dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Perilaku Vulva Hygiene Berhubungan dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas XII SMA GAMA 3 Maret Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Partisipan Penelitian

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Kata kunci: kontrasepsi hormonal, pengetahuan perawatan organ reproduksi, keputihan. Cairan tersebut bervariasi dalam PENDAHULUAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva...

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU GENITAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

PERILAKU SANTRI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENITAL EKSTERNA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

No. Responden: B. Data Khusus Responden

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi Asia dan tertinggi ke-3 di

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MERAWAT KEBERSIHAN VULVA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SISWI KELAS X DI SMA MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA TAHUN 2013

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bagi seorang wanita menjaga kebersihan dan keindahan tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim.

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN ALAT GENITALIA SAAT MENSTRUASI

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PERILAKU VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PATOLOGI PADA SISWI KELAS X DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN CARA PENCEGAHAN FLOUR ALBUS

Kata kunci : Pengetahuan, remaja puteri, kebersihan, genetalia eksterna PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keputihan a. Definisi Keputihan Keputihan adalah cairan dari vagina yang menimbulkan perasaan kurang nyaman, keputihan disebut juga leuchorrhea atau flour albus atau vaginal discharge (23). Keputihan adalah keluarnya cairan dari liang vagina internal yang menyebabkan celana dalam basah (7). Konsistensi keputihan ini sangat bervariasi yaitu (padat seperti tepung, cair, kental) dan berwana (putih, jernih, kuning dan kecoklatan) (8)(22). b. Jenis jenis keputihan Berdasarkan karakteristiknya keputihan dibedakan menjadi dua yaitu (24) : 1) Keputihan normal ( keputihan fisiologis) adalah cairan yang keluar dari organ genetalia yang berbentuk cair, berwarna putih jernih atau kuning kental yang tidak berbau dan tidak amis juga tidak disertai rasa gatal disekitar vagina (6). 2) Keputihan tidak normal (keputihan patologis) yaitu cairan kental menyerupai susu yang berwarna kuning kecoklatan, hijau kekuningan dan berbau amis sampai busuk yang keluar dari organ genetalia secara terus menerus dan menyebabkan rasa gatal, panas sampai iritasi disekitar vagina (25). c. Faktor faktor yang dapat menyebabkan keputihan patologis Semua wanita usia subur di dunia pasti mengalami keputihan normal yang di sebabkan oleh perubahan hormon didalam tubuh menjelang menstruasi, masa subur dan setelah menstruasi (26). Namun ketika wanita tidak tepat dalam merawat organ reproduksi lama kelamaan akan menjadi keputihan patologis. 7

Terjadinya keputihan patologis pada wanita disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : a) Infeksi jamur Candida Albicans, jamur jenis ini 70% berada di air yang ada di ember toilet umum, serta jamur candida ini tumbuh berkembang biak di organ genetalia yang lembab akibat pemakaian celana dalam yang ketat (6)(27). b) Infeksi Parasit Trichomonas Vaginalis ini disebabkan karena hubungan seksual bebas. Sumber kumannya berasal dari pria dan terdapat dibawah preputium atau dalam uretra bagian prostat, selain itu dapat ditularkan lewat pakaian dan saat berenang (4)(28). c) Infeksi Virus herpes vaginalis disebabkan oleh hubungan seksual bebas yang dapat memicu terjadinya kanker mulut rahim (29). d) Penggunaan kondom yang berulang dan tidak steril, serta penggunaan penggunaan obat herbal yang dimasukan kedalam vagina berfungsi sebagai pengencang otot vagina yang dilakukan secara terus menerus sehingga membuat peradangan porsio dan skret yang berlebih dan berbau (30). e) Penggunaan antibiotik dan pembersih vagina yang berlebihan dan berlangsung lama dapat mengurangi dan mematikan bakteri doderlein lactobacillus yang berfungsi sebagai pelindung vagina ikut mati. karena bakteri ini bertugas menghasilkan asam laktat agar jamur tidak bisa hidup, jika bakteri mati, jamur akan tumbuh subur dan menginfeksi vaginas (10). f) Penggunaan pembalut dan pantilyner yang tidak baik dapat membuat iritasi vagina sehingga membuat skret berlebih dan tumbuhnya jamur (31). g) Dari hasil penelitian bahwa 65,2% karena penggunaan KB hormonal (32). d. Komplikasi Keputihan yang lama dan tidak segera diobati dapat menyebabkan : 8

1) Infertilitas yaitu masalah kesuburan atau gangguan haid dan penyakit radang panggul (33). 2) Kanker mulut rahim adalah infeksi Human Papiloma Virus (HPV) yang menimbulkan gejala keputihan lama dan tidak diobati maka akan berkembang menjadi kanker leher rahim (29). 3) Kemandulan disebabkan karena keputihan patologis yang terlalu lama sehingga bakteri dan jamur berkembang biak hingga melekat pada mulut rahim yang mengakibatkan kerusakan dan tersumbatnya saluran telur sampai pembusukan indung telur oleh infeksi (25). e. Pencegahan keputihan patologis Ketika seorang wanita mengalami keputihan normal agar tidak menjadi keputihan tidak normal, maka harus melaksanakan vulva hygiene dengan baik diantaranya cebok dengan air yang bersih serta mengeringkan vagina sebelum memakai celana dalam, tidak bergonta ganti pasangan, tidak sering menggunakan celana dalam yang ketat, tidak menggunakan sabun wewangian yang phnya tidak sesuai ph vagina, juga tidak menggunakan obat herbal yang dimasukan kedalam vagina, serta pola hidup sehat (26)(34)(35). f. Penatalaksanaan Penatalaksanaan keputihan tidak normal sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk menghindari komplikasi yang serius. Sebelum dilakukan pengobatan, Dokter memastikan penyebab keputihan yaitu dengan mengecek cairan yang keluar dari vagina, pengambilan swab vagina yg ditetesi dengan NaCl 0,9% atau KOH 10% kemudian dilihat di bawah mikroskop serta pemeriksaan darah lengkap dan urin untuk mengetahui adanya infeksi bakteri (36). Setelah mengetahui penyebabnya, Dokter memberikan obat seperti anti jamur (Flukonazol, Ketoconazol), anti bakteri dan parasit (Metronidazol) untuk istri dan suami serta diberi anjuran untuk tidak berhubungan seksual selama dalam pengobatan (34). 9

2. Konsep Pengetahuan dan Sikap Tentang Keputihan Patologis a. Pengetahuan Pengetahuan yaitu hasil tau seseorang setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pernyataan lain menyebutkan pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami setelah orang melakukan pengamatan terhadap suatu objek (37). Pengetahuan yang dimiliki oleh wanita usia subur tentang keputihan patologis sangatlah berpengaruh pada sikap dan perilaku tentang mencegah dan mengatasi keputihan. Wanita yang tidak bisa membedakan keputihan normal dan tidak normal tidak akan tahu mereka sakit atau tidak, begitu juga sebaliknya (38). Hasil penelitian yang dilakukan Nanlessy, 2013 di masyarakat tentang keputihan patologis didapatkan 55% wanita memiliki pengetahuan kurang, dan hasil penelitin Indah, 2012 menunjukan 68,5% responden mempunyai pengetahuan rendah 68,5% mengenai personal hygiene (39). Secara umum kategori pengetahuan kurang ini terjadi karena belum pernah mendapatkan informasi mengenai penatalaksanaan keputihan yang seharusnya (35). Dampak pengetahuan yang rendah kepada wanita usia subur tentang keputihan patologis yaitu mereka tidak tau cara melakukan pencegahan keputihan patologis dan pengobatannya. Sehingga pengetahuan wanita usia subur tentang keputihan ini sangat berhubungan dengan perilaku atau tindakan mereka dalam mencari pengobatan yang tepat agar sembuh dan tidak berulang kembali. b. Sikap Sikap adalah suatu respon tertutup yang melibatkan perasaan, pikiran terhadap suatu objek untuk kesiapan bertindak. Sikap menjadi penilaian (bisa 10

berupa pendapat) seseorang terhadap suatu objek (masalah kesehatan) selanjutnya individu akan bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan, oleh sebab itu indikator atas sikap juga sejalan dengan pengetahuan (40). Sikap seseorang terhadap sakit dan penyakit adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap tanda tanda suatu penyakit, penyebab, cara pencegahan penyakit dalam hal ini yaitu penyakit keputihan patologis (41). Hasil penelitian yang dilakukan di Klinik remaja Kisara PKBI Bali menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap negatif mengenai cara mencegah dan mengatasi keputihan 53,49%, serta penelitian yang dilakukan di SMA YLPI Pekanbaru menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki sikap negatif dalam menjaga kebersihan organ genitalia untuk mencegah keputihan 53,2% (42). Dampak sikap yang buruk terhadap penyakit keputihan patologis akan mempengaruhi mereka menganggap keputihan patologis adalah hal yang biasa dan tidak membahayakan, serta tidak mempunyai rasa khawatir dan tidak tepat dalam menjaga kesehatan reproduksi dan personal higine. Sehingga pengetahuan kurang dan sikap negative terhadap keputihan patologis sangat berhubungan dengan perilaku atau tindakan dalam mencari pengobatan yang tepat untuk sembuh. 3. Perilaku Pencarian Pengobatan Perilaku masyarakat sehubungan dengan pelayanan kesehatan saat mereka berpenyakit dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) pasti tidak akan berbuat apa-apa mengenai penyakitnya, namun apabila seseorang itu terkena sakit dan merasakan sakit, maka mulai timbulah perilaku dan usaha untuk mencari pengobatan (43). a. Respon seseorang apabila sakit adalah : 1) Tidak bertindak apa - apa (no action) 11

Seseorang tidak melakukan tindakan apa-apa karena mereka berkeyakinan bahwa kesehatan bukanlah prioritas utama di dalam hidup dan beranggapan penyakitnya akan sembuh dengan sendirinya. Masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas didalam hidup dan kehidupan (44). 2) Tindakan mengobati sendiri (Self treatment) Alasan mengapa mengobati sendiri sama dengan yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasar pengalaman-pengalaman yang lalu usaha-usaha pengobata sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan (45). Contohnya yaitu : pada remaja putri poltekes denpasar 95% tidak mengalami keputihan patologis setelah menggunakan rebusan daun sirih untuk cebok, karena daun sirih mengandung senyawa eugneol yang dapat mematikan jamur (19). Selain itu rebusan daun sirsak mengandung fenol sebagai antiseptik dan juga rebusan kunyit yang mengandung minyak atsiri untuk menyembuhkan luka dan menghambat aktivitas jamur dan pathogens (18). 3) Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (Traditional remidy) Pengobatan tradisional khususnya pada masyarakat pedesaan masih menduduki peringkat teratas dibandingkan pengobatan-pengobatan yang lain. Masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat-sakit lebih bersifat budaya daripada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatan pun lebih berorientasi pada sosial budaya masyarakat daripada hal-hal yang dianggapnya masih asing (46). Contoh pengobatan tradisional yaitu dukun dan alternatif yang merupakan bagian dari masyarakat, berada ditengah-tengah dan dekat dengan masyarakat serta pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan 12

masyarakat. Sehingga Dukun, alternatif lebih diterima masyarakat daripada Dokter (44). 4) Mencari pengobatan dengan membeli obat ke warung (Chemist shop) Obat-obat yang masyarakat dapatkan pada umumnya adalah obat-obat tanpa resep Dokter sehingga sulit dikontrol. Namun demikian sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius (46). Contohnya adalah : obat herbal yang dijual bebas, rata-rata masyarakat lebih memilih obat herbal, jamu herbal yang dijual di pasaran. selain harga murah dan juga mudah didapat tanpa memikirkan efek sampingnya (17). 5) Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga kesehatan swasta yang dikategorikan sebagai balai pengobatan, puskesmas dan rumah sakit (46). Masyarakat jika belum benar-benar dirinya sakit harus pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan laboratorium atau penunjang lain, mereka tidak mau ke Rumah sakit atau Puskesmas karena biaya, antrian yang terlalu lama dan jarak tempuh yang terlalu jauh (17). 6) Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh Dokter praktik mandiri atau Bidan praktik mandiri. Dari hasil penelitian bahwa hanya 15-30% wanita memilih berobat ke Dokter dan Bidan, karena lebih nyaman untuk konsultasi sesama wanita tanpa ada rasa malu (17). b. Perilaku peran orang sakit Dari segi sosiologi, orang yang sakit mempunyai hak-hak dan kewajiban untuk sembuh. Adapun peran yang baik bagi orang yang sedang sakit diantaranya (46) : 1) Tindakan untuk memeperoleh kesembuhan. 2) Tindakan untuk mengenal, dan mengetahui fasilitas kesehatan yang tept untuk meperoleh kesembuhan. 13

3) Melakukan kewajibannya sebagai pasien denga mematuhi nasihat-nasihat Dokter, Bidan dan Perawat untuk mempercepat kesembuhannya. 4) Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. 5) Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya. Sehingga dapat dijelaskan bahwa perilaku baik jika tindakan seseorang melakukan pengobatan dengan sesuai ke pelayanan kesehatan dengan tujuan agar penyakitnya sembuh dan tidak kambuh lagi. sedangkan perilaku yang tidak baik yaitu tindakan mencari pengobatan di luar pelayanan kesehatan yang akibatnya akan berdampak pada kesehatan tidak membuat sembuh namun berdampak menjadi penyakit yang lebih berbahaya. 4. Wanita Usia Subur Wanita usia subur (WUS) atau bisa disebut masa reproduksi merupakan wanita yang berusia antara 15-49 tahun dimulai dari pertama kali menstruasi sampai berhentinya menstruasi atau menopause yang berstatus menikah, belum menikah maupun janda dan masih berpotensi untuk hamil (47). Seorang wanita dikatakan masa reproduksi ketika pertama mengalami mentsruasi atau haid. Mentruasi ini terjadi karena adanya pengeluaran sel telur yang telah matang dan tidak dibuahi sehingga sel telur tersebut akan lepas dari ovariumnya (7). Begitupun sebaliknya ketika seorang wanita tidak mampu melepaskan ovum karena sudah habis tereduksi, menstruasi akan menjadi tidak teratur lagi setiap bulan, sampai kemudian terhenti sama sekali, masa ini disebut menopause (48). 5. Teori Lawrence Green yang Berhubungan dengan Perilaku Pencarian Pengobatan. Teori Lawrence Green menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor pokok yaitu (45) : 1) Faktor predisposisi (Predisposing factor) 14

Predisposing factor adalah faktor yang mempermudah untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor yang mencakup pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan, keyakinan, nilai-nilai, pendidikan, kepercayaan dan pendapatan masyarakat. Dari hasil penelitian bahwa faktor predisposisi perilaku pencarian pengobatan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, serta status ekonomi (49). 2) Faktor pemungkin (Enabling factor) Enabling factor adalah faktor yang mempermudah untuk terjadinya suatu perilaku tertentu, yang termasuk dalam kelompok ini adalah ketersediaan fasilitas kesehatan dan petugas kesehatan (Puskesmas, Rumah sakit, Bidan, Dokter), transportasi, media masa. Dari hasil penelitian bahwa factor predisposisi perilaku pencarian pengobatan dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas kesehatan dan transportasi (50). 3) Faktor penguat (Reinforcing factor) Factor reinforcing adalah faktor yang dapat mendorong /memperkuat perilaku kesehatan. Untuk berperilaku sehat dan mencari pengobatan yang tepat tidak hanya perlu pengetahuan dan sikap melainkan dukungan tenaga kesehatan, suami, keluarga dan teman. Dukungan keluarga, tenaga kesehatan dan teman adalah upaya yang sangat kuat untuk menimbulkan rangsangan. Hal ini sangat berpengaruh untuk mencari pengobatan yang lebih tepat saat mengalami sakit, sehingga tercapai kesehatan dan kesejahteraan sesama (50). 15

A. Kerangka Teori Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka dapat disusun kerangka teori sebagai berikut (38) : Faktor Predisposisi (Predisposing Faktor) : 1. Umur 2. Pendidikan 3. Kepercayaan 4. Pengetahuan 5. Sikap 6. Pendapatan Faktor Pemungkin (Enabling Faktor): 1. Ketersediaan Fasilitas dan petugas kesehatan 2. Transportasi 3. Keterjangkauan pelayanan kesehatan Perilaku Pencarian Pengobatan Faktor Penguat (Reinforcing Faktor) : 1. Dukungan suami 2. Dukungan Kader 3. Dukungan Tenaga kesehatan 4. Teman Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Lawrence Greens 16

B. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (51). Kerangka konsep penelitian dikembangkan berdasarkan tinjauan pustaka BAB II yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap tentang keputihan patologis dengan perilaku pencarian pengobatan pada remaja putri. Vaiabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent) Pengetahuan tentang keputihan patologis Sikap tentang keputihan patologis Perilaku Pencarian Pengobatan Gambar 2.2 Kerangka Konsep 17

C. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yag secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya (51). Hipotesis yaitu anggapan dasar yang kemudian membuat suatu teori yang masih harus diuji kebenarannya. Berdasarkan latar belakang dan landasan teori perumusan masalah serta penelitian terdahulu hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Ada hubungan pengetahuan tentang keputihan patologis dengan perilaku pencarian pengobatan. 2. Ada hubungan sikap tentang keputihan patologis dengan perilaku pencarian pengobatan. 18