BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha di Indonesia terus mengarah pada sistem ekonomi pasar bebas yang semakin kompetitif, yang disebabkan semakin banyaknya muncul pesaing baru baik dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini menuntut setiap perusahaan dapat mengelola dan melaksanakan manajemen perusahaan lebih professional. Suatu perusahaan dikatakan sehat apabila perusahaan dapat bertahan dalam kondisi ekonomi apapun, yang terlihat dari kemampuannya dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya dan melaksanakan operasinya dengan stabil dan dapat menjaga kontiunitas usahanya dari waktu ke waktu (Aulia, 2009) Pada umumnya masyarakat dapat menilai dan mengukur keberhasilan suatu perusahaan dari kemampuan kinerja manajemen perusahaan. Kinerja perusahaan dapat dinilai dari kondisi keuangan perusahaan, yang dapat diketahui dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan yang terdiri dari neraca, laporan labarugi, laporan arus kas, serta laporan perubahan modal. Para investor berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan suatu perusahaan dalam rangka penentuan kebijakan modalnya. Dari Laporan Keuangan dapat diketahui apakah perusahaan mempunyai prospek yang cukup baik dan atau memiliki tingkat rate of return yang cukup baik. Selanjutnya, para kreditur memiliki 1
2 kecenderungan untuk menilai laba yang akan diperoleh dan kemampuan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman, membayar beban bunga pada saat jatuh tempo. Sedangkan para manajer berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan untuk menilai kemampuan perusahaan membayar deviden, serta tersedianya dana untuk mengembangkan usaha perusahaan dimasa yang akan datang (Yudhistira (2007) dalam (Aprilliyani ( 2011)). Menurut IAI dalam Zanora (2013), laba merupakan kenaikan manfaat ekonomi selama periode tertentu, baik berupa pemasukan atau penambahan asset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan naiknya ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Laba merupakan salah satu indikator kesuksesan suatu badan usaha karena laba dapat dijadikan ukuran efisiensi dan efektivitas suatu perusahaan. Semakin tingginya laba merupakan satu cerminan keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produk atau jasanya (Hindiantoro, 2013:13). Pertumbuhan laba yang baik, mengisyaratkan bahwa perusahaan mempunyai prospek keuangan yang baik, yang pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan, karena besarnya dividen yang akan dibayar di masa datang yang bergantung pada kondisi laba perusahaan. Laba biasanya digunakan untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh perusahaan sehingga laba dijadikan dasar untuk mengambil keputusan invetasi dan prediksi untuk meramalkan pertumbuhan laba yang akan datang. Menurut Warsidi dan Pramuka (2000), pertumbuhan laba dihitung dengan cara mengurangkan laba periode sekarang dengan laba periode sebelumnya kemudian dibagi dengan laba periode sebelumnya. Pertumbuhan laba dipengaruhi oleh
3 perubahan komponen-komponen dalam laporan keuangan. Pertumbuhan laba yang disebabkan oleh perubahan komponen laporan keuangan misalnya perubahan penjualan, perubahan harga pokok penjualan, perubahan beban operasi, perubahan beban bunga, perubahan pajak penghasilan dan lain-lain. Salah satu sektor usaha yang diminati oleh para investor adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang retail, hal ini disebabkan dengan perkembangan perusahaan retail yang sangat pesat. Selain itu sektor retail merupakan peluang bisnis yang memiliki prospek bagus di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang besar dengan kebutuhan yang sangat besar pula. Retailer yaitu badan usaha yang mendistribusikan barang atau jasa kepada konsumen yang biasanya dijual secara eceran. Retailer mempunyai peranan penting baik dalam pendistribusian maupun mempromosikan barang tertentu. Permasalahan yang terjadi pada industri retail di Indonesia pada tahun 2017 mengalami penurunan. Pertumbuhan indutri retail pada semester 1-2017 sebesar 3,7% atau lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu di kisaran 5-6 %. Dengan pencapaian tersebut, pertumbuhan industri retail tahun 2017 hanya mencapai sekitar 7%-8% atau turun di banding tahun sebelumnya sebesar 9%. Kondisi ini juga berbeda dengan pertumbuhan pada 2012-2013 yang menembus 14-15 % (bisnis.liputan6.com). Pada tahun 2017 tercatat beberapa perusahan retail mengalami penurunan laba. Dalam www.cnnindonesia.com Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengungkapkan, ada tiga faktor yang memengaruhi penurunan pertumbuhan retail. Pertama, tingkat inflasi yang tinggi dalam enam bulan pertama di tahun 2017. Inflasi yang tinggi tidak
4 terlepas akibat komponen tingkat harga yang diatur oleh pemerintah. Kedua, perubahan perilaku belanja, yaitu dari yang sebelumnya giat berbelanja di toko ritel secara langsung (offline), kini bergulir ke pola belanja melalui aplikasi dalam jaringan (online store). Ketiga, masyarakat cenderung menahan diri untuk membelanjakan penghasilannya. Berikut ini merupakan pertumbuhan laba perusahaan Retail selama tiga tahun yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia periode tahun 2015 sampai dengan 2017 yang dapat disajikan pada tabel 1.1. sebagai berikut : Tabel 1.1 Pertumbuhan Laba perusahaan Retail Periode 2015-2017 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) (Dalam Rupiah) Kode Nama Perusahaan Laba Komprehensif Growth 2014 2015 2016 2017 2015 2016 2017 ACES Ace Hardware Tbk. 548,892,765,278 584,873,463,989 706,150,082,276 780,686,814,661 7% 21% 11% AMRT Sumber Alfaria Trihaya Tbk 579,303,000,000 464,204,000,000 553,835,000,000 257,735,000,000-20% 19% -53% CSAP Catur sentosa Adriprana Tbk 121,820,477,000 43,021,915,000 74,636,924,000 89,022,191,000-65% 73% 19% HERO Hero Supermarket Tbk. 43,755,000,000-144,078,000,000 120,588,000,000-191,406,000,000-429% -184% -259% LPPF Matahari Department Store Tbk. 1,419,118,000 1,780,848,000 2,019,705,000 1,907,077,000 25% 13% -6% MAPI Mitra Adiperkasa Tbk. 78,207,644,000 30,095,070,000 208,475,635,000 350,081,000,000-62% 593% 68% MIDI Midi Utama Indonesia Tbk. 138,624,000,000 140,511,000,000 196,043,000,000 102,812,000,000 1% 40% -48% MPPA Matahari Putra Prima Tbk. 554,017,000,000 182,999,000,000 38,483,000,000-1,243,414,000,000-67% -79% -3331% RALS Ramayana Lestari Sentosa Tbk. 355,663,000,000 336,054,000,000 408,479,000,000 406,580,000,000-6% 22% 0% RANC Supra Boga Lestari Tbk. 6,459,852,028-20,208,026,210 39,554,411,845 37,685,584,998-413% -296% -5% Sumber : www.idx.co.id Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan bahwa Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) merupakan peritel dengan laba minus besar sampai Rp 1,24 triliun di tahun 2017. Bila melihat laba di tahun 2016 yang masih membukukan laba positif sebesar Rp 38,48 milyar, dan ditahun 2015 membukukan laba sebesar Rp 182 milyar, maka ini adalah sinyal tanda bahaya bagi MPPA karena labanya sangat menurun sampai minus 3331%. Peritel lainnya yang mengalami penurunan pertumbuhan laba minus
5 yaitu Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) ditahun 2015 pertumbuhan laba minus 20%, namun di tahun 2016 pertumbuhan laba naik menjadi 19% dan ditahun 2017 turun kembali menjadi minus 53%. Matahari Department Store Tbk. (LPPF) dimana pada tahun 2017 mengalami penurunan laba minus 6%, dari sebelumnya sempat tumbuh 25% ditahun 2015 dan tahun 2016 tumbuh 13%. Midi Utama Indonesia Tbk. pada tahun 2017 pertumbuhan laba mencapai minus 48%, dari sebelumnya sempat tumbuh 1% ditahun 2015 dan tahun 2016 tumbuh 40%. Pertumbuhan laba melemah dialami oleh empat peritel lainnya. Laba komprehensif pada tahun 2017 masih tumbuh namun melemah dibandingkan pertumbuhan laba di tahun lalu yaitu peritel Aces Hardware Tbk. (ACES), Catur Sentosa Adripana Tbk (CSAP), Midi Adiperkasa Tbk. (MIDI) dan Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Berdasarkan fenomena diatas terlihat bahwa tingkat perubahan laba selama periode 2015 2017 kecenderungan laba perusahaan tidak stabil dan cenderung menurun, sehingga hal ini menyebabkan investor ragu dalam melakukan investasi pada perusahaan tersebut. Hal ini bisa menjadi ukuran seberapa besar tingkat resiko yang akan dihadapi, serta seberapa besar dividen yang akan mereka terima dimasa yang akan datang. Laba yang diperoleh perusahaan untuk tahun yang akan datang tidak dapat dipastikan, maka perlu adanya prediksi pertumbuhan laba. Pertumbuhan laba tidak
6 bisa terlepas dari kinerja keuangan perusahaan, salah satu alat analisis keuangan yang paling sering digunakan adalah rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan perbandingan angka-angka dari perkiraan-perkiraan yang terdapat di neraca dan laporan laba rugi. Perbandingan antara satu perkiraan dengan perkiraan yang lain harus saling berhubungan sehingga hasilnya dapat diinterpretasikan untuk mengetahui kondisi keuangan dan kinerja perusahaan (Mahaputra (2012). Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan atau membatu dalam mengindentifikasi beberapa kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan (Kamaludin, 2011). Pada umumnya dalam menganalisis laporan keuangan menggunakan rasio keuangan yang terdiri atas, rasio likuiditas, rasio solvabilitas (leverage ratio), rasio aktivitas dan rasio profitabilitas, penggunaan rasio tergantung kebutuhan penganalisa. Menurut Fahmi (2013), bagi investor ada tiga rasio yang paling dominan yang dijadikan rujukan untuk melihat kondisi kinerja suatu perusahaan yaitu, rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio profitabilitas. Ketiga rasio ini secara umum selalu menjadi perhatian investor karena secara dasar dianggap sudah merepresentatifkan analisis awal tentang kondisi suatu perusahaan. Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini penting karena kegagalan dalam membayar kewajiban dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Rasio ini mengukur pada kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan terhadap hutang lancarnya (Fahmi, 2013). Menurut Van Horne & Wachowicz (2012)
7 Rasio likuiditas terdiri dari Rasio lancar (Current Ratio), Rasio Cepat (Quick Ratio, Rasio Kas (Cash Ratio) dan Inventory to Net Working Capital. Menurut Fahmi (2013), Rasio solvabilitas merupakan rasio yang menunjukkan bagaimana perusahaan mampu untuk mengelola hutangnya dalam rangka memperoleh keuntungan dan juga mampu untuk melunasi kembali hutangnya. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban dalam jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Namun bukan berarti perusahaan yang insolvabel namun likuid tidak bisa menjalankan aktivitasnya. Karena dengan kemampuan likuiditas yang dimilikinya sangat memungkinkan perusahaan tersebut untuk bisa mengembalikan hutangnya dengan cepat dan tepat. Rasio solvabilitas terdiri dari, Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to equity Ratio (DER), Times Interest Earned, Fixed Charge Coverage, Long Term Debt to Total Capitalizatiom, Fixed Charge Coverage, Cash Flow Adequency. Adapun rasio profitabilitas adalah bermanfaat untuk menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan. Investor yang potensial akan menganalisis dengan cermat kelancaran sebuah perusahaan dan kemampuannya untuk mendapatkan keuntungan, karena mereka mengharapkan deviden dan harga pasar dari sahamnya. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan (Fahmi, 2013). Rasio profitabilitas terdiri dari Return On Assets
8 (ROA), Return On Equity (ROE), Gross Profit Margin (GPM) dan Net Profit Margin (NPM). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji pengaruh rasio keuangan terhadap pertumbuhan laba, namun hasilnya tidak selalu konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Grisely (2015) menyatakan bahwa Current Ratio, Debt Ratio, Return on Asset, dan Return on Equity berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba sedangkan Total Asset Turnover dan Gross Profit Margin tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Hasil pelitian yang dilakukan oleh Yusmarni (2015) menyatakan bahwa Current Ratio, Debt To Assets Ratio, Debt To Equity Ratio dan Net Profit Margin berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba sedangkan Return On Assets dan Return On Equity berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan laba. Serta penelitian yang dilakukan oleh Gunawan & Wahyuni (2013) menyatakan bahwa Total Assets turnover berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba, sedangkan Current Ratio, Debt To Equity Ratio dan Debt To Assets Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan laba. Berdasarkan latar belakang fenomena dan perbedaan hasil penelitian sebelumnya, penulis tertarik untuk menguji pengaruh rasio keuangan seperti Current Ratio (CR), Debt To Assets Ratio (DAR) dan Return On Assets (ROA) terhadap pertumbuhan laba perusahaan retail yag terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
9 Sehingga, penulis tertarik untuk melakuka penlitian dengan judul Pengaruh Current Ratio (CR), Debt To Assets Ratio (DAR) dan Return On Assets (ROA) terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2016. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah Current Ratio (CR) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Apakah Debt to Asset Ratio (DAR) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Apakah Return On Assets (ROA) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Apakah Current Ratio (CR), Debt to Asset Ratio (DAR) dan Return On Assets (ROA) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
10 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan perusahaan Retail dan seberapa besar pengaruh rasio keuangan dapat memprediksi pertumbuhan laba di perusahaan Retail. Dalam kaitannya dengan permasalahan dan latar belakang di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh Current Ratio (CR) terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh Debt to Asset Ratio (DAR) terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Untuk mengetahui pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Untuk mengetahui pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Asset Ratio (DAR) dan Return On Assets (ROA) secara bersama-sama terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
11 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, diantaranya : 1. Bagi Perusahaan Memberikan gambaran kepada pengelola tentang kinerja keuangan yang telah dicapai oleh perusahaan, serta sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah selanjutnya dimasa akan datang. 2. Bagi Calon Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan di dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan Retail. 3. Bagi akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur dalam perkembangan ilmu akuntansi berkaitan dengan analisis penggunaan laporan keuangan. 4. Peneliti Berikutnya Diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi bahan referensi khususnya mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini, dan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian dan analisis berikutnya.
12 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan pada perusahaan Retail yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013-2016, dengan sumber data sekunder (laporan keuangan) yang di akses melalui situs www.idx.com. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan oktober 2017 sampai dengan selesai.