BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1, Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan pemerintah dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemerintahan ataupun pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Desa merupakan unit organisasi yang berhadapan langsung dengan masyarakat dengan segala latar belakang kepentingan dan kebutuhannya mempunyai peranan yang sangat strategis, khususnya dalam pelaksanaan tugas dibidang pelayanan publik. Maka desentralisasi kewenangan-kewenangan yang lebih besar disertai dengan pembiayaan dan bantuan sarana prasarana yang memadai mutlak diperlukan guna penguatan otonomi menuju kemandirian dan 1
alokasi. Desa sebagai pioneer pembangunan nasional yang artinya adalah dari Desa semua dibangun, sampai pada tahap terahir yaitu pembangunan nasional. Untuk itu Desa berkewajiban untuk melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat Desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa; mengembangkan kehidupan demokrasi; mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa; dan memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Desa. Untuk melaksanakan pembangunan Desa diperlukan adanya pengambilan keputusan yang terwadahi dalam suatu forum musyawarah desa yang melibatkan kepala desa, perangkat desa dan tokoh masyarakat yang mewakili warga desa sebagai pelaksanaan keputusan pembangunan. Keputusan yang dihasilkan di tingkat desa pada umumnya merupakan tindak lanjut dari keputusan pemerintah pusat dalam mengakomodasi dan mengalokasikan hasil keputusan tersebut. Setiap keputusan yang diambil didahului dengan prosedur yang melibatkan unsur-unsur Desa hingga pada akhirnya mendapatkan sebuah kesimpulan yang penting terhadap pembangunan Desa. Sahnya keputusan sangat tergantung pada mereka yang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Pada umumnya pemerintah Desa yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat memprakarsai terjadinya sebuah program pembangunan Desa kemudian melibatkan tokoh masyarakat dalam pengesahan ataupun pengambilan keputusan. Namun ada kalanya tokoh masyarakat yang memprakarsai terjadinya sebuah program dengan memberikan saran atau masukan kepada pemerintah Desa untuk pembangunan desa. 2
Desa Sukajulu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo merupakan suatu Desa yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian dalam bidang pertanian (masyarakat agraris). Kondisi tersebut menjadikan masyarakat kurang memberikan perhatian dan waktunya dalam pembangunan Desa karena harus sibuk bekerja mengurus pertanian setiap harinya. Maka dari itu partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat bergantung dan percaya kepada tokoh masyarakat untuk mewakilkan diri mereka dalam pengambilan keputusan bersama dengan Pemerintahan Desa. Salah satu tokoh masyarakat yang ada di Tanah Karo pada umumnya dan Desa Sukajulu pada khusunya dikenal dengan istilah Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen. Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen merupakan keturunan pendiri Desa Sukajulu yang berasal dari kelompok marga Sitepu. Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen terbagi kedalam delapan kelompok yakni: Terpuk Sitepu Rumah Mbelin, Terpuk Sitepu Rumah Balai dan Terpuk Sitepu Rumah Sendi yang terbagi dalam dua kelompok. Sementara Terpuk Sitepu Rumah Julun dan Terpuk Sitepu Rumah Dalin Lau masing-masing terbagi dalam satu kelompok. Kedelapan terpuk tersebut sampai saat ini masih dijadikan acuan dalam pembagian wilayah desa dan mereka harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pembangunan Desa. Untuk melaksanakan atapun merancang program-program pembangunan Desa Sukajulu perlu diadakan musyawarah antara Pemerintah Desa dengan Terpuk Siwalah Telu Sada Kundulen. Dalam forum musyawarah desa, peran Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen sangatlah besar dalam hal pengambilan keputusan tentang program-program desa. Pemerintah Desa sebagai organisasi 3
formal tidak dapat begitu saja mengambil keputusan. Pemerintah Desa sangat bergantung terhadap terpuk dalam hal pengambilan keputusan. Secara hierarki, Kepala Desa memiliki status yang paling tinggi di Desa, tetapi Kepala Desa tidak dapat berbuat banyak terhadap pembangunan Desa karena masyarakat lebih patuh kepada seseorang yang lebih kuat pengaruhnya terhadap masyarakat Desa yaitu Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen. Dalam sejarahnya hubungan antara Kepala Desa dengan Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen tergolong harmonis karena sampai saat ini konflik antara kedua pemimpin tersebut belum pernah terlihat di Desa Sukajulu, yang terjadi hanya perbedaan pendapat antara kedua pemimpin tersebut dalam rapat desa atau pun disebut dengan Runggu. Runggu adalah musyawarah yang dilakukan di balai desa untuk tujuan menyampaikan apresiasi dari masyarakat yang diwakilkan melalui Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen tersebut dan Runggu tersebut hanya akan dilakukan beberapa kali dalam setahun karena runggu merupakan musyawarah yang mempertemukan antara Kepala Desa dengan masyarakat desa tersebut. Oleh karena itu pengambilan keputusan di Desa Sukajulu sangatlah kental dengan nilai-nilai musyawarah mufakat. Peran Kepala Desa sebagai wakil dari Pemerintah dan Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen sebagai wakil dari masyarakat Desa dalam proses pengambilan keputusan pembangunan. Penelitian mengenai Peran Kepemimpinan dalam pengambilan keputusan sebenarnya telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, dengan berbagai perbedaan hasil mengenai basis peran kepemimpinan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Andika Lontoh (2013 :1-7), yang mengkaji tentang peranan perangkat kecamatan dalam pengambilan keputusan camat pada pelaksanaan 4
pemerintahan di Kecamatan Malalayang. Dalam penelitian tersebut, proses pengambilan keputusan dibagi dalam tiga tahapan yaitu (a) Tahap perumusan masalah dan analisa masalah; (b) Tahap pengembangan atau menetapkan alternatif pemecahan masalah; dan (c) Tahap memilih atau menentukan alternatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andika Lontoh bahwa keputusan yang diambil dalam pelaksanaan pemerintahan yaitu selalu mengadakan koordinasi dalam pelaksanaan manajemen pemerintahan dengan tujuan menghindari kesalahpahaman atau konflik antar unit kerja atau unit bagian dalam kantor dan untuk mencegah timbulnya kegiatan-kegiatan yang tidak perlu dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dari hasil pengambilan keputusan. Penelitian mengenai peran kepemimpinan dalam pengambilan keputusan lainnya juga dilakukan oleh Wahyu Budianto (2015: 1-6) yang berfokus pada Kepemimpinan dalam pengambilan keputusan. Peran kepemimpinan diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin. Seorang pemimpin dituntut untuk memiliki keterampilan yaitu keterampilan teknis meliputi keterampilan dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki, keterampilan manusiawi meliputi keterampilan kerjasama, memahami dan memotivasi orang lain dan keterampilan konseptual berkaitan dengan kemampuan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi terhadap masalah yang terjadi dalam organisasi. Pengambilan keputusan adalah bagian aktivitas penting dalam proses kepemimpinan dalam organisasi. Proses pengambilan keputusan mencakup mengenali masalah, menganalisis masalah, mengembangkan alternatif, 5
memutuskan solusi terbaik dan melaksanakan keputusan ke dalam tindakan efektif. Proses kepemimpinan didalamnya melekat wewenang dan tanggung jawab menyusun program kerja, melaksanakan dan mengevaluasi dengan mengarahkan bawahannya dalam melakukan program kerja. Penelitian yang berkaitan dengan tokoh masyarakat juga dilakukan oleh Muhammad Aslan Syarif (2016: 1-14) yang berfokus pada kontribusi yang diberikan oleh tokoh masyarakat dalam pemilu kepala desa. Peran yang dimiliki oleh tokoh masyarakat menurut penelitiannya ada 4 (empat) yaitu (1) peran sebagai penentu arah di mana tokoh masyarakat adalah acuan masyarakat desa Muara Badak Ulu, Bali. Ketika seseorang mengidolakan atau menyukai seseorang, ia akan mengikuti setiap langkah atau setiap keputusan yang diambil oleh idolanya; (2) peran sebagai wakil atau juru bicara, dalam hal ini tokoh masyarakat dijadikan sebagai orang yang mempromosikan dirinya agar terpilih sebagai pemimpin desa dan agar masyarakat desa bersimpati terhadap ia dan kemudian akan memberikan suara terhadapnya. Tokoh masyarakat masih menjadi alat promosi yang ampuh pada masyarakat desa; (3) peran sebagai komunikator, mediator dan fasilitator di mana sebagai komunikator dari aspirasi masyarakat. Melakukan pendekatan-pendekatan secara pribadi untuk berkomunikasi danjuga melakukan komunikasi kelompok, tugasnya yaitu memberikan dan menerima informasi yang ada di masyarakat, informasi itu bisa berupa ide-ide, gagasangagasan, ataupun keluhan yang dialami masyarakat; dan (4) peran sebagai integrator. Integrator adalah pemimpin, setiap pemimpin adalah integrator artinya semakin tinggi kedudukan seseorang pemimpin dalam birokrasi semakin penting juga makna peran tersebut.tokoh masyarakat adalah seorang pemimpin yang 6
mampu mewakili masyarakat, mampu berfikir kreatif, mampu mencari solusi dengan cepat, agar tidak terjadi kesalah pahaman yang membuat tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Dapat disimpulkan bahwa tokoh masyarakat berkedudukan penting dan dapat menjadi sebuah alat untuk membangun kepercayaan masyarakat kepada seseorang. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Noviani Dewita Siregar (2016) yang berjudul tentang peran kepala desa dalam mensejahterakan masyarakat di Desa Batang Pane II, Kabupaten Padang Lawas Utara. Hasil penelitiannya adalah kepala desa sudah optimal dalam menjalankan perannya dalam mensejahterakan masyarakat dalam bidang ekonomi, kesehatan, sarana dan prasarana, serta pendidikan. Namun dalam hal ketentraman dan keamanan kapala desa Batang Pane II belum mampu untuk bertindak seperti yang diharapkan dari masyarakat. Kepala desa juga sudah berperan dalam pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana seperti pembangunan jalan dan gorong-gorong, pelaksanaan program kesehatan masyarakat, pelaksanaan pendidikan masyarakat dan pelaksanaan program PNPM. Akan tetapi dalam pelaksanaan pembangunan sarana ibadah masyarakat, kepala desa belum mampu untuk mengkoordinasikannya secara baik dengan masyarakat karena masyarakat memiliki inisiatif sendiri untuk membangun sarana ibadah. Dapat disimpulkan kepala desa sudah menjalankan perannya dengan semaksimal mungkin dalam berbagai bidang dan masyarakat desa juga harus membantu pemerintah desa agar pembangunan desa dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. 7
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai peran kepemimpinan dalam pengambilan keputusan di atas dapat terlihat bahwa konsep peran kepemimpinan terus berkembang, baik dari segi peran kepemimpinan dalam sebuah perangkat kecamatan maupun dalam segi organisasi atau lingkungan pekerjaan. Intinya seseorang yang menjadi aktor atau pemimpin dalam sebuah organisasi atau perkumpulan harus menjalankan perannya dengan baik dan dalam pengambilan keputusan, pemimpin harus lah mengikuti prosesnya agar keputusan yang diambilnya dapatditerima oleh orang-orang disekitarnya. Singkatnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran kepemimpinan terpukdalam pengambilan keputusan di Desa Sukajulu. Ketertarikan peneliti muncul karena peneliti melihat terpukatau tokoh masyarakat yang merupakan institusi desa terdahulu dan kedudukan terpuk yang lebih tinggi dari pada kedudukan kepala desa bagi sebagian masyarakat desa.walaupun begitu terpuk tetap bersinergi atau bekerjasama dengan pemerintahan desa yaitu Kepala Desa dan perangkat desa dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan desa. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Peran Kepemimpinan Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen dalam Pengambilan Keputusan di Desa Sukajulu. 8
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menginterpretasikan Peran Kepemimpinan Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen dalam Pengambilan Keputusan di Desa Sukajulu. 1.4. Manfaat Penelitian Setiap penelitian mampu memberikan manfaat, baik untuk diri sendiri, orang lain maupun ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.4.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam pengembangan ilmu sosiologi khususnya kepada mahasiswa sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang terkait dengan peran kepimpinan Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen dalam Pengambilan Keputusan di Desa Sukajulu. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan tema penelitian ini. 1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis agar dapat meningkat kemampuan akademis, terutama dalam hal pembuatan karya ilmiah tentang Peran Kepemimpinan Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen dalam Pengambilan Keputusan di Desa Sukajulu. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat pemerintah pusat maupun daerah sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi kinerja 9
pemerintah daerah khususnya di Desa Sukajulu dalam menjalankan perannya dalam memimpin desa. 1.5. Definisi Konsep Agar penelitian tetap pada fokus kajian dan supaya tidak menimbulkan penafsiran ganda di kemudian hari maka dibuat definisi konsep sebagai berikut: a. Peran Adalah suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan karena suatu jabatan. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan berkelompok tadi akan terjadi interaksi antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lainnya. Tumbuhnya interaksi diantara mereka ada saling ketergantungan. Dalam kehidupan bermasyarakat itu munculah apa yang dinamakan peran (role). Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang yang bersangkutan menjalankan suatu peranan. b. Kepemimpinan Miftah Thoha (2010:9) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan merupakan bentuk strategi atau teori memimpin yang tentunya dilakukan oleh orang yang biasa kita sebut sebagai pemimpin. Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol kelompok yang 10
mengakuinya serta bertanggung jawab dalam hal pengambilan keputusan dengan cara-cara yang bijaksana. c. Tokoh Masyarakat Menurut UU Nomor 8 Tahun 1987 pasal 1 ayat 6 Tentang Protokol bahwa tokoh masyarakat adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan atau Pemerintah. Untuk memahami dengan baik, siapa dan apa yang menyebabkan seseorang disebut sebagai tokoh masyarakat dalam penelitian ini yaitu; seseorang yang kiprahnya di masyarakat telah mendapatkan pengakuan sehingga yang bersangkutan ditokohkan oleh masyarakat yang berada dilingkungannya. Yang termasuk tokoh masyarakat dalam penelitian ini adalah Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen. d. Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen adalah tokoh masyarakat keturunan pendiri Desa Sukajulu yang berasal dari kelompok marga Sitepu. Terpuk Siwaluh Telu Sada Kundulen terbagi ke dalam delapan kelompok yakni: Terpuk Sitepu Rumah Mbelin,Terpuk Sitepu Rumah Balai dan Terpuk Sitepu Rumah Sendi yang terbagi dalam dua kelompok. Sementara Terpuk Sitepu Rumah Julun dan Terpuk Sitepu Rumah Dalin Lau masing-masingterbagi dalam satu kelompok. Kedepalapan terpuk tersebut sampai saat ini masih sangat terlihat di Desa Sukajulu karena sistemnya bersifat turun menurun sehingga selalu ada generasi penerus untuk kedelapan terpuk tersebut dan untuk penerus terpuk tersebut harus tetap bertempat tinggal di wilayah terpuk mereka. Sehingga dari 11
terpuktersebut dapat dijadikan acuan dalam pembagian wilayah Desa dan mereka harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pembangunan Desa. e. Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah suatu proses memilih alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Ketika keputusan sudah dibuat, sesuatu yang baru mulai terjadi. Dengan kata lain, keputusan mempercepat diambil tindakan, serta mendorong lahirnya gerakan dan perubahan. f. Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 1 tahun 2016 menjelaskan Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa dikelola oleh pemerintahan desa yang merupakan Kepala Desa dan Perangkat Desa yang dipilih oleh masyarakat desauntuk mengelola aset desa. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli milik Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) atau perolehan Hak lainnya yang sah. Pengelolaan Aset Desa merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, 12
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian aset Desa. 13