1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menurut Almatsier (2009), pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Hal tersebutlah yang akan memicu munculnya masalah gizi. Indonesia saat ini menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya, masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi, pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang, dan kesehatan (Almatsier, 2009). Masalah gizi kurang mengarah pada menurunnya daya tahan tubuh dan meningkatnya penyakit infeksi, sedangkan masalah gizi lebih berdampak pada meningkatnya penyakit degeneratif (Sundari, 2014). Penyakit degeneratif sangat erat kaitannya dengan pola perilaku, termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Kecenderungan manusia untuk mengonsumsi makanan yang tidak seimbang, seperti kaya lemak dan energi, tetapi rendah vitamin, mineral dan serat, diketahui merupakan salah satu penyebabnya. Pola hidup santai 1
2 (sedentary life style) dan aktivitas fisik rendah yang bertolak belakang dengan kuantitas asupan pangan berlemak dan berenergi tinggi, turut memperburuk kerentanan seseorang menderita penyakit degeneratif (Rimbawan dan Siagian, 2004). Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi permasalahan saat ini adalah diabetes mellitus. Data RISKESDAS (2013) menunjukkan prevalensi diabetes melitus (DM) yang terdiagnosa dokter dengan gejala dari responden umur 15 tahun adalah 2,1%, angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2007 (1,1%). Secara epidemiologi, Diabetes Care (2004) dalam Depkes (2009) memperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi diabetes melitus (DM) di Indonesia akan mencapai 21,3 juta orang. Selain diabetes melitus, obesitas juga merupakan salah satu penyakit yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Obesitas yang menahun dan tidak ditanggulangi akan menjadi bibit untuk penyakit degeneratif lainnya. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) yang mengutip pendapat Pi-Sunyer (1993), obesitas cenderung menjadi diabetogenik (menyebabkan diabetes), terutama bila sudah berlangsung lama. Obesitas meningkatkan risiko menderita penyakit jantung koroner, hiperlipidemia, penyakit hati dan kantong empedu, osteoarthritis, kanker dan penyakit saluran pernapasan. Pengaruh diet merupakan salah satu pendekatan untuk mengurangi risiko menderita diabetes melitus dan obesitas. Memilih pangan (karbohidrat) yang tidak menaikkan kadar gula darah secara drastis merupakan salah satu upaya untuk menjaga kadar gula darah pada taraf normal. Memilih pangan yang cenderung diubah menjadi energi daripada ditumpuk sebagai lemak adalah salah satu upaya
3 untuk menghindari obesitas atau menurunkan berat tubuh (Rimbawan dan Siagian, 2004). Salah satu strategi dalam pengaturan pola makan untuk mengendalikan kadar gula darah dan mempertahankan berat tubuh ideal serta menjaga kesehatan ialah melalui pendekatan indeks glikemik (IG). Penerapan konsep indeks glikemik digunakan sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan maupun menjaga kesehatan. Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat memiliki IG rendah (Brouns, et al., 2005 dalam Andri, 2013). Jagung adalah salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang terpenting di dunia, setelah gandum dan padi. Di Indonesia, jagung menempati urutan kedua sebagai pangan penting setelah nasi (Amalia, et al., 2011). Jagung dikonsumsi oleh sebagian masyarakat sebagai bahan pangan pokok, seperti masyarakat di Gorontalo, NTT, dan beberapa daerah di Jawa Timur (Soegiharto, 2011). Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2015 dalam Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2015 oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia, diketahui bahwa rata-rata konsumsi per kapita jagung dalam seminggu adalah 29 kg untuk jagung basah dan 23 kg untuk jagung pipilan kering. Angka konsumsi jagung basah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari angka konsumsi tahun sebelumnya (2014) yaitu 13 kg per kapita dalam seminggu, sedangkan jagung pipilan kering tidak mengalami peningkatan (23 kg). Hal ini dapat disebabkan karena jagung basah biasanya lebih
4 banyak dikonsumsi untuk diolah dengan berbagai macam pengolahan ataupun dikonsumsi langsung, sedangkan jagung pipilan kering lebih sering dijadikan untuk pakan ternak. Menurut Palungkun dan Budiarti (1992), salah satu jenis jagung yang popular dan disukai oleh masyarakat adalah jagung manis. Jagung manis semakin popular dan banyak disukai konsumen karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan jagung bijian. Nilai indeks glikemik jagung manis berdasarkan penelitian Foster-Powell, et al. (2002) yang dibandingkan dengan standar glukosa adalah 60 (sedang). Sementara nilai indeks glikemik jagung manis dengan standar roti putih adalah 86 (tinggi). Jagung manis termasuk sayuran yang potensial. Banyak masyarakat mengkonsumsi jagung manis sebagai sayuran pelengkap dan sebagai penganan dengan berbagai macam olahan, salah satunya diolah menjadi bubur. Bubur jagung merupakan salah satu makanan selingan yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Cara pengolahannya yang mudah, praktis dan tidak memakan waktu yang lama menjadi salah satu alasan mengapa bubur jagung memiliki banyak penggemar. Proses pengolahan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi indeks glikemik pangan. Pengolahan jagung manis menjadi bubur jagung menghasilkan tekstur yang mudah dicerna sehingga memungkinkan untuk menghasilkan nilai IG yang tinggi. Ostman, et al. (2001) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) menyatakan bahwa pangan yang mudah dicerna dan diserap menaikkan kadar gula darah dengan cepat. Peningkatan kadar gula darah yang cepat
5 ini memaksa pankreas untuk mensekresikan insulin lebih banyak. Oleh karena itu, kadar gula darah yang tinggi juga meningkatkan respon insulin. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kombinasi bubur jagung dengan pangan yang memiliki nilai indeks glikemik rendah untuk menghindari kenaikan nilai IG-nya. Karena akan diolah menjadi bubur, maka perlu dipilih pangan yang juga lazim diolah menjadi bubur. Salah satu pangan kaya karbohidrat yang juga sering diolah menjadi bubur dan memiliki nilai IG yang rendah adalah kacang hijau. Pemilihan kacang hijau sebagai pangan kombinasi bubur jagung karena selain keseringannya diolah menjadi bubur ialah dengan pertimbangan bahwa kacang hijau termasuk salah satu jenis kacang-kacangan sumber karbohidrat dan protein nabati yang baik dan relatif murah dan mudah didapat. Menurut hasil penelitian Pusat Diabetes dan Lipid RSCM/FKUI dan Instalasi Gizi RSUPNCM (2003), kacangkacangan mengandung protein dua kali lebih banyak dari biji-bijian lain yang dapat memengaruhi daya cerna zat pati. Kemungkinan interaksi protein zat pati pada kacang-kacangan akan menghasilkan penurunan kadar glukosa darah. Kelompok kacang-kacangan umumnya mengandung beberapa zat anti gizi yang dapat memengaruhi nilai indeks glikemik pangan. Mellor (1978) dalam Pusat Diabetes dan Lipid RSCM/FKUI dan Instalasi Gizi RSUPNCM (2003) menyebutkan bahwa kacang hijau mengandung serat dan bahan sejenis inulin pada kulit ari yang mengandung asam suicic yang mempunyai nilai pengobatan yang baik terhadap diabetes. Menurut data penelitian The University of Sydney, nilai indeks glikemik kacang hijau yang direndam selama 12 jam atau disimpan di tempat yang
6 lembab selama 24 jam ataupun yang diuapkan selama 1 jam adalah 38, termasuk kategori rendah. Penelitian tentang nilai indeks glikemik pangan di berbagai negara termasuk Indonesia telah banyak dilakukan. Namun, informasi mengenai indeks glikemik pangan lokal terutama pangan olahan masih sangat terbatas. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui nilai indeks glikemik bubur campuran jagung manis dan kacang hijau. Apabila dari hasil penelitian terbukti bahwa bubur jagung kacang hijau memiliki IG rendah, maka dapat dijadikan salah satu alternatif pengganti nasi untuk sarapan pagi ataupun pilihan makanan selingan yang sehat, tidak menaikkan kadar gula darah secara cepat dan dapat memberikan rasa kenyang yang lama serta dapat dikonsumsi oleh siapapun, baik penderita diabetes, obesitas maupun orang sehat. Bubur kombinasi ini juga diharapkan bisa mengoptimalkan potensi jagung manis dan kacang hijau dalam mendukung program diversifikasi pangan di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Masih banyak pangan olahan di Indonesia yang belum diketahui nilai indeks glikemiknya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemilihan makanan dengan IG rendah dapat membantu meningkatkan dan menjaga kesehatan sehingga perlu dilakukan modifikasi ataupun inovasi untuk menghasilkan dan memperkaya ragam makanan dengan IG rendah. Penelitian ini dilakukan untuk menghitung nilai indeks glikemik bubur campuran jagung manis dan kacang hijau dengan harapan nilai indeks glikemik yang didapat adalah termasuk kategori rendah.
7 Jika hasil penelitian menunjukkan bahwa bubur jagung kacang hijau memiliki IG rendah, maka dapat dijadikan salah satu alternatif pengganti nasi untuk sarapan pagi ataupun pilihan makanan selingan yang sehat, tidak menaikkan kadar gula darah secara cepat dan dapat memberikan rasa kenyang yang lama serta dapat dikonsumsi oleh siapapun, baik penderita diabetes, obesitas maupun orang sehat. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui nilai indeks glikemik bubur campuran jagung manis (Zea mays saccharata) dan kacang hijau (Vigna radiata) dengan perbandingan 1:1. 1.3.2 Tujuan Khusus Mengetahui kandungan karbohidrat, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar protein bubur campuran jagung manis (Zea mays saccharata) dan kacang hijau (Vigna radiata). 1.4 Manfaat Penelitian Memberikan informasi mengenai nilai indeks glikemik bubur campuran jagung manis (Zea mays saccharata) dan kacang hijau (Vigna radiata) sehingga dapat menjadi acuan bagi seseorang dalam memilih pangan yang dapat meningkatkan dan menjaga kesehatan.