BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank sebagai lembaga kepercayaan/lembaga intermediasi masyarakat dan merupakan bagian dari sistem moneter mempunyai kedudukan strategis sebagai penunjang pembangunan ekonomi.pengelolaan bank dituntut untuk senantiasa menjaga keseimbangan antara pemeliharaan tingkat likuiditas yang cukup dan rentabilitas bank yang tinggi serta pemenuhan kebutuhan modal. Pemeliharaan kesehatan bank antara lain dilakukan dengan tetap menjaga likuiditasnya sehingga bank bisa memenuhi kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau mencairkan simpanannya sewaktu waktu. Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia meliputi bank persero, bank umum swasta nasional devisa, bank umum swasta nasional non devisa, bank pembangunan daerah, bank campuran dan bank asing. Bank yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bank BUMN (Persero). Bank BUMN (Persero) adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia.Bank BUMN (Persero) Tbk terdiri dari PT. Bank Negara Indonesia, PT. Bank Rakyat Indonesia, PT. Bank Mandiri, dan PT. Bank Tabungan Negara. Sistem keuangan yang maju pada umumnya tidak dimiliki negara berkembang, terlihat dari belum berkembang dan berfungsinya lembaga lembaga keuangan secara optimal.
Optimalisasi lembaga lembaga keuangan diukur melalui rasio antara jumlah kekayaan yang dinyatakan dengan uang (financial assets) dengan pendapatan nasional atau dengan Produk Domestik Bruto dalam perekonomian.bila rasio penggunaan uang dalam suatu negara tinggi menunjukkan semakin besar serta semakin luas kegiatan lembaga lembaga keuangan maupun pasar uang.dan refleksi kegiatan lembaga dan pasar keuangan yang luas tersebut tercermin dari semakin beragamnya jenis instrumen keuangan yang digunakan dalam masyarakat (Noegroho, 2002). Pertengahan tahun 2007, perekonomian dunia menghadapi situasi yang tidak pasti akibat perkembangan krisis sektor perumahan (subprime mortgage crisis) di Amerika Serikat yang mulai terkuak.dampak krisis sektor perumahan dan perubahan peta keuangan dunia dan regional akan membawa pengaruh terhadap arah pergerakan arus modal di pasar keuangan dan modal dalam negeri (Noegroho, 2010). Perubahan perekonomian dunia yang memburuk secara sangat cepat pada semester kedua tahun 2007 telah menjadi salah satu bahan pembahasan penting Pemerintah, Bank Indonesia, dan DPR pada saat membahas asumsi ekonomi makro tahun 2008 yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan besaran APBN 2008. Namun perubahan situasi perekonomian global yang drastis dan cepat berubah hingga awal tahun 2008 menyebabkan asumsi ekonomi makro 2008 yang telah ditetapkan pada bulan Oktober 2007 menjadi tidak sesuai lagi. Hal tersebut akhirnya berdampak pada terjadinya inflasi di dalam negeri.inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga harga yang
berlaku dalam suatu perekonomian (Sukirno, 2002 : 15). Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997, memburuknya ekonomi dunia pada tahun 2007 dan adanya kasus Century yang sangat menyedot atensi masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan dalam peta perbankan seperti ketentuan ketentuan dalam perbankan, manajemen perbankan, struktur perbankan yang akan berakibat pada berubahnya posisi dana masyarakat yang dapat dihimpun oleh perbankan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap fluktuasi suku bunga yang ditetapkan perbankan (Tabel 1.1). Hal tersebut akan berimplikasi pada semakin meningkatnya persaingan perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat (Raharja, 2011). Tabel 1. 1 Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka 12 Bulan Pada Bank BUMN di Indonesia Periode 2006 2013 (Dalam %) Tahun 12 Bulan 2006 8,71 2007 8,41 2008 11,44 2009 9,40 2010 6,93 2011 6,94 2012 5,91 2013 6,69 Sumber: Bank Indonesia (SEKI, Januari 2014) Bunga yang diberikan oleh bank bank pada masyarakat merupakan daya tarik yang utama bagi masyarakat untuk melakukan penyimpanan uangnya di bank. Sedangkan bagi bank, semakin besar dana masyarakat yang bisa dihimpun akan meningkatkan kemampuan bank untuk membiayai operasional aktivanya yang sebagian besar berupa pemberian kredit pada masyarakat.
Dalam 8 tahun terakhir ini jumlah penghimpunan deposito berjangka terus meningkat (Tabel 1.2).Hal ini menunjukkan bahwa investasi berupa deposito berjangka di bank menjadi semakin menarik di mata masyarakat.keadaan ini di satu sisi adalah potensi yang baik bagi bank dalam kegiatannya menghimpun dana masyarakat, namun di sisi lain seiring meningkatnya harapan masyarakat akan deposito berjangka, jika perbankan tidak hati hati dalam mengelola penghimpunan deposito ini maka akan sangat merugikan mereka. Tabel 1. 2 Penghimpunan Deposito Berjangka 12 Bulan Rupiah Pada Bank BUMN Dalam 8 Tahun Terakhir (Dalam Miliar Rp) No Tahun Deposito Berjangka 12 Bulan 1 2006 176.718 2 2007 179. 313 3 2008 235. 219 4 2009 274. 965 5 2010 328. 677 6 2011 350. 862 7 2012 378. 829 8 2013 403.735 Sumber : Bank Indonesia (SPI, Januari 2014) Perkembangan jumlah penghimpunan deposito ternyata juga diikuti dengan peningkatan penyaluran kredit yang diberikan oleh bank dalam hal ini ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) (Tabel 1.3).LDR adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran 1e, Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat diukur dari perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga. Tabel 1. 3 Perkembangan CAR, LDR, ROA, dan BOPO Bank BUMN 8 Tahun Terakhir (Dalam %) No Tahun Inflasi CAR LDR ROA BOPO 1 2006 6,60 21,20 59,93 2,22 97,05 2 2007 6,59 17,85 62,37 2,76 90,68 3 2008 11,05 14,31 70,27 2,72 89,92 4 2009 2,78 13,81 69,55 2,71 92,35 5 2010 6,96 15,36 71,54 3,08 88,23 6 2011 3,79 15,04 81,51 3,60 91,94 7 2012 4,30 16,17 79,84 3,80 70,53 8 2013 8,38 16,70 89,29 3,74 66,55 Sumber: Bank Indonesia (SPI, Januari 2014) Pada Tabel 1.3 dapat diketahui bahwa hampir setiap tahunnya tingkat LDR mengalami kenaikan namun masih ada penurunan di tahun 2009 dan 2012 tapi masih dalam batas aman. Seperti ditunjukkan oleh Capital Adequancy Ratio (CAR) pada Tabel 1.3. CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana dana dari sumber sumber di luar bank (Almilia, 2006). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%.Hal ini didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan BIS (Bank for International Settlement). Sementara itu, indikator Return on assets (ROA) secara umum mengalami kenaikan dari tahun ke tahun sama halnya dengan LDR, kecuali terjadi penurunan hanya pada tahun 2008, 2009, dan 2013.
Return on Assets mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa lalu. Analisis ini kemudian bisa diproyeksikan ke masa depan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada masa masa mendatang. (Raharja, 2011). Di sisi lain,indikator Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional dalam mengukur tingkat efisien dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasional, dengan adanya efisien biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Pada Tabel 1.3 diperoleh data bahwa pada tahun 2006 hingga tahun 2013 rasio BOPO mengalami fluktuasi dan belum mencapai standar untuk ukuran bank di Indonesia. BI menetapkan dimana standar rata rata nya 85%-110%. Artinya jika BOPO terlalu tinggi tidak selamanya baik karena berarti likuiditasnya ketat juga berpotensi akan menimbulkan permasalahan yaitu ketika membutuhkan likuiditas disaat pasokan mengetat. Selain itu, tingkat suku bunga mempunyai kaitan yang cukup erat dengan berbagai indikator ekonomi lainnya.di sisi internal tingkat suku bunga berkaitan dengan inflasi, permintaan dalam negeri dan nilai tukar rupiah.dalam lingkup eksternal tingkat suku bunga sangat berperan terhadap arus modal masuk dan keluar (Almilia, 2006). Data dalam Tabel 1.3 menunjukkan bahwa tingkat inflasi sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun dan terkadang tejadi kenaikan atau penurunan yang sangat ekstrim seperti pada tahun 2008 ke tahun 2009 yaitu sebesar 11,05 menjadi 2,78.
Oleh karena itu, upaya pengendalian tingkat suku bunga yang dilakukan harus selalu memperhatikan keseimbangan berbagai faktor.dalam rangka meningkatkan kemampuan pengendalian pelaksanaan kebijakan moneter, salah satu kebijakan mendasar yang telah ditempuh pemerintah adalah kebijakan deregulasi perbankan yang dilaksanakan sejak tanggal 1 Juni 1983 dengan maksud agar kehidupan perbankan lebih mandiri, efisien dan dapat meningkatkan mobilisasi dana masyarakat. Sebelumnya pengaturan moneter dilakukan secara langsung dengan mengatur agregat moneter melalui penetapan kredit perbankan serta penetapan suku bunga, sehingga berfungsi sebagai piranti moneter yang hampir sepenuhnya dapat dikontrol oleh Bank Sentral.Dengan adanya deregulasi mengakibatkan perubahan mekanisme dan pengendalian moneter.agregat moneter tidak lagi secara langsung dikontrol oleh Bank Sentral, sedangkan suku bunga ditentukan oleh kekuatan pasar (Noegroho, 2010). Masalah penentuan tingkat suku bunga menjadi masalah penting bagi negara berkembang maupun negara sedang berkembang yang sedang mengalami proses liberalisasi sistem keuangan dalam negerinya. Bagaimana suku bunga yang diharapkan berlaku menghadapi perubahan lingkungan dan bagaimana merespon pengaruh luar negeri dan kebijaksanaan dalam negeri.hal itu membuat perbankan banyak menyalurkan dana untuk kredit. Sementara itu, meskipun terjadi peningkatan kredit yang cukup tinggi, posisi CAR yang mencerminkan tingkat kesehatan permodalan bank masih tinggi sekitar 16,17% pada tahun 2012 atau tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya sebesar 15,04% di tahun 2011.
Dalam hal ini tingkat suku bunga dalam negeri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar negeri, seperti suku bunga Internasional, maupun yang berasal dari dalam negeri, seperti ekspektasi inflasi, kondisi perbankan serta langkah dan tindakan otoritas moneter. Dalam hal ini bank bank telah diberi kebebasan dalam menetapkan tingkat suku bunga deposito, tingkat bunga pinjaman dan pengelolaan lainnya. Tidak jarang bank bank menetapkan suku bunga terselubung.yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi dari yang diinformasikan secara resmi melalui media massa dengan harapan tingkat suku bunga yang dinaikkan akan menyebabkan jumlah uang yang beredar akan berkurang. Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat risiko lebih besar.sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga (Noegroho, 2010).Dengan adanya permasalahan permasalahan yang harus dihadapi pemerintah tersebut, maka dalam hal ini pemerintah harus bisa memutuskan kebijaksanaan yang harus diambil sehingga dapat memperbaiki maupun meningkatkan struktur dan kualitas perbankan Indonesia khususnya perbankan BUMN (Persero) yang dijadikan sebagai objek penelitian ini. Atas dasar pemikiran tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memberikan kejelasan tentang besarnya pengaruh kinerja fundamental keuangan perbankan berupa CAR (Capital Adequancy Ratio), ROA (Return on Assets), LDR (Loan to Deposit Ratio),Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan
tingkat inflasi terhadap tingkat suku bunga deposito pada Bank BUMN (Persero) di Indonesia. Oleh karena itu, maka penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT SUKU BUNGA DEPOSITO BERJANGKA PADA BANK PERSERO DI INDONESIA. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di latar belakang, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apakah Capital Adequancy Ratio (CAR), Return on Assets (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Tingkat Inflasi berpengaruh terhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Persero di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris dan mengetahui pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR), Return on Assets (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Tingkat Inflasiterhadap Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Persero di Indonesia. 1.4.Manfaat Penelitian Adapun suatu penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Investor Sebagai bahan pertimbangan bagi investor dalam berinvestasi dengan memperhatikan tingkat bunga. 2. Bagi Perusahaan (Emiten) Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam mengambil kebijakan perbankan, khususnya dalam hal penentuan tingkat suku bunga deposito berjangka Pada Bank Persero di Indonesia kepada masyarakat. 3. Bagi Peneliti Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan yang sangat berharga yang disinkronkan dengan pengetahuan teoritis yang diperoleh dari bangku kuliah. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai referensi terhadap peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang sama di masa mendatang secara lebih efektif dan efisien.