PERSPEKTIF BUDAYA PERUBAHAN NAMA DIRI BAGI WNI KETURUNAN TIONGHOA DI WILAYAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA



dokumen-dokumen yang mirip
PERSPEKTIF BUDAYA PERUBAHAN NAMA DIRI BAG1 WNI KETURUNAN TIONGHOA DI WILAYAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA

POLA NAMA MASYARAKAT KETURUNAN TIONGHOA

KELAHIRAN KRISTUS YANG AJAIB

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP dan LANDASAN TEORI. Tinjauan adalah pandangan atau pendapat sesudah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perpustakaan Unika APPENDIX 0

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

Saudara Tidak Membutuhkan Meja Tulis

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh

BAB I PENDAHULUAN. yang biasanya diperoleh dari orang tuanya. Nama tersebut merupakan pertanda

ANALISIS PENGGUNAAN DIKSI PADA ARTIKEL SURAT KABAR SOLOPOS EDISI APRIL - MEI 2010

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

Direktori 1 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosdakarya, 2009, Hlm. 1 2 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015, hlm.339

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. Poligami berasal dari kata poly atau polus dalam bahasa Yunani, yang

Pekerja Dalam Gereja Tuhan

Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

KEDUDUKAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA PENGANTAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. atribut-atribut lain dari kompetisi, misalnya atribut produk relatif mudah

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

EMANSIPASI WANITA KINI TIDAK HANYA SEBATAS TEMBOK RUMAH

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

GKI MENGALAMI PEMBARUAN BUDI Roma 12:1-2

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

2014 SAJARAH CIJULANG

Diajukan Oleh: ALI MAHMUDI A

Allah Menjadikan Saudara Sebagaimana Adanya

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

PENGHILANGAN FONEM, PENAMBAHAN FONEM DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU DIALEK DESA NEREKEH KABUPATEN LINGGA

Allah Adalah Pola Bagi Hidup Kita

Setiap Orang Membutuhkan Pengajaran

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari...

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. dituliskan, seperti menceritakan cerita yang bersifat imajinasi, dongeng, dan cerita

UJIAN SEMESTER I SEKOLAH BINA NUSANTARA Tahun Ajaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

ANALISIS TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM FILM DI BAWAH LINDUNGAN KABAH

Sumber dan Tujuan Pendidikan yang Benar. Pengetahuan orang kudus adalah pengertian, Kenalilah akan Dia.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mental penuturnya. Kehidupan mental bangsa Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan

Pelajaran 4 KEKUDUSAN: Hanya Menjadi Lebih Baik 26 Januari 2013

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

Th A Hari Minggu Biasa VIII 26 Februari 2017

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kepada metode pembelajaran dengan siswa dari tingkat kemampuan yang

BAB 4 PENUTUP. pengguna Sterilisasi dan Rumah Sakit Umum Daerah Haulussy Ambon.

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial.

Apa yang Seharusnya Kita Doakan?

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

Seri Iman Kristen (3/10)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

Syiah meyakini adanya dua belas imam yang menjadi penerus. kenabian. Bagi syiah, masalah imamah sudah tidak bisa ditawar lagi,

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan

ANALISIS BENTUK RADIKAL AKSARA CINA DALAM TABEL TINGKATAN HURUF PADA HSK (Hanyu Shuiping Kaoshi) BUDI PROGRAM STUDI S- 1 SASTRA CINA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Giovanni (2013) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perubahan Makna

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

ABSTRAK. Kata kunci : unsur intrinsik, nilai moral, bahan pembelajaran sastra

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51).

Kitab Mormon sebagai Penuntun Pribadi

ERLIN KARTIKASARI Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

VISI KEBUTUHAN PENERJEMAHAN ALKITAB DI INDONESIA DAN DI SELURUH DUNIA. Roger E. Doriot 1

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mampu berkomunikasi dengan baik. Salah satu cara untuk meningkatkan

Pekerjaan. Menghargai kelebihan orang lain merupakan wujud sikap memiliki harga diri

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

BAB III ASAL USUL MUALLAF DAN MOTIVASINYA MASUK ISLAM

Potensi Muslimah Muslimah Berpotensi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

Transkripsi:

PERSPEKTIF BUDAYA PERUBAHAN NAMA DIRI BAGI WNI KETURUNAN TIONGHOA DI WILAYAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA Eddy Sugiri Abstract: This research describes a process and background of the name change among the Chinese people in Surabaya municipality. This problem is studied under the interdisciplinary science called sociolinguistics. In line with plurality, the change of Chinese names to Indonesian names carries with it some political aspects. Misunderstanding in the process of name changing and name giving can bring about a misconception of meaning and decrease esthetic values, politeness or personal image. The data analysis revelas that most Chinese people in Surabaya municipality agree with name changing from Chinese to Indonesian at their birth. They have been accustomed to using Indonesian names. They feel not being isolated. In addition to seeking some meanings in a dictionary in concert with names they like to use, they single out Indonesian names by considering their word structures. Key words: perpective, name changing, onomastics, Chinese ethnicity. Jika kita kebetulan membaca buku petunjuk telepon (telephone directory) dan mencoba mengamati sederetan nama, kita akan melihat bahwa arti sebagian besar nama itu dapat diramalkan. Nama-nama deskriptif atau nama-nama tiruan pada umumnya kedengaran enak, indah, baik, anggun, dan mulia. Eddy Sugiri adalah dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga Surabaya. 54

Eddy Sugiri, Perspektif Budaya Perubahan Nama Diri 55 Tidaklah sulit bagi kita untuk menerima teori yang dikemukakan Potter (1973) bahwa pada tahap awal sejarah bahasa, kata-kata pertama yang dikenal adalah nama-nama. Menurutnya, masyarakat sudah lama menyadari eratnya hubungan antara nama dan objek acuannya dan antara nama dan orang yang memilikinya. Masyrakat Anglo-Saxson, misalnya, selalu memegang prinsip utuh dari generasi ke generasi dalam memberikan nama-nama kepada anak-anak mereka. Begitu penting arti nama bagi pemiliknya sehingga setiap orang akan merasa jengkel apabila namanya ditulis atau diucapkan salah. Semua orang beradab menyadari kebenaran fakta ini. Itulah sebabnya mengapa hukuman tradisional dan formal sangat berat terhadap setiap orang yang menyalahgunakan nama orang lain. Seorang novelis atau sutradara sering menuliskan pada awal karyanya Nama dan kejadian ini adalah fiktif dan bukan merupakan tiruan atas nama seorang atau kejadian yang sebenarnya (Panggabean, 1993:29). Pada akhir-akhir ini, nama sudah menjadi objek kajian ilmu terutama bagi bahasawan dan budayawan. Bidang ilmu yang mempelajari seluk-beluk nama disebut onomastik (onomastics) (Sibarani, 1993:8). Bagi orang yang percaya bahwa Adam sebagai manusia pertama di muka bumi ini, mereka tentu yakin bahwa penggunaan bahasa dimulai ketika Adam menamai benda-benda ciptaan Tuhan. Al Qur an dengan jelas membuktikan pernyataan itu. Allah mengajarkan kepada Adam segala nama benda, kemudian dibawalah benda-benda itu kepada Malaikat seraya berfirman, Ceritakanlah kepada-ku nama barangbarang ini jika kamu benar. Jawab mereka, Mahasuci Engkau ya Allah, tidaklah kami ketahui, melainkan apa-apa yang Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau Maha mengetahui lagi bijaksana. (Al Qur an, Surat Al Baqarah ayat 31-32). Tanpa bermaksud untuk mengutik-utik variasi kutipan di atas, dapat dilihat dua hal hakiki yang bermanfaat dalam kajian ini. Pertama, Tuhan sang Pencipta alam semesta mengajarkan pengetahuan tentang penamaan benda-benda dan makhluk yang diciptakan-nya kepada manusia pertama, Adam. Orang yang ber-tuhan tentu percaya bahwa segala sesuatunya bersumber dari-nya dan manusia hanya mengetahui segelintir dari rahasia alam semesta dan alam surgawi. Bahkan, yang segelintir pengetahuan itu dapat diperoleh tergantung pada kearifan manusia untuk mendekatkan diri dan meminta kepada Khalik. Pemberian nama merupakan ajaran

56 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 pengetahuan yang pertama kepada manusia. Kedua, manusia itu diberikan kesempatan dan kemampuan untuk menamai segalanya karena Dia-lah yang lebih berkuasa atas segala benda dan makhluk di antara ciptaan-nya di muka bumi ini. Penyair ternama Shakespeare yang hidup tahun 1564-1616 konon pernah menyatakan What is the name? Entah apa gerangan yang ada di benaknya sehingga menyatakan itu. Ungkapan "apalah arti sebuah nama?" tersebut sering pula diucapkan masyarakat terutama kaum remaja saat ini. Alangkah kacaunya dalam kehidupan sosial atau masyarakat andaikata sesuatu yang ada di dunia ini tanpa nama. Sudah barang tentu, komunikasi dapat terhambat dan ilmu pengetahuan tidak akan berkembang seperti sekarang ini. Nama memiliki nilai praktis dan juga memiliki nilai magis. Nama tidaklah sekadar yang tersurat, namun dibalik itu ada hal-hal yang tersirat. Hal-hal tersebut misalnya mengandung pengharapan, kenangan, keindahan, kebanggaan, dapat menunjukkan tingkat sosial, agama yang dipeluknya, jenis kelamin (seks), asal-usul dan sebagainya. Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa pada hakikatnya, nama itu penting. Ada maksud-maksud tertentu yang dituju di belakang sebuah nama yang diberikan. Kehadiran seorang anak di tengah-tengah suatu keluarga, apalagi anak yang pertama, memberikan arti tersendiri bagi keluarga tersebut, terutama untuk kedua orang tuanya. Jauh sebelum anak itu lahir, biasanya nama sudah dipersiapkan. Etnis Jawa yang berstratifi-kasi sosial tinggi merencanakan nama anaknya sebelum anak tersebut lahir daripada mereka yang berstratifikasi sosial rendah (Sugiri, 1998:36-37). Proses pemberian nama adalah sesuatu kegiatan pranata yang khusus. Kebudayaan semacam ini disebut kebudayaan suku bangsa, yang lebih dikenal secara umum di Indonesia dengan kebudayaan daerah (Sudikan, 2000:4). Penggunaan nama diri dan mengubahnya adalah hak setiap orang atau warga negara. Perubahan nama diri tidak hanya ada di Indonesia, namun terjadi pula di negara-negara lain. Pernyata (1994) mengatakan bahwa perubahan nama pada umumnya karena gengsi dan mungkin adanya unsur-unsur politik. Sedangkan dalam rangka pembauran, perubahan nama Cina/ Tionghoa ke dalam nama Indonesia merupakan salah satu unsurnya. Ketidakpahaman dalam proses perubahan/pemberian nama diri dapat menimbulkan

Eddy Sugiri, Perspektif Budaya Perubahan Nama Diri 57 salah persepsi dari segi makna serta dapat mengurangi keindahan, kesopanan atau citra pribadi. Menurut Thatcher (1970) ada tujuh aturan pemberian nama, yaitu : (1) nama harus berharga, (2) nama harus mengandung makna yang baik, (3) nama harus asli, (4) nama harus mudah dilafalkan, (5) nama harus bersifat membedakan, (6) nama harus cocok dengan nama keluarga, (7) nama harus menunjukkan jenis kelamin. Selain itu, nama harus mempunyai nilai praktis dan magis (Kuntjaraningrat, 1980:10). Simon Potter (1973) mengatakan bahwa pada tahap awal sejarah bahasa kata-kata pertama yang dikenal adalah nama-nama. Masalah nama sebenarnya erat pula kaitannya dengan bidang linguistik, sosiolinguistik, dan semantik. Dalam hubungan dengan pemaknaan, persoalan penamaan biasanya berkaitan erat, nama sebenarnya (propername) dan makna referensial dan nonreferensial (Alwasillah, 1977:215). Nama dibuat dan diberikan kepada seorang untuk membedakannya dengan orang lain; untuk memudahkan anggota keluarga/masyarakat memanggilnya, menyuruhnya bila perlu. Nama dibuat untuk dipakai, untuk disebut, demi kepraktisan dalam hidup sehari-hari (Tarigan, 1993). Sugiri (2000:32) mengatakan bahwa nama memiliki nilai praktis dan juga memiliki nilai magis, nama tidaklah sekadar nama yang tersurat, namun dibalik itu ada hal-hal yang tersirat. Misalnya, nama mengandung pengharapan, peristiwa, sifat, kenangan, keindahan, kebanggaan, dan dapat pula menunjukkan tingkat sosial, agama yang dipeluknya, jenis kelamin (seks), asal-usul dan sebagainya. Nama bila diperhatikan tidak hanya nama benda atau peristiwa sekitar yang berubah, namun nama baru selalu muncul dari zaman ke zaman (Djayasudarma Idat, 1988). Selain nama pribadi, seseorang acapkali menyandang nama keluarga. Nama keluarga akan memudahkan kita mengenal silsilah keluarga seseorang. Selain itu, acapkali bisa jadi kebanggaan tersendiri bagi orang yang menyandangnya (Jawa Pos, 13 Oktober 2000, hal. 21, kol. 2). Masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan memiliki ciri nama sendiri-sendiri. Untuk menentukan suatu komunitas apakah termasuk masyarakat perkotaan, dari segi kuantitatif sulit dibedakan. Lebih sesuai apabila menentukan perbedaannya dengan sifat kualitatif, di mana struktur, fungsi, dan adat-istiadat, serta corak kehidupannya dipengaruhi oleh proses penyesuaian ekologi masyarakat. Masyarakat kota menekankan

58 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 pengertian kotanya dengan ciri dan sifat kehidupannya serta kekhasannya. Dalam masyarakat kota, kebutuhan primer dihubungkan dengan status dan gaya hidup masa kini sebagai manusia modern (Soelaeman, 1987:36-37). METODE PENELITIAN Bentuk penelitian ini bersifat deskriptif yaitu berupaya memaparkan secara analitis prospektif perubahan nama diri bagi WNI keturunan Tionghoa. Dalam hal ini, tekanan penelitian terletak pada upaya dalam mendeskripsikan secara rinci fenomena sosial tertentu atau frekuensi terjadinya peristiwa tertentu (Singarimbun, 1982:4). Di samping itu, metode simak dan metode cakap (Sudaryanto, 1988:7) digunakan pula dalam pengumpulan data penelitian ini. Objek penelitian adalah WNI keturunan Tionghoa di Wilayah Pemkot Surabaya. Sedangkan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah nonacak (non random sampling). Jumlah sampel penelitian ditetapkan 100 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua model. Pertama, data primer, yaitu data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan responden dengan dipandu instrumen penelitian berupa kuesioner. Kedua, data yang diperoleh dari hasil pendalaman atas permasalahan tertentu yang tetap berkaitan dengan penelitian, misalnya melalui pengamatan dan wawancara yang disertai dengan pencatatan data di luar data yang terjaring melalui kuesioner. HASIL PENELITIAN Sikap Responden tentang Perubahan Nama Diri dari Nama Tionghoa Menjadi nama Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Responden yang sangat setuju tentang perubahan nama diri sebanyak 53 orang (55 %), yang setuju sebanyak 40 orang (40 %), yang tidak setuju sebanyak 5 orang (5 %). Sedangkan, sikap responden biasabiasa saja saat namanya ditulis/disebut dengan tidak benar sebanyak 65 orang (65 %), yang tersinggung sebanyak 5 orang (5%), dan yang jengkel sebanyak 30 orang (30%). 2. Sikap responden dalam menggunakan nama Indonesia ternyata biasabiasa saja, sebanyak 70 orang (70%), sedangkan yang lebih bangga

Eddy Sugiri, Perspektif Budaya Perubahan Nama Diri 59 sebanyak 5 orang (5%), yang lebih percaya diri sebanyak 25 orang (25 %), dan yang malu menggunakan nama Indonesia tidak ada (0 %). 3. Responden saat melaksanakan perubahan nama Tionghoa dengan nama Idonesia 30 orang (30%) tidak mengadakan pesta, 70 orang (70 %) mengadakan pesta kecil-kecilan, yang mengadakan pesta besarbesaran tidak ada (0%). 4. Responden sebagian besar sudah menggunakan nama Indonesia untuk surat-surat penting (Ijazah, KTP, Paspor), yaitu 70 orang (70%), namun ada pula yang menuliskan kedua namanya (nama Tionghoa dan nama Indonesia) yaitu sebanyak 30 orang (30%). 5. Responden sebagian besar mencari makna nama dari buku dan kamus, yaitu 30 orang (30%), bertanya kepada sanak saudara atau keluarga sebanyak 30 orang (30%), bertanya kepada sahabat atau tetangga sebanyak 20 orang (20%), dan yang bertanya kepada pemuka agama sebanyak 20 orang (20%). 6. Setelah WNI keturunan Tionghoa mengubah nama dengan nama Indonesia, nama yang terkenal yaitu nama Indonesia ada 100 orang (100 %) dan nama Tionghoanya tidak terkenal lagi. 7. Faktor penyebab perubahan nama diri dari unsur politik (pemerintah) sebanyak 53 responden (53%), kehendak sendiri sebanyak 30 responden (30%), faktor orang tua sebanyak 20 responden (20%), faktor sekolah sebanyak 2 responden (2%), dan faktor orang lain sebanyak 5 responden (5%). 8. Latar belakang responden yang mengubah nama Tionghoa menjadi nama Indonesia karena gengsi, nama Indonesia lebih berprestise/lebih mantap sebanyak 3 orang (3%), malu menggunakan nama Tionghoa, karena masih berbau nama asing sebanyak 2 orang (2%), agar tidak terisolasi 39 orang (39%), agar mudah mencari pekerjaan sebanyak 2 orang (2%), ingin membantu/mempercepat pembauran sebanyak 45 orang (45%), karena adanya proses perkawinan sebanyak 5 orang (5%), dan karena pindah agama sebanyak 4 orang (4%). PEMBAHASAN Responden pada umumnya sangat setuju mengganti nama menjadi

60 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 nama Indonesia. Saat namanya ditulis salah responden ada yang tersinggung dan ada pula yang biasa-biasa saja. Mereka pada umumnya biasabiasa saja dalam menggunakan nama Indonesia. Dalam rangka perubahan nama mereka tidak mengadakan pesta besar-besaran, namun ada pula yang mengadakan pesta secara sederhana. Pada umumnya responden sudah menggunakan nama dalam segala keperluan, misalnya untuk ijazah, paspor, dan surat-surat penting lainnya. Namun ada pula yang menuliskan kedua namanya dalam surat-surat penting, yaitu nama Indonesia dan ditambahkan nama Tionghoanya di dalam kurung. Mereka menggunakan sumber kamus, bertanya kepada sanak saudara, teman, dan pemuka agama dalam mencari nama Indonesia. Setelah proses perubahan nama, nama yang terkenal adalah nama Indonesianya. Mereka mengubah nama menjadi nama Indonesia karena faktor politik (Inpres 14 tahun 1997), ada yang kehendak sendiri, faktor orang tua, dan faktor sekolah, bahkan ada faktor lain yang tidak dijelaskan. Pedoman/Pola yang digunakan WNI Keturunan Tionghoa di Kotamadya Surabaya dalam Mengubah Nama Diri (dari Nama Tionghoa ke dalam Nama Indonesia) adalah sebagai berikut. Menggunakan Kemiripan Bunyi/Suara Nama Tionghoa Tjie Kim Fie menjadi Silvie Djiono. Bunyi (fie) pada unsur akhir nama Tionghoa mirip dengan bunyi unsur awal pada nama Indonesia, [sil +vie] [silvie] Goey Kiong U menjadi Utuh Sastra Gunawan Bunyi (goey) pada unsur awal nama Tionghoa mirip dengan bunyi unsure akhir pada nama Indonesia [gunawan], bunyi [goe (-y) + nawan]. Bunyi [nawan] di tambahkan pada bunyi [goe]. Selain itu, bunyi [u] pada akhir unsur nama menjadi unsur awal pada nama Indonesia namun ditulis menjadi sebuah kata utuh.jadi bunyi [u] + [tuh] [utuh]. Tan Tie Yoke menjadi Elianawati Yulia Tanuwijaya. Bunyi [tan] pada unsur awal nama Tionghoa mirip dengan bunyi unsur akhir pada nama Indonesia yakni [tanuwijaya]. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [tan].

Eddy Sugiri, Perspektif Budaya Perubahan Nama Diri 61 Bunyi [tan] + (u) wijaya] [tanuwijaya]. Sedangkan bunyi [u] digunakan sebagai penyelaras bunyi agar enak/indah didengar. Kwan Pao Ran menjadi Paoranto Ikwanto. Bunyi [paoran] pada unsur akhir nama Tionghoa mirip dengan bunyi unsur awal pada nama Indonesia yakni [paoranto] Kedua nama tersebut mengandung bunyi [paoran]. Selanjutnya bunyi [to] ditambahkan pada bunyi [paoran] menjadi [paoranto]. Sedangkan unsur awal nama Tionghoa yang berbunyi [i] pada awal dan mendapatkan tambahan bunyi [to] pada akhir, sehingga menjadi [i + kwan + to] [ikwanto]. Gian Kie menjadi Giantoro. Bunyi [gian] pada unsur awal nama Tionghoa mirip dengan bunyi unsur awal pada nama Indonesia yakni [Giantoro]. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [gian]. Selanjutnya bunyi [toro] ditambahkan pada bunyi [gian] menjadi [giantoro]. Yap Chin Han menjadi Yohan Wijaya Bunyi [han] pada unsur akhir nama Tionghoa mirip dengan bunyi unsur awal pada nama Indonesia yakni [yohan]. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [han]. Selanjutnya bunyi [yo] ditambahkan pada awal bunyi [han] sehingga menjadi [yohan]. Bagian proses tersebut adalah [ yo + han ] [yohan] Tan Hay Djang menjadi Ferry Tanudjaja. Bunyi [tan] pada unsur awal nama Tionghoa Tan Hay Djang mirip dengan bunyi unsur Akhir pada nama Indonesia Ferry Tanudjaja. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [tan]. Bunyi [tan + (u) jaya] [tanujaya]. Sedangkan kata Ferry ditambahkan pada unsur awal nama. Tan Lie Wen menjadi Wenny Margatan. Bunyi [wen] pada unsur akhir nama Tionghoa Tan Lie Wen mirip dengan bunyi unsur awal pada nama Indonesia yakni Wenny Margatan. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [wen].

62 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 Bunyi [wen + ny] pada unsur akhir nama. [wenny]. Sedangkan kata Margatan ditambahkan Tan Mey Lan menjadi Lanny Kristiani Bunyi [lan] pada unsur akhir nama Tionghoa Tan Mey Lan mirip dengan bunyi unsur awal pada nama Indonesia yakni Lanny Kristiani. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [lan]. Prosesnya yakni bunyi [lan + ny] [lanny]. Sedangkan pada unsur akhir nama ditambahkan kata Kristiani. Sedangkan kata Margatan ditambahkan pada unsur akhir nama. Go Ling-Ling menjadi Linggawati Gunawan. Bunyi [ling] pada unsur akhir nama Tionghoa Go Ling-Ling mirip dengan bunyi unsur akhir pada nama Indonesia yakni Linggawati Gunawan. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [ling]. Bunyi [ling + gawati] [linggawati]. Sedangkan kata gunawan ditambahkan pada unsur akhir nama. Akhiran Wati menunjukkan jenis kelamin wanita. Ung Pau-Pau menjadi Popo. Bunyi [pau-pau] pada unsur akhir nama Tionghoa Ung Pau-Pau mirip dengan bunyi unsur akhir pada nama Indonesia yakni Popo. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [p] dan bunyi [au] bila diucapkan mirip dengan bunyi [o]. Jadi, Pau-Pau mirip dengan Popo. Sedangkan bunyi [ung] pada nama Tionghoa dihilangkan. Tan Muk Yen menjadi Yenny Amelia. Bunyi [yen] pada unsur akhir nama Tionghoa Tan Muk Yen mirip dengan bunyi unsur awal pada nama Indonesia yakni Yenny Amelia. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [yen]. Bunyi [yen +ny] [yenny]. Sedangkan kata Amelia ditambahkan pada unsur akhir nama. Tan May Yin menjadi Ingrid Lydia Tandayu. Bunyi [tan] pada unsur akhir nama Tionghoa Tan May Yin mirip dengan bunyi unsur akhir pada nama Indonesia yakni Ingrid Lydia Tandayu. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [tan].

Eddy Sugiri, Perspektif Budaya Perubahan Nama Diri 63 Bunyi [tan + dayu] [tandayu]. Sedangkan kata Ingrid Lydia ditambahkan pada unsur awal nama. The Giok Lien menjadi Liendrawati. Bunyi [lien] pada unsur akhir nama Tionghoa The Giok Lien sama dengan bunyi unsur awal pada nama Indonesia yakni Liendrawati. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [lien]. Bunyi [lien + drawati] [lindrawati] Menggunakan Nama Bulan dan Hari Besar/Natal Tan Tie Yok menjadi Elianawati Yulia Tanuwijaya. Pada nama Indonesia terdapat kata yulia yang berarti yang bersangkutan lahir pada bulan Juli. Tan Hwie Khiem menjadi Edika Natalia. Pada nama Indonesia terdapat kata natalia yang berarti yang bersangkutan lahir pada hari Natal U Hwi Wie menjadi Yuliana Kartika Delima. Pada nama Indonesia terdapat kata yuliana yang berarti yang bersangkutan lahir pada bulan Juli. Huang Huei Ming menjadi Yulie Wijaya. Pada nama Indonesia terdapat kata yulie yang berarti yang bersangkutan lahir pada Juli. Sedangkan, kata wijaya diambil dari nama raja besar pada zaman kerajaan Majapahit. Li Sioe Ling menjadi Agusniar Widyanti. Pada nama Indonesia terdapat kata agusniar yang berarti yang bersangkutan lahir pada bulan Agustus. Tan Lan Nia menjadi Elisabeth Natalia. Pada nama Indonesia terdapat kata natalia yang berarti yang bersangkutan lahir pada hari Natal. Sedangkan, kata Elisabeth adalah nama seorang dokter perempuan yang menolong saat persalinan.

64 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 Chang Mei Hwa menjadi Meiwati. Pada nama Indonesia terdapat kata mei yang berarti yang bersangkutan lahir pada bulan Mei. Liem Pek Hwa menjadi Yuliana Wijaya. Pada nama Indonesia terdapat kata yuliana yang berarti yang bersangkutan lahir pada bulan Juli. Sedangkan kata wijaya ditambahkan pada akhir nama. The Tjo Yong menjadi Yanuarianto. Pada nama Indonesia terdapat kata yanuar yang berarti yang bersangkutan lahir pada bulan Januari. Sedangkan kata rianto ditambahkan pada unsurnya. Yap San Ming menjadi Samuel Agustinus. Pada nama Indonesia terdapat kata agustinus yang berarti yang bersangkutan lahir pada bulan Agustus. Sedangkan kata samuel diambil dari ciri nama diri agama Nasrani yang berarti anak Tuhan. Adanya Pengharapan Liem Chen Sin menjadi Yefta Basuki Suleman. yefta basuki suleman berasal dari kata basuki yang diambil dari nama dokter yang membantu dalam persalinan. Basuki berarti selamat/baik. Kata suleman diambil dari nama isteri dokter yang membantu dalam persalinan yaitu sule dan kata man berarti pria. Sedangkan kata yefta berarti pahlawan Allah. Jadi, Yefta Basuki Suleman berarti pahlawan Allah pria yang baik. Dengan nama ini orang tua berharap kelak anak tersebut menjadi pahlawan Allah yang baik. Liem Lie Cwin menjadi Erwin Setiawan. Pada nama Indonesia terdapat kata setiawan sesudah unsur pertama erwin. Kata setiawan berasal dari kata setia dan akhiran wan. Setia mengandung harapan agar kelak si anak dapat setia kepada orang tuanya. Sedangkan kata wan pada akhir nama menunjukkan atau mengandung arti jenis kelamin pria.

Eddy Sugiri, Perspektif Budaya Perubahan Nama Diri 65 Ting Lie Chen menjadi Lilik Hartatik. Menurut responden Lilik Hartatik berarti mutiara yang cantik. Makna nama ini mengandung harapan agar anak tersebut kelak bagaikan mutiara yang cantik. Mutiara berarti sesuatu yang sangat berharga. Dengan demikian orang tuanya berharap hendaknya kelak anak tersebut menjadi anak yang baik dan berguna bagi orang tua (keluarga) terutama kepada negara. Djen Hong Pao menjadi Liliana Hartanto. Unsur liliana dari kata lili dan ana. Lili berarti bunga yang bernama lili atau bunga lili. Sedangkan anamenunjukkan jenis kelamin wanita. Unsur hartanto adalah nama orang tua laki-laki yang dibuat seperti nama marga. Jadi, liliana berarti anak wanita yang diharapkan kelak menjadi anak yang harum semerbak (baik) begaikan bunga lili. Tan Meylan menjadi Lanny Kristiani. Menurut responden, Lanny Kristiani berarti anak yang kelak menjadi orang Kristen yang dapat memulyakan nama Tuhan. Kata kristiani berarti kaum Kristen/kaum Nasrani. Selain itu, penggunaan kata kristiani menunjukkan bahwa pemakai kata tersebut adalah pemeluk agama Kristen atau Nasrani. Liem Siu Jun menjadi Christina Candra Puspitasari. Menurut responden, Christina Candra Puspitasari berarti anak yang kelak menjadi orang Kristen yang dapat memulyakan nama Tuhan. Kata Christina berarti kaum Kristen/kaum Nasrani. Selain itu, penggunaan kata christiani menunjukkan bahwa pemakai kata tersebut adalah pemeluk agama Kristen atau Nasrani. Chang Mei Hwa menjadi Mediawati. Mediawati berasal dari kata media dan wati. Media berarti alat/alat komunikasi/alat penghubung (KBBI, 1989:569). Sedangkan, wati berarti menujukkan jenis kelamin wanita. Jadi, mediawati berarti wanita yang pandai menjadi penghubung, baik penghubung antarmanusia, penghubung manusia dengan Tuhannya, maupun penghubung antarnegara (duta be-

66 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 sar/politikus). Oei Dji Sen menjadi Budi Permono. Budi Permono berasal dari kata budi yang berarti alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk (KBBI, 1989:131) dan kata permono (Indonesia permana) yang berarti tiada ternilai/berharga sekali. Jadi, budi permono berarti budi yang tiada ternilai atau budi (perilaku) yang sangat baik. The Kian Leng menjadi Surya Tony. Surya Tony berasal dari kata surya dan tony. Kata surya sinonim dengan matahari atau sinar matahari (tata surya). Jadi, surya tony berarti anak yang bernama Tony ini kelak diharapkan dapat menerangi dunia atau dapat menjadi petunjuk/penuntun bagi manusia di dunia ini (menjadi penerang bagi orang yang kegelapan). Go Lie In menjadi Holy Setiawati Indahsari. Menurut responden Holy Setiawati Indahsari berarti kesetiaan itu sangat indah dan suci. Sedangkan, kata wati menunjukkan jenis kelamin wanita. Tan Thien Pao menjadi Marlin Laksmi Sutanto. Menurut responden Marlin Laksmi Sutanto berarti bulan yang bersinar seperti Dewi Laksmi. Sedangkan kata sutanto adalah nama orang tua (nama Indonesia) yang digunakan seperti nama marga. Pek Thien Pao menjadi Gustavo Prawiro. Menurut responden Gustavo Prawiro berarti arsitektur menara Eifell (Alexander Gustav Eifell). Sedangkan, kata prawiro (Indonesia = perwira) berarti gagah berani/pahlawan. Jadi, Gustav Prawiro berarti anak yang gagah berani seperti arsitektur Alexander Gustav Eifell. Liem Wen Yong menjadi Toni Santoso. Toni Santoso berasal dari kata toni dan santoso. Kata santoso (sentosa = Indonesia) berarti bebas dari bencana dan ancaman/aman dan tenteram. Jadi, Toni Santoso berarti anak yang bernama Toni ini kelak diharapkan

Eddy Sugiri, Perspektif Budaya Perubahan Nama Diri 67 dapat hidupnya tenteram bebas dari bencana dan ancaman. Kim Liong menjadi Kurniawan Subiantoro Raharjo. Kurniawan Subiantoro Raharjo berasal dari kata kurniawan, subiantoro, dan raharjo. Kurniawan berarti pemberi kurnia, dan Raharjo (Jawa) berarti selamat. Jadi, Kurniawan Subiantoro Raharjo berarti Subiantoro kelak menjadi pemberi karunia yang selamat (pemberi karunia selamat/pemberi keselamatan umat). Nama dari Tokoh/Raja Yap Chin Han menjadi Johan Wijaya. Wijaya adalah nama raja Majapahit. Le Djiang Lay menjadi Iskandar. Iskandar adalah nama raja. Tjong Mei Tjoe menjadi Mega Tania. Mega adalah nama awal Presiden RI. Nama Indonesia yang Sulit Diketahui Maknanya Ada responden yang tidak tahu makna nama Indonesia yang disandangnya. Contoh : Liang Siu Chang menjadi Cenni. Wu Cien How menjadi Effendy Anggo. Lie Kwee Siang menjadi Ninik Angelina. Kim Yan Bing menjadi Himawati. Tjo Sen Kang menjadi Indra. SIMPULAN Pada dasarnya, WNI keturunan Tionghoa di Pemerintahan Kota Surabaya (Kotamadya Surabaya) sudah mengikuti peraturan pemerintah tentang penggantian nama Tionghoa menjadi nama Indonesia (Inpres 14 tahun 1997). Dalam segala kegiatan, Etnis Tionghoa sudah menggunakan nama Indonesia. Dengan menggunakan nama Indonesia mereka tidak akan terisolasi. Dalam mengubah nama diri, etnis Tionghoa tidak secara sembarangan, namun mencari dari berbagai sumber. Nama Indonesia yang

68 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 digunakan (yang dipilih) masih ada kedekatan atau kemiripan dengan nama Tionghoanya. Dalam melaksanakan perubahan nama WNI keturunan Tionghoa berpedoman pada kemiripan bunyi/suara, menggunakan nama bulan/hari besar, adanya unsur harapan, nama dari tokoh/raja, dan ada pula yang tidak tahu makna atau pedoman yang digunakan. CATATAN Artikel ditulis berdasarkan hasil penelitian yang didanai oleh DP3M Dikti Nomor: 129/LIT/BPPK-SDM/III/2001. DAFTAR RUJUKAN Casmir, Fred L. 1974. Interaction : An Introduction to Speech Communication. Ohio : Charles E. Meril Publishing Company. Djayasudarma Idat, T. Fatimah. 1988. Semantik I (Ke Arah Ilmu Makna). Bandung : Fakultas Sastra. UNPAD. Harris, Roy and Talbot J. Taylor. 1988. Landmarks in Linguistic Thought: The Western Tradition from Socrates to Saussure. London : Routledge. Jawa Pos. 2000. Apalah Arti Sebuah Nama. 13 Oktober 2000, hal. 21. Kuntjaraningrat. 1986. Pengantar Antropologi. Jakarta. PT. Aksara Baru. Lyons, John. 1981. Semantics. (I & II). Cambridge : Cambridge University Press. Martin, Robert M. 1981. The Meaning of Language. New York. Cambridge University Press. Panggabean, Himpun. 1993. Arti Nama dalam Masyarakat Batak Toba, Dalam Makna Nama dalam Bahasa Nusantara. Bandung : Bumi Siliwangi. Pernyata, Syaifrudin. 1994. Nilai Sebuah Nama. Sasmarinda Pos. Sibarani, Robert. 1993. Pemberian Nama Sebagai Awal Pemunculan Linguistik. Makna Nama dalam Bahasa Nusantara. Bandung : PT. Bumi Siliwangi. Singarimbun, Masri. 1987. Ilmu Sosial Dasar. Bandung : Eresco. Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik : Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Sudikan, Setya Yuwana. 2000. Metode Penelitian Kebudayaan. Unesa Unipress/Citra Wacana : Surabaya. Sugiri, Eddy. 1997. Makna dan Nilai Sebuah Nama Bagi Masyarakat Jawa, Media Informasi Ilmiah. Surabaya: Universitas Muhamadiyah. Sugiri, Eddy. 2000. Faktor dan Bentuk Pergeseran Pandangan Masyarakat Jawa Dalam Proses Pemberian Nama Diri: Kajian Antropologi Linguistik. Wahana Tridarma Perguruan Tinggi, Edisi 27-2/Juli 2000/TH/X. Surabaya : IKIP PGRI.