BAB I PENDAHULUAN. benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama maka masing-masing orang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang sama menuntut kewajiban ditunaikan. Hubungan hak dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB III METODE PENELITIAN. normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB III METODE PENELITIAN. norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIV/2016 Pengalihan Pengawasan Ketenagakerjaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Pemerintah Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) Telkom Cabang Solo merupakan salah satu badan

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching)

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB III METODE PENELITIAN. hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. 1 Adapun pencarian bahan di

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera demi mewujudkan suatu keadilan sosial, dengan cara pemenuhan. layak bagi seluruh rakyat Indonesia. 1

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach) yaitu

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan peneliatian hukum normatif dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. Kontribusi wajib ini bersifat memaksa dan diatur dengan undang-undang.

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan atau data sekunder, dengan mengkaji mengenai asas-asas, norma,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau kekuatan yang besar sebagai modal dasar pembangunan. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB III PENUTUP. pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ringkasan Putusan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis, Sifat Penelitian, dan Pendekatan. normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan untuk menjadikan Negara Indonesia yang aman, tertib, sejahtera, dan adil bukan suatu hal yang mudah khususnya dalam hal keadilan. Keadilan menurut Aristoteles 1 adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit, kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidakadilan. Lain lagi yang dikemukakan oleh Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Keadilan diproyeksikan pada pemerintah karena pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Indonesia adalah Negara yang menghendaki hukum sebagai alat yang mengendalikan tingkah laku manusia agar terselenggaranya suatu kesatuan dan keseimbangan hubungan-hubungan diantara masyarakat serta 1 Zainudin Alfarisi. Pengertian Keadilan. http://zaysscremeemo.blogspot.com/2012, diakses tanggal 9 Oktober 2013

2 kepentingan-kepentingan yang akan timbul agar tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Sifat hukum tersebut pada dasarnya adalah mengatur dan memaksa, dengan kata lain hukum merupakan peratuan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam kemasyarakatan serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau mematuhinya. 2 Selain itu menurut Hadi Subekti menyebutkan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. 3 Paska reformasi 15 tahun yang silam, pemerintah dianggap belum dapat mewujudkan keadilan untuk rakyat Indonesia. Penegakan hukum di negara ini belum sepenuhnya dikatakan adil begitu juga di sektor lainnya seperti masalah sosial ekonomi dan lainnya. Ketidakadilan ini sangat dirasakan sekali dalam bidang ekonomi terutama dalam hal ketenagakerjaan seperti kasus perbudakan terhadap pekerja di pabrik panci, Tangerang Di Indonesia, masalah kesejahteraan pekerja sepertinya belum menjadi perhatian serius pemerintah dan pihak-pihak terkait. Para pengusaha masih menjadi penentu mutlak nasib dan hidup para pekerja. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) cukup banyak, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masyarakat di Indonesia yang merupakan potensi penyediaan tenaga kerja bagi pasar domestik maupun luar negeri. Berdasarkan data Badan Pusat 2 CST Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia Jakarta, Balai Pustaka. Hal.40 3 Ibid, Hal. 41

3 Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2004 kurang lebih 217 juta jiwa, dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi yaitu sekitar 1,2%/tahun. Hal ini menyebabkan kecenderungan penambahan penduduk termasuk yang tertinggi di dunia, termasuk lima besar dunia (China, India, Amerika Serikat, Indonesia, dan Rusia). 4 Di satu pihak, jumlah penduduk yang sangat besar ini merupakan modal dasar dalam dinamisator pembangunan. Namun di lain pihak merupakan beban pembangunan yang menimbulkan masalah terutama di bidang ketenagakerjaan sehingga memerlukan perhatian dan penanganan yang serius dari berbagai kalangan. Seluruh warga Indonesia selayakanya di jamin haknya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun sampai saat ini masalah pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi sebagian masyarakat Indonesia masih terus menjadi persoalan mendasar, tidak hanya bagi pemerintah tetapi juga bagi dunia usaha dan masyarakat pada umumnya. pembangunan ekonomi yang berbasis modal tidak mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan seperti kesempatan kerja, pengangguran, dan kemiskinan. Masalah perekonomian bukan hanya menyangkut masalah pekerjaan dan penghidupan yang layak saja tetapi juga tingkat upah dan penghasilan yang relatif rendah terhadap kebutuhan hidup yang layak. Hak paling sejati bagi seorang buruh adalah upah. Di zaman yang sangat cepat berkembang ini membuat kebutuhan ekonomi tiap penduduk meningkat, ditambahnya tanggungan menghidupi keluarga para pekerja itu sendiri 4 Jousairi Abdullah, Strategi Kependudukan Indonesia, Republika, 14 April 2010. Hlm.4

4 mengakibatkan banyaknya pekerja yang tidak mampu untuk menhidupi keluarganya sendiri. Minimnya upah yang diterima oleh para buruh merupakan salah satu faktor banyaknya buruh yang tidak cukup dalam menghidupi dirinya dan keluarganya tersebut. Ketentuan yang tercantum dalam pasal 96 Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi : Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu dua tahun sejak timbulnya hak dianggap telah melanggar hak konstitusional seorang pekerja. Penerimaan upah bagi buruh merupakan konsekuensi buruh yang telah menyerahkan tenaganya untuk bekerja. 5 Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak buruh yang harus dilindungi sepanjang buruh tidak melakukan perbuatan yang merugikan pemberi kerja. Oleh sebab itu, upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu. Menurut Mahkamah Konstitusi apa yang telah diberikan buruh sebagai prestasi harus diimbangi dengan upah. Karena itu, upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja adalah hak milik pribadi dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, baik perseorangan maupun lewat peraturan perundang-undangan. Namun, putusan ini tidak di ambil dengan suara bulat. Salah satu Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) Hlm.4 5 Asri Wijayanti.2010. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta. Sinar Grafika.

5 dari semua koleganya. Menurut Hamdan, pembatasan hak untuk menuntut karena lewatnya waktu (kadaluwarsa) adalah lazim dalam sistem hukum Indonesia baik dalam sistem hukum perdata maupun pidana. Dalam hukum perdata diatur Pasal 1967 sampai dengan Pasal 1977 KUH Perdata, khusus perburuhan diatur Pasal 1968, Pasal 1969, dan Pasal 1971 KUH Perdata, yaitu batas kadaluwarsa untuk menuntut hak upah bagi buruh atau pekerja atau tukang. Dengan tidak berlakunya Pasal 96 UU Ketenagakerjaan justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak sesuai dengan prinsipprinsip yang diamanatkan konstitusi yang menghendaki adanya kepastian hukum. Pada dasarnya hukum ketenagakerjaan tidak saja melindungi pekerja, tetapi juga melindungi pihak pemberi kerja maupun melindungi kepentingan keberlanjutan dunia usaha itu sendiri. Pengusaha dan dunia usaha adalah tempat bagi pekerja/buruh untuk bekerja mencari nafkah bagi kelangsungan hidupnya. 6 Terganggunya pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha atau matinya usaha juga akan mempengaruhi kondisi kehidupan pekerja atau buruh yang bekerja pada perusahaan. Jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana ditentukan dalam Pasal 96 UU Ketenagakerjaan adalah jangka waktu yang wajar bahkan lebih dari cukup bagi pekerja/buruh untuk mengambil keputusan untuk menuntut pengusaha memenuhi pembayaran hakhaknya sebagai pekerja atau buruh. Putusan Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan : 6 Kompendium Hukum Bidang Ketenagakerjaan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan HAM RI 2012

6 1 Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 1.1 Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1.2 Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Menurut penulis bahwa Mahkamah Konstitusi dalam memberikan putusan yang adil seharusnya tidak serta merta membatalkan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan karena alasan bertentangan dengan UUD RI 1945. Dalam putusan MK No 100/PUU-XI/2012 MK memutuskan putusan yang penulis rasa tidak mendasari rasa keadilan bagi pengusaha. Bahwa dalam kaitannya dengan pembayaran upah dan hal-hal lain dalam hubungan kerja, dan/atau hubungan hukum pekerjaan, selalu diatur adanya ketentuan kadaluwarsa sama seperti ketentuan kadaluwarsa dalam hubungan keperdataan lainnya, karena kadaluwarsa adalah suatu alat untuk membebaskan diri dari suatu perikatan atau perjanjian, termasuk perjanjian kerja. (Pasal 1946 KUHPerdata). Kadaluwarsa yang terkait dengan hubungan kerja atau hubungan hukum melakukan pekerjaan sejak dulu diatur dalam hubungan keperdataan, baik dalam hukum perdata adat maupun yang tidak tertulis dalam hukum perdata Barat. Mahkamah Konstitusi (MK) seharusnya hanya mengabulkan permohonan Pemohon dengan menentukan syarat keberlakuan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan yaitu bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dikecualikan bagi pengusaha yang tidak membayar seluruh hak pekerjanya

7 karena i tikad buruk. Selain itu apabila pembatalan pasal 96 UU Ketenagakerjaan seharusnya tidak mempunyai kekuatan mengikat secara seluruhnya karena dikhawatirkan hal yang demikian justru tidak menyelesaikan masalah namun akan menambah masalah akibat ketidakpastian hukum yang dirasa oleh para pemberi kerja. Latar belakang sebagaimana yang diungkapkan diataslah yang menjadi daya tarik utama dari penulis untuk mengkaji masalah ini dengan lebih seksama. Apakah dasar pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai guardian of constitutions dalam menyikapi pengajuan judicial review terkait dengan pembatalan pasal 96 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang telah memenuhi aspek keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Terkait dengan hal itu, maka penulis mengangkat masalah dengan judul: Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi No.100/PUU-XI/2012 Perihal Pembatalan Pasal 96 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. B. Rumusan Masalah 1. Apakah dasar pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 100/PUU-XI/2012 sudah memenuhi aspek kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan? 2. Apa implikasi hukum dari pembatalan pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan? C. Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

8 1. Untuk mengetahui dan mengkaji dasar pertimbangan hakim Mahkamah konstitusi tersebut sudah memenuhi aspek keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi pekerja maupun pengusaha. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji implikasi hukum dari pembatalan pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut terhadap pekerja maupun pengusaha? D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang diharapkan sehubungan dengan penelitian adalah sebagai berikut: Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian hukum ini antara lain : a. Bagi Penulis Dengan penelitian ini diharapkan nantinya akan menjadi pengetahuan baru guna menambah wawasan terhadap permasalahan yang diangkat dan juga sebagai prasyarat akademis untuk mendapat gelar kesarjanaan (S1) dalam bidang Ilmu Hukum. b. Bagi Masyarakat Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memahami permasalahan yang diangkat yaitu pembatalan pasal 96 UU Ketenagakerjaan c. Bagi Penegak Hukum Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk melaksanakan suatu peraturan perundang-undangan

9 dengan baik sehingga dapat meminimalisir kesalahan sehingga tercapainya Asas Keadilan, Asas Kemanfaatan dan Asas Kepastian Hukum. E. Kegunaan Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pembatalan Pasal 96 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan F. Metode Penulisan 1. Pendekatan Penulisan Sehubungan dengan jenis penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). 7 pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan yuridis. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan mendekati masalah yang diteliti dengan menggunakan sifat hukum yang normatif, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai norma-norma tertulis yang dibuat oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Oleh karena itu, pengkajian yang dilakukan hanyalah terbatas pada peraturan perundang-undangan (tertulis) yang terkait dengan masalah 7 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad.2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Pustaka Pelajar.Hlm. 34

10 yang diteliti. Selanjutnya penelitian ini akan diuraikan secara deskriptif dengan menelaah, menjelaskan, memaparkan, menggambarkan, serta menganalisis permasalahan atau isu hukum yang diangkat, seperti apa yang telah dikemukakan dalam perumusan masalah. 2. Jenis Bahan Hukum Penulisan ini menggunakan jenis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dimana : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh dari hukum positif atau yang terdiri atas peraturan perundang-undangan. Penulis menggunakan bahan hukum primer yang disusun berdasarkan skala prioritas yang menjadi fokus utama. Bahan hukum primer tersebut adalah sebagai berikut : 1. Putusan Mahkamah Konstitusi No.100/PUU-XI/2012 2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer yang terdiri atas buku atau jurnal hukum yang berisi mengenai prinsip-prinsip dasar (asas hukum), pandangan para ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum dan ensiklopedia hukum.

11 Penulis menggunakan bahan hukum sekunder berupa literatur dan artikel para ahli, buku teks, pendapat para ahli, hasil-hasil penulisan ilmiah, media cetak, kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum yang terkait dengan pembatalan pasal 96 Undang-Undang Ketenakerjaan. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks bukan hukum, yang terkait penulisan, seperti buku politik, kamus bahasa dan ensiklopedia umum. Penulis menggunakan bahan hukum tersier sebagai bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunkan dalam penulisan ini adalah kamus Indonesia, kamus ilmiah popular dan ensiklopedia. 3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum 1. Dokumentasi Yaitu mengumpulkan, mempelajari, mencatat, menyalin data-data yang berkaitan langsung dengan objek penelitian. 2. Kepustakaan Yaitu data yang diperoleh dari membaca dan mempelajari literature buku-buku yang membahas mengenai dasar-dasar hukum yang menjadi pertimbangan hakim konstitusi dalam memberikan putusan dan implikasi hukumnya.

12 4. Analisa Bahan Hukum Analisa terhadap bahan hukum dalam penulisan hukum yang normatif. Dalam penulisan ini metode deskriptif kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian berdasarkan data deskriptif yaitu berupa kata-kata tertulis dari subjek yang diamati dan memiliki karakterisitik bahwa data yang diberikan asli yang tidak diubah serta menggunakan cara yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dalam mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi perihal pembatalan pasal 96 Undang-Undang Ketenagakerjaan G. Rencana Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dimengerti dan dipahami, maka penulis akan mendeskripsikan secara singkat dan jelas sistematika penulisan ini : 1. BAB 1 : PENDAHULUAN Berisikan latar belakang pengambilan tema oleh penulis, rumusan masalah yang menjadi pokok kajian pembahasan, tujuan dan manfaat dari penulisan yang dilakukan, serta sistematika penulisan ini 2. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Di dalam bab II ini berisi penjelasan dari penulis tentang teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti oleh penulis yaitu Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi No.100/PUU-XI/2012 Perihal Pembatalan Pasal 96 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan segala aspek yang meliputinya, baik berisikan mengenai tinjauan pustaka yang meliputi

13 deskripsi dan uraian mengenai tinjauan umum tentang putusan, tinjauan umum tentang hukum ketenagakerjaan, tinjauan umum tentang upah, tinjauan umum tentang pekerja, tinjauan umum tentang pemberi kerja. 3. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Di dalam bab III dari penulisan ini berisi tentang analisa hasil temuan tentang permasalahan yang menjadi kajian dalam penulisan ini, diantaranya mengenai dasar pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 100/PUU-XI/2012 yang memenuhi aspek keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi pekerja maupun pemberi kerja dan implikasi hukum dari pembatalan pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 4. BAB IV : PENUTUP Di dalam bab IV penulisan ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian, serta berisi tentang saran sebagai sumbangan pemikiran dari penulis.