BAB I PENDAHULUAN. berpedoman dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Tujuannya agar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,


BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

POKOK-POKOK PP. No. 10 TAHUN 1983 Jo PP. No. 45 TAHUN 1990 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PNS

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT. menciptakan manusia berpasang-pasangan. Dalam Al Qur an, Allah SWT. berfirman :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 TENTANG

KUISIONER HASIL SURVEI TESIS

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI LEMBAGA SANDI NEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dalam ikatan yang sah sebagaimana yang diatur dalam Islam,

2018, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 ten

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

AKIBAT PERCERAIAN DISEBABKAN TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Studi Kasus Putusan Nomor : 1098/Pdt.G/2008/PA.Dmk Di Pengadilan Agama Demak

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANGPERUBAHAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan

BAB III. POLIGAMI MENURUT PP No. 45 TAHUN Ketentuan Poligami Bagi Pegawai Negeri Sipil

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB II PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 Tahun Dalam Pasal 1 Undang-undang ini menyebutkan :

PUTUSAN Nomor : 31/Pdt.G/2010/PA.Rks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

2. SETIAP PERKAWINAN HARUS DICATAT Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat 2)

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaturan Hukum Prosedur Perizinan Perceraian Pegawai Negeri Sipil

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

P U T U S A N. Nomor xxxx/pdt.g/2017/pta.bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

KEWAJIBAN PELAPORAN DALAM HAL PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008.

P U T U S A N. Nomor :81/Pdt.G/2012/PA. Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dalam semua tradisi hukum, baik civil law, common law, maupun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

M E M U T U S K A N. Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL.

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

PERATURAN PEMERINTAHREPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 2. Und

P U T U S A N Nomor : 0400/Pdt.G/2010/PA.Bn

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

SALINAN P U T U S A N NOMOR 55/Pdt.G/2011/PA.Sgr. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 1599/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

P U T U S A N. Nomor 1745/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

PUTUSAN Nomor: 174/Pdt.G/2012/PA.Pkc.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

HAK JANDA/DUDA ATAS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK-LINGGAU SKRIPSI

SALINAN PUTUSAN Nomor : 0155/Pdt.G/2010/PA.TSe.

PENGADILAN TINGG P U T U S A N. Nomor : 237/PDT/2016/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia dalam menciptakan peraturan selalu berpedoman dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Tujuannya agar peraturan tersebut menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan, sejahtera, dari lingkungan terkecil yaitu lingkungan rumah tangga diawali dengan adanya suatu perkawinan. Individu yang melangsungkan perkawinan tidak dapat dilepaskan dari segala aspek hukum, dari hal tersebut maka timbullah hak dan kewajiban antara suami istri secara timbal balik. 1 Perkawinan tersebut membutuhkan peraturanperaturan guna menjamin kepastian hukum dari perkawinan.oleh karena itu negara yang bertindak mengatur dan menertibkan warga negaranya dalam hal perkawinan kemudian mengundangkan UU No. 1 Tahun 1974 (UUP). Sebelum berlakunya UUP di Indonesia, terdapat beraneka ragam hukum perkawinan yang berlaku bagi berbagai golongan penduduk dan berbagai daerah. UUP diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 yang mulai berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975 dan aturan pelaksanaannya dalam PP No.9 Tahun 1975. Tujuan diundangkannya UUP adalah untuk menciptakan unifikasi hukum yang dapat diberlakukan untuk seluruh masyarakat di Indonesia.Namun, UUP 1 Mulyadi, Hukum Perkawinan Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hlm.6. 1

yang bersifat nasional tersebut hakikatnya hanya terwujud sampai unifikasi dalam keragaman karena terlalu majemuknya hukum di Indonesia.Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa mengupayakan untuk terciptanya unifikasi hukum di Indonesia khususnya dibidang perkawinan itu mustahil. Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertamanya berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan hanya mengandung unsur jasmani atau fisik saja, namun unsur rohani juga memegang peranan penting dalam perkawinan. Sajuti Thalib berpendapat bahwa perkawinan adalah suatu perjanjian suci untuk membentuk suatu keluarga antara laki-laki dengan perempuan.unsur perjanjian menampakkan kesenjangan dari perkawinan dan menampakkan pada masyarakat umum, sedangkan kata suci untuk pernyataan dari segi keagamaan dari pernikahan. 2 Menurut Hukum Islam, Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqon ghaliza untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.meskipun perkawinan adalah perjanjian yang sangat kuat (misaqon ghaliza) yang mengikat lahir dan batin antara suami dan istri, namun pada kenyataannya ikatan perkawinan itu dapat putus jika suami dan istri memutuskannya. 2 Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1982, hlm. 47. 2

Hubungan antara suami istri yang dipersatukan dalam ikatan perkawinan tidak selamanya berjalan mulus dan wajar.terkadang banyak problematika yang menimpa suatu keluarga tersebut, misalkan suami istri melupakan hak dan kewajiban yang dimiliki masing-masing pihak. Selain itu ketidak cocokan, perbedaan cara pandang, cara berfikir serta pandangan hidup kerap menimbulkan perselisihan dalam rumah tangga. Tak jarang perselisihan tersebut dapat berujung pada terjadinya putusnya perkawinan. 3 Abdul Kadir Muhammad menjelaskan bahwa untuk menyebut putusnya perkawinan terdapat beberapa alasan, yaitu: a. Kematian, penyebutan istilah cerai mati dan cerai batal tidak menunjukkan kesan adanya perselisihan antara suami istri; b. Perceraian, penyebutan cerai gugat (khulu ) dan cerai talak menunjukkan adanya perselisihan antara suami istri; c. Atas keputusan pengadilan, putusnya perkawinan baik karena putusan pengadilan maupun perceraian harus berdasarkan putusan pengadilan. Secara umum, perceraian merupakan putusnya hubungan perkawinan antara suami istri. Dalam Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan, disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di muka sidang pengadilan, serta harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Jadi, pada prinsipnya undang-undang menganut asas mempersulit perceraian, sehingga perceraian merupakan jalan terakhir yang tidak selamanya boleh dipergunakan secara mudah.perceraian diharapkan hanya terjadi apabila perkawinan itu 3 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam (Perspektif Fikih dan Hukum Positif), UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm.233. 3

memang sudah tidak dapat dipertahankan lagi, karena itu perceraian merupakan jalan terakhir guna keselamatan bersama. Perceraian tidak hanya dilakukan oleh kalangan masyarakat biasa.pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat pun tak jarang yang melakukan perceraian. Pelaksanaan proses perceraian bagi PNS tidaklah semudah proses perceraian untuk pasangan suami istri yang bukan PNS. Hal ini disebabkan karena seorang PNS merupakan abdi masyarakat yang terikat kerja dengan pemerintah, sehingga seorang PNS harus menjadi panutan bagi masyarakat, sehingga perceraian bagi seorang PNS merupakan hal yang sulit untuk dilaksanakan. PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari Pejabat yang berwenang yang kemudian dilampirkan pada saat proses perceraian di pengadilan. Di dalam surat permintaan izin perceraian harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian itu. Alasan-alasan yang diajukan dalam permintaan izin perceraian tersebut, harus sesuai dengan yang ada di dalam Undang-undang. Alasan-alasan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada Pasal 39 ayat (2) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang selanjutnya dijabarkan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yaitu: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemandat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan. 4

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa ijin dari pihak lain dan tanpa alasan yang sah dan atau karena hal lain diluar kemampuan. c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri. f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Selanjutnya, ijin bercerai tidak diberikan oleh pejabat kepada Pegawai Negeri Sipil apabila karena alasan salah satu pihak mempunyai cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri atau suami dan ijin perceraian juga tidak dikeluarkan oleh pejabat, apabila dalam pengajuan ijin perceraian tidak disertai dengan alasan-alasan hukum yang ditentukan dalam Pasal 39 UUP, sebab Pegawai Negeri Sipil harus mencerminkan sebagai seorang teladan yang patuh terhadap peraturan Undang-undang dan dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Pejabat yang bertugas mengambil keputusan untuk memberikan izin cerai atau tidak tersebut, tidak serta merta memberikan izin kepada PNS yang mengajukannya. Pejabat yang berwenang harus terlebih dahulu merukunkan kembali suami istri yang bersangkutan dengan cara memanggil mereka secara 5

langsung untuk diberi nasehat. Jika suami istri tersebut memang sudah tidak mempunyai harapan untuk dapat hidup rukun lagi dalam berumah tangga, dengan demikian pejabat tersebut baru bisa memberikan izin kepada pasangan PNS tersebut lalu setelah itu bisa melakukan perceraian. Meskipun perceraian yang dilakukan oleh PNS tidaklah semudah proses perceraian untuk pasangan suami istri yang bukan PNS, namun perceraian yang dilakukan oleh PNS tetap saja terjadi. Akibatnya, angka kasus perceraian yang dilakukan oleh PNS selalu meningkat. Perceraian yang dilakukan oleh PNS diatur secara khusus dengan dibuatnya peraturan yang mengatur tentang perkawinan dan perceraian PNS yakni PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990. Di dalam PP no 10 Tahun 1983 jo PP no 45 Tahun 1990, hak wanita sangat dijunjung tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dari larangan PNS wanita untuk dijadikan istri kedua/ ketiga/ seterusnya ataupun pemberian tunjangan gaji pada kasus perceraian.apabila perkawinan putus atau terjadi perceraian, tidak begitu saja selesai urusannya, Akan tetapi ada akibatakibat hukum yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang bercerai. Adapun akibat hukum dari perceraian, yaitu: 4 a. Status anak, pemeliharaan, pendidikan dan pembiayaan; b. Harta bersama suami-istri; c. Masa tunggu; d. Nafkah istri dan anak; e. Nafkah iddah dan mut ah. 4 Bakri A. Rahman dan Akhmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-Undang Perkawinan, dan Hukum Perdata, Hida Karya Agung, Jakarta, 1981. hlm.61 6

Sebagaimana diketahui ketika hubungan suami istri sudah putus, seringkali terjadi hak istri dan anak tidak dipenuhi oleh suami.akibatnya, istri maupun anak menjadi terlantar.oleh sebab itu, dibutuhkan perlindungan terhadap bekas istri dan anak. Di dalam proses persidangan kasus perceraian diharapkan hakim memberikan hak-hak yang seharusnya diperoleh istri dan anak. Namun pada kenyataannya masih ada putusan perceraian yang tidak memberikan hak-hak yang dimiliki anak dan mantan istri. Berdasarkan dari uraian di atas, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan yang menjadi latar belakang di atas dan menyusunnya dalam skripsi yang berjudul: PERLINDUNGAN HAK ATAS PEMBAGIAN GAJI AKIBAT PERCERAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana perlindungan hak mantan istri dan anak atas pembagian gaji akibat perceraian yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil? 2. Apakah hambatan dan solusi dalam pelaksanaan perlindungan hak mantan istri dan anak terhadap PNS yang tidak memenuhi kewajibannya pada anak dan mantan istrinya setelah perceraian? C. Tujuan Penelitian 7

Adapun tujuan yang akan dicapai dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hak atas pembagian gaji akibat perceraian yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil. 2. Untuk mengetahui hambatan dan solusi dalam pelaksanaan perlindungan hak mantan istri dan anak terhadap PNS yang tidak memenuhi kewajibannya pada anak dan mantan istrinya setelah perceraian. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat untuk mendapatkan pemahaman tentang perlindungan hak atas pembagian gaji akibat perceraian yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil, dan dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan topik bahasan yang serupa dengan penelitian ini. 2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu dalam mengahadapi permasalahan yang menyangkut perlindungan hak atas pembagian gaji akibat perceraian yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil. E. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini akan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: 8

BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini disajikan Latar Belakang Permasalahan, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, serta Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini disajikan tentang norma-norma hukum dan teoriteori hukum yang berhubungan dengan penelitian yang sedang dibahas, yang bermanfaat sebagai bahan untuk melakukan analisis pada BAB IV. Umumnya berisi kerangka pemikiran yang berkaitan dengan pokok masalah yang akan diteliti, yaitu perlindungan terhadap hak atas pembagian gaji akibat perceraian yang dilakukan oleh PNS. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini disajikan secara sederhana langkah-langkah penelitian yang dilakukan.penelitian ini mengetengahkan antara lain Metode Pendekatan, Spesifikasi Penelitian, Metode Pengumpulan Data, serta Metode Analisis Data. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini data atau informasi hasil penelitian diolah, dianalisis, dibahas, dan dikaitkan dengan tinjauan pustaka yang dituangkan dalam BAB II. Sehingga tampak jelas bagaimana data hasil penelitian tersebut dikaitkan dengan permasalahan dan tujuan pembahasan. 9

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup yang berisi tentang simpulan dan dari keseluruhan hasil penelitian dan saran yang merupakan kristalisasi dari semua yang telah dicapai dalam masing-masing bab sebelumnya. 10