BAB 4 HASIL. Tabel 4.1. Jumlah isolat dari ICU RSUPNCM tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL. Tabel 4.1. Jumlah isolat dari Bangsal Bedah RSUPNCM tahun No Kode Organisme Jumlah Isolat eco Escherichia coli

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN. bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung. rumah sakit yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

Pola Kuman Terbanyak Sebagai Agen Penyebab Infeksi di Intensive Care Unit pada Beberapa Rumah Sakit di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif. yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB VIII INFEKSI NOSOKOMIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS KEDOKTERAN SEMARANG 2006

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB 3 METODE PENELITIAN

POLA KUMAN DAN UJI KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PENDERITA OTITIS EKSTERNA DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Pasien Unit Perawatan Intensif Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

PANDUAN PENGENDALIAN MULTIDRUG- RESISTANT ORGANISM (MDRO)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

Pola Mikroba Pasien yang Dirawat di Intensive Care Unit RSUP Sanglah Denpasar serta Kepekaannya Terhadap Antibiotik pada Agustus Oktober 2013 ABSTRAK

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

Demam neutropenia adalah apabila suhu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik di Indonesia maupun di dunia, hal ini terjadi karena penggunaan antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya infeksi silang atau infeksi nosokomial. penting di seluruh dunia dan angka kejadiannya terus

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pseudomonas adalah bakteri oportunistik patogen pada manusia, spesies

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN NAFAS BAWAH DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI

POLA KUMAN PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG RAWAT INTENSIF. RSUP Dr. KARIADI SEMARANG ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Transkripsi:

BAB 4 HASIL Data yang terkumpul dari ICU RSUPNCM berjumlah 142 isolat dari 141 pasien. Pada jangka waktu 2003-2006, bakteri Gram negatif adalah bakteri yang paling banyak ditemukan, yaitu sejumlah 111 isolat (78,2%), sedangkan bakteri Gram positif ditemukan sebanyak 31 isolat (21,8%). Pola bakteri dan jumlah isolat selama jangka waktu 2003-2006 dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Jumlah isolat dari ICU RSUPNCM tahun 2003-2006 No Kode Organisme Jumlah isolat % 1 Pae Pseudomonas aeruginosa 31 21.83% 2 Kpn Klebsiella pneumoniae 29 20.42% 3 Aan Acinetobacter anitratus 21 14.79% 4 Sau Staphylococcus aureus 19 13.38% 5 Eae Enterobacter aerogenes 18 12.68% 6 Sep Staphylococcus epidermidis 10 7.04% 7 Eco Escherichia coli 6 4.26% 8 Pmi Proteus mirabilis 3 2.11% 9 Afa Alcaligenes faecalis 2 1.41% 10 Pvu Proteus vulgaris 1 0.70% 11 Sgm Streptococcus, non-haemolytic 1 0.70% 12 Svi Streptococcus viridans 1 0.70% Total 142 100% Pada jangka waktu 2003-2004 terkumpul 91 isolat dari 90 pasien, sedangkan pada jangka waktu 2005-2006 terkumpul 51 isolat dari 51 pasien. Pola bakteri dan jumlah isolat pada jangka waktu 2003-2004 dan 2005-2006 disajikan dalam tabel 4.2 dan tabel 4.3. 18

19 Tabel 4.2. Jumlah Isolat dari ICU RSUPNCM Tahun 2003-2004 No Kode Organisme Jumlah isolat % 1 Pae Pseudomonas aeruginosa 22 24.18% 2 Kpn Klebsiella pneumoniae 18 19.78% 3 Eae Enterobacter aerogenes 14 15.38% 4 Sau Staphylococcus aureus 13 14.29% 5 Aan Acinetobacter anitratus 9 9.89% 6 Sep Staphylococcus epidermidis 7 7.69% 7 Eco Escherichia coli 5 5.49% 8 Afa Alcaligenes faecalis 1 1.10% 9 Pmi Proteus mirabilis 1 1.10% 10 Pvu Proteus vulgaris 1 1.10% Total 91 100% Tabel 4.3. Jumlah Isolat dari ICU RSUPNCM Tahun 2005-2006 No Kode Organisme Jumlah isolat % 1 Aan Acinetobacter anitratus 12 23.53% 2 Kpn Klebsiella pneumoniae 11 21.57% 3 Pae Pseudomonas aeruginosa 9 17.65% 4 Sau Staphylococcus aureus 6 11.76% 5 Eae Enterobacter aerogenes 4 7.84% 6 Sep Staphylococcus epidermidis 3 5.88% 7 Pmi Proteus mirabilis 2 3.92% 8 Afa Alcaligenes faecalis 1 1.96% 9 Eco Escherichia coli 1 1.96% 10 Sgm Streptococcus, non-haemolytic 1 1.96% 11 Svi Streptococcus viridans 1 1.96% Total 51 100%

20 Baik pada jangka waktu 2003-2004 maupun 2005-2006, lima besar bakteri yang ditemukan sama, namun dengan pola yang berbeda. Kelima bakteri tersebut adalah Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter anitratus, dan Enterobacter aerogenes. Pada jangka waktu 2003-2006, Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri terbanyak yang ditemukan, bakteri ini ditemukan sebanyak 31 isolat (21,83%). Dari jangka waktu 2003-2004 ke 2005-2006, jumlah isolat Pseudomonas aeruginosa yang ditemukan mengalami penurunan baik dalam jumlah maupun dalam persentase. Pada jangka waktu 2003-2004, Pseudomonas aeruginosa ditemukan sebanyak 22 isolat (24,18%), sementara pada jangka waktu 2005-2006 ditemukan 9 isolat (17,65%). Dalam hal urutan bakteri ini juga mengalami penurunan, dari urutan pertama pada jangka waktu 2003-2004 ke urutan ketiga pada 2005-2006. Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri yang kedua terbanyak ditemukan dengan jumlah 29 isolat (20,42%). Pada kedua jangka waktu, 2003-2004 dan 2005-2006, Klebsiella pneumoniae terdapat di urutan kedua dalam jumlah isolat. Tahun 2003-2004 ditemukan 18 isolat (19,78%), sedangkan pada jangka waktu 2005-2006 ditemukan 11 isolat (21,57%). Urutan ketiga jumlah isolat terbanyak jangka waktu 2003-2006 adalah Acinetobacter anitratus sebanyak 21 isolat (14,79%). Pada tahun 2003-2004, Acinetobacter anitratus berada pada urutan kelima jumlah isolat terbanyak dengan ditemukannya bakteri ini pada 9 isolat (9.89%). Pada tahun 2005-2006, jumlah isolat Acinetobacter anitratus mengalami peningkatan menjadi 12 isolat (25,53%) merupakan jumlah isolat yang paling banyak pada jangka waktu tersebut. Staphylococcus aureus merupakan bakteri keempat terbanyak yang ditemukan pada jangka waktu 2003-2006. Secara keseluruhan ditemukan 19 isolat (13,38%) Staphylococcus aureus. Pada jangka waktu 2003-2004 ditemukan 13 isolat (14,29%), dan pada 2005-2006 ditemukan 6 isolat (11,76%).

21 Enterobacter aerogenes adalah bakteri kelima terbanyak ditemukan pada jangka waktu 2003-2006 sebanyak 18 isolat (12,68%). Seperti yang terjadi pada Psudomonas aeruginosa, jumlah isolat dan persentase ditemukannya Enterobacter aerogenes menurun dari jangka waktu 2003-2004 ke 2005-2006. Pada jangka waktu 2003-2004 Enterobacter aerogenes ditemukan sebanyak 14 isolat (15,38%) dan berada pada urutan ketiga. Sementara, pada tahun 2005-2006 Enterobacter aerogenes ditemukan sebanyak 4 isolat (7,84%) dan berada pada urutan kelima. Gambar 4.1. Persentase Isolat Bakteri terbanyak yang Diisolasi dari ICU RSUPNCM, tahun 2003-2004 dan 2005-2006 (aan: Acinetobacter anitratus; eae: Enterobacter aerogenes; kpn: Klebsiella pneumonia; pae: Pseudomonas aeruginosa; sau: Staphylococcus aureus) Pola resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap gentamisin dan tikarsilin menunjukkan perubahan jika dibandingkan antara kurun waktu 2003-2004 dan 2005-2006. Dibandingkan dengan kurun waktu 2003-2004, resistensi gentamisin menunjukkan penurunan dari 59,1% menjadi 33,3%. Sedangkan, resistensi bakteri tersebut terhadap tikarsilin meningkat dari 61,9% pada kurun waktu 2003-2004 menjadi 98,4% pada kurun waktu 2005-2006. (Gambar 4.2.)

22 Gambar 4.2. Pola resistensi Pseudomonas aeruginosa yang diisolasi dari ICU RSUPNCM terhadap gentamisin dan tikarsilin di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI Tahun 2003-2006 (gen: gentamisin; tic: tikarsilin) Pola resistensi Klebsiella pneumoniae terhadap antibiotik amikasin, gentamisin dan sefepim menunjukkan perubahan antara jangka waktu 2003-2004 dan 2005-2006. Resistensi Klebsiella pneumoniae terhadap amikasin menurun dari 13,3% menjadi 10%. Sementara, terhadap gentamisin pola resistensi Klebsiella pneumoniae tidak terdapat banyak perubahan yaitu 44,4% pada jangka waktu 2003-2004 menjadi 45,5% pada jangka waktu 2005-2006. Terhadap sefepim terjadi peningkatan resistensi dari 22,2% pada tahun 2003-2004 menjadi 54,5% pada tahun 2005-2006. (Gambar 4.3.)

23 Gambar 4.3. Pola resistensi Klebsiella pneumoniae yang diisolasi dari ICU RSUPNCM terhadap amikasin, gentamisin dan sefepim di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI Tahun 2003-2006 (amk: amikasin; gen: gentamisin; fep: sefepim) Resistensi Acinetobacter anitratus yang diisolasi dari ICU RSUPNCM terhadap antibiotik amikasin dan gentamisin menunjukkan penurunan. Resistensi Acinetobacter anitratus terhadap amikasin menurun dari 62,5% pada jangka waktu 2003-2004 menjadi 44,4% pada jangka waktu 2005-2006, sementara resistensi Acinetobacter anitratus terhadap gentamisin menurun dari 77,8% menjadi 33,3%. Sebaliknya terhadap antibiotik sefepim terjadi peningkatan resistensi dari 11,1% menjadi 33,3%. (Gambar 4.4.)

24 Gambar 4.4. Pola resistensi Acinetobacter anitratus yang diisolasi dari ICU RSUPNCM terhadap amikasin, gentamisin dan sefepim di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI Tahun 2003-2006 (amk: amikasin; gen: gentamisin; fep: sefepim) Pola resistensi Staphylococcus aureus terhadap eritromisin menunjukkan peningkatan dari 30,8% pada kurun waktu 2003-2004 menjadi 80% pada tahun 2005-2006. Sedangkan, tingkat resistensi bakteri yang sama terhadap antibiotik trimetoprim-sulfametoksasol tidak mengalami perubahan yang berarti, yaitu 83,5% pada tahun 2003-2004 menjadi 83,3% pada tahun 2005-2006. (Gambar 4.5.)

25 Gambar 4.5. Pola resistensi Staphylococcus aureus yang diisolasi dari ICU RSUPNCM terhadap trimetoprim-sulfametoksasol dan eritromisin di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI Tahun 2003-2006 (sxt: trimetoprim-sulfametoksasol; eri: eritromisin) Pada kurun waktu 2005-2006 didapakan 2 isolat MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus). Sedangkan pada kurun waktu 2005-2006 didapatkan 6 isolat MRSA yang relatif belum resisten terhadap antibiotik lainnya, kecuali terhadap seftazidim (71,4%). Hasil pemeriksaan resistensi kuman Enterobacter aerogenes yang diisolasi dari ICU RSUPNCM pada tahun 2003-2006 menunjukkan penurunan resistensi terhadap antibiotik gentamisin dan amikasin, sementara terjadi peningkatan resistensi terhadap sefepim. Resistensi terhadap amikasin menurun dari 16,7% menjadi 0%, sementara resistensi terhadap gentamisin turun dari 50% menjadi 25%. Resistensi Enterobacter aerogenes terhadap sefepim mengalami peningkatan dari 14,3% menjadi 25%. (Gambar 4.6.)

26 Gambar 4.6. Pola resistensi Enterobacter aerogenes yang diisolasi dari ICU RSUPNCM terhadap amikasin, gentamisin dan sefepim di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI Tahun 2003-2006 (amk: amikasin; gen: gentamisin; fep: sefepim)

BAB 5 DISKUSI Lebih dari sepertiga pasien yang dirawat di ICU mengalami komplikasi yang tidak diinginkan dari perawatan medis. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi nosokomial. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian infeksi nosokomial di ICU. Faktor-faktor tersebut antara lain terganggunya sistem imun pasien akibat penyakit yang diderita, penggunaan alat-alat yang bersifat invasif, gangguan mekanisme normal pencegahan terhadap infeksi pada organ tubuh berongga akibat penggunaan kateter urin, pipa nasogastrik dan pipa endotrakeal, malnutrisi, serta penggunaan antibiotik yang lebih sering dan banyak dibandingkan ruangan lainnya. 1 Selain itu di ICU pasien dengan penyakit yang berat ditempatkan bersamaan di tempat yang relatif kecil dan jumlah personel medis yang kurang adekuat menyebabkan tingginya kemungkinan penyebaran infeksi melalui kontak orang ke orang. Faktor lainnya adalah tingkat keparahan penyakit pasien yang dirawat di ICU dan lama perawatan di rumah sakit. 1,5,6 Pada penelitian ini, didapatkan 142 isolat yang berasal dari berbagai spesimen. Dari jumlah tersebut 111 di antaranya adalah bakteri Gram negatif dan 31 sisanya adalah bakteri Gram positif. Lima bakteri terbanyak yang ditemukan dalam isolat adalah Pseudomonas aeruginosa (31 isolat), Klebsiella pneumoniae (29 isolat), Acinetobacter anitratus (19 isolat), Staphylococcus aureus (18 isolat), Enterobacter aerogenes (18 isolat). Dari data di atas terlihat bahwa lebih banyak terdapat bakteri Gram negatif dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Hal ini menandakan pentingnya meningkatkan kewaspadaan terhadap infeksi oleh bakteri Gram negatif, terutama yang resisten terhadap antibiotik. Saat ini, infeksi bakteri Gram positif dengan resistensi ganda terhadap antibiotik seperti MRSA selalu menjadi pusat perhatian, sementara infeksi bakteri Gram negatif lebih sedikit menarik perhatian meskipun 27

28 kemunculan dan penyebaran infeksi bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik juga merupakan masalah yang serius terhadap kesehatan publik. 17 Berdasarkan data yang dibuat dengan kurun waktu 2003-2004 dan 2005-2006, kelima bakteri di atas tetap menjadi lima besar namun dalam urutan yang berbeda. Pada kurun waktu 2003-2004, lima besar bakteri sesuai urutannya adalah Pseudomonas aeruginosa (22 isolat), Klebsiella pneumoniae (18 isolat), Enterobacter aerogenes (14 isolat), Staphylococcus aereus (13 isolat) dan Acinetobacter anitratus (9 isolat). Sementara urutan lima besar pada kurun waktu 2005-2006 adalah Acinetobacter anitratus (12 isolat), Klebsiella pneumoniae (11 isolat), Pseudomonas aeruginosa (9 isolat), Staphylococcus aereus (6 isolat) dan Enterobacter aerogenes (4 isolat). Data di atas berbeda dengan data yang didapatkan oleh Patwardhan, et al 18 pada suatu studi yang dilakukan pada sebuah ICU di India, dimana dari 272 isolat didapatkan Escherichia coli (74 isolat), Klebsiella pneumoniae (52 isolat), Staphylococcus aureus (47 isolat), Acinetobacter spp. (36 isolat), Pseudomonas aeruginosa (36 isolat), serta Streptococcus pyogenes (27 isolat). Pada data yang didapatkan oleh Patwardhan et al, kelima besar bakteri yang diisolasi dari ICU RSUPNCM juga termasuk di dalamnya meskipun terdapat bakteri lain yaitu Escherichia coli dan Streptococcus pyogenes. Dari studi KISS 1 (Krakenhaus Infection Surveillance System) di Jerman, didapatkan patogen yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah Staphylococcus aureus (16,5%), Pseudomonas aruginosa (14,2%), Escherichia coli (13,9%), Enterococcus (13,4%), Candida albicans (11,2%), Klebsiella spp. (9,1%), Staphylococcus koagulase negatif (9,1%), dan Enterobacter spp. (7,4%). Dari studi lainnya, SOAP 1 (Sepsis Occurance in Acutely Ill Patients) menyatakan dari 279 pasien dengan HAI yang didapat di ICU, Staphylococcus, termasuk MRSA adalah penyebab terbanyak (40%), diikuti oleh Pseudomonas spp. (21%), Streptococcus (19%), Escherichia coli (17%), dan Candida albicans (16%). Dari penelitian ini juga

29 didapatkan bahwa pasien yang mengalami HAI yang didapat dari ICU memiliki tingkat infeksi campuran yang lebih tinggi (23%) dibandingkan dengan bangsal selain ICU (16%). 1 Dari data hasil penelitian serta ketiga studi yang disebutkan di atas, terdapat perbedaan persentase bakteri Gram negatif dibandingkan Gram positif. Dari hasil penelitian didapatkan jumlah bakteri Gram negatif (78,2%), lebih banyak dibandingkan jumlah bakteri Gram positif (21,8%). Serupa dengan penelitian ini, dari studi KISS 1 juga didapatkan jumlah bakteri Gram negatif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bakteri Gram positif, yaitu 39% bakteri Gram positif, 44,6% bakteri Gram negatif, serta 16,5% jamur. Kesimpulan yang sama diperoleh dari oleh Patwardhan et al 18, dimana didapatkan 72,8% bakteri Gram negatif dan 27,2% bakteri Gram positif. Data yang berbeda didapatkan pada studi SOAP 1, dimana didapatkan jumlah bakteri Gram positif lebih banyak ketimbang bakteri Gram positif, yaitu 59%, dibandingkan dengan bakteri Gram negatif sebanyak 38%. Sesuai dengan hasil studi di atas 1, kebanyakan penyebab infeksi di ICU adalah bakteri Gram positif dengan resistensi ganda terhadap antibiotik, bakteri Gram negatif, dan jamur. Kemunculan patogen-patogen ini sebagian disebabakan oleh pola penggunaan antibiotik, selection pressure, dan berkembangnya resistensi terhadap antibiotik. 1 Faktor risiko lain yang dihubungkan dengan timbulnya Ventilatorassociated Pneumonia (VAP) akibat bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah penggunaan ventilator mekanik selama 7 hari atau lebih, penggunaan antibiotik sebelum dirawat di ICU, dan penggunaan antibiotik spektrun luas sebelumnya seperti sefalosporin generasi ketiga, fluorokuinolon, karbapenem atau kombinasinya. 5 Selain itu, lamanya perawatan di rumah sakit juga merupakan salah satu faktor risiko timbulnya resistensi terhadap antibiotik. Hal ini disebakan seiring dengan berjalannya waktu, semakin memungkinkan terjadinya kolonisasi bakteri yang didapat dari rumah sakit dan memungkinkan timbulnya resistensi endogen dari bakteri. 1,5 Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah penggunaan alat-alat invasif dan kegagalan tindakan pengendalian infeksi di rumah sakit. 1,5,6

30 Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa resistensi kelima besar bakteri terhadap berbagai antibiotik mengalami perubahan. Contohnya resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap gentamisin mengalami penurunan dari 59,10% menjadi 33,33%. Hal ini kurang lebih sesuai dengan studi MYSTIC tahun 2003 yang dilakukan oleh Kiffer et al 19 di Brazil dimana resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap gentamisin adalah sebesar 44,3%. Sementara pada studi oleh Patwardhan et al 18 didapatkan resistensi Pseudomonas terhadap gentamisin sebesar 100%. Contoh lainnya adalah kenaikan resistensi Klebsiella pneumoniae terhadap sefepim dari 22,2% menjadi 54,5%. Resistensi Klebsiella terhadap sefepim pada jangka waktu 2005-2006 kurang lebih sama dengan yang didapatkan Kiffer et al 19 pada studinya, yaitu 51,9%. Sedangkan pada studi yang dilakukan oleh Kaul et al 20 di India didapatkan resistensi Klebsiella terhadap sefepim berkisar antara 12,5% hingga 28,5% pada jangka waktu antara 15 Agustus 2004 sampai 15 Mei 2005. Kebanyakan studi menunjukkan hasil pola resistensi yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan pajanan terhadap antibiotik tertentu baik di ICU maupun di luar ICU dan lingkungan sekitar rumah sakit. 1 Semakin sering terpapar dengan antibiotik tertentu maka semakin besar pula kemungkinan timbulnya resistensi. 1,5,6 Fakta ini menunjukkan bahwa usaha dalam pengendalian resistensi terhadap antibiotik harus pula terfokus pada pengendalian infeksi selain pada pengendalian penggunaan antibiotik. 1 Perubahan dalam resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik dapat disebabkan oleh beberapa hal. Peningkatan resistensi dapat disebabkan oleh pajanan terhadap antibiotik, selection pressure, penggunaan antibiotik yang tidak adekuat serta kolonisasi bakteri yang menyebabkan terjadinya resistensi endogen dari bakteri. 1,5,6 Sedangkan, penurunan persentasi resistensi dapat merupakan keberhasilan pengendalian infeksi dan pembatasan penggunaan antibiotik. 1 Pengendalian infeksi di rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Skrining dan surveilens infeksi di rumah sakit akan memberi gambaran mengenai

31 keadaan infeksi nosokomial serta dapat menjadi dasar penyusunan panduan penggunaan antibiotik bagi rumah sakit. 6,13 Adanya panduan penggunaan antibiotik akan membantu dalam pembatasan penggunaan antibiotik. Pembatasan penggunaan antibiotik merupakan salah satu strategi yang efektif dalam mencegah dan menurunkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. 1,2,6,13 Dari suatu studi, pembatasan penggunaan antibiotik dapat meningkatkan kepekaan semua antibiotik golongan beta laktam dan kuinolon. 13 Pembatasan penggunaan antibiotik juga dilakukan dengan cara pembatasan penggunaan antibiotik untuk profilaksis, salah satunya pembatasan praktek selective decontamination of the digestive tract (SDD). 13 Selain itu, penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit dan antibiotik yang telah lama beredar dibandingkan anibiotik-antibiotik baru juga dapat menjadi upaya pencegahan munculnya resistensi. 5,6 Pencegahan infeksi juga dilakukan dengan sterilisasi ventilator secara berkala untuk mencegah VAP, menjaga kebersihan lingkungan kerja termasuk barang-barang yang terdapat di kamar rawat pasien dan kualitas udara di rumah sakit. 15 Penggunaan sarung tangan dan apron sekali pakai juga dapat mencegah transmisi bakteri dari orang ke orang, dibuktikan dengan ditemukannya bakteri termasuk MRSA dan VRE di sarung tangan dan apron yang digunakan oleh tenaga medis. 21 Upaya lain yang dapat dilakukan adalah mendisiplinkan keharusan untuk mencuci tangan bagi tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien setiap pindah dari satu pasien ke pasien lainnya untuk menghindari transmisi bakteri. 2,5,6,13 Penggunaan triklosan dilaporkan menurunkan insidens infeksi MRSA di NICU. 13 Saat ini penggunaan pembersih tangan berbahan dasar alkohol dilaporkan berhasil mencegah transmisi MRSA dari pasien ke pasien. 2 De-eskalasi penggunaan antibiotik, yaitu penggunaan antibiotik spektrum luas untuk terapi inisial dilanjutkan dengan penggunaan antibiotik dengan spektrum yang lebih sempit dilaporkan dapat mencegah dan menurunkan tingkat resistensi terhadap antibiotik. 6,14 Selain itu, penggunaan kombinasi antibiotik dari kelas yang berbeda

32 serta antibiotic cycling juga merupakan upaya pencegahan munculnya resistensi. 5,6,14-16 Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam penelitian ini. Beberapa kelebihan penelitian ini antara lain memuat pola resistensi bakteri terhadap beberapa jenis antibiotik sehingga dapat membantu pemilihan antibiotik pada penanganan infeksi. Selain itu dibahas pula faktor-faktor yang dapat meningkatkan resistensi serta upaya-upaya pengendalian infeksi dan resistensi antobiotik yang dapat diterapkan di rumah sakit. Keterbatasan penelitian ini ialah bahwa jumlah isolat yang kurang memadai dan periode penelitian yang singkat sehingga kemungkinan kurang dapat menggambarkan pola bakteri dan pola resistensi bakteri di ICU RSUPNCM.