KEABSAHAN AKTA DIBAWAH TANGAN KREDIT MOTOR DALAM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA Oleh : Happy Trizna Wijaya, S.H., M.H.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBELIAN KENDARAAN BERMOTOR ANTARA DEBITOR DENGAN KREDITOR

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Imma Indra Dewi Windajani

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB IV PENUTUP. 1. Latar belakang pihak kreditur membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB IV PENUTUP. Dari uraian di atas, selanjutnya dari hasil penelitian penulis menyimpulkan sebagai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

PENGATURAN JANGKA WAKTU PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

ASPEK-ASPEK HUKUM PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN. Iyah Faniyah Universitas Ekasakti, Padang

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

1. Pengertian. 2. Peraturan Pembiayaan Konsumen. 3. Manfaat Pembiayaan Konsumen. PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) 30-Oct-16

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam

BAB III PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN AL QARDH. Pensyaratan adanya jaminan sebelum diadakan pembiayaan diterapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukm normatife-terapan, karena didalam pelaksanaan

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan dengan pengikatan melalui pranata jaminan fidusia.

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. tergiur untuk memilikinya meskipun secara financial dana untuk

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

Transkripsi:

KEABSAHAN AKTA DIBAWAH TANGAN KREDIT MOTOR DALAM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA Oleh : Happy Trizna Wijaya, S.H., M.H Abstrak Seiring dengan berkembangnya alat transportasi dan teknologi yang ada, muncullah banyak cara pembayaran terhadap berbagai macam kebutuhan. Kebutuhan yang berkembang pesat adalah kebutuhan sarana transportasi bagi setiap orang yang memiliki nilai yang tidak selalu dapat dijangkau dengan mudah oleh berbagai pihak. Muncullah lembaga keuangan bukan bank sebagai upaya memfasilitasi konsumen dalam memenuhi kebutuhan yang semakin berkembang. LKBB yang membantu segala jenis transaksi konsumen ini sedang berkembang pesat dan diminati oleh kebanyakan orang khususnya lembaga pembiayaan konsumen. Berdasarkan hasil penelitian hukum yang telah dilakukan dapat dijelaskan bahwa hak dan kewajiban pihak konsumen adalah membayar angsuran sesuai dengan waktu pembayaran, sedangkan hak dan kewajiban lembaga pembiayaan konsumen adalah membayarkan nominal pembayaran pada pihak supplier dan menarik kembali sepeda motor yang digunakan sebagai objek jaminan dalam pembiayaan konsumen jika terjadi wanprestasi. Perihal bila terjadi wanprestasi maka wajib memberikan ganti rugi, pembatalan perjanjin atau perihal resiko jika berhubungan dengan keadaan memaksa. A. Pendahuluan Pada era globalisasi ini sepeda motor merupakan salah satu jenis kendraan bermotor mempunyai arti yang penting bagi kehidupan masyarakat, karena kendaraan bermotor merupakan sarana angkutan yang dapat memudahkan bagi setiap orang untuk perjalanan jarak jauh. Adanya sepeda motor, maka seseorang dapat melakukan perjalanan dalam jarak tertentu dengan waktu yang relatif lebih singkat. Mengingat begitu pentingnya arti sepeda motor bagi semua orang maka sudah sewajarnya setiap orang berusaha untuk memiliki sepeda motor. Perlu diketahui bahwa tidak setiap orang dapat melakukan pembelian sepeda motor secara tunai. Hal ini disebabkan harga sepeda motor bagi sebagian masyarakat dirasa cukup tinggi. Sedangkan mereka yang hendak membeli sepeda motor tidak memiliki dana yang cukup untuk melakukan pembayaran secara tunai. Guna mengatasi kesulitan pembelian sepeda motor dengan membayar secara tunai, maka pihak pembeli dapat memperoleh pinjaman dari lembaga pembayaran konsumen atau consumer finance beberapa lembaga pembiayaan konsumen atau consumer finance yang ada di Indonesia diantaranya Adira Finance, Federal Indonesia Finance (FIF), Sasana Artha Finance (SAF), Busan Auto Finance (BAF), dan masih banyak lagi. Adanya pemberian pinjaman uang oleh lembaga pembiayaan konsumen kepada seseorang untuk membeli sepeda motor, maka terjadi hubungan hukum antara lembaga pembiayaan dengan pihak pembeli. Hubungan hukum yang dimaksud adalah hubungan pinjam meminjam atau hutang piutang, lembaga pembiayaan berkedudukan sebagai kreditur, dan pihak pembeli berkedudukan sebagai debitur. Pinjam meminjam antara lembaga pembiayaan konsumen dengan debitur 1

tersebut, maka pihak pembeli sebagai debitur mempunyai kewajiban untuk mengembalikan pinjamannya dengan jalan mengangsur dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu kepada pihak kreditur. Pihak kreditur dalam pinjam meminjam ini membutuhkan suatu kepastian bahwa pihak debitur akan melunasi pinjamannya. Guna memberikan kepastian bahwa debitur akan mengembalikan atau melunasi pinjamannya, maka pihak kreditur menahan Buku Pemilik Kendaaraan Bermotor (selanjutnya disingkat BPKB) dan sepeda motor tersebut sebagai jaminan. Apabila pihak pembeli sepeda motor tidak mampu melunasi pinjamannya atau terlambat membayar angsuran maka lembaga pembiayaan konsumen atau consumer finance akan melakukan tindakan, yaitu menarik sepeda motor dari tangan debitur. Perjanjian pinjam meminjam dengan menggunakan jaminan BPKB kendaraan bermotor, lembaga jaminan tersebut merupakan lembaga jaminan fidusia. Jaminan fidusia ini merupakan salah satu bentuk jaminan bersifat kebendaan, yaitu jaminan yang berupa hak mutlak atau sesuatu benda yang mempunyai ciri-ciri berhubungan langsung dengan benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat diperalihkan. 1 Mengenai lembaga jaminan fidusia diatur dalam suatu perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia (selanjutnya disebut UU Nomor 42 Tahun 1999). UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia ini disyaratkan bahwa perjanjian penjaminan harus dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat oleh Notaris. Keharusan penuangan perjanjian jaminan fidusia dalam akta otentik yang dibuat oleh notaris diatur dalam pasal 5 UU Nomor 42 Tahun 1999 yang menentukan : 1) Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia; 2) Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat dengan akta otentik oleh Notaris yang merupakan Akta Jaminan Fidusia tersebut didaftarkan pada Kantor Fidusia sehingga akan terbit Sertifikat Fidusia. Kewajiban untuk mendaftarkan jaminan Fidusia pada Kantor Fidusia juga diatur dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut permenkeu No 130/PMK.010/2012) yang menentukan, Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. Dituangkannya perjanjian jaminan fidusia dalam suatu akta otentik yang dibuat oleh Notaris dan didaftarkan pada Kantor Fidusia, maka perjanjian jaminan fidusia itu memiliki kekuatan eksekutorial. Perjanjian jaminan fidusia yang dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat oleh Notaris dan telah di daftarkan pada Kantor Fidusia dikatakan memiliki 1 Tan Kanelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2004) hal 188 2

kekuatan eksekutorial, karena mempunyai sifat seperti putusan pengadilan. 2 Apabila debitur tidak mampu melaksanakan kewajibannya membayar angsuran kepada lembaga pembiayaan sebagai kreditur, maka pihak kreditur dapat melakukan eksekusi dengan jalan menarik kendaraan bermotor dari tangan debitur. Namun pada kenyataannya sampai saat ini perjanjian jaminan dengan fidusia untuk pembelian sepeda motor tersebut masih dituangkan dalam suatu akta dibawah tangan, dimana bentuk atau form perjanjiannya telah dibuat oleh pihak lembaga pembiayaan konsumen atau consumer finance. Selanjutnya pihak debitur yang memperoleh pinjaman hanya tinggal menandatangani form perjanjian yang ada. Apabila pihak debitur tidak mampu membayar angsurannya kepada lembaga pembiayaan konsumen atau consumer finance sebagai kreditur, pihak lembaga pembiayaan konsumen atau consumer finance tersebut langsung melakukan penarikan terhadap sepeda motor dari tangan debitur melalui jasa penarik. Tindakan lembaga pembiayaan yang demikian ini jelas bertentangan dengan Pasal 3 Permenkeu No 130/PMK.010/2012 yang menentukan, Perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan. B. Pembahasan 1. Faktor Penyebab Lembaga Pembiayaan Melakukan Perjanjian Fidusia di Bawah Tangan Lembaga pembiayaan konsumen dalam melakukan pembiayaan dengan pengikatan jaminan (kendaraan roda dua/sepeda motor) yang ditawarkan kepada konsumen dilakukan dengan suatu perjanjian yang dibuat antara pihak lembaga pembiayaan dengan calon pembeli kendaraan bermotor, yang mana kendaraan bermotor itu dijadikan jaminan atas pembiayaan yang diberikan artinya, kendaraan bermotor tersebut merupakan jaminan dalam perjanjian pembiayaan tersebut. 3 Adapun dokumen dan persyaratan yang perlu dipersiapkan oleh konsumen untuk melakukan permohonan pembiayaan adalah sebagai berikut : 1. Dokumen yang harus disiapkan konsumen terdiri dari : a. Fotocopy KTP (Pemohon dan Penjamin); b. Fotocopy Kartu Keluarga (Pemohon dan Penjamin)/Surat nikah (bagi sudah menikah); c. Fotocopy Rekening Listrik/Telepon/Air. 2. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia, 3. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, 4. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, 5. Nilai jaminan, 6. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. 2 Fred Tumbuan, Mencermati Pokok-Pokok RUU Jaminan Fidusia, Newsletter Nomor 38 Th.X, (Jakarta : Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, 1999) 3 Racmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), Hal 153 3

d. Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. e. Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. f. Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia. Ketentuan mengenai pendaftaran fidusia dan biayanya juga diatur dalam PP No 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya pembuatan akta Jaminan Fidusia. Pengikatan jaminan yang dilakukan lembaga pembiayaan konsumen dengan konsumen adalah suatu bentuk jaminan fidusia, karena dalam hal ini walaupun kendaraan bermotor itu adalah sebagai jaminan pembiayaan yang diberikan pada lembaga pembiayaan tersebut, namun kendaraan bermotor tersebut (secara fisik) tetap dikuasi atau dapat digunakan oleh konsumen yang menjaminkan sesuai dengan perjanjian. Pengikatan jaminan untuk benda bergerak (jaminan fidusia) diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) Dalam Pasal 1 angka 1 dinyatakan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Perjanjian jaminan fidusia sama seperti perjanjian penjaminan lainnya, yang merupakan perjanjian yang bersifat accesoir, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 4 UUJF, merupakan ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Dan perjanjian jaminan fidusia termasuk dalam perjanjian formil, karena berdasarkan pasal 5 bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Kemudian dalam pasal 11 ayat (1) dinyatakan akta tersebut wajib didaftarkan ke kantor fidusia dan dikeluarkan sertifikat jaminan fidusia. Perjanjian pembiayaan konsumen yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian, secara tegas menyatakan perjanjian pembiayaan itu dengan pengikatan jaminan fidusia. 4 Akan tetapi, lembaga pembiayaan ini dalam membuat perjanjian jaminan fidusia tersebut dibuat tidak dalam akta notaris, tetapi hanya ditandatangani oleh para pihak dalam perjanjian dan juga tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia untuk mendapat sertifikat jaminan fidusia. Dengan demikian perjanjian jaminan fidusia yang dilakukan lembaga pembiayaan tersebut dengan konsumen adalah merupakan perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan. Undang-Undang Jaminan Fidusia menghendaki agar perjanjian jaminan fidusia dilakukan dengan akta notaris dan didaftarkan, maka jaminan fidusia yang dilakukan secara di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta yang dibuat di hadapan notaris adalah akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna. 4 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Revisi dengan UUHT, Fakultas Hukum, Undip-Semarang 4

Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diotentikkan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti yang kuat. Perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan yang tidak dibuat dengan akta notaris dan tidak didaftarkan untuk memperoleh sertifikat jaminan fidusia dapat menimbulkan akibat hukum yang komplek dan berisiko. Kreditur dalam melakukan hak eksekusinya akan dianggap sepihak dan kesewenangwenangan dari kreditur, dan juga mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia dalam perjanjian pembiayaan di atas juga belum penuh (lunas) sesuai dengan nilai barang atau sebaliknya debitur (konsumen) sudah melaksanakan kewajibannya sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa di atas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitur dan sebagian lagi milik kreditur. Jadi, perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan memberikan akibat hukum kepada perjanjian itu sebagai perjanjian jaminan yang bukan sebagai akta otentik. Namun dalam kenyataannya perusahaan-perusahaan pembiayaan yang dijadikan objek penelitian, melakukan perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan. Adapun faktor penyebab perusahaan pembiayaan yang melakukan perjanjian jaminan fidusia yang dibuat secara dibawah tangan adalah : 1. Mengurangi besarnya biaya administrasi yang harus dikeluarkan konsumen pengikatan jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF, harus dilakukan dengan akta notaris dan didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia, yang dalam melakukan pembuatan akta dan pendaftaran tersebut maka diperlukan biaya-biaya yang harus ditanggung sendiri oleh konsumen, sehingga hal ini sangat memberatkan bagi konsumen. Biaya yang harus dikeluarkan oleh konsumen/debitur dalam pengambilan kredit dengan jaminan fidusia meliputi biaya administrasi pada perusahaan, biaya pembuatan akta notaris dan biaya pendaftaran di kantor pendaftaran fidusia belum termasuk premi asuransi, sedangkan untuk pengambilan kredit dengan jaminan biasa (bukan jaminan fidusia) hanya meliputi biaya administrasi dan premi asuransi (lebih murah biayanya jika dibandingkan dengan jaminan fidusia) tanpa ada biaya pembuatan akta maupun biaya pendaftaran jaminan fidusia, sering terjadi biaya-biaya ini akan mengurangi besarnya kredit pinjaman yang diterima konsumen atau calon debitur. Sehingga hal ini menyebabkan pada perusahaan pembiayaan dilakukan pengikatan jaminan fidusia secara di bawah tangan. Oleh karena itu lembaga pembiayaan membuat perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan adalah bertujuan membantu nasabah menekan biaya. Karena, biaya yang mahal akan memberatkan nasabah sehingga akan berpengaruh pada keinginan nasabah untuk tidak mengambil kredit lagi di kemudian hari. 2. Persaingan bisnis pada perusahaan pembiayaan konsumen penerapan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia sesuai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yang mana selain biaya yang mahal juga memerlukan persyaratan-persyaratan yang rumit dan perlu waktu yang lama. Kebanyakan para nasabah menginginkan waktu yang cepat untuk proses administrasi sehingga kredit segera dapat dicairkan, sehingga dengan proses yang mudah dan biaya yang rendah tersebut maka lembaga pembiayaan konsumen tidak kehilangan konsumennya karena konsumen akan memilih pada lembaga pembiayaan konsumen yang prosesnya lebih mudah dan biayanya murah. Dalam melakukan permohonan pembiayaan (Kredit) kendaraan bermotor pada lembaga pembiayaan tersebut tidak 5

dikenakan biaya yang mahal dan prosesnya cepat. Perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan biayanya relatif murah karena tidak mengeluarkan biaya untuk pembuatan di hadapan notaris dan pendaftaran, namun demikian seharusnya perusahaan pembiayaan harus melakukan pengikatan pembiayaan secara akta notaris dan didaftarkan, karena perjanjian di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna, sehingga untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diwaarmeking ke hadapan notaris atau penetapan pengadilan oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti yang kuat, yang akhirnya juga harus mengeluarkan biaya. 3. Jumlah kredit kecil dan jangka waktu kredit relatif pendek, perusahaan pembiayaan konsumen pada umumnya menyalurkan pembiayaan (kredit) adalah dengan maksud konsumen/debitur untuk membeli kendaraan bermotor dengan bantuan pembiayaan dari lembaga pembiayaan konsumen dan debitur setuju untuk mengadakan perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan tersebut secara fidusia kepada lembaga pembiayaan konsumen (Kreditur) yang jumlah pembiayaannya relatif kecil. Apabila nilai pinjamannya kecil dan jangka waktu kreditnya relatif pendek, kurang lebih sekitar satu tahun dengan persyaratan dan mekanisme perjanjian jaminan fidusia sesuai dengan Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dirasa tidak efektif, karena kemungkinan resiko terjadi cidera janji adalah kecil, sehingga tidak sebanding dengan pengeluaran biaya-biaya pembuatan akta notaris dan biaya pendaftaran fidusia tersebut. Biaya yang tidak sebanding sebagaimana dikemukakan di atas, memang dapat diterima, namun alasan mengenai risiko terjadi cidera janji itu bukan karena besar atau kecilnya kredit yang diberikan, karena dalam perjanjian pembiayaan sering terjadi adanya tunggakan pembayaran bahkan sampai macet, yang akhirnya dilakukan penarikan terhadap kendaraan yang dijadikan jaminan fidusia tersebut oleh perusahaan pembiayaan. Undangundang menginginkan pengikatan jaminan fidusia harus dilakukan secara akta notaris dan didaftarkan, namun dari pembahasan di atas diketahui, perusahaan pembiayaan yang melakukan perjanjian jaminan fidusia secara di bawah tangan karena faktor-faktor sebagai berikut : 1. Untuk membantu nasabah menekan biaya (efisiensi); 2. Persaingan bisnis; 3. Kreditnya kecil dan jangka waktu kredit relatif pendek. 2. Keabsahan Perjanjian Jaminan Fidusia Di Bawah Tangan Kementerian Keuangan mewajibkan perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor untuk mendaftarkan hak milik atas kendaraan bermotor secara kepercayaan (fidusia). Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 yang diundangkan pada 7 Agustus 2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. 6

Sebagaimana dikemukakan dengan mendasarkan pada Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 42 tahun 1992 bahwa jaminan fidusia dibuat dengan akta yang dibuat oleh notaris. Namun pada umumnya tidaklah demikian dalam perjanjian jaminan fidusia untuk sepeda motor antara kreditur dengan debitur hanya dibuat secara di bawah tangan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan dibuat secara di bawah tangan terhadap perjanjian jaminan fidusia, bahwa perjanjian itu tidak dibuat oleh atau di hadapan notaris melainkan hanya dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Selain itu perlu diketahui bahwa mengenai isi dari perjanjian jaminan fidusia telah ditentukan oleh pihak kreditur. Selanjutnya pihak debitur hanya tinggal membubuhkah tanda tangannya saja pada perjanjian jaminan fidusia tersebut. Hal ini jelas merupakan pembuatan perjanjian jaminan fidusia yang dilakukan secara di bawah tangan antara kreditur dengan debitur untuk pembelian sepeda motor. Perjanjian jaminan fidusia terhadap pembelian sepeda motor antara kreditur dengan debitur yang pembuatannya hanya dilakukan secara di bawah tangan diberi title Kesepakatan Bersama Pembiayaan Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia. Perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud, guna memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen. 5 Sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan juga mewajibkan pendaftaran jaminan fidusia berlaku pula bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasarkan prinsip syariah, atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaan. Perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia paling lama 30 hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. Selain itu, perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor, apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan. 6 Penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor oleh perusahaan pembiayaan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan konsumen kendaraan bermotor. Perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut, akan dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa peringatan, pembekuan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha. Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis yang berlaku selama jangka waktu 30 hari kalender sejak surat sanksi pembekuan diterbitkan. Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di depan pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan. Saat ini, banyak lembaga pembiayaan (Finance) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka 5 Kashadi, Hukum Jaminan, (Ringkasan Kuliah), hal. 97 6 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), Hal 206 7

umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia. Pada umumnya lembaga pembiayaan menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen (semisal sepeda motor atau mesin industri) kemudian diatas namakan konsumen sebagai debitur (penerima kredit/pinjaman). Konsekuensinya debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi kredit) secara fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisi sebagai penerima fidusia. Dalam jaminan fidusia adalah debitur/pihak yang punya barang mengajukan pembiayaan kepada kreditur, lalu kedua belah pihak sama-sama sepakat menggunakan jaminan fidusia terhadap benda milik debitur dan dibuatkan akta notaris lalu didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Kreditur sebagai penerima fidusia akan mendapat sertifikat fidusia, dan salinannya diberikan kepada debitur. Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur atau penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi). Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada umumnya menunjukkan lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia, tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia untuk mendapatkan sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan. Jika penerima fidusia mengalami kesulitan di lapangan, maka ia dapat meminta pengadilan setempat melalui juru sita membuat surat penetapan permohonan bantuan pengamanan eksekusi. Bantuan pengamanan eksekusi ini bisa ditujukan kepada aparat kepolisian, pamong praja dan pamong desa atau kelurahan dimana benda objek jaminan fidusia berada. Dengan demikian bahwa pembuatan sertifikat jaminan fidusia melindungi penerima fidusia jika pemberi fidusia gagal memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian kedua belah pihak. Akibat hukum jaminan fidusia yang tidak dibuatkan sertifikat jaminan fidusia menimbulkan akibat hukum yang komplek dan beresiko. Kreditur bisa melakukan hak eksekusinya karena dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewanang-wenangan dari kreditur. Bisa juga karena mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak serta merta memenuhi semua persyaratan yang sesuai dengan nilai barang. Atau debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa diatas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitur dan sebagian milik kreditur. Apalagi jika eksekusi tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti kerugian. Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek fidusia di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditur melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan. Pasal ini menyebutkan : 1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun 8

menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. 2. Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini. Situasi ini dapat terjadi jika kreditur dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tesebut adalah milik kreditur yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia. Bahkan pengenaan pasal-pasal lain dapat terjadi mengingat bahwa dimana-mana eksekusi merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal inilah urgensi perlindungan hukum yang seimbang antara kreditur dan debitur. Bahkan apabila debitur mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan dibawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, karena tidak sah atau legalnya perjanjian fidusia yang dibuat. Mungkin saja debitur yang mengalihkan barang objek jaminan fidusia dilaporkan atas tuduhan penggelapan sesuai. Pasal 372 KUHPidana menandaskan : Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Oleh kreditur, tetapi ini juga bisa jadi blunder karena bisa saling melaporkan karena sebagian dari barang tersebut menjadi milik berdua baik kreditur dan debitur, dibutuhkan keputusan perdata oleh pengadilan negeri setempat untuk menentukan porsi masing-masing pemilik barang tersebut untuk kedua belah pihak. Jika hal ini ditempuh maka akan terjadi proses hukum yang panjang, melelahkan dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya, keuntungan yang hendak dicapai perusahaan tidak terealisir bahkan mungkin merugi, termasuk rugi waktu dan pemikiran. Lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia sebenarnya rugi sendiri karena tidak punya eksekutorial yang legal. Problem bisnis yang membutuhkan kecepatan dan customer service yang prima selalu tidak sejalan dengan logika hukum yang ada. Mungkin karena kekosongan hukum atau hukum yang tidak selalu secepat perkembangan zaman. Jaminan fidusia harus dibuat dihadapan notaris sementara lembaga pembiayaan melakukan perjanjian dan transaksi fidusia di lapangan dalam waktu yang relatif cepat. Saat ini banyak lembaga pembiayaan melakukan eksekusi pada objek barang yang dibebani jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Bisa bernama remedial, rof coll, atau remove. Selama ini perusahaan pembiayaan merasa tindakan mereka aman dan lancar saja. Hal ini terjadi karena masih lemahnya daya tawar konsumen terhadap kreditur sebagai pemilik dana. Ditambah lagi pengetahuan hukum masyarakat yang masih rendah. Kelemahan ini termanfaatkan oleh pelaku bisnis industri keuangan, khususnya disektor lembaga pembiayaan yang menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan. 9

Dalam proses eksekusi, bahwa asas perjanjian pacta sun servanda yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi Undang- Undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya. Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia. Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dengan beralasan mengejar keuntungan besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak. Masyarakat yang umumnya menjadi konsumen juga harus lebih kritis dan teliti dalam melakukan transaksi. Sementara bagi pemerintah, kepastian hukum, keadilan hukum, dan ketertiban hukum adalah penting. C. Penutup Kreditur tidak bisa melaksanakan eksekusi eksekutorial tetapi kembali kepada jaminan umum melalui proses pengadilan. Karena tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia, maka dengan sendirinya tidak akan terbit Sertifikat Jaminan Fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial seperti halnya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sehubungan dengan adanya tindakan debitur yang wanprestasi, maka upaya hukum kreditur untuk memperoleh haknya adalah dengan menyampaikan pemberitahuan agar debitur bersedia untuk menyerahkan sepeda motor yang merupakan objek jaminan fidusia kepada kreditur guna dilakukan penjualan dengan dasar kesepakatan dari debitur. Apabila debitur tidak bersedia menyerahkan sepeda motor yang merupakan objek jaminan fidusia dibawah tangan, maka kreditur hanya dapat melakukan upaya dengan mengajukan gugatan terhadap debitur melalui pengadilan negeri yang disertai dengan permohonan sita jaminan terhadap sepeda motor tersebut. Sehubungan dalam praktik masih banyak perjanjian jaminan yang hanya dituangkan dalam akta di bawah tangan, maka seharusnya di tiap-tiap daerah (kotamadya/kabupaten) ada kantor pendaftaran fidusia. Diadakannya sosialisasi tentang proses hukum jaminan fidusia terhadap para pelaku usaha pembiayaan konsumen dan konsumen. Daftar Pustaka Tan Kamelo, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung Fred Tumbuan, 1999, Mencermati Pokok-Pokok RUU Jaminan Fidusia, Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta Rachmadi Usman, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta Purwahid Patrik dan Kashadi, 2008, Hukum Jaminan, Edisi Revisi Dengan UUHT, Fakultas Hukum Undip, Semarang Kashadi, 2008, Hukum Jaminan (Ringkasan Kuliah), Fakultas Undip, Semarang J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya, Bandung 10