BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit secara umum merupakan salah satu mata rantai didalam pemberian pelayanan kesehatan serta suatu organisasi dengan sistem terbuka dan selalu berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai suatu keseimbangan yang dinamis mempunyai fungsi utama melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Salah satu bagian dari intitusi pelayanan kesehatan adalah rumah sakit jiwa di mana tugas dan fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada klien yang mengalami gangguan jiwa maupun fisik (Haffizurraachman, 2004). Salah satu komponen ketenagaan yang menjadi ujung tombak pelayanan di rumah sakit adalah perawat. Di mana perawat yang merupakan The caring profession mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2001). Kualitas pelayanan keperawatan suatu rumah sakit dinilai dari kepuasan klien yang sedang atau pernah dirawat yang merupakan ungkapan rasa lega atau senang karena harapan tentang sesuatu kebutuhan klien terpenuhi oleh pelayanan keperawatan yang bila diuraikan berarti kepuasan terhadap kenyamanan, kecepatan, pelayanan, keramahan dan perhatian. Sementara rasa puas sendiri mempunyai nilai yang relative tergantung dari masingmasing individu (Wijono, 2003). 1
2 Supaya kualitas pelayanan keperawatan memberikan kepuasan kepada pengguna jasa dalam hal ini pasien, maka perawat memerlukan pendidikan, motivasi, beban kerja yang sesuai, penghargaan dan pelatihan-pelatihan yang mendukung di dalam pemberian asuhan keperawatan (Haffizurraachman, 2004). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2010, prevalensi masalah mental emosional yakni depresi dan ansietas ada sebanyak 11,60 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 24.708.000 jiwa. Kemudian prevalensi gangguan jiwa berat yakni psikosis ada sekitar 0,46 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 1.065.000 juta jiwa. Sebanyak 70 % klien dengan gangguan jiwa yang datang ke RSJ dengan kondisi tidak terawat atau mengalami gangguan perawatan diri. Kondisi klien datang dengan pakaian yang kumal, tubuh yang bau, rambut kumal dan adanya kerusakan kulit (Riskesdas, 2010). Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Amino Gondohutomo merupakan salah satu RSJ yang menjadi pusat rujukan klien dengan gangguan jiwa. Pada awal tahun 2010 terdapat 300 (69 %) klien dengan skizofrenia dan mengalami peningkatan menjadi 430 (76%) kasus skizofrenia pada tahun 2012.Di mana klien skizofrenia yang di rawat rata-rata mengalami kondisi gangguan perawatan diri khususnya personal hygiene (65 %) karena ketika di rumah klien tidak mendapatkan perawatan dari keluarga. Kebutuhan personal hygiene yang tidak dipenuhi akan memiliki dampak kepada klien yaitu berupa dampak fisik yaitu klien mudah terserang berbagai penyakit kulit, mukosa mulut dan kuku. Dampak psikososial yaitu gangguan interaksi sosial dalam aktivitas hidup sehari-hari klien yang kurang mendapatkan perawatan diri akan ditolak oleh masyarakat karena personal hygiene yang tidak baik, klien mempunyai harga diri rendah
3 khususnya dalam hal identitas dan perilaku, klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya (Wartonah, 2010). Melihat kondisi tersebut perawat kesehatan jiwa dituntut memiliki kinerja yang baik dalam memenuhi kebutuhan tersebut yang dilakukan melalui pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar dan prosedur. Akan tetapi pada kenyataannya kebutuhan dasar klien di rumah sakit jiwa Dr. Amino Gondohutomo masih sering terabaikan khususnya kebutuhan akan personal hygiene. Kondisi ini terlihat dari penampilan klien seperti bajunya yang tidak rapi, bau yang khas, penampilan rambut yang tidak rapi. Kondisi tersebut terjadi karena perawat tidak sepenuhnya memberikan pelayanan kepada klien yang membutuhkan kebutuhan personal hygiene, kondisi ini diperberat dengan menurunnya motivasi perawat karena kejenuhan, butuhnya imbalan(penghargaan) serta penurunan minat/ kemalasan yang kemudian membuat personal hygiene klien skizofrenia di rumah sakit jiwa sering dinomorduakan. Kondisi klien di RSJ Dr. Amino Gondohutomo saat ini adalah banyak klien yang ketika sudah dirawat masih bau, rambut tidak rapi, kondisi sikat gigi yang tidak layak pakai, handuk yang digunakan secara bersama-sama, tidak memakai alas kaki. Kondisi tersebut adalah 90% dari total pasien dengan skizofrenia. Sebagai contoh di ruang 12 pada pagi hari jam lima klien sudah diminta mandi sendiri, gosok gigi dan melakukan perawatan diri tanpa pendampingan perawat sepenuhnya. Sikat gigi yang dipakai merupakan sikat gigi bersama (digunakan bersama, bukan milik pribadi), handuk yang digunakan juga dipakai bersama-sama. Keadaan tersebut sejalan dengan penelitian mengenai hubungan faktorfaktor kinerja dengan pelaksanaan SOP sindrom defisit perawatan diri di rumah sakit jiwa Prof. DR. HB. Sa anin Padang tahun 2010 di mana menyebutkan hanya 23,1% perawat yang bekerja sesuai SOP, 35,9% yang
4 memiliki motivasi tinggi, dan 66,7% menilai imbalan yang mereka terima kurang cukup (Fidora, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anissa, (2010) di RSUD Sumedang didapatkan hasil bahwa dari 65 responden sebanyak 75,4% memiliki motivasi intrinsik dan 26,6% memiliki motivasi ekstrinsik, hal ini menyatakan bahwa faktor motivasi intrinsik perawat sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene pasien. Mengingat masih rendahnya perhatian dan pelayanan perawat terhadap kebutuhan personal hygiene selama di rumah sakit maka peneliti ingin mengetahui sejauh mana gambaran kinerja perawat dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene di rumah sakit jiwa daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. B. Rumusan Masalah Keterbatasan serta ketidakmampuan karena gangguan fisik maupun mental klien di rumah sakit menyebabkan klien tidak dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene-nya, sehingga perawatlah yang harus ikut andil dalam pemberian asuhan keperawatan akan kebutuhan personal hygiene. Akan tetapi kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien terutama masalah personal hygiene klien skizofrenia masih rendah yaitu sebanyak 65%, sehingga masih banyak kasus-kasus personal hygiene klien skizofrenia di rumah sakit jiwa sering terabaikan. Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan masalah yaitu : Bagaimanakah gambaran kinerja perawat dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mendiskripsikan kinerja perawat dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan kinerja asuhan keperawatan pada fase pengkajian dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. b. Mendiskripsikan kinerja asuhan keperawatan dalam ketepatan penegakan diagnosa keperawatan pada pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. c. Mendiskripsikan kinerja asuhan keperawatan dalam membuat perencanaan pada pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr.Amino Gondohutomo Semarang. d. Mendiskripsikan kinerja asuhan keperawatan dalam penerapan implementasi pada pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien skizoprenia di Rumah Sakit Jiwa Dr.Amino Gondohutomo Semarang. e. Mendiskripsikan evaluasi kinerja asuhan keperawatan personal hygiene pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Amino Gondohutomo Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perawat a. Memberikan informasi bagi perawat dalam meningkatkan kemampuan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan kebutuhan personal hygiene.
6 b. Dasar perbaikan untuk meningkatkan keterampilan intrapersonal dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan kebutuhan personal hygiene 2. Bagi Institusi Rumah Sakit a. Sebagai masukan untuk meningkatkan pengelolaan klien dengan kebutuhan personal hygiene. b. Sebagai sumber informasi dan pertimbangan bagi rumah sakit untuk strategi dan usaha peningkatan mutu pelayanan kesehatan jiwa khususnya dalam pemenuhan personal hygiene klien di rumah sakit. 3. Bagi institusi Pendidikan a. Dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu keperawatan sebagai sumber data / referensi bagi peneliti selanjutnya tentang kebutuhan personal hygiene klien skizofrenia di rumah sakit. b. Sebagai tambahan sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan
7 E. Keaslian penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Judul penelitian Kinerja perawat dalam Nama peneliti Erlin Natsir Variabel penelitian Kinerja, Jenis penelitian Deskripsi Hasil Responden dengan Tahun penelitian 2006 melaksanakan asuhan keperawatan di rumah sakit dan factor yang dan Joeharno Asuhan keperawatan dengan pendekatan observasional motivasi kerja cukup sebagian besar terdistribusi pada memepengaruhinya kinerja cukup sebanyak 31 responden (54,4%) sedangkan responden dengan pengetahuan kurang sebagian besar terdistribusi pada kinerja cukup sebanyak 26 responden (67,7%). Hubungan faktor-faktor Irma Kinerja, Deskripsi 23,1% perawat yang 2010 kinerja dengan pelaksanaan SOP sindrom defisit perawatan Fidora SOP defisit perawatan diri dengan pendekatan crossectional bekerja sesuai SOP, 35,9% yang memiliki motivasi diri di RSJ Prof. DR. HB tinggi, dan 66,7% Sa anin Padang menilai imbalan yang mereka terima kurang cukup Gambaran motivasi Siti Anissa, Motivasi, Kuantitatif Dari 65 responden 2010 perawat dalam Wiwi personal deskristif sebanyak 75,4% pemenuhan kebutuhan Mardiah, hygiene, memiliki motivasi personal hygiene pasien Irman perawat intrinsic dan 26,6% di ruang rawat inap Somantri, memiliki motivasi RSUD Sumedang ekstrinsik