mengutamakan hak pekerja dalam perusahaan pailit. Sehingga hak pekerja sebagai kreditur preferen dengan hak istimewa yang didahulukan pembayarannya dari semua jenis kreditur. III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Pengaturan hak pekerja yang di PHK berkaitan dengan perusahaan pailit telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan bahwa pengusaha wajib memberikan dan membayar uang pesangon, reward selama bekerja dan hak-hak lainnya. Dimana diperjelas dan dipertegas dalam Pasal 95 ayat (4) bahwa perusahaan pailit harus membayar pekerja yang di PHK berupa gaji dan hak-hak lainnya yang merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. 2. Dalam penyelesaian utang terhadap gaji pekerja UU Ketenagakerjaan telah mengatur, namun UU Kepailitan Baru tidak mengatur secara tegas terhadap hak pekerja yang didahulukan pembayarannya dari kreditur lainnya 12

sehingga pekerja dalam UU Kepailitan Baru diposisikan sebagai kreditur konkuren. Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 telah memperjelas dan mempertegas mengenai kedudukan utang gaji pekerja sebagai kreditur preferen yang memiliki hak istimewa. Dengan adanya hak istimewa ini hak pekerja dalam perusahaan pailit dapat didahulukan pembayaran utang gaji dari semua kreditur lainnya termasuk kreditur separatis. 3.2 Saran Diharapkan pemerintah dan lembaga legislatif untuk dapat merivisi UU Kepailitan Baru yang telah mengatur mengenai hak pekerja pada perusahaan pailit agar memperjelas dan mempertegas hak pekerja untuk didahulukan pembayaran uatang gaji dari semua kreditur lainnya. DAFTAR PUSTAKA Buku Ali, H. Zainuddin, 2016, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Husni, Lalu, 2007, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di Luar Pengadilan, PT. Raja Grafindo, Jakarta., 2016, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta. Asikin,H. Zainal, H. Agusafian Wahab, et.al, 2010, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta. Jono, 2017, Hukum Kepailitan, cet. V, Sinar Grafika, Jakarta. Udiana, I Made, 2016, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial, Udayana University Press, Denpasar. 13

Jurnal Ilmiah Budiyono, T. (2013). Problematika Posisi Buruh pada Perusahaan Pailit. Masalah-Masalah Hukum, 42(3), 416-425, URL : https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/ 5835, diakses tanggal 1 Agustus 2018, pukul 18.10. Dewi, K. S., & Markeling, I. K. (2018), Kedudukan Utang Upah Pekerja Dalam Kepailitan, Jurnal Fakultas Hukum Udayana, 06(02), h. 9, URL : https://ojs.unud.ac.id/index. php/kerthasemaya/article/view/39602, diakses Tanggal 3 Agustus 2018, Pukul 19.33. Prabandari, P. R. (2014). Kedudukan Hukum Perusahaan Bentuk Usaha Tetap (Permanent Establishment) Dalam Dimensi Hukum Penanaman Modal Di Indonesia. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 3(3), h.440, URL :https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/ 10945/7770, diakses tanggal 28 Juli 2018, pukul 13.24. Saija, R. (2018), Rekonstruksi Kompetensi Pengadilan Niaga Dan Pengadilan Hubungan Industrial Dalam Melindungi Upah Hak Tenaga Kerja Sebagai Kreditor Preferen Pada Perusahaan Pailit, Jurnal Hukum Acara Perdata, 3(2), h.317, URL: http://jhaper.org/index.php/jhaper/article/view/58, diakses tanggal 23 Juli 2018, pukul 16.49. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bahan Hukum Lainnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 14

Internet Nazar Nurdin, 2017, Tak Mampu Bayar Utang, Pabrik Jamu Nyonya Meneer Dinyatakan Pailit, URL: https://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/04/16542952 6/tak-mampu-bayar-utang-pabrik-jamu-nyonya-meneerdinyatakan-pailit, diakses tanggal 23 Juli 2018, pukul 15.12. 15