BAB I PENDAHULUAN. mencangkup wilayah daratan dan lautan, wilayah udara juga tempat control

dokumen-dokumen yang mirip
No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (3) berisi ketentuan mengenai bumi, air. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Analisa Tentang HUKUM di Indonesia Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Oleh: Dr. Koesnadi Kardi, M.Sc, RCDS Marsekal Muda TNI (Purn)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DIPLOMASI INDONESIA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA FIR (FLIGHT INFORMATION REGION) DI ATAS KEPULAUAN NATUNA DENGAN SINGAPURA

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

PENEGAKAN HUKUM DI PERBATASAN WILAYAH UDARA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. maupun niaga dalam negeri maupun luar negeri, modal harus single majority

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan merupakan suatu syarat sah berdirinya sebuah negara dan tidak

Hukum Laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara global akan meningkatkan perjalanan udara sebesar 1 2.5%

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan merupakan salah satu unsur eksistensi sebuah negara. Dari

Perkembangan Hukum Laut Internasional

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAMANAN WILAYAH UDARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. Konvensi Chicago Tahun 1944 sebagai berikut :

di Atas Kepri Kendali Changi fokus

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 8 HUKUM KEWILAYAHAN NEGARA (BAGIAN 2)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING MELAKUKAN LINTAS DI ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA SKRIPSI

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

State Sovereignty over the Airspace Concept and Enforcement Efforts of Sovereignty Violations by Foreign Aircraft

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

PELANGGARAN KEDAULATAN DI WILAYAH UDARA NEGARA INDONESIA OLEH PESAWAT SIPIL ASING JURNAL ILMIAH

BAB II PENGATURAN HUKUM WILAYAH UDARA NEGARA INDONESIA

BAB III PENGATURAN HUKUM WILAYAH UDARA INTERNASIONAL. Pada tanggal 13 Oktober 1919, di Paris ditandatangani Konvensi

JURNAL SKRIPSI KAJIAN YURIDIS MENGENAI PERJANJIAN FLIGHT INFORMATION REGION (FIR) INDONESIA-SINGAPURA DI KEPULAUAN NATUNA

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PROFIL JAKARTA AIR TRAFFIC SERVICE CENTER (JATSC) AIRNAV INDONESIA

BAB V PENUTUP. yang mengalami kecelakaan di perairan Indonesia koordinasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

POLITIK HUKUM MEMANFAATKAN WILAYAH UDARA UNTUK KEPENTINGAN PENERBANGAN DI WILAYAH KEDAULATAN N.K.R.I.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 300 / V / 2011 TENTANG

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB II TINJAUN UMUM TENTANG PEMBAJAKAN UDARA. aircraft) dengan pesawat udara negara (state aircraft). Perbedaan antara pesawat

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SKRIPSI ANALISIS TERHADAP UPAYA KESIAPAN INDONESIA DALAM MENGAMBIL ALIH PENGELOLAAN FLIGHT INFORMATION REGION

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

BAB II OPEN SKY POLICY SEBAGAI INSTRUMEN HUKUM UDARA. 1. Sifat dan Tujuan / Jenis Hukum Udara Internasional

RUTE PENERBANGAN DI ATAS ALUR LAUT KEPULAUAN; PERSPEKTIF INDONESIA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedaulatan suatu Negara terletak pada wilayah daratan, lautan dan udara. Wilayah udara adalah wilayah yang cukup strategis yang mencangkup wilayah daratan dan lautan, wilayah udara juga tempat control ekonomi, politik, pertahanan serta keamanan dan social budaya. Kedaulatan udara, kedaulatan laut dan darat merupakan tiga kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena itu kedaulatan atas udara adalah hal yang sangat penting dalam suatu Negara. Kedaulatan atas ruang udara adalah ruang yang terletak diatas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi dimana suatu negara mempunyai hak yurisdiksi. Ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara merupakan satu kesatuan ruang yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia, telah meratifikasi Konvensi Geneva 1944 (Convention on International Civil Aviation) sehingga kita menganut pemahaman bahwa setiap negara memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayahnya dan tidak dikenal adanya hak lintas damai. Dengan demikian tidak satu pun pesawat udara asing diperbolehkan melalui ruang udara nasional suatu negara tanpa izin negara yang bersangkutan. Semenjak kemerdekaan Indonesia tahun 1945 maka seluruh wilayah dari 1

2 wilayah daratan, lautan dan udara pun, sudah menjadi hak dari republik Indonesia. Pada saat awal kemerdekaan Indonesia, Indonesia masih sangat disibukkan oleh pembentukan pemerintahannya yang belum sempurna. Hal ini mengakibatkan wilayah kedaulatan udara Indonesia belum di prioritaskan. Sehingga membuat banyaknya pesawat dari luar Indonesia atau pesawat asing yang melintasi perbatasan ataupun wilayah udara Indonesia tanpa sepengetahuan Negara Indonesia dikarenakan lemahnya pengawasan wilayah udara Indonesia. Adapun hal yang menyebabkan lemahnya pengawasan terhadap wilayah udara Indonesia dikarenakan kurangnya sumber daya manusia yang minim atau kurang akan pengetahuan yang berkaitan dengan kedirgantaraan wilayah udara serta minimnya alat alat untuk mengcontrol wilayah udara pada saat itu. Satu tahun setelah kemerdekaan Indonesia Internasional Civil Aviation Organization ( ICAO ) memberikan kewenangan kepada Negara tetangga yaitu Singapura untuk menangani Flight Information Region (FIR) di provinsi kepulauan riau dan natuna. Flight information region (FIR) adalah Suatu ruang udara yang ditetapkan dimensinya dan di dalamnya terdapat Flight Information Service dan Alerting Service. Flight Information Service adalah pelayanan yang dibentuk dan dipersiapkan untuk memberikan saran dan informasi secara penuh untuk keselamatan dan efisiensi penerbangan. Alerting Service adalah pelayanan yang diberikan kepada organisasi yang berkaitan dengan pesawat terbang/penerbangan yang membutuhkan pertolongan dan membantu

3 organisasi yang membutuhkan bantuan pencarian dan pertolongan. 1 Flight Information Region mempunyai dasar hukum yaitu pasal 28 Konvensi Chicago tahun 1944 ( Convection On Internation Civil Aviation ): 2 a. Menyediakan, interitor, bandara, layanan radio, layanan meteorology, fasilitas navigasi udara lainnya untuk memfasilitasi navigasi udara internasional, sesuai dengan standar dan praktek yang direkomendasikan atau bisa dari waktu ke waktu, murni Konvensi ini; Mengadopsi dan menjalankan operasi yang sesuai sistem b. komunikasi standar prosedur, kode, tanda, signale, pencahayaan dan praktek operasional lainnya dan aturan yang mana mungkin direkomendasikan atau disetorkan dari waktu ke waktu waktu, murni untuk Konvensi ini; c. Berkolaborasilah dengan meaeuree internasional untuk mengamankan publikasi penerbangan mapa dan grafik yang sesuai dengan etandarde yang mungkin direkomendasikan atau didirikan dari dari waktu ke waktu, sesuai dengan Konvensi ini. Dalam pasal 28 konvensi chicago 1944 jelas bahwa setia Negara terlah meratifikasi wajib mengembangkan bandara, pelayanan informasi radio,pusat informasi meteorlogi dan fasilitas navigasi lainnya. Untuk memfasilitasi penerbangan internasional di wilayah territorial. Negara negara yang ikut berpartisipasi dalam Internasional Chicago Aviation 1 Dewan Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia. Flight Information Region. Makalah Kongres Kedirgantaraan Nasional II. Jakarta 2003. termuat dalam Amrizal Mansur, M.ST. 2 Convention on International Civil Aviation, ditandatangani di Chicago pada 7 Desember 1944.

4 Organization ( ICAO ) wajib memenuhi syarat syarat yang ditetapkan oleh konfeksi ini. Indonesia adalah Negara yang baru merdeka pada saat itu sehingga alat alat yang disyaratkan saat itu belum lah lengkap hanya ada alat alat yang standar. menurut konveksi Chicago Indonesia dianggap belum bisa mengelolah FIR (flight information region) sendiri, sehingga pelayanan navigasi penerbangan di provinsi kepulauan riau dan natuna diatur oleh singapura yang memiliki teknologi mutakhir. Pada saat pertemuan ICAO, Indonesia diundang untuk mengikuti pertemuan tersebut akan tetapi Indonesia tidak mengutus siapa - siapa dikarenakan saat itu Indonesia baru saja merdeka. Oleh karena itu otoritas Singapura yang masih dibawah jajahan singapura diberikan mandat untuk melakukan pelayanan navigasi penerbangan area kepulauan riau, natuna dan merupakan salah satu gugusan kepuluan terluar dari Indonesia yang terletak di perbatasan laut cina selatan disebelah utara, sebelah barat perbatasan antara Malaysia dan singapura. Sumber daya alam yang ada di provinsi kepulauan riau dan natuna adalah migasnya dan hasil laut yang berlimpah. Pemerintahan Indonesia pada saat itu mengangap perairan kepulauan natuna sebagai zona international sehingga tidak menjadi masalah yang besar. Instrument - instrument yang mengatur perbatasan laut dan udara pada sebuah Negara pada saat itu juga belum lengkap, sehingga menyebabkan adannya tumpah tindih antar wilayah perbatasan/ pengawasan udara. Pada saat itu dasar hukum penerbangan internasional yang ada hanyalah Konvesi Chicago tahun 1944.

5 Konvensi Chicago tahun 1944 mengutip Konvensi Paris tahun 1919 tentang Regulasi Navigasi Udara dalam bab I (satu) sebagaimana ternyata dalam ayat 1(satu) mengatakan The contracting states recognize that every state has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory. yang berarti setiap negara yang meratifikasi konvensi ini mengakui bahwa setiap negara memiliki hak penuh dan eksklusif atas wilayah udara yang berada di atas wilayah teritorialnya. Dalam konvensi ini melegitimasi dua hal yaitu : a. setiap negara berhak mengelola dan mengendalikan secara penuh dan utuh wilayah udaranya demi kepentingan nasionalnya, baik itu ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, serta social budaya. b. tidak satupun kegiatan di wilayah udara suatu negara dibenarkan tanpa izin dari negara tersebut sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional baik itu secara bilateral maupun secara multilateral. United Nations Convention On Law Of The Sea (UNCLOS) pada tahun 1982 yang diberlakukan pada 16 November 1994 melegitimasi aturan yang menguntungkan negara-negara Kepulauan. UNCLOS menetapkan batas teritorial suatu Negara Kepulauan 12 mil laut jauhnya dari pulau-pulau terluarnya diukur pada saat air surut. Indonesia sebagai sebuah negara Kepulauan sesuai dengan UNCLOS mendapat perluasan wilayah termasuk perairan Kepulauan Natuna yang pada awalnya merupakan perairan

6 internasional. Hasil ketetapan UNCLOS tersebut merupakan angin segar bagi Indonesia, sebab wilayah Kepulauan Natuna memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Namun, kedaulatan Indonesia atas kepulauan riau dan natuna belum lengkap karena wilayah udara dalam FIR di kepulauan natuna masih dikuasai oleh singapura, keikut campuran singapura dalam menangani FIR ini bermakna bahwa Indonesia belum sepenuhnya berdaulat atas wilayahnya sendiri meskipun Indonesia berdaulat atas daratan dan lautan disekitar wilayah nya sendiri, namun Indonesia masih harus memenuhi Negara tersebut di wilayahnya sendiri. Dalam hal ini keadaan ini berimplikasi pada aktifitas penerbangan Indonesia yang berada disekitar kepulauan riau dan natuna, setiap aktifitas udara diwilayah keduannya harus diketahui oleh singapura, baik penerbangan sipil maupun penerbangan militer. Hal ini sangat rentan menjadi aksi spionase dan merugikan pihak Indonesia. Selain itu indonesia juga dirugikan secara ekonomi akibat penguasaan FIR diatas kepulauan riau dan natuna oleh singapura. Indonesia mendelegasikan pengelolahan navigasi diwilayah udara riau dan natuna kepada singapura. Sementara itu RANS Charges dipunggut oleh pemerintahan singapura atas nama pemerintahan indonesia dan dibayarkan kepada PT. Angkasa Pura II. Pada tahun 1973, ICAO mengadakan regional aviation navigation (RAN meeting ) yang diadakan setiap sepuluh tahun sekali dikawasan asia pasifik, pertama kali nya indonesia mengikuti pertemuan yang diadakan oleh ICAO. Dalam pertemuan tersebut singapura masih mengajukan bahwa

7 navigasi daerah kepulauan natuna masih di pegang oleh Negaranya dan indonesia, anggota ICAO pun menyetuji dikarenakan alasan tertentu yaitu indonesia masih belum mampu untuk mengelolahnya karena sumberdaya manusia dan segi teknologi belum layak mengelolah FIR.3 Pertemuan rapat yang diadakan ICAO pada tahun1993, yaitu rapat kedua yang diikutin oleh indonesia. Indonesia berusaha untuk memegang FIR nya sendiri itu, akan tetapi tidak sesuai harapan indonesia. Dalam hal ini indonesia telah membuat undang undang FIR yang tertera dalam undang-undang Republik Indonesia No 1 tahun 2009 tentang penerbangan, pasal 458 Undang -Undang Repbulik Indonesia No 1 tahun 2009 tentang penerbangan mengisyaratkan batas waktu pengambilan alih pelayanan navigasi penerbangan pada FIR singapura atas kepuluan natuna dan kepulauan Riau hingga 15 tahun sejak disahkan undang-undang tersebut. Maka dari itu pemerintahan indonesia bisa mengusahkan sampai tahun 2024 untuk memaksimalkan merebut FIR singapura atas kepulauan natuna dan Riau. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik melakukan sebuah penelitian dengan judul Kedaulatan Negara Dalam Menjalankan Fungsi Otoritas Ruang Udara Studi kasus Pengaturan Udara Di Provinsi Kepulauan Riau. 3 http://www.kemendagri.go.id/news/2007/06/27/ri-mampu-kendalikan-ruang-udara-di-atas-natuna

8 B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan diatas, maka terdapat beberapa pertimbangan penulis yang menjadi dasar dalam rumusan permasalahan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut : 1. Bagaimana kedudukan hukum otoritas udara Indonesia dalam pengelolaan FIR ( flight Information Region ) di Provinsi Kepulauan Riau? 2. Bagaiman upaya yang dapat ditempuh oleh Otoritas udara Indonesia guna mengambil alih pengelolaan wilayah FIR ( Flight Information Region ) di Provinsi Kepulauan Riau? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui ketepatan penerapan aturan yuridis dalam menjalankan otoritas udara Indonesia. b. Untuk mengetahui batas wewenang Air Traffic Controller (ATC) dibandar udara Hang Nadim Batam. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis memberikan dari sumbangan Penelitian ini pemikiran diharapkan dalam dapat menganalisa kedudukan hukum otoritas udara di indonesia b. Manfaat Praktis dari Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dalam pengambilan langkah hukum,

9 terhadap pengelolahan FIR ( Flight Information region) di Indonesia.