BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Setelah peneliti membahas beberapa kondisi dan mengamati enam siklus tindakan pembelajaran, serta sejumlah penemuan penting selama penelitian berlangsung, mengenai Penerapan Learning by Doing dalam Pembelajaran Sejarah melalui Pendekatan Belajar Problem Solving, maka peneliti akhirnya menyusun beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan yang peneliti ambil merupakan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian, sedangkan rekomendasi adalah saran-saran yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak dari penelitian ini. Adapun kesimpulan itu adalah : 1. Kesimpulan Umum Gagasan diaplikasikannya learning by doing dalam pembelajaran sejarah melalui pembelajaran berbasis masalah adalah usaha untuk mencari solusi atas keterpurukan kualitas belajar sejarah siswa. Apalagi tujuan pendidikan sejarah yang harus dicapai oleh peserta didik dengan bantuan dan bimbingan guru menjadi arah yang strategis dalam membentuk kepribadian peserta didik atau siswa menjadi masyarakat dan warganegara yang berkualitas. Tujuan pendidikan sejarah ini memposisikan sejarah sebagai bagian integral dan menentukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Oleh sebab itu pendekatan belajar berbasis masalah yang berlandaskan learning by doing adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh guru sejarah sebagai desainer pembelajaran untuk mengembangkan sekaligus 192
meningkatkan kompetensi belajar sejarah siswa. Melalui pembelajaran berbasis masalah siswa mengembangkan pengalaman belajarnya sehingga muncul kemampuan belajar seperti belajar secara inkuiri, keterampilan berpikir kritis, keterampilan menganalisis dan memaparkan peristiwa sejarah secara prosesual, keterampilan membuat tulisan sejarah, bahkan keterampilan membangun teori serta keterampilan sosial. Prosedur pembelajaran yang didahului dan berpedoman pada keterampilan siswa menyelesaikan masalah sejarah bersumber pada landasan teoritis learning by doing. Teori ini berakar pada persepsi pembelajaran berpusat pada siswa. Pandangan dasarnya adalah menempatkan siswa sebagai subyek belajar dan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing belajar. Dengan mengaplikasikan teori ini terbukti siswa memiliki semangat untuk mengaktualisasikan kemampuan kecerdasan dan mentalnya secara maksimal. Belajar dirasakan oleh siswa sebagai sesuatu yang nyata karena terhubung dengan kebutuhannya. Pendekatan belajar yang berbasis pada teori siswa aktif ini juga memberi perubahan yang baru di mana sifat konvesional guru dalam proses belajar digantikan oleh kegiatan siswa aktif dan bermakna. Pendekatan belajar berbasis masalah menggeser peran guru sebagai pelaku utama pembelajaran (teachercentered) dan memberi peluang pada siswa untuk lebih banyak berekspresi dan melakukan tindakan pembelajaran (student-centered). Perubahan peran ini menciptakan iklim belajar menjadi lebih kondusif bagi siswa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa membuat interaksi pembelajaran menjadi lebih terbuka, dinamis, penuh persaingan sekaligus juga persahabatan, 193
dan siswa mendapatkan pengalaman-pengalaman baru yang bermakna karena lahirnya silang pengalaman antara guru-siswa dan siswa-siswa. Hubungan belajar yang multi arah ini menciptakan situasi balajar penuh dengan tantangan dan motivasi. Keduanya diperlukan untuk meningkatkan gairah siswa untuk terlibat dalam pembelajaran. Kegairahan belajar semakin membantu guru melaksanakan prosedur pembelajaran menuju tujuan belajar sejarah yang ditetapkan. Melalui pembelajaran berbasis masalah siswa akhirnya memiliki kemampuan untuk bersentuhan dengan dunia luar. Tema-tema pembelajaran yang disajikan di kelas menuntut siswa untuk berhubungan dengan fakta-fakta real di lapangan. Hubungan ini berupa minat siswa untuk memahami perkembangan masyarakat dan dan kemudian memberi gagasan untuk perbaikan kehidupan masyarakat. Pembelajaran berbasis masalah juga menitikberatkan pada kemampuan siswa belajar pada tingkat proses dan juga hasil yang diukur dan diamati oleh guru. Proses belajar adalah tahap yang lebih penting dibandingkan dengan produk. Ketika sebuah proses belajar berhasil, maka secara otomatis siswa pun akan memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Tuntutan yang lebih pada proses ketimbang produk menantang guru untuk mendesain pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. 2. Kesimpulan Khusus Kesimpulan khusus ini menjelaskan tiap rumusan pertanyaan penelitian yang peneliti sajikan di bab pendahuluan. Ada pun kesimpulan tersebut, yaitu : 194
Pertama, Perencanaan pembelajaran berbasis masalah menjadi desain belajar bagi guru yang dapat mengkondisikan siswa belajar sejarah. Desain belajar berbasis masalah ternyata dapat membantu guru dan siswa melaksanakan pembelajaran sejarah yang terarah dan bermakna. Desain belajar berbasis masalah juga ternyata dapat menyediakan pengalaman belajar sejarah yang menyenangkan bagi siswa. Siswa terkondisikan dalam kegiatan yang teratur dan sistematis serta bertujuan dengan bimbingan guru sehingga pembelajaran sejarah mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran. Kedua, dengan desain atau skenario belajar yang berpusat pada siswa, sejak awal pembelajaran siswa sudah mampu membangun konsep awal mereka, atau pengetahuan dasarnya yang kemudian dikembangkan dalam pembelajaran. Pada sisi lain usaha guru untuk mengembangkan skenario belajar yang berorientasi pada siswa membuat guru berkreasi untuk mengembangkan modelmodel belajar yang inovatif dan kreatif. Desain belajar berbasis masalah memuat hal-hal pokok agar dapat mengkondisikan siswa belajar, yaitu : Kegiatan awal belajar dipusatkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa, baik itu berupa pengetahuan dasar mereka, persepsi, ataupun pendapat. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pengetahuan dasar mereka tentang tema yang akan dipelari, kemudian diadakan tanya jawab. Langkah awal ini ternyata dapat membangkitkan gairah dan keberanian siswa untuk bertanya dan berpendapat. Motivasi, minat, dan potensi kecerdasan siswa merupakan hal-hal yang dikembangkan dalam kegiatan inti pembelajaran. Langkah memotivasi siswa 195
dengan cara tanya jawab tentang manfaat dan tujuan belajar memberikan pemahaman pada siswa terhadap target belajar dan cara pencapaiannya. Kejelasan ini memudahkan siswa belajar dan melaksanakan kegiatan belajar yang terarah menuju target belajar yang telah ditetapkan. Desain belajar memuat kegiatan yang bervariasi dan memunculkan kegairahan dengan cara memberikan penghargaan kepada siswa melalui kerjasama belajar serta persaingan sehat antar individu dan kelompok. Belajar secara kelompok yang memunculkan persaingan sehat menciptakan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Evaluasi yang rencanakan beragam dan mengukur potensi belajar siswa secara holistik. Penilaian yang dilaksanakan berupa penilaian proses di mana siswa terlibat untuk memberikan masukan atas kemampuan kelompoknya maupun kelompok belajar temannya. Cara seperti ini memberikan kepercayaan diri pada siswa karena siswa mengetahui secara transparan indikator-indikator penilaian dan siswa memahami kekurangan serta kelebihan mereka sendiri. Ketiga, penerapan learning by doing melalui pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kualitas belajar sejarah siswa. Penerapan learning by doing melalui pembelajaran berbasis masalah terbukti meningkatkan kualitas belajar siswa baik prestasi akademik maupun emosional. Peningkatan kualitas belajar sejarah tersebut pertama dapat dilihat dari perolehan nilai baik dari hasil penilaian proses maupun tes tertulis di akhir pelajaran. Untuk penilaian tertulis rata-rata siswa mengalami peningkatan skor nilai pada penilaian akhir dibanding dengan hasil tes sebelum diterapkannya pembelajaran berbasis masalah. 196
Peningkatan prestasi juga dapat tercapai dalam tes perbuatan yang diukur berdasarkan kriteria kompetensi belajar siswa terutama dalam hal keterampilan berdiskusi kelompok (merumuskan masalah, menggali sumber, menganalisis dan mengkritisi sumber, menyusun ikhtisar), keterampilan diskusi kelas, keterampilan menjelaskan materi/mempresentasikan hasil diskusi kelompok, keterampilan bertanya dan berpendapat, keterampilan menyimpulkan, keterampilan membuat bagan, dan keterampilan menulis karya sejarah. Rata-rata siswa mendapatkan nilai baik untuk setiap kategori yang dinilai secara perorangan dan kelompok. Keempat, kualitas belajar siswa juga semakin meningkat dari siklus kedua sampai siklus keenam sebagai siklus terakhir. Siklus keenam dijadikan siklus terakhir karena dianggap siswa telah dapat secara aktif melaksanakan kegiatan belajarnya. Pengamatan peneliti berpedoman pada format kinerja guru dan aktivitas siswa menunjukkan bahwa mereka semakin bersemangat belajar terutama ketika berdiskusi kelas. Tiap kelompok yang tampil menyajikan materi sejarah telah berhasil memaparkan peristiwa sejarah berdasarkan pada hasil penggalian informasi sejarah yang beragam. Bisa dikatakan tiap kelompok mampu menyusun ikhtisar atau penulisan tentang suatu peristiwa sejarah menurut versi mereka. Dari lembar kerja siswa yang dilaporkan tertuang keterampilan tiap kelompok dalam hal mengatur tugas, menyusun jadwal, mencari sumber sejarah, keterampilan merumuskan masalah, berdiskusi, dan leadership. Kelima, Siswa dan guru memiliki respon positif terhadap diterapkannya teori belajar learning by doing dalam belajar sejarah dengan pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan hasil wawancara pada tiap kelompok belajar 197
tentang pengalaman belajarnya melalui pembelajaran berbasis masalah, siswa sebagian besar telah mendapatkan pengalaman dan tantangan baru dari cara belajar tersebut. Cara belajar berbasis masalah memberikan peluang pada siswa untuk melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan kemampuan siswa dan target belajar yang harus tercapai. Pada awalnya siswa menyatakan cukup kesulitan dan tegang. Hal ini dikarenakan banyaknya langkah dan tugas belajar yang harus mereka lalui. Namun ketika tugas belajar itu dilakukan secara kerjasama kelompok mereka menyatakan beban tersebut menjadi hilang dan mereka senang-senang saja karena tugas belajar menjadi lebih ringan dan menyenangkan. Walaupun pemahaman terhadap proses belajar berbasis masalah terjadi secara bertahap namun pada akhirnya siswa dapat menguasai langkah belajar tersebut. Keenam, siswa umumnya setuju bahwa pembelajaran sejarah akan terasa menyenangkan justru ketika ada tantangan dari padanya. Jika hanya mendengarkan guru berceramah rasa yang timbul adalah kebosanan dan kejenuhan. Apalagi jika penjelasan guru bersifat faktual belaka. Mereka rata-rata tidak suka dengan metode ceramah, penjelasan tentang tahun, nama tokoh, atau nama tempat. Kejenuhan terutama muncul pada saat menghadapi ulangan atau tes. Guru biasanya memberikan tes yang menuntut siswa untuk hafal faktafakta tersebut. Menurut siswa kalau pun sudah menghafal (belajar!) tetapi tetap tidak bisa mengingat semuanya. Kalaupun sudah hafal setelah selesai ulangan, fakta-fakta tersebut cepat lupa atau dilupakan. Setelah proses belajar dilaksanakan berdasarkan pembelajaran berbasis masalah kondisi tersebut tidak mereka alami lagi. Dengan demikian proses 198
belajar ini ternyata telah menciptakan belajar bagi siswa seperti : (1) kebebasan untuk merumuskan masalah sesuai dengan hal atau sesuatu yang mereka tidak mengerti atau sesuatu yang ingin mereka pahami; (2) adanya kebebasan untuk menjawab sendiri ketidakmengertian atau keingintahuannya melalui survey literatur atau wawancara nara sumber; (3) mereka juga mendapat pengalaman belajar ketika pencarian jawaban tersebut dilakukan dalam kerjasama tim sehingga tiap anggota kelompok bisa membagi pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Cara seperti itu membuat mereka lebih mudah memahami materi sejarah; (4) lahirnya motivasi belajar sejarah; (5) pengalaman belajar kerjasama secara kelompok telah menciptakan iklim belajar yang positif karena anggota kelompok berusaha membantu dan memberikan sumbangan pikiran, gagasan, dan pengetahuannya agar kelompoknya dapat tampil lebih baik bahkan menjadi yang terbaik. Menurut mereka persaingan belajar secara kelompok lebih menyenangkan dari pada persaingan individu atau pribadi. Ketujuh, berdasarkan hasil refleksi dan diskusi pada tiap siklus guru menyatakan kepuasannya karena telah dapat melaksanakan prosedur belajar berbasis masalah dan senang melihat situasi dan aktivitas belajar siswa yang aktif. Menurut guru pembelajaran berbasis masalah merupakan cara belajar yang menyenangkan karena selain disukai oleh siswa, guru pun tidak perlu lagi bersusah payah menerangkan materi. Selain itu ternyata pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan perolehan nilai sejarah siswa. 199
B. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan peneliti tersebut, maka dapat dikemukakan sejumlah rekomendasi dalam rangka menerapkan learning by doing dalam pembelajaran sejarah melalui pendekatan belajar problem solving, yaitu : Dalam rangka meningkatkan kualitas belajar sejarah siswa, maka guru dapat menggunakan dan mensosialisasikan pembelajaran berbasis masalah berpedoman pada teori belajar learning by doing sebagai alternatif proses belajar selanjutnya, khususnya untuk pembelajaran sejarah, umumnya untuk pelajaran lainnya. Untuk keberhasilan pembelajaran berbasis masalah ini, maka guru perlu memperhatikan hal-hal berikut ini : (1) guru perlu memahami teori belajar learning by doing dan prosedur belajar berbasis masalah dan terus menggali informasi mengenai keduanya dengan cara diskusi antar rekan, mempelajari buku-buku, dan mengikuti perkembangan terkini inovasi pembelajaran melalui pelatihan-pelatihan; (2) guru harus mengembangkan perencanaan desain belajar berpedoman pada ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah. dalam perencanaan dan desain belajar tersebut tertuang sumber belajar, metode belajar, dan media pembelajaran; (3) kerjasama dan membina hubungan baik terus menerus antara siswa dengan guru khususnya dalam cara meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis masalah; (4) supervisi dan evaluasi bersama sesama rekan guru sejarah. Seyogyanya stake holder sekolah, terutama kepala sekolah dan para staffnya (seksi kurikulum, seksi kesiswaan, seksi sarana dan prasarana) turut membantu siswa dan guru untuk kelancaran proses pembelajaran. Misalnya, 200
dalam hal pengembangan kurikulum sejarah bermuatan lokal seksi kurikulum bekerjasama dengan guru sekolah menyusun pedoman pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis masalah. Demikian juga kepala sekolah memberikan dukungannya berupa sikap percaya dan demokratis pada profesionalitas guru untuk melakukan inovasi pembelajaran dan menyediakan fasilitas belajar yang memadai untuk inovasi tersebut. Selain itu membantu pengembangan profesionalisme guru dengan cara memberikan peluang pada guru melanjutkan studi, mengikuti pelatihan dan seminar atau workshop, dan kegiatan profesi lainnya. Bagi lembaga pengambil kebijakan seperti Dinas Pendidikan Majalengka hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber pemikiran yang bermanfaat dalam rangka usaha meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah pada tingkat kabupaten. Hasil penelitian ini dapat juga disosialisasikan dalam bentuk seminar, MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), atau training singkat agar model pembelajaran berbasis masalah benar-benar dapat diaplikasikan di setiap SMA di Majalengka. Demikian juga penelitian ini dapat menjadi bahan diskusi untuk mencari pengalaman baru bagi para guru di Majalengka terutama mengenai penelitian tindakan kelas. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk menyempurnakan hasil penelitian ini agar lebih memperjelas dan mendalami kondisi dan situasi pembelajaran sejarah saat ini sehingga ditemukan temuan-temuan model belajar baru yang lebih baik menuju terwujudnya pendidikan sejarah yang terarah dan bermakna. 201