BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan industri yang begitu pesat telah mendorong makin meningkatnya penggunaan mesin, peralatan kerja dan bahan bahan kimia dalam proses produksi dengan disertai tehnik dan tehnologi dari berbagai tingkatan di segenap sektor. Kemajuan ilmu dan tehnologi tersebut di satu pihak akan memberikan kemudahan dan meningkatkan produktivitas tetapi dilain pihak cenderung akan menimbulkan risiko kecelakaan apabila tidak dibarengi dengan peningkatan pengetahuan,dan ketrampilan pekerja. Kecelakaan dan sakit ditempat kerja, membunuh dan memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan perang dunia (Suardi,R, 2007). Oleh karena itu saat ini ilmu kesehatan kerja semakin berkembang. Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan atau organisasi melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungannya (Nototmodjo, 2007).
Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dinyatakan ahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pemangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan (Depnaker, 2003). Untuk mencapai pembangunan tersebut maka diselenggarakanlah upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit yang diselenggarakan secara menyeluruh terpadu dan berkesinambungan melalui penyelenggaraan upaya kesehatan kerja (Depkes, 2004). Melalui upaya kesehatan kerja akan terwujud tenaga kerja yang sehat dan produktif hingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan keluarganya serta masyarakat yang luas. Tenaga kerja tidak saja diharapkan sehat dan produktif selama masa kerjanya tetapi juga sesudahnya, sehingga ia dapat menjalani masa pensiun dan hari tuanya tanpa diganggu oleh berbagai penyakit dan gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan maupun lingkungan kerja pada waktu masih aktif bekerja. Oleh karena salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi (KepMenkes-RI, 2010). Kesehatan dan Keselamatan kerja juga merupakan promosi dan pemeliharaan tertinggi tingkat fisik, mental dan kesejahteraan sosial, dimana ada pencegahan risiko mengalami kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, ada perlindungan pekerja dari resiko yang dapat merugikan kesehatan menempatkan dan memelihara pekerja dalam lingkungan kerja yang disesuaikan dengan peralatan fisiologis yang tidak membahayakan nyawa (Suma mur, 2009). Secara implisit kesehatan kerja mencangkup sebagai alat mencapai derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya, yang terdiri dari pekerja informal dan formal, dan sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan kepada meningkatnya efisiensi dan produktivitas. Kondisi Keselamatan dam Kesehatan Kerja (K3) dalam lingkungan kerja di Indonesia cukup memprihatinkan sehingga angka kecelakaan kerja yang mengakibatkan tenaga kerja mengalami cacat dan meninggal dunia cukup tinggi. Berdasarkan data dari PT Jamsostek selama Tahun 2010, petugas setiap hari melayani klaim asuransi kematian sebanyak 52 kasus dan kecelakaan kerja berupa jatuh dan lainnya sebanyak 400 kasus dan jumlah itu meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena faktor perilaki 31.776 kasus (32,06% dari total kasus), dan kondisi yang tidak aman 57.626 kasus (58,15%) dari total kasus.
Menurut International Labour Organization (ILO) tentang kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di dunia tahun 2011 setiap harinya 6300 orang meninggal akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja lebih dari 2,3 juta kematian per tahun. 317 juta kecelakaan terjadi pada pekerjaan per tahun, yang mengakibatkan banyak absen diperpanjang. Data dari ILO menyebutkan bahwa penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan diantaranya adalah kanker (34%), kecelakaan (25%), peyakit saluran pernapasan (21%), penyakit kardiovaskuler (15%) dan lainlain (5%). Di Indonesia data dari semester pertama tahun 2011, terdapat 48,515 kecelakaan kerja. Berdasarkan data Depnakertrans tahun 2010, jumlah kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia sebanyak 98.711 kasus kecelakaan kerja yang terdiri dari meninggal 1.965, cacat total sebanyak 31 kasus, cacat sebagian sebanyak 2.313 kasus, cacat fungsi sebanyak 3.662 kasus, dan yang mengalami sembuh sebanyak 78.722 kasus (ILO, 2011) Sebesar 80-85% kecelakaan kerja disebabkan oleh kelalaian manusia. Selain kelalaian saat bekerja faktor manusia yang lain yaitu perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia mempunyai peran yang penting dalam rangka mengembangkan dan memajukan suatu industri. Oleh sebab itu pekerja harus diberi perlindungan melalui usaha-usaha peningkatan dan pencegahan. Sehingga semua industri, baik formal maupun informal diharapkan dapat menerapkan K3 di lingkungan kerjanya.
PT Hidup Baru adalah industri formal yang bergerak di bidang kilang papan. Pada olahan produksinya memiliki potensi bahaya yaitu debu yang dihasilkan oleh serpihan kayu yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi paru, serpihan kayu yang dapat menyebabkan tertusuknya tangan hingga terluka, suara mesin yang bising yang lama kelamaan dapat menggangu pendegaran para pekerja dan potensi bahaya lainnya yaitu tertimpa balok kayu saat memindahkan kayu. Kondisi industri tersebut dalam hal Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) masih sangat kurang memadai dan juga kurang mendapatkan perhatian. Hal ini terlihat dari pihak manajemen yang menyatakan bahwa terjadi hambatan dalam praktek Kesehatan dan keselamatan Kerja di lingkungan industri ini. Hambatan yang terjadi disebabkan oleh para pekerjanya sendiri yang tidak paham akan konsep kesehatan dan keselamatan kerja, sehingga banyak pekerja yang mengabaikan kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri baik melalui perilaku yang tidak aman ataupun tidak berusaha untuk mengantisipasi resiko bahaya di saat mereka bekerja dengan menggunakan APD. Pemahaman pekerja mengenai kesehatan dan keselamatan kerja yang rendah disebabkan karena pihak manajemen tidak pernah melakukan pelatihan kepada pekerjanya. Pada kenyataanya pekerja di industri formal skala kecil kurang mendapatkan perhatian dari instansi terkait, kurang mendapatkan promosi dan pelayanan kesehatan yang memadai, tidak sesuainya rancangan tempat kerja, kurang baiknya prosedur atau penggorganisasian kerja dan kurangnya alat pelindung bagi dahulu pekerja (DK3N, 2007).
Setiap tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja, Pada pekerja kilang salah satu resiko di tempat kerja adalah debu dari serbuk kayu. debu adalah partikel yang merupakan salah satu faktor kimia yang ada di tempat kerja (Meita 2012). Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis dari bahan-bahan organik maupun anorganik. Akibat penumpukan debu yang tinggi di paru-paru dapat menyebabkan kelainan dan kerusakan paru (Agus, 2011). Kondisi lingkungan di tempat kilang papan memiliki resiko potensi bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. Resiko yang dapat dialami oleh pekerja kilang antara lain tertimpa kayu saat memindahkan kayu, potensi terjadinya kecelakaan kerja pada mesin pemotongan kayu, potensi debu dari serbuk kayu yang dapat menyebabkan kerusakan paru. Suara mesin yang keras dan kontinu dapat membuat gangguan pendengaran bisa terganggu. Beberapa para pekerja di kilang papan juga mangalami gangguan batuk-batuk dan sesak nafas, pendengaran dari beberapa pekarjapun sepertinya berkurang karena mereka baru bisa mendengar suara temannya jika berteriak. Melihat tingginya risiko terhadap gangguan kesehatan pada para pekerja kilang maka perlu dilaukan upaya-upaya pencegahan terhadap kejadian penyakit atau traumatik akibat lingkungan kerja dan faktor manusianya yang salah, upaya yang dapat digunakan salah satunya yaitu penggunaan alat pelindung diri.
Alat pelindung diri adalah suatu alat yang mempunyai kemempuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman telah maksimun (Depnakertrans RI, 2004). Penggunakan alat pelindung diri sangat dipengaruhi oleh motivasi pekerja. Pekerja sering merasa remeh dan menganggap ringan potensi bahaya kerja yang ada di tempat kerja. Perilaku demikian disebabkan karena kurangnya pengetahuan, sikap para pekerja dalam menjaga dirinya dari potensi bahaya kesehatan dan kecelakaan kerja. Banyak pekerja belum menyadari bahwa pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini masih terlihat dari banyaknya pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap, walaupun alat pelindung diri bukan satu-satunya sarana untuk menghindari kecelakaan kerja, namun merupakan alternatif terakhir untuk menghindari bahaya tersebut. Kecelakaan kerja dapat menimpa setiap orang dalam melakukan pekerjaan, karena kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses dalam suatu pekerjaan. Perilaku kesehatan yang dikembangkan oleh Albert Bandura yang terkenal dengan sebutan social cognitive theory menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan yaitu individu, faktor sosial dan lingkungan, dimana satu sama lain saling menentukan. Perilaku Organisasi ataupun Perilaku kerja karyawan juga mempengaruhi kesehatan dan keselamatan seorang karyawan.
Perilaku organisasi adalah yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki keefektifan organisasi. (Stephen P. Robbins, 2007). Bekaitan dengan penggunaan APD, diharapkan penggunaan APD dapat dijadikan sebagai perilaku para pekerja untuk membuatpara pekerja bekerja secara lebih efektif. Dari survei pendahuluan yang dilakukan pada kilang papan di PT Hidup Baru. Saat ini pihak manajemennya tidak menyediakan APD seperti masker, sarung tangan, ear plug, maupun pakaian ganti dahulu pihak manajemen menyediakan alat pelindung diri bagi pekerjanya seperti masker dan sarung tangan, akan tetapi banyak pekerja yang tidak mau menggunakan, sehingga perusahaan tidak lagi menyediakan APD. Sebagian kecil pekerja sudah memakai APD, walaupun APD yang mereka gunakan masih belum lengkap ada yang hanya menggunakan masker saja ataupun hanya menggunakan sarung tangan saja dan sebagian besar dari pekerja tersebut tidak menggunakan APD, beberapa orang yang tidak menggunakan APD menyatakan bahwa mereka sudah biasa melakukan pekerjaan tersebut, jadi tidak perlu takut saat bekerja, dan penggunaan APD seperti masker atau sarung tangan mereka anggap mengurangi rasa kenyamanan saat bekerja. Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian analisa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku karyawan kilang papan dalam penggunaan alat pelindung diri di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014.
1.2. Permasalahan Penggunaan alat pelindung diri merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya bahaya kesehatan dan kecelakaan kerja, namun hasil observasi yang dilakukan di lapangan masih banyak pekerja yang tidak menggunkan APD. Maka peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku karyawan kilang papan dalam tindakan penggunaan alat pelindung diri di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku karyawan kilang papan dalam tindakan penggunaan alat pelindung diri di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014. 1.4. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh faktor-faktor tersebut pada perilaku karyawan kilang papan dalam tindakan penggunaan alat pelindung diri di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Memberikan masukan bagi PT Hidup Baru Kota Binjai dalam meningkatkan perilaku pekerja dalam penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk mencapai
derajat kesehatan pekerja setinggi-tingginya sehingga dapat meningkatkan kualitas produktivitas kerja. b. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya dan pengembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang.