BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah menjadi lebih besar dari sebelum di berlakukannya Undang-

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. Selain itu organisasi non profit ini

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia telah memulai babak baru dalam kehidupan bermasyarakat sejak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut menggunakan rasio keuangan. Antara lain untuk kinerja keuangan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukanya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang- Undang No. 25 Tahun 1999, yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, kewenangan pemerintah daerah menjadi lebih besar dari sebelum di berlakukannya Undang- Undang tersebut. Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 penyeleggaraan pemerintah daerah harus sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 dimana pemerintah daerah memiliki wewenang mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat serta peningkatan daya saing daerah. Penerapan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia tercermin dalam pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparansi dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi dan Dekonsentrasi serta tugas pembantuan. Dengan adanya perimbangan keuangan tersebut diharapkan pemerintah daerah lebih mandiri dalam mengelola sistem keuangannya. Selain itu tujuan di berlakukanya Undang-Undang No. 33 tahun 2004 yaitu untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dan antar pemerintah daerah. 1

2 Dengan diterapkannya kedua Undang-Undang tersebut maka campur tangan pemerintah pusat berkurang. Sehingga pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya harus lebih dioptimalkan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya dapat di ukur dengan analisis kinerja keuangan daerah. Kinerja keuangan daerah terdiri dari rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio keuangan ini digunakan untuk: menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelengaraan otonomi daerah, mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah, mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah, melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu (Halim, 2007:230). Rasio-rasio yang biasa digunakan dalam menganalisis kinerja keuangan daerah adalah Rasio Ketergantungan Daerah, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Pertumbuhan. Rasio-rasio dalam analisis kinerja keuangan daerah ini berbeda dengan rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan. Sebab rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan daerah merupakan perbandingan angka-angka dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Dengan adanya Laporan Realisai Anggaran (LRA) dapat diketahui berapa besar realisasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sehingga dapat membantu dalam evaluasi kinerja Keuangan Daerah dan pengambilan keputusan tentang perencanaan pembangunan untuk tahun anggaran berikutnya.

3 Penggunaan belanja daerah untuk pembangunan ini disebut belanja modal. Belanja modal merupakan angka yang memberi gambaran tentang upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan daerahnya. Untuk mendorong pembangunan daerah dan pertumbuhan ekonomi, pemerintah daerah perlu memberikan porsi yang lebih besar pada belanja modal dalam komposisi belanja daerah. Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2015 menduduki tingkat kedua tertinggi di Indonesia, setelah Provinsi Jawa Timur dengan rincian yaitu : pada tahun 2011 sebesar Rp. 35.527.668.514.000, pada tahun 2012 sebesar Rp. 41.126.361.086.000, pada tahun 2013 sebesar Rp. 48.172.440.997, pada tahun 2014 sebesar Rp. 55.847.857.573.000 dan pada tahun 2015 sebesar Rp. 65.585.837.074.000. Kenaikan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat tersebut dipengaruhi oleh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat juga tergolong tinggi yaitu pada tahun 2011 sebesar Rp. 38.555.794.104.000, pada tahun 2012 sebesar Rp. 43.913.789.263.000, pada tahun 2013 sebesar Rp. 46.363.883.178.000, pada tahun 2014 sebesar Rp. 55.078.036.534.000, dan pada tahun 2015 sebesar Rp. 62.048.708.121.000. Dari data tersebut diketahui semakin besar pendapatan daerah yang diterima maka tejadi peningkatan belanja daerahnya. Meskipun peningkatan pendapatannya masih bersumber dari sumbangan pemerintah dan pengalokasian belanja didominasi oleh belanja pegawai. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul Analisis Pengaruh Kinerja

4 Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh tingkat kinerja keuangan daerah terhadap belanja modal kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2015? C. Batasan Masalah Agar pembahasan masalah tidak melebar dan tujuan penelitian bisa tercapai dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi pembahasan kinerja keuangan daerah dilihat dari aspek Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Efektifitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Pertumbuhan. D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinerja keuangan daerah terhadap belanja modal kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2015. 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dan teoritis di antaranya adalah : a. Manfaat praktis, menilai pengaruh kinerja keuangan pemerintah daerah terhadap belanja modal kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat,sehingga

5 dapat memberi masukan bagi pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk terus meningkatkan kinerja keuangan daerah agar memperlancar pembangunan daerahnya. b. Manfaat teoritis, dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian di bidang keuangan daerah dan secara umum bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan pengalokasian keuangan daerah di Indonesia.