3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 sampai bulan Mei 2017 berlokasi di Pasar Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) karena pasar Ngablak terletak di Kecamatan Ngablak yang merupakan salah satu daerah penghasil tanaman hortikultura di Kabupaten Magelang. Berdasarkan data BPS Kabupaten Magelang (2016), 17% dari luas wilayah di Kecamatan Ngablak digunakan untuk tanaman hortikultura cabai rawit dan cabai merah keriting, serta hasil panennya dijual ke pasar Ngablak. Selain itu, pasar Ngablak sebagai pusat distribusi dan pemasaran cabai rawit ke Salatiga, Ampel dan Tegalrejo. 3.2. Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Nazir (1985) penelitian deskriptif kuantitatif yaitu jenis penelitian yang tidak hanya memberikan gambaran mengenai fenomena yang ada, tetapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesa, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan serta menjelaskan hubungan kausal antar dua variabel. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Metode penelitian survey adalah salah satu bentuk teknik penelitian dimana informasi dikumpulkan dari sejumlah sampel berupa orang, melalui pertanyaan-pertanyaan. Metode survei digunakan sebagai kategori umum penelitian yang menggunakan kuesioner dan wawancara (Sugiyono, 2012). 3.3. Teknik Pengumpulan Data Menurut Sekaran (2006, lihat Palar dkk., 2016) pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data melalui kuesioner, wawancara, observasi, tes, dokumentasi dan sebagainya untuk melakukan suatu penelitian. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Menurut Sugiyono (2012) data primer adalah data yang diperoleh secara langsung 11
12 dari objek yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, dokumentasi dan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada pedagang cabai rawit dan cabai merah keriting. Data sekunder digunakan sebagai penguat data primer, diperoleh dari studi literatur pada buku, internet, jurnal, skripsi dan catatan atau dokumen dari instansi-instansi atau lembaga-lembaga terkait seperti kantor pasar, Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM. 3.4. Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling. Simple random sampling menurut Siregar (2012) merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota yang ada dalam suatu populasi untuk dijadikan sampel. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 40 orang pedagang sayuran yang menjual cabai rawit dan cabai merah keriting, untuk menentukan sampel dari banyaknya populasi maka digunakan teknik Solvin (Siregar, 2012). n : N / (1+Ne 2 ) Keterangan : n : Jumlah Sampel N : Jumlah Populasi e : Perkiraan tingkat kesalahan Dari rumus tersebut peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut: n : N / (1+Ne 2 ) n : 40 / (1+40 x (0,05) 2 ) n : 40 / (1+ 0,1) n : 36,36 = 36 sampel pedagang 3.5. Definisi dan Pengukuran Variabel Definisi dan pengukuran variabel penelitian ini disajikan pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Definisi dan Pengukuran Variabel Variabel Definisi Satuan Saluran Distribusi Perantara yang menyampaikan barang dan jasa dari produsen Skala Pengukuran Nominal
13 Harga Komoditas Pengganti (Subtitusi) Permintaan Konsumen Terhadap Cabai Rawit Harga ke konsumen dibedakan menjadi saluran distribusi secara langsung (=0) dan saluran distribusi secara tidak langsung (=1). Harga cabai merah keriting pada waktu penelitian dilakukan. Jumlah cabai rawit yang terjual oleh pedagang pada waktu penelitian dilakukan. Harga cabai rawit yang dijual pedagang pada waktu penelitian dilakukan. Rupiah (Rp) Kilogram (Kg) Rupiah (Rp) Rasio Rasio Rasio 3.6. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: 3.6.1. Analisis Gambaran Fluktuasi Harga Cabai Rawit Digunakan analisis ARIMA menggunakan Eviews 8. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM, Kabupaten Magelang. Data tersebut meliputi data bulanan harga cabai rawit pada tahun 2011-2016. ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenkins. Model ARIMA umumnya dituliskan dengan notasi ARIMA (p,d,q). Dimana p adalah jumlah autoregressive (AR), d jumlah (berapa kali) data harus diturunkan (difference) agar data menjadi stasioner dan q adalah jumlah moving average (MA) (Ghozali dan Ratmono, 2013). Langkah-Langkah penggunaan model ARIMA: 1. Identifikasi model dengan memilih p,d, q sementara Identifikasi nilai p, d dan q menggunakan korelogram (correlogram) dan korelogram parsial (partial correlogram). 2. Estimasi parameter model dengan program komputer
14 Estimasi parameter AR dan komponen MA yang ada di dalam model. Estimasi ini bisa menggunakan metode kuadrat terkecil (least square) maupun metode estimasi nonlinear. 3. Diagnosis residual apakah sudah bersifat white noise Diagnosis terhadap kualitas model apakah sudah sesuai dengan datanya. Caranya adalah dengan menguji apakah residual hasil estimasi sudah bersifat white noise. Bila residualnya sudah white noise, berarti modelnya sudah tepat. Bila belum, maka harus dicari bentuk ARIMA yang lain. Proses pencarian model yang tepat ini memang bersifat interatif (berulang) dan lebih bersifat seni dibanding ilmiah. 4. Lakukan perkiraan data masa yang akan datang Perkiraan (forecast) terhadap data masa yang akan datang dengan persamaan atau model yang telah dipilih. (Winarno, 2015) 3.6.2. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Cabai Rawit Digunakan analisis regresi linear berganda menggunakan Eviews 9. Program Eviews merupakan salah satu software analisis data multivariat dan ekonometrika dengan kelebihan utama menyediakan fasilitas metode estimasi regresi yang lebih lengkap dibandingkan software lain. a. Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linier berganda menurut Palar dkk. (2016) merupakan studi ketergantungan dari suatu variabel tak bebas atau variabel dependen pada suatu variabel bebas atau variabel independen dengan tujuan meramalkan dan memperkirakan nilai dari variabel tak bebas jika variabel bebas sudah di ketahui. Model regresi linier berganda dalam penelitian ini: Y = α + β 1 Dummy + β 2 X 2 + β 3 X 3 + Ɛ Keterangan: Y : Harga Cabai Rawit (dalam ribuan rupiah) α : Nilai konstanta β 1, β 2, β 3 : Koefisien regresi Dummy : Saluran Distribusi (0= langsung; 1= tidak langsung)
15 X 2 : Harga Komoditas Pengganti /Substitusi (dalam ribuan rupiah) X 3 : Permintaan Konsumen Terhadap Cabai Rawit (Kg) Ɛ : error-term 3.6.3. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi apakah data sudah berdistribusi normal serta ada tidaknya multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi dalam hal estimasi karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut maka uji t dan uji F yang dilakukan akan tidak valid dan secara statistik akan mengacaukan kesimpulan yang diperoleh. a) Uji Normalitas Menurut Ghozali dan Ratmono (2013) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Seperti diketahui, bahwa uji t dan uji F mengasumsikan nilai residual mengikuti distribusi normal. Pengambilan keputusan untuk uji normalitas data adalah: 1. Bila nilai J-B (Jarque-Bera) tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data berdistribusi normal. Uji normalitas dinyatakan dengan hipotesis sebagai berikut: Ho: J-B > 2 H 1 : J-B < 2 2. Bila probabilitas lebih besar dari 5% (>0,05), maka data berdistribusi normal. Uji normalitas dinyatakan dengan hipotesis sebagai berikut: Ho: α < 0,05 H 1 : α > 0,05 (Winarno, 2015) b) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antarvariabel independen (Ghozali dan Ratmono, 2013). Menurut Rosadi (2011) model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika terjadi multikolinearitas maka nilai
16 standard error dari koefisien menjadi tidak valid sehingga hasil uji signifikansi koefisien dengan uji t tidak valid. Ghozali dan Ratmono (2013) menyatakan adanya multikolinearitas atau korelasi yang tinggi antar variabel independen dapat dideteksi dengan cara melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Jadi tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ tolerance). Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah Tolerance >0.10 atau sama dengan VIF > 10. Uji multikolinearitas dinyatakan dengan hipotesis sebagai berikut: Ho: VIF > 10 H 1 : VIF < 10 c) Uji Heteroskedastisitas Menurut Rosadi (2011) uji ini bertujuan untuk menganalisis apakah variansi dari error bersifat tetap/konstan (homokedastik) atau berubah-ubah (heteroskedastik). Mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan uji White. Keputusan ada tidaknya heteroskedastisitas ditentukan jika: 1. Jika nilai probabilitas dari nilai Obs*R-squared mempunyai nilai probabilitas Chi-square <0.05, maka terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika nilai probabilitas dari nilai Obs*R-squared mempunyai nilai probabilitas Chi-square >0.05, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dinyatakan dengan hipotesis sebagai berikut: Ho: α < 0,05 H 1 : α > 0,05 d) Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi menurut Ghozali dan Ratmono (2013) bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antarkesalahan pengganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari suatu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas
17 dari autokorelasi. Ada tidaknya autokorelasi dilakukan menggunakan uji autokorelasi dengan LM Test. Keputusan ada tidaknya autokorelasi ditentukan: 1. Jika nilai probabilitas dari nilai Obs*R-squared mempunyai nilai probabilitas Chi-square <0.05, maka terjadi autokorelasi. 2. Jika nilai probabilitas dari nilai Obs*R-squared mempunyai nilai probabilitas Chi-square >0.05, maka tidak terjadi autokorelasi. Uji autokorelasi dinyatakan dengan hipotesis sebagai berikut: Ho: α < 0,05 H 1 : α > 0,05 3.6.4. Koefisien Determinasi (R²) Menurut Santosa dan Ashari (2005, lihat Palar dkk., 2016) koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain. Dalam bahasa sehari-hari adalah kemampuan variabel bebas untuk berkontribusi terhadap variabel tetapnya dalam satuan persentase. Rumus R 2 adalah sebagai berikut: R 2 = 1-(1- R 2 ) Keterangan: R 2 : Koefisien determinasi yang telah disesuaikan R 2 : Koefisien determinasi N : Jumlah data k : Jumlah variabel bebas Nilai R 2 ini mempunyai range antara 0 sampai 1 atau (0< R 2 1). Semakin besar R 2 (mendekati satu) semakin baik hasil regresi tersebut (semakin besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas), dan semakin mendekati 0 maka variabel bebas secara keseluruhan semakin kurang bisa menjelaskan variabel tidak bebas (Santoso dkk., 2002).
18 3.6.5. Uji F (Uji Simultan) Uji F merupakan pengujian hubungan regresi secara simultan yang bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Tingkat signifikansi untuk uji F pada penelitian ini adalah pada tingkat kepercayaan 95% atau taraf uji α= 0,05. Rumus: F hitung = Keterangan: R 2 : Koefisien determinasi n : Banyaknya sampel k : Jumlah koefisien yang ditaksir Nilai F tabel adalah 2,90 di dapat dengan cara, df 1 = k-1, df 2 = n-k df 1 = 4-1, df 2 = 36-4 df 1 = 3, df 2 = 32 Dengan kriteria pengujian sebagai berikut: F hitung < F tabel, Ho diterima F hitung > F tabel, Ho ditolak, H 1 diterima Adapun model hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: Ho : β 1 = β 2 = β 3 = 0 H 1 : β 1 β 2 β 3 0 (minimal ada satu yang 0). Kriteria pengambilan keputusan: 1. Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan H 1 ditolak. Artinya semua faktor atau variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. 2. Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan H 1 diterima. Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. (Santoso dkk., 2002)
19 3.6.6. Uji t (Uji Parsial) Uji t digunakan untuk menguji hipotesis secara parsial guna menunjukkan pengaruh tiap variabel independen secara individu terhadap variabel dependen. Uji t adalah pengujian koefisien regresi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Tingkat signifikansi untuk uji t pada dengan tingkat kepercayaan 95% atau taraf uji α= 0,05 (Sugiyono, 2012). Rumus: t hitung = Keterangan: r : Koefisien korelasi parsial n : banyaknya sampel k : banyaknya variabel bebas Nilai t tabel adalah 2,04 di dapat dengan cara, df = n-k-1 df = 36-4-1 df = 31 Dengan kriteria pengujian sebagai berikut: t hitung < t tabel, Ho diterima t hitung > t tabel, Ho ditolak, H 1 diterima Adapun model hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: Ho : β i = 0 H 1 : β i 0 Kriteria pengambilan keputusan: 1. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan H 1 ditolak. Artinya masing-masing variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. 2. Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan H 1 diterima. Artinya masing-masing variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. (Santoso dkk., 2002)