BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan suatu pembiayaan yang berasal dari dalam negeri yang digunakan untuk membiayai pembangunan guna kepentingan bersama. Beberapa ahli telah mengemukakan definisi tentang pajak. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, yang dikutip oleh Waluyo & Ilyas (2002) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal-balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (h. 5). Prof. Dr. P. J. A. Adriani, seperti yang dikutip oleh Sukadji (2006) Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (h. 1). Ciri-ciri yang melekat dalam definisi perpajakan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi 6
individual oleh pemerintah (tidak ada hubungan langsung antara jumlah pembayaran pajak dengan kontra-prestasi secara individual). 3. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipegunakan untuk membiayai public investment, sehingga tujuan utama dari pemungutan pajak adalah sebagai sumber keuangan Negara. 4. Pajak dipungut disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang. Unsur-unsur pajak : 1. Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak adalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan UU serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang berguna bagi masyarakat luas. 7
II.1.2 Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak, yaitu : 1. Fungsi Budgetair Pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Regulerend Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. II.1.3 Jenis Pajak Jenis-jenis pajak dapat dikelompokan sebagai berikut : 1. Menurut golongannya, pajak terdiri dari : a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. 2. Menurut sifatnya, pajak terdiri dari: a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. 8
3. Menurut lembaga pemungut, pajak terdiri dari: a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Jenis pajak pusat : 1) Pajak Penghasilan (PPh); 2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN); 3) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM); 4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 5) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); 6) Bea Materai. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. II.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi atas tiga macam yaitu : 1. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. 2. Self assessment system adalah Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 9
3. Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang. II.2 Pajak Daerah II.2.1 Pengertian Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. II.2.2 Jenis-jenis Pajak Daerah Pajak daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 terbagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak provinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten/kota yaitu : 1. Pajak provinsi terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; dan 10
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Pajak kabupaten/kota terdiri dari : a. Pajak Hotel; b. Pajak restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; dan g. Pajak Parkir. Khusus dengan daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota. II.2.3 Pendapatan Daerah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok sebagaimana di bawah ini. 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan, meliputi : a) Pajak daerah; 11
b) Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) daerah; c) Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerjasama dari pihak ketiga; dan d) Lain-lain PAD yang sah. 2) Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaaan desentralisasi. 3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sumber penerimaan daerah yang kedua, yaitu pembiayaan yang bersumber dari : 1) Sisa lebih perhitungan anggaran daerah; 2) Penerimaan pinjaman daerah; 3) Dana cadangan daerah; dan 4) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. II.3 Pajak Reklame II.3.1 Pengertian Reklame Menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004, reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang, yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. 12
II.3.2 Jenis-jenis Reklame Jenis-jenis reklame antara lain: 1. Reklame papan/billboard adalah reklame yang terbuat dari papan kayu, callibrete, vinyle termasuk seng atau bahan yang sejenis dipasang atau digantungkan atau dipasang pada bangunan, halaman, diatas bangunan; 2. Reklame megatron/videotron/large Electronic Display (LED) adalah reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang dapat berubah-ubah terprogram dan difungsikan dengan tenaga listrik; 3. Reklame kain adalah yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu. 4. Reklame melekat (stiker) adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantungkan pada suatu benda dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200 cm 2 per lembar; 5. Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantungkan pada suatu benda lain; 6. Reklame berjalan/kendaraan adalah reklame yang ditempatkan atau ditempelkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan mempergunakan kendaraan dengan cara dibawa oleh orang; 7. Reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas, laser, pesawat udara atau alat lain yang sejenis; 13
8. Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantara alat; 9. Reklame film/slide adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise berupa kaca atau film, atau bahan-bahan yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan atau dipacarkan pada layar atau benda lain di dalam ruangan; 10. Reklame peragaan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara. II.3.3 Objek Pajak Reklame Menurut Perda Provinsi DKI Jakarta nomor 2 tahun 2004 pasal 3 ayat (1), objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Objek pajak reklame meliputi : a. Reklame papan/billboard/megatron/videotron/large Electronic Display (LED); b. Reklame Kain; c. Reklame Melekat (Stiker); d. Reklame selebaran; e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan; f. Reklame udara; g. Reklame suara; h. Reklame film/slide; i. Reklame peragaan. 14
Yang tidak termasuk sebagai objek pajak reklame mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta nomor 2 tahun 2004 pasal 3 ayat (3) adalah : a. Penyelengaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya b. Penyelenggaraan reklame oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah c. Penyenggaraan reklame yang semata-mata memuat nama tempat ibadah dan tempat panti asuhan d. Penyelenggaraan reklame yang semata-mata mengenai pemilikan dan/atau peruntukan tanah, dengan ketentuan luasnya tidak melebihi 0,25 m 2 dan diselenggarakan di atas tanah tersebut e. Penyelenggaraan reklame yang semata-mata memuat nama dan/atau pekerjaan orang atau perusahaan yang menempati tanah/bangunan dimana reklame tersebut diselenggarakan dengan ketentuan : 1) Pada ketinggian 0-15 m luasnya tidak melebihi 0,25 m 2 2) Pada ketinggian diatas 15-30 m luasnya tidak melebihi 0,50 m 2 3) Pada ketinggian diatas 30-45 m luasnya tidak melebihi 0,75 m 2 4) Pada ketinggian diatas 45 m luasnya tidak melebihi 1 m 2 f. Merupakan reklame yang disebarkan, apabila benda yang dijadikan reklame itu dimaksudkan juga bermanfaat bagi yang menerimanya. g. Diselenggarakan oleh Perwakilan diplomatik, perwakilan konsulat, perwakilan PBB serta badan-badan khususnya badan-badan atau lembaga organisasi internasional apda lokasi badan-badan dimaksud h. Diselenggarakan oleh Partai Politik dan atau Organisasi Kemasyarakatan 15
II.3.4 Subjek Pajak Reklame Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemasangan reklame. Sedangkan wajib pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. II.3.5 Dasar Pengenaan Pajak Reklame Menurut Perda Provinsi DKI Jakarta nomor 2 tahun 2004 pasal 5 ayat (1) Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame. Nilai Sewa Reklame yaitu nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya pajak reklame. Nilai Sewa Reklame yang mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta nomor 2 tahun 2004 pasal 5 ayat (2) diperhitungkan dengan memperhatikan : a. Lokasi Penempatan Lokasi penempatan adalah lokasi peletakkan reklame menurut kelas jalan yang dirinci sebagai berikut : 1. Protokol A 2. Protokol B 3. Protokol C 4. Ekonomi Kelas I 5. Ekonomi Kelas II 6. Ekonomi Kelas III 7. Lingkungan b. Jenis reklame c. Jangka waktu penyelenggaraan 16
d. Ukuran media reklame Lokasi penempatan reklame berdasarkan kelas jalan dihitung berdasarkan satuan Rupiah. Besaran Nilai Kelas Jalan berdasarkan adalah : 1. Untuk jenis Reklame papan/billboard/videotron/large Electronic Display (LED) dan sejenisnya. Ada pada tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Lokasi penempatan reklame papan/billboard/videotron/large Electronic Display (LED) dan sejenisnya Luas Ukuran Jangka Waktu Besaran Nilai Jenis Reklame Lokasi Penempatan Reklame Pemasangan Sewa (Rp) Papan / Protokol A 1m 2 1 hari 15.000 Billboard / Protokol B 1m 2 1 hari 10.000 Videotron / Protokol C 1m 2 1 hari 8.000 LED Ekonomi Kelas I 1m 2 1 hari 5.000 Ekonomi Kelas II 1m 2 1 hari 3.000 Ekonomi Kelas III 1m 2 1 hari 2.000 Lingkungan 1m 2 1 hari 1.000 2. Untuk jenis Reklame Kain berupa Umbul-umbul, Spanduk dan sejenisnya dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut : 17
Tabel 2.2 Lokasi penempatan reklame Reklame Kain berupa Umbul-umbul, Spanduk dan sejenisnya Luas Ukuran Jangka Waktu Besaran Nilai Jenis Reklame Lokasi Penempatan Reklame Pemasangan Sewa (Rp) Reklame kain Protokol A 1m 2 1 hari 15.000 berupa umbul- Protokol B 1m 2 1 hari 10.000 umbul dan Protokol C 1m 2 1 hari 8.000 Sejenisnya Ekonomi Kelas I 1m 2 1 hari 5.000 Ekonomi Kelas II 1m 2 1 hari 3.000 Ekonomi Kelas III 1m 2 1 hari 2.000 Lingkungan 1m 2 1 hari 1.000 2. Nilai sewa reklame untuk jenis reklame selain reklame billboard/papan/megatron/videotron/large Electronic Display dan Reklame Kain ditetapkan sebagai berikut : a. Reklame melekat (Stiker) : Rp5/cm 2 sekurang-kurangnya Rp500.000 setiap kali penyelenggaraan. b. Reklame selebaran : Rp500/lembar, sekurang-kurangnya Rp5000.000 setiap kali penyelenggaraan. c. Reklame berjalan/kendaraan : Rp5.000/m 2 /hari. d. Reklame udara : Rp2.000.000 sekali peragaan, paling lama satu bulan. e. Reklame suara : Rp1.000/15 detik, bagian-bagian yang kurang dari 15 detik dihitung menjadi 15 detik. 18
f. Reklame film/slide : Rp5.000/15 detik dengan suara, Rp2.000/15 detik tanpa suara. bagian-bagian yang kurang dari 15 detik dihitung menjadi 15 detik. g. Reklame peragaan : Rp12.000/hari sekurang-kurangnya Rp400.000 peragaan diluar ruang yang bersifat permanen. Dan Rp200.000 setiap peragaan yang tidak permanen. 3. Nilai sewa reklame untuk penyelenggaraan reklame di dalam ruangan (indoor) dihitung dan ditetapkan sebesar 50% dari Nilai Sewa Reklame. 4. Penetapan nama-nama jalan pada kelas jalan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. II.3.6 Tarif Pajak Reklame Dalam penghitungan besarnya pajak reklame, tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25%. II.3.7 Cara Penghitungan Pajak Reklame Besarnya pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Misal pada pemasangan reklame papan di Jalan protokol A dengan ukuran 1m 2 dalam jangka waktu 1 tahun, maka Pajak Reklamenya adalah 25% x Rp15.000 x 1m 2 x 655 hari = Rp1.368.750 Untuk iklan reklame rokok dan minuman beralkohol dikenakan tambahan pajak sebesar 25% dari pokok pajak. Dan setiap penambahan ketinggian sampai dengan 15 meter dikenakan tambahan pajak sebesar 20% dari pokok pajak pada ketinggian 15 meter pertama. 19
II.3.8 Masa Pajak dan Saat Terutang Pajak Reklame Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Pajak terutang pada masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan reklame atau diterbitkan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah). II.4 Penyelenggaraan Reklame Penyelenggaraan reklame adalah rangkaian kegiatan dan pengaturan yang meliputi perencanaan, jenis, perizinan, penyelenggara, pengendalian, pengawasan, dan penertiban reklame dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang kota yang serasi, penyelenggaraan reklame diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2004. II.4.1 Perencanaan Dalam penyebaran perletakan reklame di Provinsi DKI Jakarta harus memperhatikan etika, estetika, keserasian bangunan dan lingkungan sesuai dengan rencana kota. Perletakan reklame dapat dirinci menjadi titik-titik reklame yang dapat ditempatkan pada sarana dan prasarana kota, dan diluar sarana dan prasarana kota. Setiap pemanfaatan titik reklame pada sarana dan prasarana kota dikenakan sewa titik reklame yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur, sedangkan untuk titik reklame diluar sarana dan prasarana kota dikenakan nilai strategis reklame yang tata cara perhitungan nilai strategis reklame ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Untuk titik reklame persil Pemda atau pemilik lahan Pemda, dilakukan pelelangan oleh Biro Perlengkapan. 20
Kawasan penyelenggaraan reklame : 1. Kawasan kendali ketat 2. Kawasan kendali sedang 3. Kawasan khusus II.4.2 Perizinan Setiap penyelenggaraan reklame harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Gubernur dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur yang dilengkapi dengan persyaratan administrasi yang ditetapkan oleh Keputusan Gubernur. Mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2004 pasal 9 ayat (3), izin dapat diberikan apabila : 1. Memenuhi syarat administrasi; 2. Membayar pajak reklame terutang sebesar 25% dari tarif pajak; 3. Membayar sewa titik lokasi atau sewa nilai strategis reklame; 4. Membayar jaminan bongkar sebesar 15% dari jumlah pajak reklame terutang. Izin tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain dengan cara apapun. Mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2004 pasal 13 ayat (1), izin dapat dibatalkan apabila : 1. Terdapat perubahan kebijakan pemerintah Pusat/Daerah; 2. Atas keinginan sendiri penyelenggara reklame. Mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2004 pasal 13 ayat (2), izin dapat dicabut apabila : 1. Terdapat perubahan pada reklame sehingga tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan; 21
2. Menurut pertimbangan Gubernur ternyata pada saat penyelenggaraan reklame sudah tidak sesuai lagi dengan syarat-syarat tentang norma keagamaan, keindahan, kesopanan, ketertiban umum, kesehatan, kesusilaan, keamanan dan lingkungan; 3. Penyelenggara reklame tidak memelihara reklame dalam keadaan baik sehingga dapat mengganggu keindahan dan keselamatan masyarakat; 4. Penyelenggara reklame tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk izin, mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2004 pasal 10 adalah : 1. Izin Tetap, izin yang diberikan untuk penyelenggaraan reklame dalam jangka waktu tidak terbatas atau sampai dengan adanya pencabutan ataupun perubahan. 2. Izin Terbatas, izin yang diberikan untuk penyelenggaraan reklame yang masa berlakunya izin dibatasi. Izin terbatas dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kembali sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. II.4.3 Penyelenggara Reklame Penyelenggara reklame adalah pemilik reklame/produk; perusahaan jasa periklanan atau biro reklame. Perusahaan jasa atau biro reklame harus terdaftar pada Dinas Pendapatan Daerah. Kewajiban penyelenggara reklame, mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2004 pasal 17 adalah : 22
1. Menempelkan penneng atau tanda lain pada reklame sesuai dengan yang ditetapkan oleh Gubernur; 2. Mencantumkan nama biro/penyelenggara reklame dan masa berlaku izin penyelenggaraan reklame yang dapat dibaca dengan mudah dan jelas. 3. Memelihara benda-benda dan alat-alat yang dipergunakan untuk reklame agar selalu dalam keadaan baik; 4. Membongkar reklame beserta bangunan konstruksi segera setelah berakhirnya izin atau setelah izin dicabut dalam jangka waktu 3 x 24 jam; 5. Menanggung segala akibat yang disebabkan penyelenggaraan reklame yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Penyelenggara reklame dilarang untuk : 1. Menyelenggarakan reklame yang bersifat komersial pada gedung dan atau halaman kantor pemerintah Daerah/Pusat. 2. Menyelenggarakan reklame yang bersifat komersial pada gedung dan atau halaman tempat pendidikan/sekolah dan tempat-tempat ibadah. 3. Menyelenggarakan reklame yang bersifat komersial pada tempat lain yang ditetapkan Gubernur. 4. Menyelenggarakan reklame rokok pda kawasan kendali ketat. 5. Menyelenggarakan reklame makanan/minuman beralkohol pada tempat yang tidak diizinkan. 23
II.4.4 Pengendalian, Pengawasan, dan Penertiban Reklame Setiap penyelenggaraan reklame dilakukan pengendalian berdasarkan aspek tata ruang, lingkungan hidup, estetika kota, dan kelaikan konstruksi, dimana pengendalian dilakukan oleh Gubernur yang tata caranya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pengawasan atas kepatuhan untuk memenuhi kewajiban dalam penyelenggaraan reklame dilakukan oleh Gubernur yang tata caranya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Menurut Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2004 pasal 22 ayat (1), Penertiban Reklame dilakukan apabila : a. Tanpa izin; b. Telah berakhir masa izinnya dan tidak diperpanjang sesuai ketentuan yang berlaku; c. Tanpa peneng/tanda pelunasan; d. Terdapat perubahan, sehingga tidak sesuai lagi dengan izin yang telah diberikan; e. Perletakannya tidak sesuai pda titik reklame yang telah ditetapkan dalam gambar Tata Letak Bangunan (TLB); f. Tidak sesuai lagi dengan rekomendasi konstruksi; g. Tidak terawat dengan baik. 24
II.4.5 Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi Mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2004 pasal 24 dan 25, ketentuan pidana bagi pelaku yang melakukan pelanggaran atas penyelenggaraan reklame diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp5.000.000. Pelanggar juga dapat dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakan hukum seluruhnya atau sebagian dimana besarnya biaya paksaan penegakan hukum ditetapkan oleh Keputusan Gubernur. Sanksi administrasi bagi pelanggar berupa tidak diperkenankan mengajukan izin penyelenggaraan reklame baru dan/atau mengikuti pelelangan titik reklame masing-masing untuk jangka waktu terhitung sejak tanggal pencabutan izin. II.4.6 Penyidikan Mengacu pada Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2004 pasal 26, penyidikan atas pelanggaran dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun dalam melaksanakan tugasnya, penyidik tidak berwenang melakukan penangkapan, penahanan, dan atau penggeledahan. 25