TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Sumberdaya Tumbuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya yang kita miliki terkait dengan kepentingan masyarakat

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaannya diserahkan hukum adat (Pasal 1 UU No.41 tahun 1999). Masyarakat

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH : MOCHAMAD HADI LAB EKOLOGI & BIOSISTEMATIK JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNDIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. menyatakan hutan berdasarkan fungsinya dibagi menjadi hutan produksi,

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB. I. PENDAHULUAN A.

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat dengan kekayaan keanekaragaman

Transkripsi:

4 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Sumberdaya Tumbuhan Sumberdaya memiliki banyak pengertian. Pengertiannya secara umum adalah sumber persediaan, baik cadangan maupun yang baru yang dari segi ekonomi diartikan sebagai suatu input dalam suatu proses produksi yang selanjutnya membedakan sumberdaya alam tersebut menurut sifat kelimpahannya ke dalam tiga golongan (Soerianegara 1977), yaitu: 1. Sumberdaya yang dapat memperbaharui dirinya secara terus menerus namun akan terjadi kerusakan yang berakibat keterbatasan apabila salah menggunakannya. Contoh untuk hal ini adalah air dan udara yang akan rusak oleh pencemaran. 2. Sumberdaya yang dapat diperbaharui. Contoh untuk hal ini adalah hutan yang dapat ditanam kembali namun akan terjadi kerusakan dan bahkan kepunahan juga apabila pemungutan hasilnya tidak lagi memperhatikan kemampuan daya dukung ekologisnya. 3. Sumberdaya alam yang jumlahnya terbatas dan tidak terpulihkan. Contohnya adalah minyak yang tidak dapat dikonservasi namun sebagian produknya dapat didaur ulang untuk penghematan penggunaannya. Chapman (1969) memberikan definisi sumberdaya sebagai hasil penilaian manusia terhadap unsur-unsur lingkungan hidup yang dibutuhkannya yang kemudian dibedakan menjadi: 1. Persediaan total (total stock), yaitu jumlah semua unsur lingkungan yang mungkin merupakan sumberdaya jika seandainya dapat diperoleh. 2. Sumberdaya (resources), yaitu suatu bagian dari persediaan total yang dapat diperoleh manusia. 3. Cadangan (reserve) ialah bagian dari sumberdaya yang diketahui dengan pasti dapat diperoleh. Menurut Soerianegara (1977) sumberdaya adalah unsur-unsur lingkungan alam, baik fisik maupun hayati, yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraannya. Selanjutnya lebih rinci

5 dibedakannya sumberdaya tersebut ke dalam sumberdaya tanah, sumberdaya air dan udara, sumberdaya energi, serta sumberdaya hayati. Keberadaan masyarakat di sekitarnya tidak hanya berperan sebagai konsumen tetapi juga berperan sebagai pengelola, yang hasilnya baik langsung maupun tidak langsung bermanfaat untuk menunjang kehidupannya. Dalam pengelolaannya diperlukan suatu keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan sehingga diperoleh manfaat maksimal untuk mencegah kerusakan. Dari pengertian di atas maka dalam tulisan ini yang dimaksud dengan sumberdaya tumbuhan di Taman Wisata Alam Ruteng adalah semua unsur-unsur tumbuhan yang diperlukan oleh masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam Ruteng untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari serta untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pengertian Masyarakat Sekitar Hutan dan Kebutuhannya Masyarakat secara umum mengandung pengertian sekelompok manusia yang hidup bersama pada suatu wilayah geografis tertentu, sehingga memiliki budaya yang sama dan dapat bertindak secara terintegrasi dalam mencapai tujuan kolektif. Dalam kaitannya dengan hutan maka masyarakat sekitar hutan memiliki pengertian sebagai sekelompok orang baik yang disebut masyarakat adat maupun pendatang (baik sedaerah ataupun dari luar daerah), yang telah turun temurun bertempat tinggal di dalam dan di sekitar hutan sehingga memiliki keterikatan kehidupan (termasuk teknologi dan norma budaya) serta penghidupan dan atau lahan hutan. Apabila terjadi permasalahan internal yang menyangkut akses sumberdaya hutan maka yang harus mendapatkan prioritas utama adalah masyarakat adat setempat (Sardjono 2004). Masyarakat sekitar hutan merupakan masyarakat tradisional yang masih menjaga tradisi nenek moyangnya, baik dalam hal aturan hubungan antar manusia maupun dengan alam di sekitarnya yang mengutamakan keselarasan dan keharmonisan. Ciri lain yang juga menonjol dari masyarakat ini adalah tingginya adaptasi sosial budaya serta religinya dengan mekanisme alam di sekitarnya. Karenanya mereka juga bukan masyarakat yang statis, karena sistem pengetahuan

6 mereka juga berkembang selaras dengan dinamika permasalahan serta faktorfaktor eksternal lain yang mereka hadapi (Wiratno et al. 2004). Sejalan dengan pengertian di atas, masyarakat sekitar hutan TWA Ruteng adalah masyarakat suku Manggarai dan menyebut diri mereka orang Manggarai. Walaupun masyarakat sekitar TWA Ruteng mengakui sebagai satu budaya namun bahasa mereka terbagi menjadi beberapa bahasa yaitu bahasa Manggarai Ruteng, Manus, Rembong dan Rongga Koe. Mereka semua mengaku adalah orang Manggarai dan apabila dua orang Manggarai dari bahasa yang berbeda bertemu maka bahasa yang dipakai adalah bahasa Manggarai Ruteng yang umum dipakai dan dikuasai oleh semua orang dalam logat atau dialek yang berbeda. Dengan adanya kendaraan umum yang masuk desa mulai ada perkawinan dengan orang luar desa, wilayah terdekat dalam satu wilayah Manggarai. Masyarakat sekitar hutan termasuk ke dalam tipe masyarakat desa pertanian ladang, memiliki ciri tingkat homogenitas yang tinggi, mulai dari mata pencaharian, sistem pengetahuan, teknologi yang diterapkan, religi yang dianut, organisasi sosial, kesenian maupun bahasa daerah yang digunakan. Ciri-ciri ini diyakini mengandung nilai-nilai kearifan tradisional yang mampu menciptakan stabilitas kondisi sosial dan kehidupan harmonis (Nugraha dan Murtijo 2005). Nilai-nilai kearifan tradisional tersebut terbentuk dari interaksi antara sesama anggota masyarakat dengan lingkungannya secara berulang-ulang yang kemudian dapat mengakibatkan terbangunnya suatu sistem tatanan sosial budaya masyarakat sekitar hutan yang menyatu dengan ekosistem lingkungan. Hutan sebagai satu kesatuan lingkungan budaya menjadi tumpuan hidup masyarakat sekitar hutan untuk menopang sistem kehidupannya. Budaya tersebut terbentuk dari hubungan timbal balik yang berkesinambungan dengan lingkungan sumberdaya hutan (Nugraha dan Murtijo 2005). Nilai kebutuhan masyarakat meliputi sumberdaya di dalam hutan yang diperlukan untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Sumberdaya yang diperlukan ini menyangkut kebutuhan mendasar yaitu sandang, papan dan pangan. Kebutuhan ini seringkali bertentangan dengan kepentingan konservasi yang lebih menitikberatkan pada aspek perlindungan kawasan. Aspek pelestarian dan pemenuhan kebutuhan ini menurut Sarjono (2004) merupakan paradigma baru

7 pengelolaan kawasan konservasi yaitu adanya kepentingan paralel antara upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (sistem sosial) dan mempertahankan kesinambungan struktur dan fungsi sumberdaya hutan (sistem alam). Pengelolaan Kawasan Konservasi Kawasan konservasi ditetapkan sebagai suatu cara terpenting untuk menjamin agar suatu sumberdaya alam dapat dilindungi untuk memenuhi kebutuhan manusia di masa sekarang dan di masa yang akan datang melalui pelestarian. Konsep pelestarian yang dianut sebenarnya merupakan pemeliharaan dan pemanfaatan, yang keduanya harus berjalan beriringan secara seimbang. Konsep ini merupakan gabungan antara dua prinsip, yang pertama adalah kebutuhan untuk merencanakan pengelolaan sumberdaya berdasarkan data dasar inventarisasi yang akurat serta kebutuhan melakukan tindakan perlindungan untuk menjamin agar sumberdaya tidak habis (MacKinnon et al. 1986). Paradigma lama pengelolaan kawasan selalu memisahkan penduduk sekitar kawasan dengan kawasan konservasi atau kawasan yang dilindungi. Kawasan diperlakukan sebagai pulau yang terpisah yang tidak boleh disentuh sama sekali. Tertutupnya akses terhadap sumberdaya hutan membuat kesan tidak adanya manfaat ekonomi kawasan bagi masyarakat sekitarnya. Perbedaan cara pandang tersebut terkesan menimbulkan dikotomi. Para konservasionis memandang kawasan konservasi sebagai ekosistem yang harus dijaga keutuhan fisik dan kelestarian sumberdaya alam hayatinya semata-mata untuk menjaga keaslian dan keutuhannya sehingga akses masyarakat sekitar kawasan pada pemanfaatan harus ditutup sama sekali karena akan berdampak kerusakan. Para ekonom, memandang kawasan dengan segala potensi sumberdaya alamnya merupakan aset ekonomi yang dapat memberikan manfaat ekonomi atau kesejahteraan apabila dieksploitasi atau dimanfaatkan secara langsung sehingga perlu dimanfaatkan seluas-luasnya dengan dukungan manusia dan teknologi (Darusman dan Widada 2004). Perbedaan cara pandang inilah yang menjadi penyebab makin hari semakin parahnya kerusakan lingkungan. Keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sebenarnya bergantung pada dukungan dan penghargaan masyarakat sekitarnya. Pemisahan masyarakat sekitar

8 terhadap kawasan dalam cara pengelolaan hampir selalu dapat dipastikan kegagalan pengelolaannya, penduduk setempat akan menggagalkan pelestarian. Akan terjadi konflik sosial antara masyarakat sekitar hutan dan pemerintah yang berdasarkan sistem hukum dan perundang-undangan memiliki otoritas untuk mengelola hutan. Konflik tersebut dipicu oleh tiga faktor utama, yaitu: pertama adalah ketidakadilan distribusi pemanfaatan sumber daya hutan, kedua pemandulan kewenangan masyarakat desa hutan dan yang terakhir adalah kerusakan ekologi sumberdaya hutan. Ketiga faktor inilah yang pada akhirnya menjadi sebab marginalisasi masyarakat desa hutan, kurang berhasilnya programprogram pembangunan kehutanan, demonstrasi masyarakat, hingga perambahan dan pengklaiman tanah hutan menjadi hak ulayat atau tanah milik masyarakat adat (Nugraha dan Murtijo 2005). Bila pelestarian bermanfaat bagi masyarakat sekitar maka masyarakat akan mau bekerja sama dengan pengelola dalam rangka pelestarian. Bentuk manfaat bagi masyarakat yaitu pemanfaatan terbatas pada sumberdaya tertentu, hak tradisional dan kebiasaan budaya, preferensi khusus untuk memperoleh pekerjaan dan pelayanan sosial dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi fungsi perlindungan kawasannya (Mackinnon et al. 1986). Hal senada terkandung dalam arti konservasi yang sebenarnya menurut IUCN yaitu pengelolaan penggunaan manusia atas biosfer yang menghasilkan manfaat berkelanjutan terbesar pada generasi sekarang serta memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi-generasi masa depan. Dengan demikian konservasi itu positif mencakup pelestarian, pemeliharaan, pemanfaatan berkelanjutan, pemulihan dan peningkatan mutu lingkungan alamiah (McNeely 1988). Daerah Penyangga Daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar wilayah suaka alam dan pelestarian alam baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan. Pengelolaan daerah penyangga tetap berada di tangan yang berhak, sedangkan cara-cara pengelolaan tetap harus mengikuti ketentuan ketentuan yang ditetapkan peraturan pemerintah (Wind 1990).

9 Daerah penyangga diartikan sebagai suatu daerah yang berfungsi sebagai penyangga kawasan konservasi dari berbagai macam gangguan, untuk menjaga kawasan suaka alam dan atau kawasan pelestarian alam dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan (PP Nomor 68 Tahun 1998). Tekanan dan gangguan dapat didefinisikan sebagai setiap kejadian yang secara relatif diskrit menurut waktu yang mengganggu ekosistem, komunitas atau struktur populasi dan mengubah sumberdaya, ketersediaan subtrat atau lingkungan fisik dan juga setiap proses yang dapat mengubah laju kelahiran dan kematian individu. Gangguan dan pengaruh dari daerah sekitarnya akan mempengaruhi komposisi spesies, perubahan laju dan proses-proses alam (MacKinnon et al. 1986). Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya menyebutkan bahwa pemerintah dapat menetapkan daerah yang berbatasan dengan kawasan konservasi untuk ditujukan sebagai daerah penyangga. Lebih lanjut dalam penjelasan undang-undang tersebut disebutkan bahwa daerah penyangga dimaksudkan sebagai daerah yang berada di luar kawasan. Daerah penyangga ini mutlak untuk dipahami dan diperlukan hanya apabila terlihat adanya gangguan-gangguan dari aktivitas manusia yang dinilai merugikan di dalam usaha melestarikan alam di dalam kawasan yang dilindungi atau diduga akan menimbulkan kerugian di dalam usaha pelestarian tersebut. Bagian pinggir kawasan yang berbentuk batas alam misalnya jurang, tebing tidak perlu untuk ditetapkan atau dianggap sebagai daerah penyangga (Roedja i et al. 1990). Selanjutnya menurut Roedja i et al. (1990) yang dianggap sebagai gangguan dari daerah penyangga berdasarkan motivasinya, yaitu: 1. Mendapatkan sesuatu (hasil hutan) untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya: kayu bakar, kayu bangunan, berburu satwa, buah-buahan dan obat-obatan. 2. Mendapatkan sesuatu (hasil hutan) untuk meningkatkan pendapatannya dengan cara menjual hasil hutan. 3. Rekreasi, misalnya hiking, berkemah, membuat foto.

10 Gangguan kawasan dari daerah penyangga dapat juga terjadi tanpa masuknya manusia ke dalam kawasan, antara lain: 1. Perbuatan merusak tanpa disengaja, misalnya api yang menjalar dari kebun di batas sekitar kawasan konservasi. 2. Masuknya gas beracun dari pabrik yang terbawa angin. 3. Perburuan satwa yang keluar dari areal konservasi. Panjang, lebar dan luasnya daerah penyangga tergantung dari lokasi terganggu dari besarnya gangguan, misalnya areal konservasi yang terganggu oleh pengambilan kayu bakar sepanjang perbatasan sejauh 10 km maka panjang kawasan penyangga tersebut juga 10 km. Panjang kawasan penyangga ini dapat diperpendek dengan cara mengkonsentrasikan pengambilan kayu bakar di suatu tempat dengan meningkatkan produktivitasnya (Roedja i et al. 1990). Pengelolaan daerah penyangga perlu memperhatikan masyarakat miskin yang tinggal dekat hutan dan bergantung pada sumberdaya hutan yang mempunyai pengaruh besar terhadap keutuhan hutan. Hasil hutan harus disediakan bagi penduduk miskin yang kebutuhan sehari-harinya bergantung pada beberapa hasil hutan tertentu yang tidak dapat mereka peroleh dari tempat lain (Wind 1990).