ANALISIS PERBANDINGAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI BAGIAN UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA

dokumen-dokumen yang mirip
POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa)

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

DAMPAK EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION DAN INDIAN OCEAN DIPOLE MODE TERHADAP VARIABILITAS CURAH HUJAN MUSIMAN DI INDONESIA

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Kajian Curah Hujan untuk Pemutahiran Tipe Iklim Beberapa Wilayah di Kalimantan Tengah

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISA ANGIN ZONAL DALAM MENENTUKAN AWAL MUSIM HUJAN DI BALI BAGIAN SELATAN

ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN TAHUN 2015/2016

Bulan Januari-Februari yang mencapai 80 persen. Tekanan udara rata-rata di kisaran angka 1010,0 Mbs hingga 1013,5 Mbs. Temperatur udara dari pantauan

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

POLA ANGIN DARAT DAN ANGIN LAUT DI TELUK BAYUR. Yosyea Oktaviandra 1*, Suratno 2

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS ANOMALI CURAH HUJAN MENGGUNAKAN METODE DETERMINAN KOVARIANS MINIMUM DI PULAU JAWA DAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

I. INFORMASI METEOROLOGI

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN DI YOGJAKARTA, SEMARANG, SURABAYA, PROBOLINGGO DAN MALANG

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA EL-NINO AND ITS EFFECT ON RAINFALL IN MANADO NORTH SULAWESI

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

MENGHITUNG DIPOLE MODE INDEX (DMI) DAN KORELASINYA DENGAN KONDISI CURAH HUJAN

VARIABILITAS MUSIM HUJAN DI KABUPATEN INDRAMAYU

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

PERANCANGAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN BERDASARKAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH AKTIVITAS ENSO DAN DIPOLE MODE TERHADAP POLA HUJAN DI WILAYAH MALUKU DAN PAPUA SELAMA PERIODE SERATUS TAHUN ( )

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

ANALISIS VARIABILITAS TEMPERATUR UDARA DI DAERAH KOTOTABANG PERIODE

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA. Rosmiati STKIP Bima

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

Transkripsi:

ANALISIS PERBANDINGAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI BAGIAN UTARA DAN SELATAN PULAU JAWA Martono Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN Institusi Penulis Email: mar_lapan@yahoo.com Abstract Rainfall is one element of climate is essential for life on earth. This research was conducted to understand the characteristics of rainfall in the northern and southern part of the Java Island. The method used in this research was descriptive analysis by comparing the monthly average rainfall between the north and south. The data used was the monthly average rainfall of the years 1973-2003 from the Meteorology Climatology and Geophysics Agency. The research sites include Jakarta, Karawang, Semarang, Ciamis, Cilacap and Banyuwangi. Based on the analysis results obtained in the month of January to February the rainfall in the northern part was higher than that the south. In March-November the amount of rainfall in the southern part was generally higher than that in the north except Banyuwangi lower. Keywords: rainfall, the island of Java Abstrak Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik curah hujan di bagian utara dan selatan Pulau Jawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis diskriptif yaitu dengan membandingkan curah hujan rata-rata bulanan antara bagian utara dan selatan. Data yang digunakan adalah curah hujan rata-rata bulanan dari tahun 1973-2003 yang berasal dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Lokasi penelitian meliputi Jakarta, Karawang, Surabaya, Ciamis, Cilacap dan Banyuwangi. Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa pada bulan Januari-Februari jumlah curah hujan di bagian utara lebih tinggi daripada bagian selatan. Pada bulan Maret-Nopember secara umum jumlah curah hujan di bagian selatan lebih tinggi daripada di bagian utara kecuali Banyuwangi lebih rendah. Kata kunci : curah hujan, Pulau Jawa 169

1. PENDAHULUAN Cuaca dan iklim sebagai bagian yang tak terpisahkan dari berbagai sektor memegang peranan penting dalam pengelolaan ekonomi yang berhubungan dengan pertanian, perkebunan, kehutanan, transportasi, pengairan dan sebagainya (Djojodiharjo, 1999; Ibrahim, 2002). Sistem iklim bumi terdiri atas lima komponen iklim yaitu atmosfer, litosfer, hidrosfer, kriosfer dan biosfer (Prawirowardoyo, 1996). Terjadi interaksi yang erat antara kelima komponen iklim tersebut. Interaksi kelima komponen iklim ini sangat kompleks dan berlangsung secara terus menerus. Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mempunyai peranan sangat penting bagi kelangsungan kehidupan di bumi. Curah hujan bersama unsur-unsur iklim seperti suhu, kelembaban, tekanan udara dan angin dipengaruhi oleh kendali iklim seperti radiasi matahari, distribusi darat dan air, sel tekanan tinggi dan rendah, massa udara, pegunungan, arus laut dan badai siklonik (Tjasyono, 1999). Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsun yang digerakkan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian (Tjasyono, 2004). Oleh karena itu, tingginya curah hujan akan sangat tergantung pada sirkulasi monsun (Yoshino et al.1999 dalam Irawan 2006). Secara umum Pulau Jawa mempunyai pola curah hujan monsunal (Aldrian and Susanto, 2003; Tjasyono, 2004). Sebelah utara Pulau Jawa dibatasi oleh Laut Jawa yang relatih kecil dengan topografi yang dangkal dan di sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Hindia yang sangat luas dengan topografi yang sangat dalam. Sementara itu, di bagian tengah dan selatan Pulau Jawa terdapat deretan pegunungan yang memanjang dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Kondisi geografis ini akan mempengaruhi jumlah curah hujan di Pulau Jawa. 170

Di perairan Samudera Hindia terdapat beberapa fenomena oseanografi yang mempunyai pengaruh penting tidak hanya dalam masalah kelautan tetapi juga dalam masalah atmosfer. Beberapa fenomena oseanografi tersebut antara lain upwelling (Wrytki, 1961), eddies (Robinson, 1983) dan Indian Ocean Dipole (Saji at al, 1999). Upwelling, eddies dan Indian Ocean Dipole akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu permukaan laut. Perubahan suhu permukaan laut dalam skala luas akan mengganggu kondisi atmosfer lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik curah hujan antara di bagian utara dan bagian selatan Pulau Jawa. 2. DATA DAN METODE Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan dari tahun 1972-2002. Sumber data berasal dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan mewakili satu titik pengamatan. Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Jakarta, Karawang, Semarang, Ciamis, Cilacap dan Banyuwangi. Jakarta, Karawang dan Semarang mewakili bagian utara Pulau Jawa, sedangkan Ciamis, Cilacap dan Banyuwangi mewakili bagian selatan Pulau Jawa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu membandingkan pola curah hujan rata-rata bulanan antara bagian utara dan bagian selatan Pulau Jawa. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi pola curah hujan rata-rata bulanan di wilayah Jakarta, Karawang dan Semarang diperlihatkan pada Gambar 1. Berdasar gambar tersebut terlihat bahwa secara umum di ketiga wilayah ini curah hujannya mempunyai pola yang sama yaitu curah hujan monsunal. Puncak curah hujan di ketiga wilayah ini terjadi pada bulan Januari 171

yaitu dengan jumlah curah hujan 391 mm di Jakarta, 401 mm di Karawang dan 426mm di Semarang. Sementara itu, curah hujan minimum di Jakarta terjadi pada bulan Juli dengan jumlah curah hujan 62 mm, tetapi di Karawang dan Semarang terjadi pada bulan Agustus dengan jumlah curah hujan 25 mm dan 44 mm. Gambar 1: Pola Curah Hujan Rata-rata Bulanan (1972-2002) Distribusi pola curah hujan rata-rata bulanan di wilayah Ciamis, Cilacap dan Banyuwangi diperlihatkan pada Gambar 2. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa secara umum di ketiga wilayah ini curah hujannya juga mempunyai pola yang sama yaitu curah hujan monsunal. Puncak curah hujan di Ciamis dan Banyuwangi terjadi pada bulan Januari dengan jumlah curah hujan 376 mm dan 244 mm, tetapi di Cilacap terjadi pada bulan Nopember dengan jumlah curah hujan 444 mm. Hal yang sama juga terjadi pada saat curah hujan minimum. Di Ciamis dan Banyuwangi terjadi pada bulan Agustus dengan jumlah curah hujan 84 mm dan 44 mm, sementara itu di Cilacap terjadi pada bulan Juli dengan jumlah curah hujan 120 mm. Berdasarkan hasil analisa di atas diketahui bahwa meskipun curah hujan di bagian utara dan bagian selatan Pulau Jawa mempunyai pola yang sama yaitu monsunal, tetapi kedua wilayah ini mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu dalam jumlah curah hujan. Secara umum pada bulan Januari-Februari jumlah curah hujan di utara 172

pulau Jawa lebih tinggi, tetapi pada bulan Maret-Desember di selatan pulau Jawa lebih tinggi. Perbedaan jumlah curah hujan ini dimungkinkan oleh kondisi geografis pulau Jawa yaitu di sebelah utara dibatasi oleh laut Jawa yang sempit dan di sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Hindia yang sangat luas serta adanya deretan pegunungan di bagian tengah yang membujur dari barat sampai timur. Gambar 2: Pola Curah Hujan Rata-rata Bulanan Pada saat monsun Asia antara bulan Desember-Februari curah hujan di bagian utara pulau Jawa relatif tinggi. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa pada saat monsun Asia di atas pulau Jawa berhembus gerakan udara yang berasal dari benua Asia menuju benua Australia. Gerakan udara ini melintasi perairan yang luas yaitu Laut China Selatan dan Samudera Hindia sehingga banyak mengandung uap air. Bagian utara Jawa berhadapan langsung dengan Laut Jawa sehingga uap air yang dikandung oleh gerakan udara ini bertambah besar dan akibatnya curah hujan di wilayah ini relatif tinggi. Udara ini terus bergerak dari arah utara menuju selatan, namun gerakan udara ini di hambat oleh deretan pegunungan di bagian tengah pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur sehingga curah hujan di bagian selatan lebih kecil. Sebaliknya pada saat monsun Australia antara bulan Juni-Agustus curah hujan di bagian selatan pulau Jawa lebih tinggi. Hal ini karena pada saat monsun Australia di 173

atas pulau Jawa berhembus gerakan udara yang berasal dari benua Australia menuju benua Asia. Gerakan udara ini hanya melintasi perairan Samudera Hindia sehingga kandungan uap air yang terbawa lebih sedikit. Kondisi ini menyebabkan curah hujan yang dihasilkan juga lebih sedikit. Udara ini terus bergerak dari arah selatan menuju utara, namun gerakan udara ini di hambat oleh deretan pegunungan di bagian tengah Jawa yang memanjang dari barat ke timur sehingga curah hujan di bagian utara semakin kecil. Pada saat musim peralihan pertama antara bulan Maret-Mei dan musim peralihan kedua antara bulan September-Nopember gerakan udara di atas wilayah Indonesia secara umum tidak menentu. Kondisi ini memperlihatkan bahwa curah hujan di pulau Jawa dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal angin laut. Bagian utara pulau Jawa berhadapan dengan laut Jawa yang jauh lebih kecil, sementara itu bagian selatan berhadapan dengan Samudera Hindia yang jauh lebih luas. Disini terlihat peranan angin laut dan angin darat terhadap pembentukan curah hujan. Angin laut dari laut Jawa membawa kandungan uap air sedikit, sedangkan angin laut dari Samudera Hindia membawa kandungan uap air jauh lebih banyak sehingga curah hujan di bagian selatan pulau Jawa secara umum lebih tinggi daripada bagian utara. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa secara umum rata-rata jumlah curah hujan di bagian selatan pulau Jawa lebih tinggi daripada di bagian utara. Pada bulan Januari-Februari jumlah curah hujan di bagian utara Jawa lebih tinggi, pada bulan Maret- Nopember jumlah curah hujan di bagian selatan Jawa lebih tinggi, tetapi hampir sepanjang tahun rata-rata curah hujan di Banyuwangi lebih kecil. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh luas perairan laut yang dilewati monsun Asia dan monsun Australia 174

dan kondisi topografi di sebelah selatan pulau Jawa dengan adanya deretan pegunungan yang memanjang dari barat sampai timur. DAFTAR RUJUKAN Djojodiharjo, H., Strategi Pengelolaan Program Iklim Nasional Terpadu Memasuki Abab Ke-21, Prosiding Lokakarya Program Iklim nasional Terpadu, LAPAN, 1999. Ibrahim, G., Program Peningkatan dan Pengembangan Informasi Cuaca dan Iklim Dalam Menunjang Kegiatan Berbagai Sektor, Prosiding Temu Ilmiah Prediksi Cuaca dan Iklim Nasional 2002, LAPAN, 2002. Prawirowardoyo, S., Meteorologi, Institut Teknologi Bandung, 1996. Irawan, B., Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina : Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Pangan, Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 24 No. 1, 2006. Saji, N.H., Goswani, B.N., Vinayachandran, P.N., and Yamagata, T., A Dipole Mode In The Tropical Indian Ocean, Nature, Vol 401, 23 September 1999. Robinson, A.R., Eddies in Marine Science, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 1983. Wyrtki, K., Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters, Naga Report Volume 2, 1961. 175