ANWAR BUDIMAN & PARTNERS ADVOCATE & LEGAL CONSULTANT HUBUNGAN INDUSTRIAL PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG EFEKTIF DAN EFISIEN Dr. Anwar Budiman, SH,SE,MM,MH (Doktor Ilmu Hukum) Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana Praktisi Hukum (Lawyer / Advocate) Praktisi Human Resources (General Manager) Mobile phone: 08129270980
------HUBUNGAN INDUSTRIAL------ Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilainilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
HUBUNGAN INDUSTRIAL Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya
Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan. Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu : a. Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan b. Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit c. Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masing masing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik
MITRA KERJA Pengusaha, Pekerja & Pemerintah 1) Mitra Dalam Proses Produksi Barang Dan Jasa Melakukan pekerjaan Pekerja Mengatur dan mengelola Kegiatan produksi Pengusaha Pemerintah Menciptakan iklim yg Mengarah kepada Peningkatan produksi Dan produktivitas
MITRA KERJA 2). Mitra dalam keuntungan Pekerja, pengusaha dan pemerintah dapat memperoleh manfaat dari keuntungan perusahaan secara proporsional 3). Mitra dalam tangung jawab Pekerja, pengusaha dan pemerintah harus bertanggungjawab dalam kemajuan dan kelangsungan usaha
SIKAP MENTAL Merasa ikut memiliki Ikut memelihara dan meningkatkan produktivitas Ikut menjaga ketertiban usaha Saling mengembangkan komunikasi, musyawarah & mufakat Pekerja Memanusiakan Manusia Memperlakukan Pekerja Sebagai Mitra Pengusaha Pemerintah Pengayom, Pembimbing Pelindung, Penengah Serta Pendamai
I. SARANA HUBUNGAN INDUSTRIAL a b c d e f g h Serikat pekerja/serikat buruh; Organisasi pengusaha; Lembaga Kerja Sama Bipartit; Lembaga Kerja Sama Tripartit; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama; Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan; Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Serikat Pekerja/Serikat Buruh Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah : organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya Pasal 104 UU No.13 Th 2003 : Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Serikat Pekerja Pembentukan Serikat Pekerja Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh (Pasal 5 UU No.21 Tahun 2000) Perlindungan Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh (Pasal 28 UU No.21 Tahun 2000)
KEANGGOTAAN Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin. (Pasal 12 UU No.21-2000) Ketentuan (Pasal 14 No.21-2000) 1. Seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh di satu perusahaan. 2. Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.
Fungsi Serikat Pekerja (Pasal 4 UU No.21-2000 ): a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial; b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya; c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya; e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Serikat Pekerja Hak Serikat Pekerja - Pasal 25 UU No.21 Tahun 2000 Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak: a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial; c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan; d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh; e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Company & Labor Union Communications Company Labor Union Sharing Information (by Monthly Meeting) Collaboration (involve in any activities to develop company) Negotiation (Welfare) Sales Result Production Result Other information
Organisasi Pengusaha Organisasi Pengusaha adalah : wadah persatuan dan kesatuan bagi pengusaha Indonesia yang didirikan secara sah atas dasar kesamaan tujuan, aspirasi, strata kepengurusan, atau ciri-ciri alamiah tertentu. (Pasal 1 Huruf e UU Nomor 1 Tahun 1987 Tentang Kamar Dagang Dan Industri). Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. (Pasal 105 UU No.13 Th 2003)
Lembaga Kerja Sama Bipartit Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.
Lembaga Kerja Sama Bipartit Pasal 106 UU No.13 Th 2003 1. Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit. 2. Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan. 3. Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. 4. Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Lembaga Kerja Sama Tripartit Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.
Lembaga Kerja Sama Tripartit Pasal 107 UU No.13 Th 2003 1. Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan. 2. Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a.lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota; dan b.lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. 3. Keanggotaan Lembaga Kerja sama Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh. 4. Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sama Tripartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat -syarat kerja dan tata tertib perusahaan. PENGUSAHA Peraturan Perusahaan Pasal 2 ayat 1 PERMEN No.28 Thun 2014 : Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat PP. Pasal 4 ayat 1 PERMEN No.28 Thun 2014 : PP dibuat dan disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan Pasal 4 ayat 2 PERMEN No.28 Thun 2014 : Wakil pekerja/buruh dapat tidak memberikan saran dan pertimbangan terhadap PP yang diajukan oleh pengusaha Mengikat Semua Karyawan dan/ atau Pengusaha Pasal 4 ayat 6 PERMEN No.28 Thun 2014 : Saran dan pertimbangan Wakil pekerja/buruh tidak dapat diperselisihkan
Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pengusaha Serikat Pekerja Perjanjian Kerja Bersama Mengikat Semua Karyawan, Serikat Pekerja, dan/atau Pengusaha
Syarat membuat Perjanjian Kerja Bersama Dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Pasal 18 ayat 1 PERMEN No.28 Tahun 2014 Dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili pekerja/buruh dalam melakukan perundingan dengan pengusaha adalah maksimal 3 (tiga) serikat pekerja/serikat buruh yang masing-masing anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan Pasal 19 ayat 1 PERMEN No.28 Tahun 2014 Jumlah 3 (tiga) serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sesuai peringkat berdasarkan jumlah anggota yang terbanyak Pasal 19 ayat 2 PERMEN No.28 Tahun 2014
Tata Cara Perundingan PKB Pasal 21 PERMEN No.28 Tahun 2014 Perundingan pembuatan PKB dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat: a. tujuan pembuatan tata tertib; b. susunan tim perunding; c. lamanya masa perundingan; d. materi perundingan; e. tempat perundingan; f. tata cara perundingan; g. cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan; h. sahnya perundingan; dan i. biaya perundingan. Lamanya perundingan PKB ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak. Pasal 14 ayat 4 PERMEN No.28 Tahun 2014 Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib, maka kedua belah pihak dapat menjadwal kembali perundingan dengan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah perundingan gagal Pasal 25 ayat 1 PERMEN No.28 Tahun 2014
Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kepmenaker No KEP.102/MEN/VI/2004 Tahunn 2004 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur Kepmenaker No.KEP100/MEN/VI/100/2004 Tentang Ketentuan Pelakasanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Kepmenaker No.KEP.51/MEN/IV/2004 Tentang Istirahat Pada Perusahaan Tertentu PERMEN No.7 Thun 2013 Tentang Upah Minimum PERMEN No.28 Tahun 2014 Tentang Tatacara Pembuatan dan Pengesahan PP/PKB Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan Dan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan lainnya
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Suatu lembaga yang bertugas untuk menyelesaikan perselisihan hubungan Industrial. Lembaga ini dibentuk oleh Pemerintah dengan maksud untuk mendapatkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan adil berdasarkan Pancasila dan UUD1945 Lembaga ini antara lain: Mediator, Konsiliator, Arbitrase dan Pengadilan Hubungan Industrial
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Definisi Perselisihan Hubungan Industrial (HI) adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh karena adanya 1. perselisihan mengenai hak, 2. perselisihan kepentingan, 3. perselisihan pemutusan hubungan kerja dan 4. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Jenis Perselisihan HI 1. Perselisihan Hak yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama 2. Perselisihan Kepentingan yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perbuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Jenis Perselisihan HI 3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak 4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Satu Perusahaan yaitu perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan
Model Penyelesaian Perselisihan HI 1. Mediasi yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Mediator yang netral. 2. Konsiliasi yaitu penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Konsiliator yang netral.
Model Penyelesaian Perselisihan HI 3. Arbitrase yaitu penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. 4. Pengadilan Hubungan Industrial yaitu pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.
TUGAS & WEWENANG PHI Perselisihan Hub. Industrial 1. Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak & Pemutusan Hubungan Kerja; 2. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan dan Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan Perselisihan Hak 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Pengadilan Hubungan Industrial 3. MA (Kasasi) Perselisihan Kepentingan 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Konsiliasi Hubungan Industrial 3. Arbitrase Hubungan Industrial 4. Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan PHK 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Konsiliasi Hubungan Industrial 3. Pengadilan Hubungan Industrial 4. MA (Kasasi) Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dlm Satu Perusahaan 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Konsiliasi Hubungan Industrial 3. Arbitrase Hubungan Industrial 4. Pengadilan Hubungan Industrial
PUTUSAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja
Pemutusan Hubungan Kerja Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 1. PHK oleh Pengusaha/Majikan Pasal 93(3d) = Sakit Berkepanjangan Pasal 158 = Kesalahan Berat Pasal 160(3) = Tidak Dapat Bekerja karena proses Pidana Pasal 161(1) = Pelanggaran terhadap PKB/PP Pasal 163 = Perubahan Status Perusahaan Pasal 164 = Perusahaan Tutup Pasal 165 = Perusahaan Pailit Pasal 168 = Pekerja Mangkir 5 Hari berturu-turut 2. PHK Oleh Pekerja Pasal 162 = Pekerja Mengundurkan diri Pasal 169 = Pengusaha Wanprestasi / melakukan perbuatan melawan hukum Pasal 172 = Pekerja Sakit Berkepanjangan 3. PHK Demi Hukum Pasal 166 = Pekerja Meninggal Pasal 167 = Pekerja Pensiun
Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kesalahan Berat Pasal 158 UU 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa Perusahaan dapat melakukan PHK kepada pekerja yang melakukan Kesalahan Berat. Namun pasal tersebut telah dilakukan uji materi oleh MK dengan Nomor 012/PUU-I/2003 yang mana putusannya adalah menyatakan bahwa : Pasal 158 ayat 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat Selain itu juga Kementerian Tenagakerja mengeluarkan surat edaran No. SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005 tanggal 7 Januari 2005, sebagai pengejawantahan dari putusan MK tersebut yang intinya bahwa PHK karena kesalahan berat dapat dilakukan apabila sudah ada putusan hakim pidana yang berkekuatan tetap. Namun dalam hal terdapat alasan Mendesak maka PHK dapat dilakukan dengan menempuh upaya penyelesaian melalui lembaga PPHI
KAIDAH HUKUM 1. Hukum Heteronom hukum yang mengikat seluruh warga negara untuk tunduk kepada ketentuan hukum negara 2. Hukum Otonom hukum yang mengikat para pihak yang membuatnya UU 13 Th 2003 adalah merupakan hukum heteronom yang mengikat seluruh warga negara untuk tunduk dan patuh kepada aturan tersebut. Pasal 158 dari UU ini telah di lakukan uji materi oleh MK dengan putusannya bahwa pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Artinya negara tidak lagi mengikat warga negaranya untuk tunduk terhadap pasal 158 tsb.
Hal-hal yang dapat membenarkan PHK karena kesalahan berat dengan mengesampingkan Putusan MK Nomor 012/PUU-I/2003 dan SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005 Dengan cara menggunakan kaidah hukum otonom Yaitu dengan mencantumkan eks pasal 158 kedalam PP atau PKB Dasar hukum : KUHPer Pasal 1320 : Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat; 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal. Pasal 1338 Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Alur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Berdasarkan UU No.2 Tahun 2004 Tentang PPHI Penyelesaian Diluar Pengadilan Penyelesaian Didalam Pengadilan Kedua belah pihak setuju Tidak setuju Disnaker mengeluarkan surat anjuran Exekusi Yes Mediasi No MA Jika kedua atau salah satu pihak tdk memilih solusi Exekusi Tingkat 1 - Perselisihan Hak - PHK PHI Tingkat 1 & terakhir - Per' antar SP - Per' Kepentingan Exekusi Konsiliasi Arbitrase Putusan Final Daftarkan Ke PHI Disnaker menawarkan alternative solusi Buat Perjanjian Bersama Lapor Disnaker Yes Bipartit No Perselisihan Created By Anwar Budiman