1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2004). Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Permasalahan gizi di Indonesia masih memerlukan perhatian. Berdasarkan data WHO tahun 2013, gambaran secara umum status gizi di Indonesia yakni, status gizi kurus (underweight) sebesar 19,9% dan status gizi gemuk (overweight) sebesar 11,5%. Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Hal tersebut dikarenakan peran status gizi bagi individu terutama pada anak-anak dan remaja yang masih dalam proses pertumbuhan. Status gizi pada remaja dapat mempengaruhi proses pertumbuhan, perkembangan, intelektual dan produktivitas. Pada remaja putri status gizi juga sangat mempengaruhi sistem reproduksi. Prevalensi masalah gizi di Indonesia saat ini masih cukup tinggi khususnya di kalangan remaja. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, prevalensi status gizi normal pada remaja di Indonesia yakni 78%, dengan status gizi kurus sekitar 10% dan status gizi gemuk sebesar 12%. Dalam Riskesdas tahun 2013 juga dijelaskan bahwa di Indonesia kecenderungan 1
2 remaja kurus relatif tidak ada perubahan yang berarti selama tahun 2007 dan 2013. Sebaliknya prevalensi gemuk terjadi peningkatan yang cukup singnifikan. Provinsi DIY termasuk kedalam 15 provinsi dengan prevalensi gemuk atau obesitas yang tinggi. Permasalahan gizi akan dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Status gizi kurus dapat berdampak pada pertumbuhan yang tidak optimal, penurunan konsentrasi belajar dan kesegaran jasmani. Status gizi kurus juga dapat mengakibatkan kondisi kesehatan seseorang menurun, sehingga rentan terhadap penyakit khususnya penyakit infeksi. Sedangkan status gizi gemuk akan dapat berakibat pada kenaikan resiko penyakit dan gangguan yang berhubungan pada masa kehidupan berikutnya (dewasa). Faktor-faktor yang berkaitan dengan status gizi dapat dikategorikan menjadi dua yakni faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi dan faktor yang tidak secara langsung mempengaruhi status gizi. Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi antara lain asupan makanan dan penyakit infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah ketersediaan pangan, pola asuh, fasilitas pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan (UNICEF, 1998). Asupan makanan merupakan cara pemilihan bahan makanan yang akan diasup oleh setiap individu. Makanan yang dikonsumsi setiap hari dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air dan makanan berserat. Sumber energi dalam bahan makanan dapat diperoleh dari zat gizi makro yaitu protein, lemak, dan karbohidrat (Irianto, 2010). American Dietetic Association (2009), menyatakan zat gizi
3 makro merupakan nutrisi yang penting untuk seseorang dalam melakukan aktivitas, memelihara tubuh, memperbaiki otot dan jaringan yang rusak. Di Indonesia, masih terdapat penduduk yang mengonsumsi makanan dibawah rekomendasi atau kebutuhan minimal. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, 40,6% penduduk mengonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal (<70% Angka kecukupan Gizi) yang dianjurkan. Berdasarkan kelompok umur, persentase terbesar terdapat pada kelompok umur remaja yakni 54,5%. Hal ini juga didukung oleh data Riskesdas 2007 bahwa DI Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang mempunyai rerata konsumsi energi dan protein per kapita dibawa rerata nasional. Asupan makanan merupakan salah satu faktor langsung yang mempengaruhi status gizi. Pada penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi lebih anak sekolah di Depok menyatakan bahwa asupan energi dan lemak memiliki hubungan bermakna dengan status gizi lebih anak sekolah (Anggi, 2012). Penelitian lain mengenai status gizi dan asupan makanan pada remaja putri yang berprofesi sebagai model di Semarang menunjukkan 80% remaja putri dengan status gizi kurang memiliki asupan karbohidrat, protein, dan lemak yang belum sesuai dengan AKG (Betal, 2014). Santri yang ada di pondok pesantren berada pada usia remaja. Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab. Pertama, remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik dan perkembangan yang drastis. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya. Ketiga, aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011). Hal hal
4 yang tersebut menyebabkan remaja membutuhkan energi dan zat gizi lain yang lebih banyak. Dengan demikian remaja harus memperoleh asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya untuk mendukung proses metabolisme tubuh. Seiring terus berjalannya fase penting pada remaja yaitu proses pertumbuhan dan perkembangan, terdapat kondisi-kondisi yang menyertainya seperti kesehatan dan status gizi sehingga akan berpengaruh pada kondisi seseorang pada masa dewasa. Oleh karena itu status gizi dan kesehatan merupakan faktor penentu kualitas remaja. Dengan status gizi dan kesehatan yang optimal, pertumbuhan dan perkembangan remaja bisa lebih sempurna. Masalah gizi pada remaja muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dengan kebutuhan pada remaja akan menimbulkan masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih pada remaja (Darmojo, 2009). Melihat masih cukup besarnya permasalahan mengenai status gizi serta kaitannya asupan makanan terhadap status gizi remaja, mendorong peneliti untuk meneliti mengenai hubungan asupan makanan dengan status gizi santri putri di Pondok Pesantren Melati Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara asupan makanan (energi, protein, lemak, dan karbohidrat) dengan status gizi santri putri di Pondok Pesantren Melati Yogyakarta?
5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan asupan makanan (energi, protein, lemak, karbohidrat) dengan status gizi santri putri di Pondok Pesantren Melati Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan asupan energi dengan status gizi santri putri di Pondok Pesantren Melati Yogyakarta. b. Mengetahui hubungan asupan protein dengan status gizi santri putri di Pondok Pesantren Melati Yogyakarta. c. Mengetahui hubungan asupan lemak dengan status gizi santri putri di Pondok Pesantren Melati Yogyakarta. d. Mengetahui hubungan asupan karbohidrat dengan status gizi santri putri di Pondok Pesantren Melati Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Santri Putri, dapat memberikan gambaran terhadap asupan makanan khususnya asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi status gizi santri putri. 2. Bagi Pondok Pesantren, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran rata-rata asupan makanan santri putri dan bisa dijadikan aspek evaluasi bagi kebijakan terkait penyelenggaraan makanan di pondok pesantren. 3. Penelitian ini dapat menjadi referensi penelitian selanjutnya terkait topik seputar asupan makan dan status gizi remaja.
6 E. Keaslian Penelitian 1. Gambaran Asupan Zat Gizi Makro, Status Gizi, dan Tingkat Kepuasan Santri pada Sistem Penyelenggaraan Makanan di Pondok Pesantren Putri Ummul Mukminin Makassar oleh Khaerul Muthiah Kaenong (2014). Jenis penelitian observasional dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa asupan zat gizi makro santri tidak seimbang, status gizi santri tergolong normal, dan rata-rata santri merasa puas terhadap makanan yang disajikan pondok pesantren. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah latar belakang lokasi penelitian yakni pondok pesantren dan variabel asupan zat gizi serta status gizi yang diteliti. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah dilakukannya uji hipotesis untuk mengetahui hubungan antara variabel asupan makanan dengan status gizi responden. 2. Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi Santri Putri Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar oleh Andi Reski Amalia (2013). Jenis penelitan cross sectional. Hasil penelitian tersebut yakni asupan energi santri termasuk dalam kategori kurang jika dibandingkan dengan AKG. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara asupan energi, protein, dan zink dengan status gizi santri putri. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel terikat yang diteliti yakni status gizi dan asupan gizi. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah lokasi dan waktu penelitian serta karakteristik sampel penelitian yang digunakan.
7 3. Hubungan Kecukupan Asupan Energi dan Makronutrien dengan Status Gizi Anak Usia 5-7 Tahun di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur oleh Evan Regar (2012). Jenis penelitian obsevasional analitik dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kecukupan asupan protein dengan status gizi. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kecukupan asupan energi dengan status gizi, kecukupan asupan lemak dengan status gizi, dan kecukupan karbohidrat dengan status gizi. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yakni variabel yang diteliti. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yakni karakteristik responden juga waktu penelitian.