BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineesis) termasuk produk yang banyak diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Para investor menanam modalnya untuk membangun perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Pada tahun 1990-an luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar di berbagai sentra produksi seperti Sumatera. Sumatera Utara merupakan sentra produksi terbesar mencapai 2.951.537 ton/ha pada tahun 2009. Rata-rata produktivitas kelapa sawit Indonesia selama periode 2003-2009 adalah sebesar 3,27 ton/ha. Saat ini Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34,18% dari luas areal kelapa sawit dunia. Pencapaian produksi rata-rata kelapa sawit Indonesia tahun 2004-2008 tercatat sebesar 75,54 juta ton tandan buah segar (TBS) atau 40,26% dari total produksi kelapa sawit dunia (Yan, 2012). Industri pengolahan kepala sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan. Sampai dengan tahun 2009 jumlah industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 608 yang tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia dengan total kapasitas produksi minyak mentah sawit (Crude Palm Oil/CPO) mencapai 34.280 ton TBS/jam (Yan, 2012). Pembangunan kelapa sawit maupun untuk perluasannya yang terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan berbagai daerah di Indonesia dapat dipastikan berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Penggunaan mesin dan ketel air di pabrik untuk mengolah TBS sampai mencapai CPO akan menghasilkan asap dari mesin, genset, dan tungku yang akan mempengaruhi kualitas udara. Proses pencucian, perebusan, sampai pemurnian di pabrik kelapa sawit akan banyak menghasilkan limbah cair dan limbah padat.
Limbah cair harus diolah dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebelum dilepas ke saluran perairan terbuka atau perairan umum agar tidak mempengaruhi kualitas air permukaan. Jika kualitas air limbah yang dilepas ke perairan terbuka masih di atas baku mutu, dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi dan keragaman flora dan fauna perairan. Sedangkan limbah padat yang dihasilkan adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit. Jumlah TKKS mencapai 30-35% dari berat TBS setiap pemanenan. Namun hingga saat ini, pemanfaatan TKKS belum dilakukan secara optimal (Hambali, 2008). Sampai saat ini, TKKS masih dibakar pada Inneceator dan abunya dipergunakan sebagai pupuk kalium di perkebunan kelapa sawit. Pembakaran ini telah dilarang oleh karena pencemaran yang ditimbulkan, serta membutuhkan biaya operasi dan pemeliharaan yang tinggi (Nainggolan, 2011). TKKS merupakan bahan baku non kayu yang memiliki rerata panjang serat pendek sampai sedang (0,76-1,2 mm) dan diameter kecil sampai sedang (14,34-15,01 mm). Kadar α-seluosa TKKS adalah 38,76% sehingga TKKS dapat diolah menjadi pulp dengan mutu yang cukup baik (Darnoko, 1995). α-selulosa atau serat panjang potensial untuk dikembangkan menjadi pulp putih, serat panjang selama ini masih diimpor. Pulp ini dapat digunakan sebagai substitusi serat panjang untuk pembuatan kertas saring dan kertas foto kopi. Dengan sifat serat panjang dan langsing, dapat digunakan untuk kertas khusus seperti kertas saring teh celup, kertas dasar stensil, kertas rokok dan kertas yang memerlukan ketahanan daya simpan seperti kertas uang, kertas surat berharga, kertas dokumen, dan kertas peta. Selain itu kandungan selulosa yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku rayon. Selulosa dapat diesterifikasi dengan asetat anhidrida dengan adanya asam sulfat sebagai katalisator menghasilkan selulosa asetat (Sastrohamidjojo, 2009). Selulosa asetat adalah selulosa yang gugus hidroksilnya diganti oleh gugus asetil berbentuk padatan putih, tidak beracun, tidak berasa, dan tidak berbau (SNI, 1991).
Dari sejumlah ester asam karboksilat alifatik selulosa komersial yang paling baik adalah selulosa asetat yang mempunyai stabilitas termal yang baik (Klemm, 1998). Selulosa asetat dapat larut dalam pelarut metilen klorida-alkohol, jika pelarutnya diuapkan akan diperoleh serat yang halus yang disebut asetat rayon. Asetat rayon digunakan sebagai bahan tekstil (Sastrohamidjojo, 2009). Selain mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi, selulosa asetat juga memiliki beberapa keunggulan diantaranya karakteristik fisik dan optik yang baik sehingga banyak digunakan sebagai serat untuk tekstil, filter rokok, plastik, dan film fotografi, pelapis kertas dan membran, serta kemudahan dalam pemprosesan lebih lanjut (Savitri, 2004). Di samping itu, selulosa asetat juga mempunyai daya tarik yang cukup tinggi karena sifatnya yang biodegradabel sehingga ramah lingkungan. Savitri (2004) telah menentukan kondisi optimum sintesis selulosa asetat dengan variabel kecepatan pengadukan, waktu esterifikasi dan jumlah pelarut, dimana yield akan cenderung turun jika waktu esterifikasi dinaikkan. Penurunan yield selulosa ini disebabkan pada waktu yang semakin panjang kemungkinan terdegradasinya struktur selulosa menjadi glukosa dan selulosa asetat menjadi asam glukosa karena proses hidrolisis dalam suasana asam semakin besar. Kenaikan jumlah pelarut juga menurunkan yield selulosa karena dengan bertambahnya pelarut maka konsentrasi selulosa dan asam asetat menjadi semakin kecil sehingga menurunkan kecepatan reaksi esterifikasi sehingga produk yang dihasilkan semakin berkurang. Jika kecepatan pengadukan dinaikkan maka yield akan cenderung turun. Kecenderungan ini disebabkan ketika kecepatan pengadukan diperbesar maka selain kecepatan reaksi esterifikasi meningkat, kecepatan hidrolisis selulosa dan selulosa asetat juga meningkat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berkurang. Lindu (2010) telah mensintesis selulosa asetat dari nata de coco dimana gugus fungsi karbonil (C=O) dari selulosa asetat yang diperoleh diidentifikasi dengan menggunakan Fourier Thermal Infrared (FTIR). Gugus karbonil muncul pada panjang gelombang 1752,52 cm -1. Dari uraian di atas, penulis bermaksud mengisolasi α-selulosa TKKS, dimana α-selulosa yang telah diperoleh diesterifikasi dengan asetat anhidrat sehingga diperoleh selulosa asetat yang akan dianalisa kadar air, kadar asetil, gugus fungsi, morfologi, dan degradasi termal.
1.2. Permasalahan Pada penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah: 1. Bagaimana cara mengisolasi α-selulosa dari TKKS. 2. Bagaimana cara esterifikasi α-selulosa menjadi gugus asetil sehingga diperoleh selulosa asetat. 3. Bagaimana cara mengkarakterisasi selulosa asetat yang telah diperoleh dan membandingkannya dengan selulosa asetat komersial. 1.3.Pembatasan Masalah Penelitian ini mengambil batasan-batasan sebagai berikut: 1. α-selulosa yang digunakan diisolasi dari TKKS yang berasal dari limbah PTPN IV Adolina Jl.Letjen Suprapto No.2 Deli Serdang Sumatera Utara. 2. Analisa gugus fungsi α-selulosa sebelum dan sesudah esterifikasi dengan FTIR. 3. Selulosa asetat dilakukan analisa kadar air, kadar asetil, analisa gugus fungsi dengan FTIR, analisa morfologi dengan SEM, dan analisa degradasi termal dengan TGA. 1.4.Tujuan Penelitian 1. Upaya pemanfaatan limbah padat industri kelapa sawit berupa TKKS untuk meningkatkan nilai jualnya. 2. Isolasi α-selulosa dari TKKS yang kemudian diesterifikasi sehingga menghasilkan selulosa asetat.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Mengurangi limbah padat perkebunan kelapa sawit dan meningkatkan nilai jualnya. 2. Sebagai bahan informasi tambahan tentang pembuatan selulosa asetat dan diharapkan dapat menggganti selulosa asetat impor. 1.6. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA USU Medan, Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU Medan, Laboratorium Politeknik Lhoukseumawe NAD, dan Laboratorium Bea Cukai Jakarta. 1.7. Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu: Tahap persiapan serbuk TKKS. Tahap kedua isolasi α-selulosa dari serbuk TKKS. Tahap esterifikasi α-selulosa dari serbuk TKKS. Tahap karakterisasi selulosa asetat yaitu analisa kadar air, kadar asetil, analisa gugus fungsi dengan FTIR, analisa permukaan dengan SEM, dan analisa termal dengan TGA. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah: Variabel tetap : - Suhu - Waktu Variabel terikat : - Analisa kadar air - Analisa kadar asetil - Analisa gugus fungsi - Analisa termal - Analisa permukaan