2016 PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SEKOLAH DASAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sesuai dengan yang termuat dalam Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas proses pembelajaran, dimana peserta didik kurang mampu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. menekankan pada keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

P N E D N A D H A U H L U U L A U N

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai-nilai atau

BAB I PENDAHULUAN. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inquiri ilmiah (Scientific

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana yang tepat untuk

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PAIKEM PADA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI DIFERENSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA3 SMAN I PALOPO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Dasar RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional sebagaimana tercantum dalam garis-garis besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

I. PENDAHULUAN. prasarana pendidikan, pengangkatan tenaga kependidikan sampai pengesahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting bagi setiap manusia, karena dengan pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan dimana hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan masa depan. Demikian halnya dengan Indonesia yang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Produktif atau Kejuruan terdiri atas beberapa mata pelajaran yang bertujuan. kemampuan menyesuaikan diri dalam bidang keahliannya.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. agar menjadi manusia yang cerdas, kreatif, berakhlak mulia dan bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan kualitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari kegiatan belajar dan mengajar (KBM). Salah satunya pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. terkandung empat hal yang perlu digaris bawahi dan mendapat penjelasan lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. selalu dilakukan dari waktu ke waktu. Hal ini dimasudkan agar dapat. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dalam Lapono (2009: 122)

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. merupakan satu usaha yang sangat penting dan dianggap pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha masyarakat untuk memajukan peradaban dan pengetahuan. Pendidikan berperan

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis

BAB I PENDAHULUAN. baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

BAB I PENDAHULUAN. tentang sistem pendidikan nasional (2009:69) pasal 1 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. bidang, misalnya bidang ekonomi, industri, komunikasi, transportasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB I PENDAHULUAN. teknologi memiliki peranan penting dalam memberikan pemahaman mengenai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) begitu penting untuk diajarkan kepada siswa Sekolah Dasar. Di dalam pembelajaran, hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sesungguhnya yaitu IPA sebagai produk, proses dan sikap. Produk IPA yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa fakta, konsep, hukum, dan teori. Sedangkan proses IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi (Trianto, 2015, hlm. 137). Melalui proses kita dapat menemukan temuan-temuan ilmiah, dan dapat diwujudkan dengan melakukan kegiatan ilmiah berupa percobaan. IPA bukan hanya produk dan proses tapi juga sikap, sikap yang dikembangkan dalam pembelajaran IPA adalah sikap ilmiah yang antara lain terdiri atas objektif, jujur, kritis, bertanggung jawab, dan terbuka. Oleh karena itu pembelajaran IPA harus mengacu pada hakikat IPA yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai sikap. Berdasarkan permen nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d. Kelompok mata pelajaran estetika; e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Di dalam permen nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 ayat (1) tentang standar proses bahwa: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 1

2 Oleh karena itu proses pembelajaran di kelas dilakukan secara interaktif, inspiratif dan menyenangkan agar siswa termotivasi untuk belajar berkreativitas, berpartisipasi aktif dan mandiri untuk mendapatkan pengetahuan dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran IPA siswa diminta untuk menjadi seorang ilmuan dengan percobaan yang lakukan. Dengan melakukan percobaan siswa akan menemukan konsep-konsep IPA tentang materi sifat-sifat cahaya pada saat pembelajaran. Pembelajaran IPA seharusnya dilakukan dengan melakukan percobaan bukan hanya hafalan terhadap kumpulan konsep IPA, melalui percobaan yang dilakukan, siswa secara mandiri akan menyelidiki, mengamati dan menemukan sendiri konsep pengetahuan IPA. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Susanto (2013, hlm. 170-171) bahwa: Pembelajaran IPA atau sains merupakan pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut pembelajaran IPA akan mendapat pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Namun hal ini berbalik dengan fakta yang terjadi di lapangan. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di SDN S 4 Bandung khususnya di kelas VA, pembelajaran masih menggunakan metode ceramah atau masih terpusat pada guru. Dalam pembelajaran di kelas guru masih menggunakan metode ceramah yaitu guru lebih banyak menjelaskan tentang materi pembelajaran dan siswa hanya berperan sebagai penyimak. Pembelajaran IPA yang demikian tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Proses pembelajaran IPA yang berlangsung di kelas hanya mengarahkan siswa pada kemampuan untuk menghafal informasi, secara tidak langsung siswa dipaksa untuk mengingat berbagai isi materi tanpa dituntut untuk memahami isi materi yang diperoleh untuk menghubungkannya dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu dalam proses belajar mengajar guru hanya terpaku pada buku teks pegangan guru saja tanpa ada sumber lain sebagai sumber pembelajaran.

3 Sehubungan dengan hal tersebut muncul permasalahan di lapangan yaitu siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, hal ini terlihat ketika guru bertanya hanya beberapa siswa saja yang menjawab dan bertanya mengenai materi yang belum dimengerti. Sedangkan siswa lainnya melakukan kegiatan lain seperti mengobrol, mengganggu temannya, dan sering keluar masuk kelas dengan alasan izin ke toilet. Saat guru memberian tugas, siswa terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing seperti mengobrol dan bergurau. Dari hasil observasi di dapatkan 10 siswa yang menjadi partisipan penelitian antara lain AFA, AMS ASR, CAA, MRA, NRF, RMM, RP, RPK, dan SF. Berdasarkan hasil observasi dan berdiskusi dengan guru, siswa tersebut memang pasif dan sering mengobrol ketika mengerjakan tugas serta jarang bertanya dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, peneliti merancang tindakan-tindakan dalam pembelajaran untuk menciptakan aktivitas belajar dan mengarahkan kegiatan siswa agar mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Sudjana (2014, hlm.22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa hasil belajar dari nilai ulangan siswa secara umum nilai rata-rata kelas hanya mencapai 63 dari nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang telah dilakukan pada mata pelajaran IPA, sedangkan KKM mata pelajaran IPA di sekolah tersebut yaitu 70. Dengan persentase 36% siswa menguasai materi dan 64% siswa kurang menguasai materi pada mata pelajaran IPA. Sedangkan sepuluh siswa yang menjadi partisipan penelitian dalam hasil nilai ulangan IPA, merupakan siswa yang memiliki nilai sepuluh terendah di kelas. Dari sepuluh siswa yang menjadi partisipan nilai terbesar yaitu 66 dan nilai terendah 33 sehingga tidak ada yang mencapai nilai KKM. Berdasarkan fakta-fakta dan kondisi yang terjadi diatas, upaya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar dalam kegiatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hendaknya guru dapat melakukan pembelajaran yang kondusif, inovatif dan menyenangkan dengan model yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Sehingga diharapkan siswa akan lebih aktif dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat

4 dilakukan yaitu model yang memberikan pengalaman penemuan yang dilakukan siswa dan dalam prosesnya siswa akan lebih aktif dan mendapatkan pengetahuan secara mandiri. Model pembelajaran yang cocok dan sesuai untuk pemecahan masalah di atas yaitu model Discovery Learning. Menurut Fordham pembelajaran penemuan merupakan strategi belajar yang efektif terutama untuk memahami konsep dan berpikir kritis (2008, hlm. 106). Dengan demikian diharapkan dengan menggunakan model discovery learning pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) siswa lebih memahami materi pembelajaran yang disampaikan dan dapat berpikir kritis. Menurut defreitas dan Olive dengan siswa melakukan simulasi dan eksperimen akan membuat siswa kaya dengan pengalaman pengetahuan dibandingkan dengan metode tradisional yang hanya mengirim pengetahuan tanpa adanya kegiatan yang siswa lakukan (2006, hlm. 253). Simulasi dan eksperimen dapat dilakukan dalam kegiatan percobaan IPA yang dilakukan siswa, aktivitas belajar siswa akan lebih aktif serta kreatif dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan uraian di atas penelitian tindakan kelas dengan judul: PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL penting dilakukan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan masalah utama dalam penelitian ini yaitu Bagaimanakah penerapan Model Discovery Learning untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA kelas V di Sekolah Dasar?. Secara spesifik rumusan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses pembelajaran IPA dengan menerapkan model discovery learning di kelas V pada materi sifat-sifat cahaya? 2. Bagaimana peningkatan aktivitas belajar pada pembelajaran IPA dengan menerapkan model discovery learning di kelas V pada materi sifat-sifat cahaya?

5 3. Bagaimana peningkatan hasil belajar pada pembelajaran IPA dengan menerapkan model discovery learning di kelas V pada materi sifat-sifat cahaya? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian adalah untuk mengetahui tentang penerapan model discovery learning untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA kelas V Sekolah Dasar. Selanjutnya tujuan dijabarkan lagi secara spesifik berdasarkan rumusan masalah yang ada sebagai berikut: 1. Mengetahui proses pembelajaran model discovery learning di kelas V Sekolah Dasar pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. 2. Mengetahui peningkatan aktivitas belajar di kelas V Sekolah Dasar pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. 3. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa di kelas V Sekolah Dasar pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Menjadi acuan dan referensi dalam mengembangkan variasi pembelajaran khususnya pembelajaran IPA dan memperbaiki aktivitas belajar siswa berdasarkan tujuan pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan karakteristik siswa. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi siswa 1) Meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi mata pelajaran IPA 2) Menjadikan kondisi pembelajaran yang menyenangkan sehingga peserta didik termotivasi dan merasa antusias dalam mengikuti pembelajaran.

6 3) Mendorong siswa agar lebih aktif dan kreatif di dalam pembelajaran IPA. b. Manfaat bagi guru 1) Meningkatkan kemampuan guru dalam mengatasi masalah dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). 2) Sebagai solusi untuk menciptakan pembelajaran IPA yang inovatif dan menyenangkan. 3) Untuk meningkatkan keahlian mengajar seorang guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. c. Manfaat bagi sekolah 1) Dapat dijadikan acuan dalam upaya pengadaan inovasi pembelajaran bagi para guru di sekolah dalam mengajarkan materi pelajaran. d. Manfaat bagi peneliti 1) Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang model discovery learning baik dari segi penerapannya maupun dilihat dari proses aktivitas dan hasil belajar yang diperoleh siswa dari penerapan pembelajaran tersebut.