BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Pencapaian standar

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA, IKLIMSEKOLAH, DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sejak

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evi Khabibah Lestari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh

RANI DIANDINI, 2016 PENDAPAT SISWA TENTANG PELAKSANAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN TATA HIDANG DI SMK NEGERI 2 BALEENDAH

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan, misalnya dalam menghadapi perubahan zaman,

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia menurut Faizi (2013) adalah cabang ilmu pengetahuan alam (IPA)

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arum Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Disamping itu

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pelayanan kepada pelanggan dengan baik dan benar.

BAB I PENDAHULUAN. meliputi, tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu krisis terhadap masalah, sehingga peserta didik (mahasiswa) mampu merasakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB II KAJIAN TEORI. penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya manusia yang cerdas dan terampil (Ristanto, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat berdampak besar terhadap dunia pendidikan, khususnya terhadap kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika lebih menekankan pada konsepsi awal yang

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

umum yang muncul adalah rendahnya mutu kegiatan belajar siswa seperti adanya siswa yang ingin mencapai target hanya sekedar lulus dalam sekolah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 3 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber penghasil tenaga-tenaga terampil di berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. siswa memiliki kemampuan matematis yang baik. Adapun tujuan pembelajaran

I. PENDAHULUAN. pesat. Manusia dituntut memiliki keterampilan berpikir kritis, sistematis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Inti kajian dalam penelitian ini adalah efektivitas penerapan metode Guided Discovery Learning dan Problem Based Learning. Filosofi Guided Discovery Learning didasarkan pada pandangan konstruktivisme. Dimana siswa mengambil bagian aktif dalam proses pembelajaran, mereka memiliki kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri (Bamiro, 2015, hlm 2), sama halnya dengan Problem Based Learning digambarkan sebagai model pengajaran konstruktivis yang didasarkan pada asumsi bahwa pembelajaran merupakan produk interaksi kognitif dan sosial yang berasal dari masalah yang terfokus dengan lingkungan (Greeno dkk., 1996). Berdasarkan pendapat tesebut, Guided Discovery Learning dan Problem Based Learning keduanya berasal dari teori belajar konstruktivisme. Teori belajar konstruktivisme Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial (Taylor, 1993; Wilson, dkk, 1993; Atwel, dkk, 1998). Terdapat dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Sedangkan scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Artinya bahwa kedua konsep penting dalam teori Vygotsky tersebut harus terdapat dalam proses pembelajaran siswa. Bukan hanya sebatas pada filosofi yang digunakan yaitu konstruktivisme, melainkan metode Guided Discovery Learning dan Problem Based Learning juga 1

2 memiliki tujuan atau dampak yang tidak jauh berbeda terhadap pembelajaran, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian dan pendapat para ahli, diantaranya: 1. Dengan Penerapan metode Guided Discovery Learning siswa cenderung memiliki pemahaman yang lebih dalam (Papert, 2000, hlm. 724). 2. Dalam pembelajaran penemuan siswa didorong untuk mendiskusikan ide-ide mereka untuk memperdalam pemahaman mereka. (Castronova, 2002). 3. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya (Discovery Learning) (Budiningsih, 2008). 4. Discovery learning terjadi ketika siswa tidak disediakan dengan informasi atau materi secara final melainkan siswa harus belajar mandiri untuk membentuk pemahaman konseptualnya (Alfieri dkk, 2011, hlm. 2). 5. Peran guru dalam pembelajaran konstruktivis adalah sebagai fasilitator pembelajaran, di mana siswa didorong untuk bertanggung jawab, mandiri dan membangun pemahaman mereka sendiri dari masing-masing konsep ilmiah (Akinbobola & Afolabi, 2010, hlm. 16). 6. Dalam pembelajaran Guided Discovery Learning guru menanyakan pertanyaanpertanyaan yang dirancang untuk membimbing siswa mencapai pemahaman tentang konsep atau generalisasi (Eggen & Kauchak; 2012, hlm. 190). 7. Penemuan terbimbing (Guided discovery learning), merupakan sebuah pendekatan untuk pengajaran dan pembelajaran, akan membantu siswa dalam menyesuaikan konsep yang diteliti, menciptakan pemahaman yang tidak dapat dicocokkan dengan menggunakan metode lain dari instruksi (Norman Labush, 2015). 8. Salah satu tujuan utama dari PBL adalah untuk mengembangkan pemahaman dan keterampilan yang lebih baik dari proses kelompok (Ball dan Pelco, 2006, hlm. 148). 9. Problem Based Learning telah digambarkan sebagai metode yang cocok untuk pendekatan konstruktivis karena memungkinkan siswa untuk mengasosiasikan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan baru yang diperoleh saat kelompok bekerja dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari (Yenal,

3 Ira dan Oflas, 2003 dalam Inel & Balim, 2010, hlm. 3; Tarhan dan Acar, 2007; Tseng, Chiang dan Hsu, 2008). 10. PBL juga dapat meningkatkan pemahaman konsep bagi siswa (Bude dkk, 2011; Sahin 2010a). 11. PBL mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan lebih baik dari siswa di kelas pembelajaran tradisional (Sahin, 2010, hlm. 266). 12. PBL merupakan pembelajaran yang dihasilkan dari proses bekerja dalam memperoleh pemahaman atau resolusi masalah. (dalam Samy A. Azer, 2001, hlm. 301). 13. PBL lebih efektif dari pada metode pengajaran tradisional dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa (Kartal Tasoglu & Mustafa Bakac, 2014). 14. Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa (Bayrak & Bayram, 2011; Yusuf Aydin, 2014). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode Guided Discovery Learning dan Problem Based Learning yang digunakan dalam pembelajaran dapat berpengaruh terhadap pemahaman konsep siswa. Berkenaan dengan pandangan dan hasil penelitian para ahli, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji metode manakan yang lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa. Pentingnya penelitian ini untuk dilaksanakan juga didasarkan pada fakta yang terjadi di lapangan saat ini bahwa pemahaman konsep siswa tergolong masih rendah. Pemahaman konsep merupakan suatu tahapan dasar yang sangat penting dalam rangkaian pembelajaran, karena dengan penguasaan konsep akan memudahkan siswa mempelajari suatu hal. Dalam pembelajaran sebelum beranjak pada kemampuan yang lebih tinggi, pemahaman konsep harus dikuasai terlebih dahulu agar siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar yang lain seperti komunikasi, koneksi, penalaran, dan pemecahan masalah. Benyamin Bloom (dalam Anderson & Krathwohl, 2010, hlm. 98) mengklasifikasikan kemampuan hasil belajar ke dalam tiga kategori, salah satunya yaitu ranah kognitif yang merupakan kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Ranah kognitif ini terdiri atas enam level, diantaranya: (1) mengingat, (2) memahami (pemahaman), (3) mengaplikasikan, (4) menganalisa, (5) penilaian, dan (6) mencipta. Artinya bahwa jika siswa tidak bisa

4 memahami atau pemahaman konsepnya kurang maka peserta didik akan sulit untuk melanjutkan ketahap selanjutnya. Anderson & Krathwohl (2010, hlm. 105) menjelaskan bahwa siswa dikatakan memahami bila mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau layar computer. Pemahaman konsep yang dapat menjadi bekal siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya diharapkan akan mempermudah siswa dalam mengingat dan menerapkan bahkan mengkonstruksi pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Namun yang terjadi saat ini siswa cenderung menghafal tanpa memahami apa yang telah dipelajarinya. Sehingga karena kebiasaan siswa yang hanya menghafal, mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional (UN) program IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia berdasarkan nilai ujian nasional murni yang mengalami penurunan. 100% 88.80% 88.70% 80% 60% 59.37% 52.16% 47.84% 40.63% 40% 20% 0% 11.20% 11.30% 2010/2011 2011/2012 2012/2013 2013/2014 Lulus Tidak Lulus Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2014 Gambar 1. 1 Grafik Tingkat Kelulusan Ujian Nasional Program IPS Sekolah Menengah Atas di Indonesia Berdasarkan rerata nilai ujian nasional murni mata pelajaran ekonomi di SMA Indonesia dari tahun pelajaran 2010/2011-2013/2014 mengalami penurunan yang sangat signifikan, bahkan penurunan nilai ujian nasional murni juga terjadi di provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung.

5 100% 80% 97.11% 92.79% 87.49% 74.25% 60% 40% 25.75% 20% 2.89% 7.21% 12.51% 0% 2010/2011 2011/2012 2012/2013 2013/2014 Lulus Tidak Lulus Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2014 Gambar 1. 2 Grafik Tingkat Kelulusan Ujian Nasional Program IPS Sekolah Menengah Atas Provinsi Jawa Barat 100% 96.92% 94.84% 87.67% 80% 60% 40% 20% 3.08% 5.16% 12.33% 53.78% 46.22% 0% 2010/2011 2011/2012 2012/2013 2013/2014 Lulus Tidak Lulus Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2014 Gambar 1. 3 Grafik Tingkat Kelulusan Ujian Nasional Program IPS Sekolah Menengah Atas Kota Bandung Belum optimalnya pemahaman konsep siswa juga terlihat dari rata-rata nilai UN murni pada SMA Negeri Kota Bandung. Berikut adalah nilai rata-rata UN untuk mata pelajaran ekonomi pada SMAN Kota Bandung.

6 Tabel 1. 1 Rata-Rata Nilai Ujian Nasional Murni Mata Pelajaran Ekonomi SMA Negeri Kota Bandung No Sekolah 2010/2011 2011/2012 2012/2013 2013/2014 1 SMAN 1 Bandung 7.91 8.78 5.97 6.08 2 SMAN 2 Bandung 7.95 8.90 5.89 6.33 3 SMAN 3 Bandung 7.62 8.36 6.57 6.27 4 SMAN 4 Bandung 7.99 8.89 5.57 5.21 5 SMAN 5 Bandung 7.89 7.32 5.93 6.70 6 SMAN 6 Bandung 8.53 7.36 5.72 6.00 7 SMAN 7 Bandung 8.06 8.77 5.60 6.05 8 SMAN 8 Bandung 8.42 8.74 6.01 6.80 9 SMAN 9 Bandung 8.04 8.64 5.82 5.38 10 SMAN 10 Bandung 7.91 8.85 5.85 6.82 11 SMAN 11 Bandung 7.97 8.28 5.88 5.93 12 SMAN 12 Bandung 8.04 8.62 5.58 5.24 13 SMAN 13 Bandung 8.11 8.79 5.67 5.05 14 SMAN 14 Bandung 7.83 8.76 5.34 5.71 15 SMAN 15 Bandung 8.09 8.85 6.01 5.53 16 SMAN 16 Bandung 7.13 8.47 5.61 6.61 17 SMAN 17 Bandung 7.85 8.73 5.86 5.78 18 SMAN 18 Bandung 7.88 8.91 5.78 5.31 19 SMAN 19 Bandung 7.66 8.27 5.60 5.32 20 SMAN 20 Bandung 7.83 7.82 6.03 5.04 21 SMAN 21 Bandung 7.75 8.88 5.98 6.72 22 SMAN 22 Bandung 7.88 8.88 5.98 6.83 23 SMAN 23 Bandung 7.96 8.59 6.00 6.78 24 SMAN 24 Bandung 8.51 8.39 5.92 6.94 25 SMAN 25 Bandung 7.73 8.68 5.85 6.68 26 SMAN 26 Bandung 8.00 7.95 6.09 6.30 27 SMAN 27 Bandung 7.97 6.39 5.71 4.79 Rata-Rata 7.94 8.44 5.85 6.01 Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2014 Penurunan yang ditunjukkan oleh data tersebut (Tabel 1.1) sejalan dengan hasil temuan penelitian yang dilakukkan oleh Riany Febrianita (2013, hlm. 2) bahwa sebagian besar rata-rata nilai Ujian Akhir Semester (UAS) mata pelajaran ekonomi SMAN di Kota Bandung pada tahun 2011/2012 masih dibawah Ketentuan Kriteria Minimal (KKM).

7 Rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari selain berdampak pada perolehan rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) murni yang ditampilkan pada Tabel 1.1 mata pelajaran ekonomi di SMA Negeri Kota Bandung, tetapi juga berdampak pada tingkat kemampuan siswa yang lebih tinggi seperti berpikir kritis, berpikir kreatif dan lain sebagainya. Seperti refleksi dari Hasil TIMSS (Trends International in Mathematics and Science Study) Tahun 2010 menunjukkan bahwa hanya 5 % siswa Indonesia yang dapat menyelesaikan soal-soal tingkat tinggi dan selebihnya siswa hanya mampu menyelesaikan soal-soal dalam kategori rendah yang hanya membutuhkan knowing atau hafalan. Gambar 1. 4 Refleksi dari Hasil TIMSS (Trends International in Mathematics and Science Study) Berdasarkan refleksi dari hasil TIMSS yang digambarkan pada Gambar 1.4 merupakan dampak yang diakibatkan dari rendahnya pemahaman konsep siswa sehingga siswa kesulitan untuk mencapai tahapan berpikir yang lebih tinggi, hal ini didasarkan pada premis utama dalam taksonomi Bloom bahwa setiap kategori harus dikuasai oleh siswa secara tuntas (mastery) sebelum menuju kategori berikutnya (Suyono dan Hariyanto, 2012, hlm. 167). Artinya bahwa sebelum siswa mencapai kategori berpikir yang lebih tinggi, siswa harus memiliki pemahaman konsep yang

8 benar tentang hal yang dipelajarinya. Selain itu, dampak rendahnya pemahaman konsep siswa akan dirasakan saat siswa mulai melanjutkan pendidikan tinggi di universitas, lulusan cenderung kurang percaya diri terhadap potensi yang dimiliki, kesulitan dalam memahami materi atau topik yang disampaikan di perkuliahan, dan akan sulit beradaptasi dengan lingkungan belajar yang baru. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian yang mendalam agar diperoleh informasi yang komprehensif tentang masalah rendahnya tingkat pemahaman konsep siswa dan solusi-solusinya. Rendahnya tingkat pemahaman konsep siswa akan menyebabkan siswa kesulitan untuk beranjak pada kemampuan yang lebih tinggi. Siswa tidak dapat mengembangkan kemampuannya dengan optimal karena pemahaman konsep yang merupakan landasan awal untuk memahami hal lainnya tergolong masih rendah. Selain itu, akan berdampak pada rendahnya daya saing siswa dalam melanjutkan pendidikan tinggi bahkan siswa akan semakin sulit untuk menyesuaikan diri dengan pembelajaran di perguruan tinggi karena akan membutuhkan tingkat pemahaman dan pemikiran yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian yang mendalam agar diperoleh informasi yang komprehensif tentang efektivitas penerapan metode Guided Discovery Learning dan metode Problem Based Learning sebagai salah satu langkah strategis dalam mengatasi masalah rendahnya tingkat pemahaman konsep siswa. Sehingga penelitian ini dapat dirumuskan dengan: Efektivitas Penerapan Metode Guided Discovery Learning dan Problem Based Learning Terhadap Pemahaman Konsep Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Konsep Manajemen dan Menerapkan Konsep Manajemen dalam Kegiatan Sekolah di SMAN 9 Bandung. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian Inti kajian dalam penelitian ini adalah masalah rendahnya pemahaman konsep siswa di SMAN 9 Bandung. Pemahaman konsep dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat kemampuan siswa dalam mengartikan sebuah konsep yang akan menjadi landasan untuk berpikir dan menyelesaikan masalah atau persoalan. Banyak faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori belajar konstruktivisme, menurut teori ini belajar merupakan aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan

9 proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimili kinya. Proses pembelajaran yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman konsep dalam teori konstruktivisme di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Slameto (2010, hlm. 54-71) memaparkan faktor-faktor tersebut meliputi: 1. Faktor Internal a. Faktor Jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh). b. Faktor Psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan). c. Faktor Kelelahan. 2. Faktor Eksternal a. Faktor Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan). b. Faktor Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, model belajar, dan tugas rumah). c. Faktor Masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Dari faktor eksternal yang mempengaruhi pemahaman konsep adalah metode pembelajaran yang didasarkan dari kurikulum 2013, yang mana metode tersebut meliputi pembelajaran berbasis masalah dan berbasis penemuan. Tinggi rendahnya pemahaman yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran sesungguhnya sangat bergantung pada bagaimana cara guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Pembelajaran yang sebenarnya bukan hanya sekedar memindahkan informasi dari guru kepada siswa, melainkan siswa harus terlibat aktif dalam mencari pengetahuannya sehingga siswa memiliki pengalaman yang bermakna dalam pembelajarannya. Oleh karena itu guru perlu menggunakan metode pembelajaran yang dapat menanamkan pengalaman kepada siswa. PBL difokuskan pada pengalaman belajar yang diselenggarakan dengan penyelidikan, penjelasan, dan penyelesaian masalah yang berarti (Barrows, 2000; Torp

10 dan Sage, 2002 dalam Hmelo-Silver, 2004, hlm. 236). Selain itu, seorang guru harus mampu menerapkan metode yang dapat membuat pembelajaran lebih bermakna, seperti yang diungkapkan oleh Jean (1955, dalam Uside, dkk, 2013, hlm. 353) bahwa pengajaran memerlukan metode aktif yang tidak hanya menggunakan penyampaian pembelajaran secara lisan. Dalam metode discovery learning, siswa lebih banyak diberikan kesempatan yang intensif dalam pembelajaran (Alfieri dkk, 2011, hlm. 2). Berdasarkan hasil kajian secara teoritis dan empiris terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa kelas X program IPS di SMAN 9 Bandung, disinyalir faktor determinan yang paling berpengaruh terhadap pemahaman konsep siswa adalah metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode guided discovery learning dan problem based learning. Masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam pernyataan masalah (Problem Statment) sebagai berikut: penerapan metode pembelajaran guided discovery learning dan problem based learning pada kegiatan pembelajaran ekonomi program IPS di SMAN 9 Bandung, dalam penerapannya belum optimal. Berdasarkan pernyataan masalah (problem statement) di atas, masalah dalam penelitian ini secara spesifik dirumuskan dalam pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep siswa pada pengukuran awal (pretest) dengan pengukuran akhir (posttest) yang menggunakan metode Guided Discovery Learning? 2. Apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep siswa pada pengukuran awal (pretest) dengan pengukuran akhir (posttest) yang menggunakan metode Problem Based Learning? 3. Apakah metode Guided Discovery Learning lebih efektif dibandingkan dengan metode Problem Based Learning dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dan melakukan kajian secara ilmiah tentang penerapan metode pembelajaran Guided Discovery Learning dan Problem Based Learning. Analisis tersebut diperlukan untuk

11 mengetahui efektivitas penerapan metode pembelajaran Guided Discovery Learning dan Problem Based Learning terhadap pemahaman konsep siswa kelas X program IPS di SMAN 9 Bandung. berikut: Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai 1. Menganalisis perbedaan pemahaman konsep siswa pada pengukuran awal (pretest) dengan pengukuran akhir (posttest) yang menggunakan metode Guided Discovery Learning. 2. Menganalisis perbedaan pemahaman konsep siswa pada pengukuran awal (pretest) dengan pengukuran akhir (posttest) yang menggunakan metode Problem Based Learning. 3. Menganalisis perbedaan pemahaman konsep siswa antara kelas yang menggunakan metode Guided Discovery Learning dengan kelas yang menggunakan metode Problem Based Learning. 1.4 Manfaat Penelitian Jika tujuan penelitian yang dikemukakan di atas dicapai, penelitian ini akan memberikan dua macam manfaat, yaitu manfat teoritis dan praktis. Dengan adanya penelitian ini manfaat yang diharapkan adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan menerapkan metode guided discovery learning dan problem based learning dalam proses pembelajaran. b. Penelitian ini mampu memberikan dukungan empiris terhadap khasanah teori dan kondep pembelajaran terutama bagi konsep metode guided discovery learning dan problem based learning yang mendorong untuk pengkajian lebih mendalam. c. Penelitian ini memberi alternatif metode pembelajaran bagi praktisi pendidikan dalam mengembangkan proses pembelajaran. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi siswa, proses pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.

12 b. Bagi guru, penelitian ini merupakan masukan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan tentang metode pembelajaran, terutama dalam rangka meningkatkan pemahaman konsep siswa. c. Bagi sekolah, penelitian dapat memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan metode pembelajaran dan pemanfaatan media untuk mata pelajaran ekonomi di sekolah. d. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dengan menggunakan metode guided discovery learning dan problem based learning dalam proses pembelajaran. e. Semua pihak yang berkepentingan untuk dapat dijadikan bahan rujukan unutk penelitian selanjutnya. 1.5 Struktur Organisasi Tesis Tesis ini disusun ke dalam lima bab, yang terdiri atas Bab I yaitu pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis. Bab II terdiri atas tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian, yang mendeskripsikan beberapa konsep, teori dan pendekatan yang berkaitan dengan pemahaman konsep siswa, metode guided discovery learning, dan problem based learning dilengkapi dengan beberapa penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, termasuk asumsi dan hipotesis penelitian. Bab III yaitu metodologi penelitian, yang berisi metode dan pendekatan penelitian, definisi operasional dan operasionalisasi variabel, sumber data, populasi dan sampel penelitian, Bab IV merupakan hasil penilaian dan pembahasan, mendeskripsikan hasil temuan dan pengujian hipotesis serta membahas hasilnya sesuai dengan kondisi lapangan, konsep, dan teori yang relevan. Sedangkan Bab V merupakan bab penutup yang terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi.