BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. konservasi untuk menyelamatkan deforestasi yang sedang terjadi di Borneo, Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Profil Wilayah Heart Of Borneo

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PADA ACARA SOSIALISASI PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI DAERAH PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAD-GRK)

BAB 1 PENDAHULUAN. Konflik yang terjadi di kawasan hutan sering kali terjadi akibat adanya

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

REVITALISASI KEHUTANAN

Restorasi Ekosistem di Hutan Alam Produksi: Implementasi dan Prospek Pengembangan

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

Penyelamatan Ekosistem Kalimantan Dalam Penerapan MP3EI

BAB III Visi dan Misi

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PARIWISATA & PERKEBUNAN DI KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

NSDA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Deputi Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Pemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan

SAMBUTAN/PENGARAHAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PEMBUKAAN MUSRENBANG REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2016 Jakarta, 11 Maret 2016

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi pembangunan Tenaga Kerja Industri dan penggunaan konsultan Industri, pemanfaatan dan

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

BAB V KESIMPULAN. Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG

MENUJU TEBO SEJAHTERA (MTS): AMAN, HARMONIS DAN MERATA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM. Penyunting Poltak Partogi Nainggolan

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

Deklarasi Rio Branco. Membangun Kemitraan dan Mendapatkan Dukungan untuk Hutan, Iklim dan Mata Pencaharian

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

SAMBUTAN BUPATI KEBUMEN P A D A KICK OFF PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) KABUPATEN KEBUMEN TAHUN ANGGARAN 2015

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TANGGAL 6 JUNI LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) RKPD KABUPATEN BERAU TAHUN 2013 BAB I - 1

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL KALIMANTAN

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

Jakarta, 10 Maret 2011

MI STRATEGI

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Di saat dunia mendesak pemerintah Indonesia segera mengambil langkah konservasi untuk menyelamatkan deforestasi yang sedang terjadi di Borneo, Indonesia sebagai negara berkembang memiliki ketergantungan yang kuat terhadap sumber daya alam yang disediakan hutan Borneo. HoB merupakan salah satu langkah yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia dalam merespon tantangan global secara komprehensif dan terintegrasi, sementara dalam waktu bersamaan juga turut memanfaatkan peluang global untuk mencapai kepentingan nasional. Meskipun di permukaan tampak seolah tidak ada korelasi signifikan dengan politik dalam negeri mengingat tata kelola hutan dalam negeri yang kacau-balau dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang bermukim di hutan Borneo penulis menemukan substansi keterkaitan hubungan antara faktor domestik dan internasional terkait deklarasi HoB. Alasan yang memotivasi pemerintah Indonesia melakukan perjanjian kerja sama konservasi dan pembangunan berkelanjutan di hutan Borneo adalah untuk melindungi kepentingan pertahanan, kepentingan ekonomi, kepentingan tatanan internasional dan kepentingan ideologi. Berdasarkan penemuan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa melalui deklarasi HoB pemerintah dapat membuka peluang kerja sama dengan dua negara anggota lainnya 1

dan organisasi pemerintah maupun nonpemerintah untuk mengatasi persoalan domestik yang tengah dihadapi Indonesia dan membangun hubungan luar negeri yang baik, dengan penjabaran sebagai berikut: a) Dalam konteks kepentingan pertahanan, negara berupaya mengatasi kesenjangan pembangunan terhadap masyarakat pedalaman yang bermukim di kawasan perbatasan hutan Borneo Kalimantan yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan cara melakukan pendekatan kesejahteraan, seperti pembinaan serta pemberdayaan masyarakat di kawasan perbatasan. Salah satunya dengan melakukan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang dapat dijadikan sumber pendapatan ekonomi alternatif berkelanjutan tanpa harus merusak lingkungan. Peningkatan taraf hidup masyarakat perlu dilakukan guna mencegah berbagai masalah sosial mendasar yang dapat mengancam stabilitas nasional, dikarenakan pada titik paling ekstrem masyarakat di kawasan perbatasan sangat rentan terhadap upaya-upaya separatis. Sementara itu keberadaan hutan Borneo yang terletak di kawasan perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia menjadikan hutan ini rentan terhadap kegiatan ekonomi ilegal dan ancaman kehilangan wilayah teritorial. Dengan merangkul ketiga negara pemilik hutan Borneo di bawah payung kebijakan HoB, diharapkan dapat tercipta kesamaan misi untuk pengelolaan hutan Borneo yang lebih baik di bawah paradigma konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Kepentingan pertahanan juga dapat diartikan sebagai upaya negara dalam menghadapi ancaman keamanan nontradisional seperti kerusakan hutan Borneo sebagai urat nadi yang tidak dapat dipisahkan 2

dari kehidupan masyarakat Indonesia. Menyelamatkan hutan yang masih tersisa, melakukan rehabilitasi dan restorasi terhadap hutan yang telah terdegradasi merupakan esensi dari inisiatif ini. Dalam The Environmental Status Report of the Heart of Borneo 2012 yang merupakan laporan analisa WWF terhadap kondisi kesehatan lingkungan kawasan HoB hampir keseluruhan tipe hutan di kawasan HoB kini berada pada status baik atau sangat baik. Kepentingan-kepentingan ini merupakan isu prioritas terkait deforestasi di hutan Borneo, ditunjukkan dengan sekuritisasi isu tersebut sebagai salah satu bagian dari KSN. b) Kepentingan ekonomi Indonesia merupakan upaya pemerintah dalam melakukan harmonisasi dan mengintegrasikan masterplan HoB dengan program pembangunan ekonomi nasional, salah satunya berkaitan dengan MP3EI yang telah menetapkan Koridor Ekonomi Kalimantan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional. HoB memastikan aktivitas perekonomian tidak akan dilakukan dalam hutan bernilai konservasi tinggi; menawarkan pendekatan ekonomi hijau yang senantiasa melakukan tinjauan terhadap rencana pengelolaan konsensi yang telah menguasai hampir setengah dari kawasan HoB; mendorong konsensi tersebut berada di bawah sertifikasi pengelolaan pemanenan kayu, minyak sawit, dan pertambangan yang berkelanjutan; serta memperkenalkan mekanisme pasar karbon sebagai insentif yang dapat menjadi kompensasi pendapatan negara dalam menjaga kelestarian hutan Borneo. 3

c) Terkait kepentingan tatanan internasional, deforestasi yang terjadi di hutan Borneo tentunya menimbulkan paradoks dengan keaktifan Indonesia dalam berbagai forum yang membahas isu-isu lingkungan. Maka dengan mendeklarasikan HoB, Indonesia akan memperoleh pengakuan dari masyarakat internasional sebagai negara yang peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup, sehingga akan tercipta hubungan yang baik dalam pergaulan internasional. Hal ini akan berdampak terhadap stabilitas regional maupun global yang lebih baik dan kondusif bagi akselerasi kepentingan domestik Indonesia; yaitu menciptakan pengelolaan sumber daya hutan Borneo yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan HoB. d) Alasan terakhir yang mendasari sikap pemerintah Indonesia berkaitan dengan kepentingan ideologi. Keterlibatan Indonesia dalam HoB merupakan wujud aktualisasi ideologi bangsa secara normatif dalam mempromosikan perdamaian dunia dan bekerja sama memerangi deforestasi sebagai sebuah isu global. Deklarasi HoB merupakan langkah politik lingkungan Indonesia pada tatanan global agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat internasional guna menegaskan ideologi bangsa yang terpancar dalam segala tingkah laku dan perbuatan Indonesia dalam usaha untuk memperkuat dukungan internasional terkait pelestarian lingkungan di Indonesia. 5.2 Saran Kepentingan sebuah negara bukan hanya merupakan refleksi dari politik dalam negeri saja, tetapi juga hubungan luar negerinya. Berdasarkan latar belakang masalah 4

yang telah diuraikan sebelumnya, deforestasi yang terjadi di Borneo merupakan isu multidimensi yang menyentuh berbagai aspek penting dalam kehidupan manusia. Dengan status Indonesia sebagai pemilik kawasan hutan Borneo terbesar, pemerintah tentu tidak bisa berdiam diri mengingat isu lingkungan hidup merupakan salah satu isu strategis dalam hubungan internasional. Indonesia memiliki beban tanggung jawab yang besar agar mampu memenuhi tekanan dari dalam negeri dan menghasilkan kebijakan yang memberikan keuntungan di tingkat domestik; sedangkan pada tingkat internasional Indonesia harus mampu memenuhi tekanan internasional dan meminimalkan konsekuensi yang dapat merugikan hubungan luar negeri. Penulis menilai HoB secara konseptual merupakan sebuah skenario ideal yang dapat memberikan solusi terhadap benturan kepentingan di hutan Borneo tersebut. Namun agar pemerintah Indonesia dapat memainkan peranannya itu, maka diperlukan persiapan yang matang dengan memperhatikan peluang yang dimiliki dan tantangan yang dihadapi, serta bagaimana langkah strategis yang sebaiknya dilakukan sehingga deklarasi HoB tidak hanya untuk kehebatan pencitraan semata tetapi harus memiliki tujuan yang benar-benar dapat diperoleh segenap bangsa. Mengingat esensi dari kebijakan ini adalah penyeimbangan konservasi dan pembangunan berkelanjutan melalui ekonomi hijau, maka penulis juga menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat membahas tentang pencapaian dari implementasi kebijakan konservasi dan pembangunan berkelanjutan HoB di Indonesia. 5