BAB II TINJAUAN PUSTAKA. betina akan mulai bertelur pertama kali pada umur hari (Rachmat dkk.,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki keunggulan yaitu produksi telur dan daging yang tinggi dan masa

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telurnya. Jenis puyuh yang biasa diternakkan di Indonesia yaitu jenis Coturnix

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Burung puyuh yang dipelihara di Amerika disebut dengan Bob White Quail,

HASIL DAN PEMBAHASAN

THE EFFECT OF LIGHT COLOR ON FEED INTAKE, EGG PRODUCTION, AND FEED CONVERSION OF JAPANESE QUAIL (Coturnix-coturnix japonica) ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1. Perbedaan Burung Puyuh Jantan dan Betina Dewasa Kelamin. Morfologi Jantan Betina Kepala (Muka) Berwarna coklat gelap dan rahang bawah gelap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh merupakan sebangsa burung liar. Burung puyuh merupakan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Burung Puyuh

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

THE EFFECT OF LIGHT COLORS ON AGE AT FIRST LAYING, HEN DAY EGG PRODUCTION, AND HEN HOUSE EGG PRODUCTION OF QUAIL

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Wiharto (2002) a yam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

I. PENDAHULUAN. industrialisasi yang sudah dicanangkan dalam program pemerintah. Masyarakat dapat mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan Burung puyuh merupakan salah satu komoditi unggas dari genus Coturnix yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan daging. Burung puyuh betina akan mulai bertelur pertama kali pada umur 42-50 hari (Rachmat dkk., 2007). Ciri-ciri jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang berwarna cokelat muda. Puyuh jantan muda mulai bersuara/berkicau pada umur 5-6 minggu. Selama musim kawin normal, jantan Coturnix akan berkicau setiap malam (Listiyowati dan Roospitasari, 2005). Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2005), klasifikasi zoologi burung puyuh adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Sub phylum Class Ordo Famili Sub Famili Genus Species : Animalia : Chordata : Vertebrata : Aves : Galliformes : Phasianidae : Phasianidae : Coturnix : Coturnix coturnix japonica

4 Fase pertumbuhan yang dialami oleh burung puyuh jantan terdiri dari 2 fase yaitu fase starter yang terjadi antara 0-3 minggu dan fase grower yang terjadi antara 3-5 minggu (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Menurut Djulardi dkk. (2006), pada periode starter dan grower pertumbuhannya sangat cepat setelah itu turun berlahan, pertumbuhan maksimal dicapai pada umur 5 minggu kemudian melambat dan beratnya akan tetap pada umur 7 minggu. Puyuh jantan mempunyai kelenjar kloaka pada pinggir atas anus yang mengeluarkan bahan berwarna putih dan berbuih bila ditekan (Anggorodi, 1995). Abidin (2005) menyatakan jika bulu diatas mata berwarna gelap dan membentuk garis melengkung, puyuh tersebut jantan tetapi jika warna bulu diatas mata tidak gelap atau tidak berbentuk garis melengkung, puyuh tersebut berarti betina. Puyuh jantan merupakan jenis unggas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil protein hewani karena mudah dipelihara, biaya pemeliharaan tidak terlalu besar serta dapat diusahakan pada lahan yang tidak terlalu luas (Mahfudz dkk., 2009) Beberapa alasan menjadikan puyuh sebagai bahan penelitian adalah puyuh akan memberikan respon yang baik jika diberi perlakuan yang sama dengan perlakuan terhadap ayam karena puyuh memiliki struktur, fisiologis dan kebutuhan nutrisi yang hampir sama dengan ayam, luasan kandang yang dibutuhkan relatif kecil (untuk 8-10 ekor puyuh memerlukan luasan kandang yang sama untuk satu ekor ayam), kebutuhan pakannya relatif kecil sesuai dengan ukuran tubuhnya yang kecil, serta mudah dari luka (Redaksi Agromedia, 2004). Puyuh merupakan unggas yang tujuan utama diternakkan sebagai petelur.

5 Berdasarkan data dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015), populasi puyuh di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 12.903.759 ekor. Burung puyuh relatif tahan stres dan memiliki ketahanan terhadap penyakit yang tinggi dan daya sembuh tinggi (Susilorini, 2007). 2.2. Pencahayaan Penambahan cahaya pada malam hari dapat meningkatkan produksi puyuh, tetapi penggunaan cahaya yang berlebihan belum tentu menghasilkan keadaan yang menguntungkan (Triyanto, 2007). Puyuh merupakan salah satu ternak unggas yang peka terhadap rangsangan cahaya, cahaya memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, dewasa kelamin dan produksi telur pada ternak puyuh. Tatalaksana penyinaran merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen usaha peternakan puyuh, bahkan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh peternak (Negara dkk., 2013). Pencahayaan mengatur ritme harian dan beberapa fungsi penting di dalam tubuh seperti suhu tubuh dan beragam tahapan metabolisme yang terkait dengan pemberian pakan dan pencernaan (Walad, 2007). Pemberian cahaya yang terus menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya. Unggas adalah makhluk diurnal yang apabila menerima rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan unggas untuk makan dan minum (Lavergne, 2005). Cahaya (light) mengandung energi proton yang dapat diubah menjadi ransangan biologis yang diperlakukan untuk berbagai proses fisiologis tubuh (Olanrewaju dkk., 2006). Nalbandov (1990) dalam Sunarti

6 (2004), menjelaskan bahwa cahaya melalui retina mata akan diteruskan melalui saraf mata menuju hipotalamus anterior, kemudian merespon dengan melepaskan substansi yang menstimulir kelenjar hipofise untuk memproduksi hormon gonadotropin. Hormon ini akan bersama aliran darah merangsang ovarium serta organ reproduksi lain. Di samping itu juga akan membantu proses pematangan folikel telur di gonad, perkembangan bulu dan jengger pada ayam petelur. Di sisi lain cahaya juga akan menggertak kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon pertumbuhan untuk mengatur proses metabolisme. Selain itu cahaya gelap akan menggertak dilepaskannya hormon androgen. Hormon androgen ikut serta dalam proses pembentukan tulang. Selama periode gelap ternyata level hormon kortikosteroid menjadi rendah. Level hormon kortikosteroid berbanding lurus dengan level stres. Unggas adalah hewan yang mudah stres, sehingga pemberian cahaya gelap akan menghambat pelepasan hormon kortikosteroid dan memberikan kesempatan labih banyak pada unggas untuk beristirahat, sehingga stres dapat berkurang. Stres yang berkurang ini akan mempengaruhi pertumbuhan puyuh, semakin lama penambahan cahaya ssemakin meningkatkan hormon kortikosteroid yang ada di dalam tubuh puyuh (Byuse, 1996 dalam Sunarti, 2004). Warna pada pencahayaan akan mempengaruhi dampak yang ada pada puyuh, pemberian warna merah dan kuning dapat meningkatkan aktivitas dan konsumsi pakan. Cahaya merah dan kuning memiliki panjang gelombang yang lebih panjang akan mengakibatkan peningkatan aktivitas harian puyuh.

7 Pencahayaan akan masuk melalui retina mata diteruskan syaraf mata menuju hipotalamus anterior, sehingga disekresikan somatotropic hormone releasing factor (STH-RH) dan tyrotropic releasing hormone (TRH). Releasing faktor tersebut akan merangsang glandula pituitary anterior mensekresikan STH dan TSH, TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk melepaskan tiroksin. STH dan tiroksin akan merangsang tubuh meningkatkan aktivitas pertumbuhannya (Bell dan Freeman, 1971). Unggas lebih atraktif pada perlakuan cahaya dibanding perlakuan panas (Alsam dan Wathes, 1991, dalam Sunarti, 2004). Terdapat indikasi puyuh yang menerima cahaya monokromatik hijau dan kombinasi cahaya hijau-biru, serta merahhijau mencapai masak kelamin lebih cepat. Adanya unsur cahaya hijau atau biru dengan panjang gelombang pendek disinyalir mampu melakukan penetrasi langsung pada tulang tengkorak dan jaringan kranial, kemudian sinyal cahaya akan diterima oleh fotoreseptor ekstraretina dan diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus dapat terstimulasi dengan mensekresikan beberapa faktor/hormon seperti faktor stimulasi growth hormone (GHRF: growth hormone releasing factor) dan hormon gonadotropin (GnRH). Davies dkk., (2011) mengemukakan kranium aves permeabel terhadap cahaya, terutama cahaya tampak (visible light), namun penyebaran dan absorpsi foton bergantung pada komposisi spektrum cahaya yang melakukan penetrasi. Terutama cahaya dengan panjang gelombang 400-450 nm (cahaya violet-biru) dan 525-550 nm (hijau) dapat diabsorpsi oleh bulu, kulit, kranium, dan otak aves. Rozenboim dkk., (2004) dan Jing dkk., (2007), untuk mengotimalkan pertumbuhan dengan konsumsi pakan normal dan konversi pakan baik, unggas

8 sebaiknya dipelihara menggunakan cahaya monokromatik hijau dan biru. Pemberian cahaya hijau yang dikombinasikan dengan warna cahaya biru atau merah dapat menstimulasi performa reproduksi. Mengacu pada hasil penelitian Rozenboim dalam Priel (2007) bahwa retina aves sangat sensitif terhadap cahaya hijau. Lebih lanjut Rozenboim mengemukakan untuk meningkatkan profil reproduksi pada aves, jaringan retina mata akan lebih baik jika dinetralisasi. Hal tersebut menunjukkan pemakaian cahaya hijau harus dikombinasikan dengan cahaya biru, merah, atau kuning. 2.3. Ransum Puyuh Ransum adalah pakan yang diberikan pada ternak selama 24 jam dengan cara diberikan sekali atau beberapa kali (Anggorodi, 1995). Ransum unggas terdiri dari bahan pakan yang bagian-bagiannya dapat dicerna dan diserap oleh unggas sedemikian rupa, sehingga zat-zat yang terkandung di dalamnya dapat berguna bagi unggas. Ransum yang baik adalah ransum yang mengandung protein dan energi yang seimbang (Anggorodi, 1994). Menurut Wahju (1997) ransum sebaiknya mempunyai imbangan energi-protein yang baik, sebab hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, konversi ransum, komposisi tubuh dan efisiensi ransum. Penggunaan bahan pakan kualitas tinggi sangat penting untuk burung puyuh dalam menyusun pakan puyuh. Kualitas bahan pakan yang kurang baik mungkin dapat ditoleransi oleh beberapa tipe ternak, tetapi tidak untuk puyuh. Penggunaan bahan pakan yang berkualitas jelek, akan menyebabkan ditemukan masalah dalam produksi (Smith, 2011).

9 Puyuh yang memiliki kecenderungan untuk mematuk lebih cocok dengan bentuk pakan remah atau tepung karena akan memudahkan burung untuk menelan dan mencerna (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Puyuh memiliki kebutuhan ransum yang harus dipenuhi pada fase-fase tertentu dengan kadar yang berbeda, yaitu pada fase starter burung puyuh memiliki kebutuhan PK 25 % dan EM 2900 kkal/kg, sedangkan pada fase grower kadar PK dikurangi menjadi 20% dan EM 2800 kkal/kg (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Konsumsi ransum yang tidak berbeda disebabkan kandungan energi dalam ransum pada setiap perlakuan relatif sama. Sesuai dengan pernyataan Nuraini (2009) dan Zahra dkk. (2012) bahwa kesetaraan tingkat energi pada ransum menyebabkan jumlah ransum yang dikonsumsi pada setiap perlakuan relatif sama. Wahju (2004), hakekatnya ternak mengonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energi dalam tubuh. 2.3.1. Protein Protein merupakan zat organik yang memiliki kandungan berupa C, H, O, N, S dan P. Protein berfungsi untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme, sumber enzime essensial serta sebagai sumber hormon tertentu (Anggorodi, 1994). Kebutuhan protein pada unggas dipengaruhi beberapa faktor yaitu umur, reproduksi, temperatur, tingkat energi, serta bangsa unggas. Prrotein dapat diperoleh dari dua sumber yaitu sumber asal hewani dan nabati (Tillman dkk., 1990).

10 Kualitas ransum ditentukan oleh jumlah asam amino essensial didalamnya, tanaman dapat mensintesis 22 asam amino sedang hewan hanya dapat mensintesis 12 asam amino. Hal tersebut yang mendasari hewan harus mendapatkan asam amino yang penting dari ransum yaitu Methionin dan Lisin, kandungan dua unsur ini harus seimbang karena jika terjadi kekurangan atau kelebihan akan terjadi hambatan dalam pertumbuhan (Wahju, 2004). Protein dalam ransum berhubungan erat dengan kecepatan perumbuhan, karena protein yang dikonsumsi oleh ternak akan digunakan untuk membentuk jaringan baru, memelihara jaringan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak (Anggorodi, 1995). Mahfudz (2006), semakin meningkatnya kecernaan protein akan mempermudah metabolisme protein sehingga secara langsung juga akan meningkatkan pertambahan bobot badan harian. Protein merupakan struktur yang sangat penting untuk pertumbuhan jaringan didalam tubuh ternak seperti pembentukan daging, kulit, bulu dan paruh (Wahju, 2004). Irawan dkk. (2012) yang menyatakan bahwa konsumsi protein dipengaruhi oleh tingkat protein ransum, apabila tingkat protein dalam ransum semakin tinggi, maka konsumsi protein akan semakin meningkat. 2.3.2. Energi Energi merupakan tenaga yang dibutuhkan bagi seluruh proses produksi dan hidup pokok hewan yaitu untuk pertumbuhan, hidup pokok dan sintesa jaringan baru (Tillman dkk, 1991). Energi yang dikonsumsi dari ransum dapat digunakan

11 oleh tubuh dan tingkatan energi ransum erat kaitannya dengan jumlah konsumsi ransum dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi untuk bekerja, dapat diubah menjadi panas dan dapat disimpan dalam jaringan tubuh sebagai lemak (Wahju, 2004). Tingkat energi ransum erat kaitannya dengan jumlah konsumsi ransum (Anggorodi, 1995). Defisiensi energi dapat mengakibatkan jumlah lemak yang tertimbun dalam karkas akan menurun. Faktor-faktor yang dipengaruhi kebutuhan energi adalah suhu lingkungan, besar tubuh dan laju pertumbuhan (Suprijatna, 2005). 2.4. Konsumsi Ransum Tabel 1. Kebutuhan Pakan Puyuh Berdasarkan Umur Umur Puyuh Jumlah pakan yang diberikan (g) 1 hari 1 minggu 2 1-2 minggu 4 2-4 minggu 8 4-5 minggu 14 5-6 minggu 15 >6 minggu 17-19 Sumber : Listiyowati dan Roospitasari (2000). Konsumsi burung puyuh akan pakan sebagian besar dipengaruhi oleh kebutuhan pakan burung puyuh (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Faktorfaktor yang sering mempengaruhi konsumsi burung puyuh adalah ukuran tubuh, berat badan, tahapan produksi, suhu lingkungan, dan keadaan energi pakan yang ada pada ransum (North dan Bell, 1992). Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan diantaranya adalah lingkungan dan palatabilitas. Lingkungan diantaranya berupa kelembaban dan suhu. Hasil pengamatan terhadap kelembaban dan suhu lingkungan adalah 35-79% dan 22-27,5. Suprijatna dkk. (2005) menyatakan

12 bahwa ternak unggas mampu berproduksi stabil pada kisaran kelembaban 30-80% dan temperatur 10-30, suhu sudah sesuai dengan suhu lingkungan untuk kehidupan, sehingga konsumsi tidak berbeda nyata. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan konsumsi minum antara lain : lingkungan, seperti suhu, kelembaban, pakan, umur, jenis kelamin dan lain-lain (Wahju, 2004). Wahju (2004), faktor utama yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan energi metabolisme dalam pakan, imbangan nutrisi ransum, kesehatan, temperatur lingkungan, ruang tempat pakan, keadaan air minum dan aktivitas ternak. 2.5. Pertambahan Bobot Badan (PBB) Pertumbuhan burung puyuh jantan lebih cepat dibandingkan dengan burung puyuh betina, kadar hormon pertumbuhan pada periode umur tertentu dapat menjadikan pertumbuhan burung puyuh berada pada titik optimal karena bisa mempengaruhi bertambahnya bobot badan burung puyuh sehingga dengan tujuan akhir pertumbuhan optimal dan produktivitas menjadi lebih baik (Rahayuningtyas dkk., 2014). Pertambahan bobot badan tidak hanya dapat dipengaruhi oleh konsumsi pakan namun juga dipengaruhi oleh hormon growth hormone yang dimiliki oleh burung puyuh itu sendiri sehingga akan berpengaruh langsung pada pertumbuhan dan pertambahan bobot badan (Triyanto, 2007). Menurut Wahju (2004), kecepatan pertumbuhan akan terhambat oleh beberapa faktor, antara lain lingkungan parasit, kepadatan kandang, penyakit, temperature, pakan dan tata laksana pemeliharaan yang kurang baik. Laju pertumbuhan pada burung puyuh

13 paling cepat terjadi pada umur 1 hari 4 minggu, setelah 4 minggu pertambahan bobot badannya menurun hingga umur 6 minggu dan pada umur 6 minggu keatas pertumbuhannya relatif kecil, kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain umur, jenis kelamin, spesies, jumlah ransum yang dikonsumsi, energi metabolisme, protein dan suhu lingkungan. Tabel 2. Pertambahan Bobot Badan Puyuh Jenis Kelamin Umur (Minggu) 0 1 2 3 4 5 6 Betina (g/ekor) 5,43 19,06 40,23 64,66 87,14 101,9 116,59 4 Jantan (g/ekor) 5,41 18,92 39,91 64,07 84,87 96,13 100,39 Sumber : Aggrey dkk. (2003). Ilustrasi 1. Grafik Pertumbuhan Puyuh (Aggrey dkk.,2003) Ternak mengkonsumsi ransum untuk kebutuhan energi dalam tubuh, kebutuhan energi akan terpenuhi apabila ransum yang dikonsumsi memiliki energi yang dibutuhkan oleh ternak (Wahju., 2004). Mengurangi intensitas cahaya dapat menjadikan tingkat kanibalisme rendah (Pond dan Wilson, 2000). Setianto

14 (2009), lama pencahayaan yang pendek pada awal pemeliharaan unggas akan mengurangi konsumsi pakan dan membatasi pertumbuhan ternak. Salah satu faktor yang mempengaruhi bobot badan adalah kualitas dan kuantitas pakan, dengan jumlah pemberian ransum dan kandungan nutrien ransum yang sama sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Widjastuti dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa bobot badan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi. Goa dkk. (2015), faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi, laju perjalanan pakan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik pakan, komposisi pakan dan imbangan kandungan nutrisi pakan. Iqbal dkk. (2012) menyebutkan bahwa PBB sangat berpengaruh terhadap konsumsi protein karena PBB berasal dari protein yang menghasilkan sintesis protein. Kombinasi antara pencahayaan dan level protein akan membantu meningkatkan pertambahan bobot badan. Pencahayaan akan mempengaruhi pertumbuhan puyuh yang merupakan hasil korporasi, integrasi, dan regulasi antara sistem saraf dan sistem hormon. Protein yang dikonsumsi dipergunakan untuk mengoptimalkan pertumbuhan, pemeliharaan, dan proses reproduksi. Sinyal cahaya yang diterima oleh sistem saraf merangsang hipotalamus untuk mensintesis dan mensekresi releasing factor yang dapat memacu hipofisis untuk mensintesis berbagai hormon yang berperan dalam pertumbuhan (Etches, 2000). Lavergne (2005) menyatakan pemberian cahaya yang terus menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya.

15 Pemberian cahaya selama 24 jam pada unggas akan meningkatkan waktu untuk makan, sehingga mningkatkan pertambahan bobot badan dan meningkatkan pembentukkan bulu. Perbedaan pertambahan bobot badan yang terjadi dapat diakibatkan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Perlakuan dengan pemberian cahaya lampu selama 12 jam memiliki rataan pertambahan bobot badan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lama pencahayaan lampu selama 4 jam dan 8 jam, namun hal ini juga sesuai dengan rataan konsumsi pakan yang dihabiskan untuk memperoleh peningkatan bobot badan tersebut (Negara dkk., 2013). Classen dkk. (1991) menyatakan lama pencahayaan yang pendek pada awal pemeliharaan unggas akan mengurangi konsumsi pakan dan membatasi pertumbuhan ternak. 2.5. Konversi Ransum Konversi ransum merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan pada waktu tertentu (Jull, 1977). Tinggi rendahnya nilai konversi ransum sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan harian (Nuraini, 2009) menambahkan bahwa semakin baik kualitas ransum, semakin kecil pula nilai konversi ransumnya. Kualitas ransum ditentukan oleh keseimbangan nutrien dalam ransum. Luas lantai kandang yang digunakan oleh setiap ternak puyuh akan berbanding lurus dengan berat badan dan berbanding terbalik dengan nilai konversi ransum yang ada (North dan Bell, 1990). Konversi ransum juga merupakan gambaran dari efisiensi produksi,

16 semakin rendah nilai konversi yang dihasilkan maka makin sedikit ransum yang digunakan untuk menaikan bobot badan, yang berarti efisiensi penggunaan ransum tinggi (Anggorodi, 1995). Level protein akan mempengaruhi tingkat konsumsi ransum, tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh adanya pencahayaan yang diberikan kepada ternak. Hazim dkk. (2010), angka konversi ransum burung puyuh idealnya adalah 3,76-4,71. Achmanu dkk. (2011) yang menyatakan bahwa perbedaan konversi pakan disebabkan karena adanya perbedaan dalam konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Menurut Amrulloh (2003), faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah kualitas ransum, teknik pemberian, bentuk dan konsumsi ransum serta bobot badan ternak. Hasil penelitian Achmanu dkk. (2011) menunjukkan konversi ransum burung puyuh adalah 2,45. Tingginya konversi ransum penelitian karena puyuh masih produksi pada awal produksi dan belum mencapai umur puncak produksi.