BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabun merupakan salah satu produk kebersihan yang digunakan bersamaan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Penggunaan sabun diantaranya untuk menjaga kebersihan tubuh, membersihkan peralatan dan perlengkapan rumah tangga yang menjadikan sabun sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia. Pada saat ini terdapat beberapa bentuk sabun yang beredar dipasaran yakni bentuk batang (cetakan padat), bentuk cair, bentuk busa atau foam, bentuk gel atau krim dan bentuk serbuk (Indonesian Trade Promotion Centre Lagos, 2015). Sabun cair atau liquid soap adalah sabun yang memiliki bentuk cairan. Sabun cair memiliki keunggulan dari sabun bentuk lain seperti mudah dibawa berpergian dan lebih higienis karena sabun cair biasanya disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Sabun cair bisa menjadi produk sabun yang strategis untuk dipasarkan, karena masyarakat di era modern ini lebih menyukai hal yang praktis. Sabun cair biasanya diproduksi untuk berbagai kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, pencuci tangan, pencuci piring dan sebagainya dengan karakteristik yang berbeda-beda dari setiap kebutuhannya tergantung pada komposisi bahan dan proses pembuatannya (Indonesian Trade Promotion Centre Lagos, 2015). 1
2 Produk sabun khususnya sabun mandi telah berkembang menjadi kebutuhan primer di masyarakat dunia saat ini. Produk sabun khususnya sabun mandi berbahan baku bahan alam masih jarang ditemukan di pasaran. Kebanyakan dari sabun tersebut masih menggunakan bahan sintetik sebagai bahan aktifnya, contohnya adalah diethanolamine (DEA), Sodium Lauryl Sulfate (SLS), serta triklosan yang terdapat di hampir semua sabun mandi yang beredar di pasaran. Penggunaan bahan sintetik sebagai bahan aktif pada pembuatan sabun memiliki efek negatif terhadap kulit manusia seperti menimbulkan iritasi (Ulia, dkk., 2014). Potensi bahaya tersebut dapat diatasi dengan pembuatan sabun dengan menggunakan bahan alami sebagai bahan aktifnya seperti minyak nabati dan lemak hewan. Menurut Sitorus, dkk. (2016), Sabun alami dibuat dengan mereaksikan gliserida (lemak) dengan alkali yang umum yakni NaOH dan KOH pada suhu 80-100 o C yang dikenal dengan reaksi penyabunan (saponifikasi). Menurut Indonesian Trade Promotion Centre Lagos (2015), selain dapat terbuat dari lemak hewani, sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan seperti minyak zaitun, minyak sawit, minyak kelapa dan lain sebagainya. Salah satu minyak yang dapat digunakan untuk bahan pembuatan sabun adalah minyak jarak atau castor oil. Minyak jarak telah lama dikenal sebagai bahan baku dalam berbagai industri khususnya industri farmasi dan kosmetik. Minyak jarak atau minyak kastor dihasilkan oleh biji tanaman jarak (Ricinus comunis L) yang komponen utamanya adalah gliserida risinoleat yaitu sekitar 80-90%. Secara alami risinoleat adalah bentuk trigliserida (gliserida) dengan tiga gugus fungsi utama yang dapat
3 ditrasnformasikan menjadi berbagai senyawa lain yakni salah satunya adalah gugus ester yang didalamnya terdapat reaksi saponifikasi. Risinoleat memiliki struktur yang spesifik disamping memiliki ketidakjenuhan pada C9 juga mempunyai gugus hidroksida pada C12 dengan notasi C18 : 1 (9, 12-OH). Risinoleat memiliki dua gugus hidrofilik yaitu pada garam terhidrolisisnya dan gugus hidroksidanya membuat sabun yang dihasilkan akan lebih polar dibandingkan dengan sabun lemak lainnya yang berbahan baku gliserida (Sitorus, dkk., 2016). Menurut Nugraha (2017), Minyak jarak termasuk kategori superlatting oil. Minyak yang termasuk golongan ini memiliki nilai lebih dalam melembabkan dan melembutkan kulit. Penambahan minyak jarak dalam pembuatan sabun akan menghasilkan busa yang lembut. Lemak dan alkali merupakan bahan dasar dalam pembuatan sabun, selain kedua bahan tersebut terdapat beberapa bahan tambahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun. Bahan tambahan yang digunakan untuk pembuatan sabun tersebut adalah bahan pembentuk badan sabun, bahan pengisi, garam, bahan perwarna dan bahan pewangi (Perdana dan hakim, 2009). Bahan tambahan pada sabun biasanya dapat berupa bahan yang memberikan efek positif bagi pemakainya bukan hanya sebagai pembersih saja namun dapat memberikan efek perawatan. Dewasa ini sabun khususnya sabun mandi antibakteri sangat diminati oleh masyarakat karena sabun antibakteri dipercaya dapat membersihkan kulit secara efektif (Ulia, dkk., 2014). Penambahan manfaat dalam sabun dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan alam yang mengandung bahan aktif yang baik untuk kulit dan dapat dilakukan dengan cara menginfus bahan alam
4 tersebut ke dalam minyak yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan sabun yang biasanya disebut dengan infused oil. Infused oil bisa dibuat dengan merendam bahan herbal dalam minyak. Cara ini telah banyak digunakan oleh para pembuat sabun homemade. Teh (Camellia sinesis) merupakan bahan minuman yang terbuat dari pucuk daun teh yang telah mengalami proses pengolahan tertentu seperti pelayuan, penggilingan, oksidasi enzimatis, dan pengeringan (Towaha, 2013). Teh dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan proses pengolahannya, jenis teh tersebut adalah teh putih, teh hijau, teh oolong dan teh hitam (Rohdiana, 20015). Teh putih merupakan teh yang diproses dari pucuk dan daun teh melalui proses pelayuan dan pengeringan. Menurut Preedy (2013), teh putih merupakan salah satu jenis teh yang memiliki banyak manfaat. Manfaat dari teh putih diantaranya sebagai antibakteri, antioksidan, anti-aging, antikanker dan antiobesitas. Menurut Widyasanti, dkk. (2015), aktivitas atibakteri ekstrak teh putih terhadap bakteri gram positif dan negatif menunjukkan hasil positif yang dapat menghambat bakteri seperti Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermis yang jika dibiarkan dapat menyebabkan penyakit kulit. Berdasarkan uraian diatas, maka pembuatan sabun cair dari minyak jarak atau castor oil dengan penambahan teh putih sebagai bahan pengisi sabun cair merupakan potensi yang sangat bermanfaat, namun belum terdapat sediaan atau formulasi pembuatan sabun cair dari minyak jarak dengan penambahan teh putih yang menghasilkan produk sabun cair secara optimum. Oleh karena itu, pada
5 penelitian ini akan dilakukan pembuatan sabun cair berbahan baku minyak jarak dengan penambahan teh putih untuk mendapatkan sediaan atau formulasi sesuai dengan SNI sabun cair 06-4085-1996. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah bagaimana perlakuan bahan baku minyak jarak dengan variasi kosentrasi infused oil teh putih pada pembuatan sabun cair dengan pengujian hasil akhir sabun cair menurut SNI sabun cair 06-4085-1996. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui cara pembuatan sabun cair berbahan baku minyak jarak. 2. Mengetahui perlakuan bahan baku minyak jarak dengan variasi kosentrasi infused oil teh putih pada pembuatan sabun cair. 3. Mengetahui mutu sabun cair yang dihasilkan yang merujuk pada standar mutu sabun cair SNI sabun cair 06-4085-1996. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami perlakuan bahan baku minyak jarak dengan variasi kosentrasi infused oil teh putih pada pembuatan sabun cair.
6 Menjadikan referensi untuk masyarakat, terutama untuk industri sabun dalam mengembangkan produk sabun cair. 1.5 Kerangka Pemikiran Sabun merupakan salah satu sarana untuk menjaga kebersihan diri dari kotoran, kuman dan hal-hal lain yang membuat tubuh menjadi kotor, namun ada beberapa sabun pada masa sekarang bukan hanya untuk membersihkan diri namun sekaligus sebagai sarana untuk melembutkan kulit, memutihkan kulit dan menjaga kesehatan kulit. Sabun adalah surfaktan yang digunakan bersamaan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Berdasarkan bentuknya, sabun dibagi menjadi berbagai macam diantara yakni berupa sabun cair (liquid soap), sabun padat opaque (sabun padat biasa), dan juga sabun padat transparan. Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak atau minyak menggunakan larutan alkali dengan membebaskan gliserol. Gliserin atau gliserol (C 5 H 5 (OH) 3 ) merupakan hasil sampingan reaksi saponifikasi yaitu reaksi pembentukan sabun. Fungsi dari gliserin pada sabun adalah untuk melembabkan kulit. Lemak atau minyak yang dipakai pada proses pembuatan sabun adalah lemak hewani, lemak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Semua lemak atau minyak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Jumlah dan komposisi minyak dari komponen asam lemak yang digunakan pada pembuatan sabun akan menentukan karakteristik atau sifat sabun yang dihasilkan. Komposisi asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantainya dan tingkat kejenuhan C 12
7 sampai dengan C 18. Penggunaan panjang rantai yang dibatas ini karena jika menggunakan asam lemak kurang dari 12 atom karbon bisa menyebabkan iritasi pada kulit dan jika menggunakan asam lemak yang memiliki panjang rantai lebih dari 18 atom karbon menyebabkan sabun sukar larut dan sulit menimbulkan busa (Maripa, dkk., 2015). Pada penelitian ini dilakukan pembuatan sabun dalam bentuk cair dengan menggunakan bahan minyak jarak (castor oil). Menurut Mardiyah (2011), minyak jarak (castor oil) merupakan salah satu minyak nabati yang memiliki bilangan kimia yang berbeda jika dibandingkan dengan minyak nabati jenis lainnya. Asam lemak dalam minyak jarak terdiri dari 90% risinoleat dan sedikit untuk kandungan asam dihidroksi stearat, linoleat, oleat, dan stearat. Asam lemak risinoleat merupakan asam lemak yang terdiri dari 18 karbon, satu ikatan rangkap (tidak jenuh), dan mempunyai gugus fungsional hidroksi yang menyebabkan minyak kastor bersifat polar. Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sari, dkk. (2010) mengenai pembuatan sabun cair dengan menggunakan bahan minyak jarak dengan hasil analisa berupa kadar air, alkasi bebas dan ph. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar air pada sabun cair yang dihasilkan dengan bahan minyak jarak memiliki nilai sekitar 47,53% sampai 55,92% yang dikatakan cukup baik bila merujuk pada SNI. Hasil analisa alkali bebas pada sabun cair yang dihasilkan adalah sebesar 0,086% - 0,095% dengan standar SNI (1994) kadar alkali bebas pada sabun memiliki nilai maksimum sebesar 0,1%. Sedangkan hasil nilai ph dari sabun cair yang dihasilkan memiliki nilai ph sekitar 8,25 8,65.
8 Pembuatan sabun cair dengan menggunakan bahan minyak kelapa murni dan minyak jarak dengan berbagai konsentrasi didapatkan hasil akhir yang sudah sesuai dengan SNI 06-4085-1996. Hasil sabun yang didapatkan dengan perlakuan minyak jarak 100% memiliki kadar alkali bebas sebesar 0,0550%, bobot jenis sebesar 1,0869; nilai ph sebesar 9,1; angka lempeng total sebesar 1,0 10 4, dengan hasil uji organoleptik berupa warna, aroma, kekentalan, banyak busa, kesan saat pemakaian dan kesan setelah pemakaian dengan total skor sebesar 2,75 dengan hasil terrendah adalah 2,20 dan hasil tertinggi adalah 4,50 (Widyasanti, dkk., 2017). Pembuatan sabun cair dengan menggunakan bahan tambahan berupa ekstrak telah banyak dilakukan yakni salah satunya adalah penambahan ekstrak kulit manggis menggunakan bahan minyak nabati berupa minyak kelapa dan minyak jarak yang dilakukan oleh Irmayanti, dkk. (2014) dengan kesimpulan bahwa formulasi yang mendekati kriteria sabun cair komersil yakni untuk ph dengan nilai paling mendekati adalah sabun cair dengan formulasi bahan penyusun minyak kelapa 15%, minyak jarak 15%, asam sitrat 2% dan formulasi bahan penyusun minyak kelapa 15%, minyak jarak 5% dan asam sitrat 2%. Penelitian menggunakan perlakuan dengan penambahan ekstrak kulit manggis sebanyak 2% dengan perlakuan berbagai konsentrasi minyak kelapa, minyak jarak dan asam sitrat. Penelitian lain dilakukan oleh Yulianti, dkk. (2015) dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing menggunakan minyak nabati berupa minyak VCO dengan berbagai konsentrasi. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini
9 menyimpulkan bahwa penambahan ekstrak daun kumis kucing sebagai antibakteri memiliki aktivitas aktibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus mulai dari konsentrasi ekstrak sebesar 5% dengan konsentrasi VCO terbaik adalah sebesar 30% karena memiliki sifat fisik, kimia dan mikrobiologi yang paling baik diantara yang lain sesuai dengan pengujian menurut SNI 06-4085-1996. Proses pembuatan sabun cair pada penelitian ini terdapat dua tahapan utama yang dilakukan. Tahapan pertama yakni pembuatan infused oil teh putih dengan menggunakan metode heat infusions. Proses pada tahapan ini adalah mencampurkan antara minyak jarak sebagai media dan teh putih utuh sebagai bahan aktif yang dipanaskan dalam slow cooker selama 24 jam. Waktu infus yang dilakukan mengacu pada sebuah artikel dari Ellis (2014) yang menyatakan bahwa metode infus dapat dilakukan dalam sebuah slow cooker dalam kondisi hangat atau warm yang dilakukan selama 2 sampai dengan 24 jam. Setalah melakukan pembuatan infus teh putih, dilakukan tahapan kedua yakni pembuatan sabun cair. Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan infus teh putih dengan perlakuan penambahan teh putih dan minyak jarak sebanyak 50 gram teh putih yang direndam dalam 400 gram minyak jarak. Pada saat melakukan infused teh putih dengan perlakuan tersebut, banyaknya teh putih memiliki keadaan yang hampir penuh tetapi masih bisa terrendam oleh minyak yang dipakai oleh karena itu dipilih beberapa konsentrasi pemberian teh putih dengan minyak jarak yakni perlakuan minyak jarak : teh putih = 400 : 0 (b/b), 400 : 12,5 (b/b); 400 : 16,6 (b/b); 400 : 25 (b/b); dan minyak jarak : teh putih = 400 : 50 (b/b). Perbedaaan konsentrasi teh putih dimaksudkan untuk mencari hasil sabun dengan konsentrasi
10 infus terbaik. Hasil dari minyak infus teh putih diatas dilanjutkan ke tahapan selanjutnya yaitu pembuatan sabun cair dengan menggunakan metode hot process soap making yang mengacu pada Rahayu (2017). Minyak jarak yang telah diinfus dengan teh putih dipanaskan sampai dengan suhu 75 o C selama kurang lebih 30 menit. Kemudian setelah itu ditambahkan larutan KOH 30% dan diaduk hingga homogen. Campuran minyak dengan KOH 30% dipanaskan selama 2 jam serta sesekali dilakukan pengadukan hingga membentuk pasta sabun. Jika telah membentuk pasta selanjutnya dilakukan proses dilusi dengan menambahkan gliserin, akuades dan propilena glikol. Proses dilusi dilakukan selama 3 jam dengan suhu 75 o C. Setelah itu, menurunkan suhu sampai 40 o C yang dilanjutkan dengan penambahan Coco-DEA sambil diaduk hingga homogen. Kesimpulan dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan yaitu terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan sabun cair karena hal-hal ini dapat memperngaruhi karakteristik sabun yang dihasilkan. Hal-hal tersebut diantaranya suhu, pengadukan dan waktu proses. Suhu yang digunakan harus dalam keadaan tidak lebih dari 80 o C, pada slow cooker suhu maksimal pada keadaan low adalah sekitar 70 o C sampai dengan 80 o C. Proses pengadukan selama pembuatan sabun berperan sangat penting untuk mencampurkan bahan-bahan hingga homogen. Waktu proses pembuatan sabun sangat berpengaruh dalam membuat pasta sabun dan proses dilusi sabun cair karena jika proses pembuatan yang terlalu lama akan membuat hasil dari pasta sabun dan sabun cair mengeras. Diagram kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
11 Sabun dengan penambahan bahan aktif alami masih jarang ditemukan Pembuatan sabun cair dengan bahan aktif alami tambahan Pemilihan bahan baku sabun cair Minyak Jarak Teh Putih Ekstraksi (Heat Infusions) Infused Oil Teh Putih Saponifikasi dan Dilusi Sabun Cair dengan ekstrak teh putih sebagai bahan aktif alami Pengujian Mutu dan Analisis Mutu Sabun Cair Sabun cair direkomendasikan Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran