V. GAMBARAN UMUM. Gambaran umum lokasi penelitian yang dibahas pada penelitian ini

dokumen-dokumen yang mirip
VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

V. GAMBARAN UMUM. menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat.

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

III. BAHAN DAN METODE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

III. METODE PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian Letak Geografis dan Topografis Desa

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM DAERAH. mempunyai luas wilayah sebesar Ha. Secara administratif Kecamatan

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

Tabel 1. Pengukuran variabel tingkat penerapan usahatani padi organik Indikator Kriteria Skor 1. Pemilihan benih a. Varietas yang digunakan

III. METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

VII ANALISIS PENDAPATAN

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI SISTEM TANAM BENIH LANGSUNG (TABELA) DI LAHAN SAWAH IRIGASI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH PENDAHULUAN

Cara Penggunaan Pupuk Organik Powder 135 untuk tanaman padi

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - RAWA PASANG SURUT Individu petani

BAB VI ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - TADAH HUJAN Individu petani

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - IRIGASI Individu petani

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

Transkripsi:

V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum lokasi penelitian yang dibahas pada penelitian ini meliputi letak geografis dan pembagian administrasi, kependudukan, serta sarana dan prasarana. Secara rinci penjelasan gambaran umum lokasi penelitian dapat dilihat dibawah ini. 5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Kelurahan Sindang Barang merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kelurahan ini memiliki luas wilayah sebesar kurang lebih 159,0115 ha yang terbagi dalam 9 Rukun Warga (RW) dan 47 Rukun Tetangga (RT). Kelurahan ini terletak kurang lebih 5 km dari kantor Kecamatan Bogor Barat dan 8 km dari pusat Kota Bogor. Batas wilayah Kelurahan Sindang Barang adalah Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Kelurahan Bubulak : Kelurahan Loji : Kelurahan Menteng/ Cisadane : Kelurahan Margajaya Keadaan topografi wilayah Kelurahan Sindang Barang sebagian besar berupa dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 250 m di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata sebesar 4.000 mm per tahun dengan suhu berkisar antara 29 0 C - 42 0 C. Kondisi lahan di kelurahan ini tergolong cukup subur dengan kedalaman solum tanah sebesar 50 cm. Dengan kondisi tersebut Kelurahan Sindang Barang berpotensi untuk pengembangan budidaya padi. Berdasarkan data profil Kelurahan Sindang Barang (2010), lahan yang berfungsi sebagai lahan

pertanian seluas 20 ha atau sebesar 12,57 persen dari luas total lahan. Penggunaan lahan yang lainnya adalah untuk pemukiman, bangunan sekolah, dan perkantoran. Kelurahan Situ Gede merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kelurahan ini terletak 5 km dari Kecamatan Bogor Barat dan 8 km dari ibu kota kabupaten/ kota. Wilayah Kelurahan Situ Gede meliputi areal seluas 232,47 ha yang terdiri dari 10 RW dan 33 RT. Batas wilayah Kelurahan Situ Gede adalah Sebelah Utara : Desa Semplak Barat Sebelah Selatan : Kelurahan Balumbang Jaya Sebelah Timur : Kelurahan Bubulak Sebelah Barat : Desa Cikarawang Secara topografi daerah ini merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 250 m di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata sebesar 4,67 mm pertahun dengan suhu rata-rata harian 24,9 o C. Kondisi lahan tergolong cukup subur dengan tanah berwarna merah dan tekstur tanah berjenis lampungan. Dengan kondisi tersebut lahan Kelurahan Situ Gede berpotensi untuk pengembangan budidaya padi. Berdasarkan data profil Kelurahan Situ Gede (2010), lahan yang berfungsi sebagai lahan pertanian seluas 65 ha atau sebesar 27,96 persen dari luas total lahan. Namun, lahan yang ditanamai padi hanya seluas 40 ha atau sebesar 17,20 persen. Penggunaan lahan yang lainnya adalah untuk pemukiman seluas 110,47 hektar atau sebesar 47,52 persen dan perkebunan seluas 3 ha atau sebesar 1,29 persen. Secara rinci luas wilayah menurut penggunaan lahan di Kelurahan Situ Gede dapat dilihat pada Tabel 6. 46

Tabel 6. Luas Wilayah Kelurahan Situ Gede Menurut Penggunaan No Keterangan Luas lahan (ha) Persentase 1. Pemukiman 110,47 47,52 2. Sawah 65 27,96 3. Perkebunan 3 1,29 4. Pekarangan 38 16,35 5. Kuburan 2 0,86 6. Taman 3 1,29 7. Perkantoran 6 2,58 8. Situ 5 2,15 Total 232,47 100 Sumber : Profil Kelurahan Situ Gede, 2010 5.1.2 Kependudukan Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kelurahan Sindang Barang sebanyak 16.409 orang yang terdiri dari 8.477 orang laki-laki dan 7.932 orang perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 4.401. Berdasarkan golongan umur, penduduk terbanyak berada pada golongan umur 20 49 tahun sebanyak 8.751 orang atau sebesar 53,33 persen dan golongan umur 50 tahun sebanyak 2.832 orang atau sebesar 17,25 persen. Sedangkan jumlah penduduk di Kelurahan Situ Gede sebanyak 7.941 orang yang terdiri 4.048 orang laki-laki dan 3.893 orang perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.228. Selain itu, kepadatan penduduk di Kelurahan Situ Gede mencapai 252 orang per km. Berdasarkan golongan umur, penduduk terbanyak berada pada golongan umur 20 49 tahun sebanyak 4.157 orang atau sebesar 52,3 persen dan golongan umur 50 tahun sebanyak 870 orang atau sebesar 10,95 persen. Secara rinci jumlah penduduk Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede menurut golongan umur pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 7. 47

Tabel 7. Jumlah Penduduk Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede Menurut Golongan Umur Tahun 2010 No Sindang Barang Situ Gede Golongan Umur Jumlah Persentase Jumlah Persentase (tahun) (orang) (orang) 1. 0 4 577 3,51 466 5,86 2. 5 9 1.425 8,68 845 10,64 3. 10 14 1.484 9,04 780 9,82 4. 15 19 1.340 8,16 823 10,36 5. 20 49 8.751 53,33 4.157 52,34 6. 50 2.832 17,25 870 10,95 Total 16.409 100 7.941 100 Sumber : Profil Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede, 2010 Pada dasarnya tingkat perkembangan perekonomian masyarakat Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede cukup baik dibandingkan pada masa sebelumnya. Hal ini didasarkan pada tingkat produktifitas dari masyarakat yang sudah mempunyai penghasilan tetap. Berdasarkan sumber mata pencaharian, masyarakat Sindang Barang yang berprofesi sebagai PNS dan TNI/Polri sebanyak 1.752 orang, petani sebanyak 27 orang, dan buruh tani sebanyak 81 orang. Lainnya berprofesi sebagai pegawai swasta dan pedagang. Sedangkan pada Kelurahan Situ Gede, jumlah penduduk yang berprofesi sebagai petani sebanyak 279 orang dan buruh tani sebanyak 132 orang. Sisanya berprofesi sebagai PNS, pegawai swasta, peternak, pedagang, dan TNI/Polri. Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede tergolong tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede yang mencapai tingkat pendidikan sarjana masing-masing sebanyak 406 dan 25 orang atau sebesar 3,68 dan 1,23 persen. Selain itu, penduduk Sindang Barang dan Situ Gede yang tingkat pendidikannya mencapai akademi dan SMA/sederajat masing-masing sebanyak 5.731 dan 381 orang atau 48

sebesar 52,01 dan 18,75 persen. Komposisi penduduk Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Penduduk Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 Sindang Barang Situ Gede No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase 1. Tamat SD 1.992 18,07 977 48,10 2. Tamat SMP/sederajat 2.889 26,22 397 19,54 3. Tamat SMA/sederajat 5.505 49,96 261 12,85 4. Akademi (D1- D3) 226 2,05 120 5,90 5. Sarjana (S1- S2) 406 3,68 25 1,23 Total 11.018 100 2.031 100 Sumber : Profil Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede, 2010 5.1.3 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari keadaan jalan, alat transportasi dan sejumlah fasilitas yang dibangun untuk melengkapi kegiatan masyarakat. Keadaan jalan di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede cukup baik, dimana terdapat jalan-jalan beraspal yang menghubungkan kelurahan dengan kecamatan, ibu kota dan tempat lainnya serta dapat dilalui oleh motor dan kendaraan roda empat baik mobil, truk, dan mini bus. Selain itu, didukung juga dengan alat transportasi berupa angkutan kota dan ojek yang melewati kelurahan tersebut. Prasarana yang terdapat di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede berupa prasarana peribadatan seperti mesjid yang masing-masing berjumlah 12 dan sembilan buah dan mushola masing-masing berjumlah 17 dan 11 buah. Prasarana kesehatan yaitu satu unit puskesmas di Kelurahan Sindang Barang, dan posyandu masing-masing berjumlah 14 dan 10 unit. Prasarana pendidikan yaitu gedung TK masing-masing berjumlah delapan dan satu buah, SD masing-masing berjumlah empat dan lima buah, SMP/sederajat masing-masing berjumlah dua dan 49

satu buah, SMA/sederajat masing-masing berjumlah dua dan satu buah. Prasarana lembaga kemasyarakatan berupa kelompok tani yang berada di Kelurahan Sindang Barang berjumlah satu unit organisasi yaitu kelompok tani mekar tani, sedangkan di Kelurahan Situ Gede berjumlah dua unit organisasi yaitu kelompok tani harapan mekar dan tirta maju. Selain itu, Kelurahan Situ Gede juga memiliki prasarana hiburan dan wisata berupa Danau Situ Gede seluas 4,5 ha yang berada tepat disamping Kelurahan Situ Gede. 5.2 Gambaran Umum Budidaya Padi Organik dan Anorganik Cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam padi secara anorganik. Perbedaannya hanyalah pada penggunaan pupuk dan pestisida (Andoko, 2002). Dalam pengaplikasiannya, budidaya padi secara organik sebenarnya tidak lagi menggunakan pupuk dan pestisida kimia, namun dalam kenyataannya budidaya padi tersebut masih belum sepenuhnya murni organik karena terdapatnya residu kimia yang berada pada tanah yang sebelumnya ditanam padi anorganik dan air irigasi yang mengalir dari areal sawah padi anorganik. Adapun teknik budidaya padi organik dan anorganik meliputi penyiapan lahan, pembenihan, penanaman (tandur), penyiangan, pemupukan, pengendalian organism penganggu, serta pemanenan dan pasca panen. 5.2.1 Pengolahan Tanah Pada dasarnya penyiapan lahan adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami. Pengolahan tanah sawah dilakukan selama kurang lebih lima hari. Jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam pengolahan tanah pada usahatani padi organik berbeda dengan usahatani padi anorganik. Perbandingan penggunaan tenaga kerja dalam pengolahan lahan usahatani padi organik dan usahatani padi 50

anorganik di Kelurahan Sindang Barang dan Kelurahan Situ Gede dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan Penggunaan Tenaga Kerja Pengolahan Lahan Usahatani Padi Organik dan Anorganik Penggunaan Tenaga Kerja (HOK/ha) No Pengolahan lahan Usahatani Padi Organik Usahatani Padi Anorganik 1. Tenaga kerja luar 9,25 12,23 keluarga (TKLK) 2. Tenaga kerja dalam 4,59 6,18 keluarga (TKDK) Sumber : Data primer, 2011 Tabel 9 menunjukkan bahwa dalam pengolahan lahan penggunaan tenaga kerja luar keluarga dan dalam keluarga pada usahatani padi anorganik lebih besar dibandingkan usahatani padi organik. Jumlah tenaga kerja luar keluarga yang dibutuhkan pada usahatani padi organik sebanyak 9,25 hari orang kerja (HOK), sedangkan pada usahatani padi anorganik jumlah tenaga kerja luar keluarga sebanyak 12,23 HOK. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang dipakai usahatani padi organik sebanyak 4,59 HOK, sedangkan pada usahatani padi anorganik tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan sebanyak 6,18 HOK. Langkah awal pengolahan tanah sawah adalah membersikan lahan sawah dari sisa-sisa jerami. Setelah lahan sawah dibersihkan maka pembajakan dapat segera dilakukan. Pembajakan sawah di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede sebagian besar menggunakan traktor atau cara tradisonal dengan tenaga kerbau. Dari dua pilihan cara pembajakan tersebut, menurut pengalaman petani padi organik, cara pembajakan sawah dengan kerbau memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini terjadi karena mata bajak kerbau akan lebih masuk ke dalam tanah sehingga pengolahan tanah menjadi sempurna. Pembajakan sawah dilakukan sebanyak dua kali. Pembajakan pertama dilakukan dengan tujuan untuk membalikkan tanah dan memberantas gulma. 51

Setelah pembajakan pertama selesai, tanah sawah dibiarkan selama tiga hari dalam keadaan tergenang air agar proses pelunakan tanah berlangsung sempurna. Tiga hari kemudian tanah dibajak kembali agar bongkahan tanah menjadi semakin kecil. Untuk budidaya padi organik, pada pembajakan kedua ini pemberian pupuk yang pertama dapat dilakukan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang matang sebanyak 1,9 ton per ha. Pemberian pupuk kandang ini dilakukan dengan cara ditebarkan merata keseluruh permukaan lahan. Pada saat ini penanaman bibit dapat dilakukan. Kegiatan pengolahan tanah dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Pengolahan Tanah 5.2.2 Pembenihan Pada dasarnya pembenihan padi secara organik tidak berbeda dengan pembenihan padi secara anorganik. Langkah pertama dalam pembenihan adalah melakukan penyeleksian benih. Umumnya petani di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede menggunakan benih yang dijual di toko pertanian. Benih yang digunakan oleh petani padi organik dan padi anorganik adalah varietas sinta nur, karena varietas ini dapat tahan terhadap hama penyakit seperti hama wereng. Berdasarkan data yang diperoleh, Jumlah benih padi yang digunakan pada usahatani padi anorganik lebih besar dibandingkan jumlah benih padi yang 52

digunakan pada usahatani padi organik. Harga jual benih padi tersebut sebesar Rp 5.000/kg. Secara rinci perbandingan penggunaan benih padi pada usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan Penggunaan Benih pada Usahatani Padi Organik dan Anorganik No Usahatani Jumlah Benih (kg/ha) 1. Padi organik 39,85 2. Padi anorganik 47,61 Sumber : Data primer, 2011 Langkah kedua adalah menyiapkan tempat pembenihan. Penyiapan tempat untuk pembenihan dilakukan kira-kira seminggu sebelum benih disebarkan. Sawah yang akan digunakan untuk pembenihan dicangkul merata sedalam kirakira 30 cm. Tidak ada anjuran mengenai luas lahan pembenihan. Luas lahan yang digunakan untuk pembenihan tergantung dengan jumlah benih. Selanjutnya benih yang sudah terseleksi dikecambahkan dahulu sebelum disebar dipersemaian yakni dengan cara merendam benih di dalam air selama dua hari. Pada saat ini akan terlihat dengan jelas antara benih yang bagus dan tidak bagus. Benih yang dipilih untuk disemaikan adalah benih yang tenggelam. 5.2.3 Penanaman (tandur) Penanaman akan dilakukan bila lahan sawah dan bibit yang disemaikan sudah siap dan memenuhi syarat. Umumnya petani di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede menggunakan bibit yang berumur antara 21 25 hari dan memiliki tinggi sekitar 25 cm. Jarak tanam padi organik dan anorganik di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede adalah sekitar 25 cm x 25 cm. Kegiatan penanaman sampai pemanenan dilakukan oleh tenaga kerja yang sama. Upah yang diberikan untuk tenaga kerja tersebut tergantung dari hasil panen yang didapat dan dibayarkan setelah panen selesai. Besarnya upah yang diterima yaitu 53

sebesar satu per lima dari hasil panen. Kegiatan penanaman padi dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Penanaman Padi 5.2.4 Perawatan Tanaman Kegiatan perawatan tanaman pada penelitian ini meliputi penyiangan, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu. Secara rinci penjelasan kegiatan perawatan tanaman dapat dilihat dibawah ini. 5.2.4.1 Penyiangan Kegiatan penyiangan bertujuan untuk membersihkan tanaman liar dari tanaman padi. Jenis tanaman liar atau gulma pada tanaman padi umumnya berupa eceng dan rerumputan seperti jajagoan, sunduk gangsir, dan rumput teki. Pada usahatani padi organik, gulma dapat diatasi dengan penggunaan herbisida kimia. Namun, dalam pertanian organik gulma dapat diatasi dengan penyiangan yaitu dengan cara mencabut gulma. Umumnya dalam satu musim tanam, penyiangan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu saat tanaman berumur empat minggu, 35 hari, dan 55 hari (Andoko, 2002). Namun pada Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede, penyiangan gulma tidak tentu dilakukannya karena kegiatan ini disesuaikan dengan pertumbuhan gulma dilahan. 54

5.2.4.2 Pemupukan Pada budidaya padi secara organik seluruh pupuk yang digunakan sepenuhnya berupa pupuk organik. Pupuk tersebut dapat berbentuk padat yang diaplikasikan lewat akar maupun cair yang diaplikasikan lewat daun. Sedangkan pada budidaya padi anorganik, pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia seperti Urea, TSP, dan KCl yang banyak dijual di toko toko pertanian. Pupuk organik padat yang digunakan berupa pupuk bokashi atau pupuk kandang seperti kotoran kambing dan sapi sebanyak 1,9 ton/ha dengan harga sebesar Rp 700/kg. Sedangkan pupuk organik cair yang digunakan berupa campuran dari dedak, air kelapa, keong mas yang sudah dihancurkan, gula merah, kotoran hewan dan air beras sebanyak 25 liter/ha. Pupuk kandang padat disebarkan secara merata ke seluruh permukaan tanah, sedangkan pupuk cair diberikan dengan cara menyemprotkan pupuk tersebut pada daun tanaman. Dosis pemupukan dengan pupuk kimia umumnya semakin meningkat setiap tahunnya. Lain dengan penggunaan pupuk organik yang dosisnya justru cenderung semakin menurun. Kecenderungan menurunnya penggunaan pupuk kandang disebabkan oleh sifat dari pupuk organik itu sendiri yang menguntungkan bagi tanah seperti meningkatkan kesuburan tanah dan membentuk struktur tanah yang semakin bagus. Cara pemberian pupuk padat pada usahatani padi anorganik dilakukan sebanyak dua kali, sedangkan pada usahatani padi organik dilakukan sebanyak tiga kali. Pemberian pupuk kimia diberikan pada saat padi berumur 14 dan 35 hari setelah tanam (HST), sedangkan pemberian pupuk kandang padat dan pupuk cair alami masing-masing diberikan pada saat pengolahan tanah, 20 HST, 30 HST dan pada saat tanaman berumur 25-60 hari. Secara rinci perbandingan kegiatan 55

pemupukan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perbandingan Kegiatan Pemupukan Usahatani Padi Organik dan Anorganik No Uraian Usahatani Padi Organik Usahatani Padi Anorganik 1. Pupuk padat Kandang Urea, TSP, KCl 2. Pupuk cair Campuran dedak, air kelapa,keong mas, gula - 3. Waktu pemberian pupuk padat 4. Waktu pemberian pupuk cair 5. Jumlah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) 6. Jumlah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) Sumber : Data primer, 2011 merah, dan kotoran hewan Pengolahan tanah, 20 HST dan 30 HST Umur 25 60 hari 27 HOK/ha 5,41 HOK/ha 14 HST, 35 HST - 21 HOK/ha 6,23 HOK/ha Dosis penggunaan pupuk kimia yang dianjurkan oleh pemerintah untuk urea sebesar 200 kg/ha, sedangkan untuk pupuk TSP dan KCl diberikan dengan dosis yang sama yaitu 100 kg/ha. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani padi anorganik, penggunaan pupuk urea ternyata melebihi dosis yang telah dianjurkan oleh pemerintah yaitu sebesar 348 kg/ha, sedangkan penggunaan pupuk TSP dan KCl masih dibawah dosis yang dianjurkan oleh pemerintah yaitu masing-masing sebesar 98 kg/ha dan 53 kg/ha. Harga pupuk urea sebesar Rp 3.000/kg dan harga pupuk TSP dan KCl masing-masing sebesar Rp 3.500/kg. Penggunaan rata-rata pupuk kimia pada usahatani padi anorganik dapat dilihat pada Tabel 12. 56

Tabel 12. Penggunaan Rata-Rata Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Anorganik di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede No Jenis Pupuk Penggunaan (Kg/ha) Anjuran Pemerintah (Kg/ha) Selisih (Kg/ha) 1. Urea 348 200 148 2. TSP 98 100-2 3. KCl 53 100-47 Sumber : Data primer, 2011 Tabel 12 menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia urea oleh petani padi anorganik melebihi dosis yang telah dianjurkan oleh pemerintah. Kelebihan pupuk dari penggunaan pupuk urea adalah sebesar 148 kg/ha. Sedangkan dosis penggunaan pupuk TSP dan KCl oleh petani padi anorganik masih dibawah dosis yang dianjurkan pemerintah. Kekurangan pupuk dari penggunaan pupuk TSP dan KCl masing-masing sebesar 2 kg/ha dan 47 kg/ha. Dosis penggunaan pupuk TSP dan KCl yang masih dibawah anjuran pemerintah disebabkan karena harga pupuk tersebut sangat mahal yaitu Rp 3.500/kg. 5.2.4.3 Pengendalian Organisme Pengganggu Sama halnya dengan pemupukan, pengendalian organisme penganggu pada padi organik dan anorganik juga berbeda. Pada budidaya padi secara anorganik, pengendalian organisme penganggu dilakukan dengan menggunakan pestisida kimia seperti Decis dan Asodrin yang dijual di toko pertanian, sedangkan pada budidaya padi organik menggunakan pestisida alami. Sekarang ini sudah banyak toko-toko pertanian yang menjual pestisida alami seperti pestisida bioekstrim. Namun untuk menghemat biaya produksi, banyak petani yang memilih membuat sendiri pestisida alami. Pestisida alami dibuat dengan cara menumbuk halus bahan-bahan seperti bawang putih, daun sirsak, daun sembung, dan telor. Setelah ditumbuk, bahan tersebut disaring dengan kain lalu disemprotkan ke tanaman yang terserang hama. Dosis pestisida 57

alami yang digunakan petani sebanyak 5 liter/ha. Biasanya jenis hama yang sering menyerang tanaman padi organik adalah hama wereng dan penggerek batang. Hama-hama tersebut tergolong hama penting yang harus dibasmi karena serangannya dapat menurunkan produksi padi dan merugikan petani. 5.2.5 Pemanenan dan Pasca Panen Pada dasarnya panen dan pasca panen padi yang ditanam secara organik tidak berbeda dengan padi yang ditanam secara anorganik. Umumnya pemanenan padi di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede dilakukan dua kali dalam setahun. Panen padi dilakukan dengan dengan menggunakan sabit. Setelah di panen, padi dirontokkan dengan cara memukulkan batang padi ke kayu hingga gabah berjatuhan. Gabah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi dua yaitu gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG). Adapun jenis gabah yang sering dijual oleh para petani padi organik dan padi anorganik di Kelurahan Sindang Barang ialah gabah kering panen (GKP). Berdasarkan data yang diperoleh dari petani bahwa jumlah produksi gabah kering panen yang dihasilkan oleh petani padi organik lebih besar dibandingkan jumlah produksi petani padi anorganik. Dari rata-rata luas lahan yang diusahakan petani padi organik yaitu sebesar 0,80 ha mampu menghasilkan gabah kering panen (GKP) sebesar 4.531,82 kg. Bila luas lahan dikonversi kedalam satuan hektar maka produktivitas padi organik menghasilkan GKP sebesar 5.664,77 kg/ha dengan harga jual sebesar Rp 2.400/kg. Sedangkan gabah yang diterima petani padi anorganik pada luas lahan rata-rata 0,69 ha mampu menghasilkan GKP sebesar 3.732,27 kg. Bila luas lahan dikonversi kedalam satuan hektar maka produktivitas padi anorganik menghasilkan GKP sebesar 5.409,09 kg/ha dengan 58

harga jual sebesar Rp 2.000/kg. Secara rinci perbandingan produktivitas usahatani padi organik dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perbandingan Produktivitas Usahatani Padi Organik dan Anorganik No Uraian Usahatani Padi Organik Usahatani Padi Anorganik 1. Gabah kering panen (GKP) (kg) 4.531,82 3.732,27 2. Luas lahan rata-rata (ha) 0,80 0,69 Produktivitas (kg/ha) 5.664,77 5.409,09 Sumber : Data primer, 2011 Dilihat dari status pengusahaan lahan, produktivitas usahatani padi organik petani penggarap dan pemilik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik. Produktivitas usahatani padi organik petani penggarap dan pemilik masingmasing adalah 5.631 kg/ha dan 6.000 kg/ha, sedangkan produktivitas usahatani padi anorganik petani penggarap dan pemilik masing-masing adalah 5.400 kg/ha dan 5.500 kg/ha. Kegiatan pemanenan dan perontokan padi dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Pemanenan dan Perontokan Padi 5.3 Permasalahan Usahatani Padi Dalam kegiatan usahatani padi organik dan padi anorganik, para petani sering dihadapi oleh masalah - masalah yang apabila tidak ditangani dengan cepat maka akan berdampak pada menurunya jumlah produksi. Masalah-masalah tersebut terdiri dari biaya produksi seperti pupuk yang semakin mahal dan serangan hama penyakit yang mengganggu tanaman padi. Berdasarkan hasil 59

wawancara dengan para petani padi organik, masalah yang sering dihadapi oleh mereka adalah hama penyakit seperti hama wereng, penggerek batang, dan burung. Hama wereng dianggap sebagai hama penting karena hama tersebut dapat mengisap cairan pada pangkal batang bulir padi yang masih lunak. Tanaman yang terserang menjadi layu, menguning, dan mati. Sedangkan hama penggerek batang dapat menyerang tanaman padi yang masih muda maupun yang sudah berbunga dengan cara masuk ke antara pelepah batang padi dan menggerek jaringan tanaman. Serangan hama penggerek batang dapat menyebabkan malai padi menjadi kering dan mudah dicabut. Selain hama wereng dan penggerek batang, hama yang sering menyerang tanaman padi dan menjengkelkan petani adalah burung. Hama burung menyerang tanaman padi yang sudah menguning dengan cara memakan biji padi yang sudah berisi baik masih muda maupun siap panen. Pengendalian organisme penganggu sangat penting dilakukan oleh petani untuk menjaga agar output yang dihasilkan tidak mengalami penurunan yang drastis. Oleh karena itu, untuk mengatasi serangan hama wereng dan penggerek batang adalah dengan cara menyemprotkan pestisida alami yang dibuat sendiri oleh petani ke tanaman yang terserang hama. Sedangkan untuk mengendalikan hama burung, satu-satunya cara yang digunakan oleh petani adalah dengan orangorangan sawah dan bunyi-bunyian dari kaleng kosong yang dihubungkan dengan tali. Masalah lain yang dihadapi oleh petani padi organik di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede adalah sertifikasi atau pelabelan produk organik. Sampai saat ini petani padi organik di kelurahan tersebut belum memiliki sertifikasi organik. Hal ini disebabkan karena biaya untuk mendapatkan sertifikasi organik 60

sangat mahal, sehingga pemasaran beras organik di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede hanya berdasarkan kepercayaan antara konsumen dan produsen. Pada usahatani padi anorganik di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede, masalah serangan hama yang dihadapi oleh petani sama seperti usahatani padi organik yaitu hama wereng, penggerek batang, dan burung. Namun selain hama tersebut, hama yang cukup meresahkan para petani anorganik di Kelurahan Sindang Barang adalah hama keong. Hal ini terjadi karena hama keong sulit diberantas dan sampai saat ini belum ada pestisida kimia yang ampuh dalam mengatasi hama tersebut. Hama keong menyerang tanaman padi dengan cara memakan bagian bawah tanaman padi. Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani, apabila hama keong tidak cepat diatasi maka dalam satu malam hama keong mampu menyerang tanaman padi seluas kurang lebih 1 m 2. Oleh karena itu, satu-satunya cara yang dilakukan oleh petani untuk mengatasi serangan hama keong adalah dengan mengambil atau membuang keong dari sawah. Permasalahan lain yang dihadapi oleh petani padi anorganik adalah tingginya biaya produksi yang digunakan untuk membeli pupuk maupun pestisida kimia. Mahalnya harga pestisida dan pupuk kimia saperti pupuk urea, TSP, ZA, dan KCl membuat petani sulit untuk membelinya. Selain itu, dosis pemupukan dengan pupuk kimia yang semakin meningkat setiap tahunnya menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli pupuk akan meningkat juga. 5.4 Karakterisrik Responden Karakteristik petani responden yang dibahas pada penelitian ini meliputi usia, tingkat pendidikan, status usaha, luas lahan, dan status pengusahaan lahan. 61

5.4.1 Usia Usia petani padi organik dan anorganik yang menjadi responden pada penelitian ini berkisar antara 30 sampai 85 tahun. Rata-rata usia petani padi organik adalah 56 tahun, sedangkan rata-rata usia petani padi anorganik adalah 52 tahun. Sebagian besar usia petani padi organik yang menjadi responden adalah kelompok umur 45 sampai 52 tahun sebanyak delapan orang atau sebesar 36,36 persen. Sementara sebagian besar usia petani responden anorganik adalah kelompok umur 45 sampai 52 tahun dan 53 sampai 60 tahun sebanyak delapan orang atau sebesar 36,36 persen. Secara rinci kelompok umur responden petani padi organik dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Kelompok Umur Responden Petani Padi Organik dan Anorganik Petani Padi Organik Petani Padi Anorganik No Umur (Tahun) Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase 1. 29-36 1 4,54 2 9,09 2. 37-44 1 4,54 2 9,09 3. 45-52 8 36,36 8 36,36 4. 53-60 3 13,63 8 36,36 5. 61-68 5 22,72 1 4,54 6. 69-76 4 18,18 0 0 7. 77-84 0 0 1 4,54 Total 22 100 22 100 Sumber : Data Primer, 2011 5.4.2 Tingkat Pendidikan Pendidikan yang diikuti oleh petani padi organik dan anorganik terdiri dari pendidikan formal dan pendidikan non formal. Tingkat pendidikan formal petani padi organik dan anorganik adalah mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi. Pendidikan terakhir petani padi organik dan anorganik sebagian besar adalah SD masing-masing sebanyak 17 dan 18 orang atau sebesar 77,27 dan 81,81 persen. Lainnya adalah SMP masing-masing sebanyak 3 orang atau sebesar 13,63 persen. Selain itu, tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh oleh petani padi organik 62

adalah Perguruan Tinggi sebanyak 2 orang atau sebesar 9,09 persen. Sedangkan pada pendidikan non formal, petani padi organik dan anorganik mengikuti berbagai jenis kegiatan untuk menambah wawasan mereka dalam mengembangkan usahatani seperti sekolah lapang dan pelatihan usahatani yang diselenggarakan oleh penyuluh pertanian. Secara rinci penggolongan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Penggolongan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani Padi Organik Petani Padi Anorganik No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1. SD 17 77,27 18 81,81 2. SMP 3 13,63 3 13,63 3. SMA 0 0 1 4,54 4. Perguruan Tinggi 2 9,09 0 0 Total 22 100 22 100 Sumber : Data Primer, 2011 5.4.3 Status Usaha Status usaha bertani pada petani padi organik dan padi anorganik dibedakan menjadi pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Sebagian besar kegiatan bertani merupakan pekerjaan utama bagi petani padi organik maupun petani padi anorganik yaitu masing-masing sebanyak 21 orang atau sebesar 95.45 persen. Sedangkan petani padi organik dan anorganik yang memiliki pekerjaan selain bertani masing-masing sebanyak satu orang atau sebesar 4.54 persen yaitu sebagai buruh pengolah sawah (kuli kebo) dan wiraswasta. Secara rinci status usaha petani padi organik dan anorganik dijelaskan pada Tabel 16. 63

Tabel 16. Status Usaha Petani Padi Organik dan Anorganik No Status Usaha Organik Anorganik Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1. Utama 21 95.45 21 95.45 2. Sampingan 1 4.54 1 4.54 Total 22 100 22 100 Sumber : Data Primer, 2011 5.4.4 Luas Lahan Luas lahan padi rata-rata yang diusahakan petani padi organik adalah seluas 0.80 ha, sedangkan luas lahan padi rata-rata yang diusahakan oleh petani padi anorganik adalah seluas 0.69 ha. Sebagian besar luas lahan yang diusahakan oleh responden petani seluas 0,5 ha sampai satu hektar. Secara rinci penggolongan responden petani padi organik dan anorganik berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Penggolongan Petani Padi Organik dan Anorganik Berdasarkan Luas Lahan No Petani Padi Organik Petani Padi Anorganik Luas Lahan Jumlah Persentase Jumlah Persentase (ha) 1. < 0,5 4 18,18 7 31,81 2. 0,5 1 15 68,18 14 63,63 3. > 1 3 13,63 1 4,54 Total 22 100 22 100 Sumber : Data Primer, 2011 5.4.5 Status Pengusahaan Lahan Status pengusahaan lahan petani padi organik dan anorganik dibedakan menjadi dua yaitu pemilik dan penggarap (bagi hasil). Petani pemilik merupakan petani yang mengerjakan lahan miliknya sendiri, sedangkan petani penggarap merupakan petani yang menggarap lahan milik orang lain. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani penggarap ditanggung sendiri oleh para petani dan pembagian hasil dilakukan sesuai dengan kesepakatan awal antara penggarap dan pemilik tanah. Sebagian besar bagi hasil yang dibayarkan oleh petani penggarap 64

ke pemilik tanah sebesar 60 : 40, dimana 60 persen dari hasil untuk petani penggarap dan 40 persen dari hasil untuk pemilik tanah. Adapun jumlah petani padi organik dan anorganik yang memiliki status penggarap masing-masing sebanyak 20 orang atau sebesar 90,90 persen, sedangkan jumlah petani padi organik dan anorganik yang memiliki status sebagai petani pemilik tanah masing-masing sebanyak dua orang atau sebesar 9,09 persen. Penggolongan petani padi organik dan anorganik berdasarkan status pengusahan lahan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Penggolongan Petani Padi Organik dan Anorganik Berdasarkan Status Pengusahaan Lahan No Status Pengusahaan Petani Padi Organik Petani Padi Anorganik Lahan Jumlah Persentase Jumlah Persentase 1. Penggarap 20 90,90 20 90,90 2. Milik Sendiri 2 9,09 2 9,09 Total 22 100 22 100 Sumber : Data Primer, 2011 65