BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya diteliti oleh Indarti, Jurusan Sendratasik 2013 yang berjudul Pembelajaran Teknik Olah Vokal Untuk Bermain Drama Pada Siswa Kelas V11-3 SMP Negeri I Gorontalo. Permasalahan, bagaimana proses pembelajaran olah vokal untuk bermain drama pada siswa kelas VII-3 SMP Negeri I Gorontalo? Dengan hasil siswa mampu melakukan olah vokal untuk bermain drama. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan keseriusan siswa dalam melakukan proses latihan, sehingga pembelajaran tentang vokal dilakukan dengan baik. Darwis Piko Abuna berjudul, Meningkatkan Kemampuan Bermain Drama Melalui Metode Jigsaw Siswa kelas XI IPS-2 SMA Negeri I Tilamuta Tahun 2010. Permasalahan, apakah metode Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan bermain drama siswa kelas XI IPS-2 SMA Negeri I Tilamuta? Dengan hasil pembelajaran drama melalui metode Jigsaw guru dan berbagai pendukung pembelajaran serta teknik dan strategi yang diciptakan guru telah berhasil mebawa siswa pada pembelajaran aktif. Pembelajaran ini rata-rata klaksikal pada siklus II yaitu 8,2 atau 82%. Mencermati kajian relevan sebelumnya yang diuraikan di halaman sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama meneliti tentang pementasan drama atau bentuk penelitiannya merujuk pada bermain drama dan sama-sama meneliti di sekolah. Perbedaannya yaitu Indarti melihat dari teknik olah vokal siswa untuk bermain drama sedangkan penulis meneliti tentang ekspresi dialog para tokoh dalam pementasan drama.
Darwis Piko Abuna meneliti tentang kemampuan bermain drama melalui metode Jigsaw. Pesamaan dengan penelitian penulis yaitu sama-sama meneliti tentang bermain drama atau dalam bentuk pementasan drama dan sama-sama meneliti di sekolah. Perbedaannya yaitu Darwis melihat kemampuan siswa bermain drama melalui metode jigsaw sementara penulis melihat pementasan drama melalui ekspresi. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Hakikat Drama Menurut Putra (2012:4) kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Pada dasarnya drama bertujuan untuk menghibur. Drama berarti perbuatan, tindakan, sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalam suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama, yakni sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon Menurut Endraswara (2002:11) drama adalah gerak. Setiap drama mengandalkan gerak sebagai ciri khusus drama. Kata kunci ini yang membedakan dengan puisi dan prosa fiksi. Jarang pengajar sastra yang memperdengarkan drama, dibandingkan genre sastra yang lain. Berdasarkan pengalaman penulis saat PPL 2 para pengajar lebih banyak berorintasai pada puisi. Padahal drama merupakan bagian kompetensi dasar yang harus diajarkan pada peserta didik. Hal ini disebabkan oleh materi drama itu dianggap sastra lanjut. Sehingga sering tersingkir dalam pembelajaran. Pasti drama di sekolah biasanya paling minim. Kopetensi dasar drama dianggap sulit. Menurut Endraswara (2011:147) mengemukakan bahwa pembelajran mengapresiasikan drama hendaknya dapat dirumuskan dengan memberikan tekanan pada keterampilan-keterampilan berfikir dan berkomunikasi, atau berbuat kreatif yang secara menyeluruh (over all) menjadi tanggung jawab utama pembelajaran Bahasa dan Sastra.
Berdasarkan rumusan tersebut bertujuan untuk membantu minat bermain drama atau membantu masyarakat atau perkumpulan drama dan teater di tanah air. Serta pembentukan pengertian dan pengakuan mahasubjek didik tentang pentingnya drama dan teater sebagai suatu sumber pengetahuan dan kesadaran tentang masalah seorang atau masyarakat. Dewojati (2010:4) menyaksikan secara langsung dan kongkrit peristiwa di atas panggung, penikmat akan dengan mudah tergugah emosinya karena aktor dapan menjalin komunikassi secara langsung dengan audiens. Pengarang biasanya sekaligus ingin melanjutkan komunikasi dengan audiens itu dengan menghidupkan tokoh dan peristiwa tersebut di atas panggung Hassanudin (dalam Dewojati 2010:3). Pada dasarnya drama adalah suatu pertunjukan yang didasari dengan gerak, karena gerak lah yang membedakan drama dengan karya sastra yang lain. 2.2.2 Unsur-Unsur Pembangun Drama Secara umum bagaimana fiksi, di dalam drama juga terdapat unsur yang membentuk dan membagun karya sastra dari dalam, yakni unsur-unsur intrinsuk teks drama. Menurut Waluyo (2002:8-28) unsur-unsur intrinsik adalah sebagai berikut. a. Plot atau Karangka Cerita Plot atau karangka cerita merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Sifat dua tokoh utama dalam cerita bertentangan dengan tokoh lain atau protagonis dan antagonis. Konflik semakin lama semakin meningkat atau masuk pada klimaks. Setelah klimaks lakon akan menuju penyelesaian (Waluyo, 3003:8). Menurut Putra (2012:25) konflik yang diangkat ke dalam drama merupakan konflik kehidupan sehari-hari. Dan konflik-konflik tersebut tertuang dalam naskah dan dialog yang
siap diproyeksikan di atas panggung. Alur cerita adalah jalinan pristiwa (baik linier maupun nonlinier) yang disusun berdasarkan hukum kausal (sebab-akibat). Sutoto (2012:11). b. Penokohan dan Perwatakan Pelaku-pelaku dalam drama yang mengungkapkan watak tertentu. Ada pelaku protagonis yang menampilkan nilai kebaikan yang mau diperjuangkan pelaku antagonis, yang menampilkan watak yang bertentangan dengan nilai kebaikan dan pelaku tritagonis, yang mendukung pelaku protagonis untuk memperjuangkan nilai kebaikan. Penokohan dan perwatakan, penokohan atau perwatakan merupakan jati diri seorang tokoh. Apakah seoarang tokoh itu baik, jahat, buruk, pendengki atau memiliki watak lainya. Perwatakan atau penokohan dalam pementasan drama dapat dilihat secara langsung oleh penonton pementasan tersebut dari sikap, ucapan, tingkah laku, suara serta tingkah laku lainya. Namun secara teori, drama sendiri mengungkapkan penokohan atau perwatakan yang dimiliki seorang tokoh yang dilakukan secara eksplisit dan implisit. Eksplisit dari pendapat atau komentar tokoh lain dalam cerita, dan implisit dari tingkah polah tokoh itu sendiri. Readmore:http://dramakreasi.blogspot.com/2010/04/unsur-unsurintrinsikdrama.html#ixzz2U7VV6vm6. Diakses 23 Mei 2013. Waluyo (2003:13) menjelaskan watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi. Penggambaran itu berdasarkan keadaan fiksi, psikis, dan sosial. Keadaan fiksi biasanya digambarkan terdahulu, kemudian sosialnya. c. Dialog Dialog atau percakapan merupakan unsur utama yang membedakan drama dengan cerita lain. Dialog dalam drama merupakan hal yang digunaknan dalam kehidupan sehari-hari sesuai hakikat drama yang merupkan tiruan kehidupan masyarakat. Dialog merupakan hal yang sangat vital bagi sukses tidaknya sebuah drama yang dipentaskan, apabila pemeran tokoh dapat menyampaikan dialog dengan penuh penghayatan niscaya keindahan dan tujuan
pementasan dapat tercapai. Dalam percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan, yaitu: (1) dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya dan (2) dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan lebih daripada ujaran sehari-hari. Menurut Waluyo (2003:20) bayangan pentas di atas panggung merupakan mimetik (tiruan) dari kehidupan sehari-hari, maka dialog yang ditulis juga mencerminkan pembicaraan sehari-hari. Pembangun tekstur di dalam sebuah drama adalah dialog. Tekstur tersebut tercipta karena adanya suara dan imaji bahasa dalam dialog Kernodle (dalam Dewojati, 2010:175). Selain itu, dialog dinyatakan pula sarana primer drama, karena dialog dapat mengerakan alur. Disamping itu, karena tidak mempunyai narasi, tes drama hanya dapat diteliti melalui dialog. Dialog sangat berperan penting dalam drama, kerena melalui dialog kita dapat mengetahui maksud dari cerita tersebut. Abdullah (dalam Dewojati 2010:175) mengungkapkan bahwa dialog atau cakapan, secara umum dapatlah dikatakan sebagai bentuk bagunan naskah drama. Dari percakapan antar tokoh tersebut cerita dirangkai, konfik ditumbuhkan dan perwatakan tokoh dikembangkan. Putra (2012:68) dialog adalah percakapan para pemain. Dialog merupakan unsur penting yang harus ada dalam sebuah pementasan drama. Melalui dialog penonton dapat mengetahui isi cerita, mengetahui hubungan antartokoh, dan memahami watak para tokoh. Untuk memperjelas dialog, pengucapan dialog harus disertai dengan penjiwaan emosional. Selain itu, pelafalan harus jelas dan cukup keras sehingga dapat didengar oleh semua penonton. Seorang pemain yang berbisik, misalnya, harus mengucapkan agar bisikannya tetap dapat didengar oleh para penonton. d. Tempat Kejadian
Setting atau tempat merupakan latar terjadinya cerita. Setting meliputi setting waktu, setting waktu tempat, dan setting ruang. Menurut Waluyo (2013:23) setting waktu juga apakah lakon terjadi di waktu siang, pagi, sore atau malam hari. Siang atau malam di desa dan di kota akan berbeda pula keadaannya. e. Tema Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan denga premis dari drama tersebut yang berhubungan pula dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandang yang dikemukakan oleh pasangannya. Tema yang kuat, lengkap, dan mendalam biasanya lahir karena pengarang berada dalam pasion (suasana jiwa yang luar biasa) Waluyo, (2003:24). f. Amanat Amanat merupakan pesan yang hendak disampaikan pengarang lewat drama yang diciptakan. Amanat sebuah drama dapat kita ketahui setelah kita mengapresiasi drama tersebut.pesan yang disampaikan harus memiliki manfaat. Dalam keadaan demikian, karya yang jelek sekali pun akan memberikan manfaat kepada kita, jika kita mampu memetik manfaatnya (Waluyo, 2003:28). 2.2.3 Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Mengekspresikan Dialog Untuk dapat mengekspresikan watak tokoh yang diperankan, seorang aktor membutuhkan alat ekspresi. Selain dialog, alat ekspresi lain yang dapat digunakan adalah lafal, intonasi, nada/tekanan,dan mimik/gerak-gerik. a. Lafal Lafal adalah cara pengucapan bunyi bahasa, baik yang berupa kata, kelompok kata, maupun kalimat. Melalui lafal pemain drama dapat menyampaikan pesan.untuk itu pemain harus mampu menjaga pelafalannya. Menurut Pateda (2008:163) lafal tidak boleh dianggap
enteng. Seseorang salah melafalkan kata dan maknanya pasti akan berbeda, apalagi orang melafalkan kata asing atau serapan. Jadi pemain tidak bisa salah melafalkan kata karena akan menimbulkan makna ganda, bahkan akan menimbulkan makna atau maksud yang berbeda. b. Intonasi Intonasi adalah musik kalimat, yaitu ketepatan penyajian tinggi rendahnya suara nada. Intonasi membantu mengungkapkan ekspresi kejiwaan. Misalnya Untuk ekspresi marah maka intonasi suara meninggi. c. Nada/Tekanan Nada/tekanan adalah keras lemahnya pengucapan kata/kalimat. Penggunaan tekanan dimaksudkan untuk mementingkan bagian yang diberi tekanan. Cara penggunaan nada, adalah sebagai berikut: 1. Tekanan keras diberikan pada bagian yang dipentingkan, yaitu dengan diucapkan lebih keras, sekaligus lebih pelan. 2. Tekanan lemah dipentingkan pada bagian yang tidak dipentingkan, yaitu dengan pengucapan biasa atau lebih lemah dan kecepatannya biasa. d. Mimik/Gerak-gerik Mimik ada tiga macam, yaitu: mimik, pantomim, dan pantomimik. Mimik adalah gerak-gerik wajah atau raut muka, pantomim adalah gerak-gerik tubuh, sedangkan pantomimik adalah gabungan dari mimik dan pantomim. Ketiga hal tersebut mendukung atau menunjang efektivitas pengekspresian watak. Putra (2012:69) mengatakan bahwa mimik adalah ekspresi wajah (raut muka) untuk menunjukan berbagai emosi yang dialami pemain. http://mbahbrata.wordpress.com/2009/06/30/unsur-unsur-pembangun-drama, Diakses23 Mei 2013. 2.3.4 Menyampaikan dan Mengekspresikan Dialog dalam Drama a. Membaca dan Memahami Teks Drama
Sebelum memerankan drama, kegiatan awal yang perlu kita lakukan ialah membaca dan memahami teks drama.teks drama adalah karangan atau tulisan yang berisi nama-nama tokoh, dialog yang diucapkan, latar panggung yang dibutuhkan, dan pelengkap lainnya (Kontum, lighting, dan musik pengiring). Dalam teks drama, yang diutamakan ialah tingkah laku (acting) dan dialog (percakapan antar tokoh) sehingga penonton memahami isi cerita yang dipentaskan secara keseluruhan. Oleh karena itu, kegiatan membaca teks drama dilakukan sampai dikuasainya naskah drama yang akan diperankan. Dalam teks drama yang perlu kita pahami ialah pesan-pesan dan nilai-nilai yang dibawakan oleh pemain. Dalam membawakan pesan dan nilai-nilai itu, pemain akan terlibat dalam konflik atau pertentangan. Jadi, yang perlu kita baca dan pahami ialah rangkaian peristiwa yang membangun cerita dan konflik-konflik yang menyertainya. b. Menghayati Watak Tokoh yang akan Diperankan Sebelum memerankan sebuah drama, kita perlu menghayati watak tokoh. Apa yang perlu kita lakukan untuk menghayati tokoh? Watak tokoh dapat diidentifikasi melalui (1) narasi pengarang, (2) dialog-dialog dalam teks drama, (3) komentar atau ucapan tokoh lain terhadap tokoh tertentu, dan (4) latar yang mengungkapkan watak tokoh. Melalui menghayati yang sungguh-sungguh, kita dapat memerankan tokoh tertentu dengan baik. Watak seorang tokoh dapat diekspresikan melalui cara sang tokoh memikirkan dan merasakan, bertutur kata, dan bertingkah laku, seperti dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Artinya, watak seorang tokoh bisa dihayati mulai dari cara sang tokoh memikirkan dan merasakan sesuatu, cara tokoh bertutur kata dengan tokoh lainnya, dan cara tokoh bertingkah laku. Hal yang paling penting dalam memerankan drama adalah dialog. Oleh karena itu, seorang pemain harus mampu: 1) Mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas.
Seorang pemain dikatakan mampu bertutur dengan jelas apabila setiap suku kata yang diucapkannya dapat terdengar jelas oleh penonton sampai deretan paling belakang. Selain jelas, pemain harus mampu mengucapkan dialog secara wajar. Perasaan dari masing-masing pemain pun harus bisa ditangkap oleh penonton. 2) Membaca dialog dengan memperhatikan kecukupan volume suara. Seorang pemain harus bisa menghasilkan suara yang cukup keras. Ketika membaca dialog, suara pemain harus bisa memenuhi ruangan yang dipakai untuk pementasan. Suara pemain tidak hanya bisa didengar ketika panggung dalam keadaan sepi, juga ketika ada penonton yang berisik. 3) Membaca dialog dengan tekanan yang tepat. Kalimat mengandung pikiran dan perasaan. Kedua hal ini dapat ditangkap oleh orang lain bila pembicara (pemain) menggunakan tekanan secara benar. Tekanan dapat menunjukkan bagian-bagian kalimat yang ingin ditonjolkan. Ada tiga macam tekanan yang biasa digunakan dalam melisankan naskan drama yaitu: (a) Tekanan dinamik Tekanan dinamik yaitu tekanan yang diberikan terhadap kata atau kelompok kata tertentu dalam kalimat, sehingga kata atau kelompok kata tersebut terdengar lebih menonjol dari katakata yang lain. Misalnya, engkau boleh pergi. Tapi, tanggalkan bajumu sebagai jaminan (kata yang dicetak miring menunjukkan penekanan dalam ucapan). (b) Tekanan tempo Tekanan tempo yaitu tekanan pada kata atau kelompok kata tertentu dengan jalan memperlambat pengucapannya. Kata yang mendapat tekanan tempo diucapkan seperti mengeja suku katanya. Misalnya, engkau boleh pergi. Tapi, tang-gal-kan ba-ju-mu sebagai jaminan. Pengucapan kelompok kata dengan cara memperlambat seperti itu merupakan salah satu cara menarik perhatian untuk menonjolkan bagian yang dimaksud.
(c) Tekanan nada Tekanan nada yaitu nada lagu yang diucapkan secara berbeda-beda untuk menunjukkan perbedaan keseriusan orang yang mengucapkannya. Misalnya,engkau boleh pergi. Tapi, tanggalkan bajumu sebagai jaminan, bisa diucapkan dengan tekanan nada yang menunjukkan keseriusan atau ancaman jika diucapkan secara tegas mantap. Akan tetapi, kalimat tersebut bisa juga diucapkan dengan nada bergurau jika pengucapannya disertai dengan senyum dengan nada yang ramah. http://www.plengdut.com/2013/04/mengekspresikan-dialog-drama.html,diakses23 Mei 2013