PASAL 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, definisi-definisi berikut ini wajib berlaku kecuali konteks mempersyaratkan sebaliknya:

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMPERHATIKAN bahwa Pasal 17 Persetujuan mengatur untuk setiap perubahan daripadanya yang akan disepakati bersama secara tertulis oleh para Pihak;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGINGAT LEBIH LANJUT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL 5 MENGENAI KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTARA IBUKOTA NEGARA ASEAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT (PERSETUJUAN PERDAGANGAN BARANG ASEAN)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

MENGINGAT LEBIH LANJUT

PERSETUJUAN MULTILATERAL ASEAN TENTANG JASA ANGKUTAN UDARA

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

PERUBAHAN PROSEDUR SERTIFIKASI OPERASIONAL (OCP) MENGENAI KETENTUAN ASAL BARANG UNTUK KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

Peta Jalan untuk Komunitas ASEAN ( ) dalam rangka. dalam Persetujuan ini secara sendiri disebut sebagai "Negara Anggota

Peta Jalan untuk Komunitas ASEAN ( ) dalam rangka. dalam Persetujuan ini secara sendiri disebut sebagai "Negara Anggota

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

PROTOKOL 3 TENTANG PROTOKOL 3 TENTANG KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT YANG TIDAK TERBATAS ANTAR SUB- KAWASAN ASEAN

PERSETUJUAN CADANGAN BERAS DARURAT ASEAN PLUS TIGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL MENGENAI KERANGKA HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN ASEAN SINGLE WINDOW

PROTOKOL 4 TENTANG KEBEBASAN HAK ANGKUT KELIMA YANG TIDAK TERBATAS ANTAR SUB-KAWASAN ASEAN


2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK

KETENTUAN ASAL BARANG UNTUK KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL 1 TENTANG TANPA BATASAN KEBEBASAN HAK ANGKUT KETIGA DAN KEEMPAT DALAM SUB-KAWASAN ASEAN


PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PERUBAHAN PROSEDUR SERTIFIKASI OPERASIONAL (OCP) MENGENAI KETENTUAN ASAL BARANG UNTUK KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA

MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK ASEAN

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK FEDERAL JERMAN TENTANG PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN TIMBAL BALIK PENANAMAN MODAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PROTOCOL TO AMEND ARTICLE 3 OF THE ASEAN FRAMEWORK(AMENDMENT)AGREEMENT FOR THE INTEGRATION OF PRIORITY SECTORS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Kelima yang Tidak Terbatas di Antara Titik-titik yang Telah Ditunjuk di ASEAN), dan Protocol 2 on Unlimited Third, Fourth, and Fifth Freedom Traffic

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

[Logo] PERSETUJUAN PENANAMAN MODAL MENYELURUH ASEAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ASEAN TENTANG KEPABEANAN

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kepolisian Nasional Philipina (PNP), selanjutnya disebut sebagal "Para Pihak";

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja. Law Reform Commission of Thailand (LRCT)

KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 178/PMK.04/2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPPRES 64/1996, PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 146/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SUDAN

KONVENSI ASEAN TENTANG PEMBERANTASAN TERORISME

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERSETUJUAN PERDAGANGAN BARANG DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTARA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN REPUBLIK CHINA Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos (Laos), Malaysia, Uni Myanmar, Republik Filipina, Republik Singapura, Kerajaan Thailand (Thailand) dan Republik Sosialis Vietnam. Negara-negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (secara bersama-sama, sebagai ASEAN atau Negara-negara Anggota ASEAN, atau secara masing-masing sebagai Negara Anggota ASEAN ), dan Pemerintahan Republik China (China); MENGINGAT Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh ( Persetujuan Kerangka Kerja ) antara ASEAN dan China (secara bersama-sama, sebagai para Pihak, atau secara masing-masing merujuk pada suatu Negara Anggota ASEAN atau China sebagai suatu Pihak ), ditandatangani oleh para Kepala Pemerintahan/Negara-negara Anggota ASEAN dan China di Phnom Penh, Kamboja tanggal 4 Nopember 2002 dan Protokol untuk mengubah Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh mengenai Jalur Cepat yang ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi para Pihak di Bali, Indonesia pada tanggal 6 Oktober 2003; MENGINGAT lebih lanjut Pasal 2 (a), 3 (1) dan 8 (1) dari Persetujuan Kerangka Kerja, yang mencerminkan komitmen para Pihak untuk membentuk Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) yang mencakup perdagangan barang pada tahun 2010 untuk ASEAN 6 dan China dan pada tahun 2015 untuk Negaranegara Anggota ASEAN baru; MENEGASKAN KEMBALI komitmen para Pihak untuk membentuk Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China dalam kerangka kerja yang spesifik, sambil memberikan keluwesan kepada para Pihak untuk menyelesaikan bidang-bidang sensitifnya sebagaimana diatur dalam Persetujuan Kerangka Kerja; TELAH MENYETUJUI HAL-HAL SEBAGAI BERIKUT : PASAL 1 Definisi Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, definisi-definisi berikut ini wajib berlaku kecuali konteks mempersyaratkan sebaliknya: (a) (b) WTO adalah Organisasi Perdagangan Dunia; GATT 1994 adalah Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan 1994, termasuk Lampiran 1A (Catatan dan Ketentuan-Ketentuan Tambahan); 1

(c) (d) (e) ASEAN 6 merujuk pada Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand; Negara-negara Anggota ASEAN Baru merujuk pada Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam; Tingkat Tarif MFN yang berlaku wajib meliputi tarif tingkat dalam kuota dan wajib: (i) (ii) untuk Negara-negara Anggota ASEAN (yang merupakan anggota WTO pada tanggal 1 Juli 2003) dan China, merujuk pada masing-masing tarif yang diberlakukannya pada tanggal 1 Juli 2003; dan untuk Negara-negara Anggota ASEAN (yang bukan merupakan anggota WTO pada tanggal 1 Juli 2003), merujuk pada tingkat sebagaimana diberlakukan untuk China pada tanggal 1 Juli 2003; (f) (g) (h) (i) kebijakan-kebijakan non-tarif wajib termasuk hambatan non-tarif; AEM adalah para Menteri Ekonomi ASEAN; MOFCOM adalah Kementerian Perdagangan China; SEOM adalah Pertemuan Para Pejabat Tinggi ASEAN. PASAL 2 Perlakuan Nasional mengenai Perpajakan dan Peraturan Dalam Negeri Masing-masing Pihak wajib memberikan perlakuan nasional pada produk-produk dari semua Pihak lainnya sebagaimana tercakup dalam Persetujuan ini dan Persetujuan Kerangka Kerja sesuai dengan Pasal III GATT 1994. Untuk tujuan ini, ketentuanketentuan Pasal III GATT 1994, secara, mutatis mutandis, wajib dimasukkan ke dalam dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Persetujuan ini. PASAL 3 Penurunan dan Penghapusan Tarif 1. Program penurunan atau penghapusan tarif dari para Pihak wajib mensyaratkan pemberlakuan tingkat tarif MFN pada daftar pos-pos tarif yang akan diturunkan secara bertahap dan apabila berlaku, dihapuskan, sesuai dengan Pasal ini. 2 Pos-pos tarif yang menjadi subjek program penurunan atau penghapusan tarif dimaksud berdasarkan persetujuan wajib meliputi semua pos tarif yang tidak tercakup dalam Jalur Cepat berdasarkan Pasal 6 Persetujuan Kerangka Kerja, dan pos-pos tarif dimaksud wajib dikategorikan untuk penurunan dan penghapusan tarif sebagai berikut: (a). Jalur Normal: Pos-pos tarif yang ditempatkan dalam Jalur Normal oleh masing-masing Pihak berdasarkan kesepakatannya sendiri wajib telah 2

(b). memberlakukan tingkat tarif MFNnya masing-masing secara bertahap yang diturunkan dan dihapuskan sesuai dengan modalitas sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dari Persetujuan ini dengan tujuan untuk mencapai target-target sebagaimana ditetapkan dalam batasan-batasan yang disepakati. Jalur Sensitif: Pos-pos tarif yang ditempatkan dalam Jalur Sensitif oleh masing-masing Pihak berdasarkan kesepakatannya sendiri wajib telah memberlakukan tingkat tarif MFN, diturunkan atau dihapuskan sesuai dengan modalitas sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 pada Persetujuan ini. 3. Berdasarkan Lampiran 1 dan Lampiran 2 dari Persetujuan ini, seluruh komitmen yang diambil oleh masing-masing Pihak berdasarkan Pasal ini wajib berlaku untuk semua Pihak lainnya. PASAL 4 Transparansi Pasal X GATT 1994, secara mutatis mutandis, wajib dimasukkan kedalam dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Persetujuan ini. PASAL 5 Ketentuan Asal Barang Ketentuan Asal Barang dan Prosedur Sertifikasi Operasional dapat berlaku untuk produk-produk sebagaimana tercakup dalam Persetujuan ini dan Jalur Cepat dari Persetujuan Kerangka Kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 Persetujuan ini. PASAL 6 Modifikasi Konsesi 1. Setiap Pihak pada Persetujuan ini, berdasarkan perundingan dan perjanjian dengan setiap Pihak yang telah membuat konsesi berdasarkan Persetujuan ini, dapat memodifikasi atau menarik konsesi yang telah dibuat dimaksud berdasarkan Persetujuan ini. 2. Dalam perundingan-perundingan dan perjanjian dimaksud, yang dapat meliputi ketentuan-ketentuan untuk penyesuaian kompensasi berkenaan dengan produk-produk lainnya, para Pihak yang bersangkutan wajib mempertahankan suatu tingkat konsesi umum yang saling menguntungkan yang tidak kurang menguntungkan untuk perdagangan daripada yang diberikan dalam Persetujuan ini sebelum perundingan-perundingan dan perjanjian dimaksud. PASAL 7 Aturan WTO 1. Berdasarkan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini setiap perjanjian yang akan ada sebagaimana disepakati sesuai dengan peninjauan kembali oleh para 3

Pihak berdasarkan pasal Pasal 17 Persetujuan ini, para Pihak 1 dengan ini menyepakati dan menegaskan kembali komitmen-komitmen mereka untuk mematuhi ketentuan-ketentuan aturan-aturan WTO, satu sama lain, mengenai kebijakan-kebijakan non tarif, hambatan-hambatan teknis perdagangan, kebijakan-kebijakan sanitary dan phytosanitary, kebijakan-kebijakan subsidi dan bea imbalan, kebijkan-kebijakan anti dumping dan hak-hak kekayaan intelektual. 2. Ketentuan-ketentuan Persetujuan Mulilateral WTO mengenai Perdagangan Barang yang tidak secara spesifik menyebutka di dalam atau dimodifikasi berdasarkan Persetujuan ini, wajib berlaku secara mutatis mutandis, pada Persetujuan ini kecuali konteks mensyaratkan sebaliknya. PASAL 8 Pembatasan Kuantitatif dan Hambatan Non-Tarif 1. Masing-masing Pihak wajib tidak mempertahankan setiap pembatasan kuantitatif setiap saat kecuali diijinkan sebaliknya berdasarkan aturan-aturan WTO 2. 2. Para Pihak wajib mengidentifikasikan hambatan-hambatan non-tarif (selain daripada pembatasan-pembatasan kuantitatif) untuk penghapusan sesegera mungkin, setelah mulai berlakunya Persetujuan ini. Jangka waktu penghapusan atas hambatan-hambatan non tarif ini wajib disepakati bersama oleh seluruh Pihak. 3. Para Pihak wajib menyediakan informasi mengenai pembatasan kuantitatifnya masing-masing dan dapat diakses Sejas pelaksanaan Persetujuan ini. PASAL 9 Kebijakan Pengamanan 1. Masing-masing Pihak, yang merupakan anggota WTO, mempertahankan hak dan kewajibannya berdasarkan Pasal XIX GATT 1994 dan Persetujuan WTO mengenai Pengamanan. 2. Berkenaan dengan kebijakan pengamanan ACFTA, suatu Pihak wajib memiliki hak untuk mengawali kebijakan mengenai produk tersebut dalam masa transisi untuk produk tersebut. Masa Transisi untuk produk tersebut wajib dimulai sejak tanggal mulai berlakunya Persetujuan ini dan berakhir 5 tahun sejak tanggal penyelesaian penghapusan/penurunan tarif untuk produk tersebut. 3. Suatu Pihak wajib bebas untuk mengambil kebijakan-kebijakan pengamanan ACFTA apabila sebagai dampak dari kewajiban-kewajiban yang ditimbulkan 1 Negara-negara Anggota ASEAN yang bukan Anggota WTO wajib mematuhi ketentuan-ketentuan WTO sesuai dengan komitmen-komitmen aksesinya masing-masing pada WTO. 2 Negara-negara Anggota ASEAN yang bukan Anggota WTO wajib menghapuskan pembatasan-pembatasan kuantitatifnya dalam waktu 3 tahun [Vietnam: 4 tahun] sejak tanggal mulai berlakunya Persetujuan ini atau sesuai dengan komitmenkomitmen aksesinya pada WTO, yang mana yang lebih awal. 4

oleh Pihak tersebut, termasuk konsesi tarif berdasarkan program Jalur Cepat Persetujuan Kerangka Kerja atau Persetujuan ini, atau, apabila sebagai hasil dari pembangunan-pembangunan yang tidak terlihat dan dampak-dampak dari kewajiban-kewajiban yang ditimbulkan oleh Pihak tersebut termasuk konsesikonsesi tarif berdasarkan program Jalur Cepat dari Persetujuan Kerangka Kerja atau Persetujuan ini, impor-impor dari setiap produk tertentu dari para Pihak lainnya meningkat secara kuantitas, secara mutlak atau relatif pada produksi dalam negeri, dan berdasarkan ketentuan-ketentuan dimaksud sehingga menyebabkan atau mengancam menyebabkan kerugian yang serius pada industri dalam negeri dari Pihak pengimpor atas produk-produk sejenis atau produk-produk yang bersaing secara langsung. 4. Apabila suatu kebijakan pengamanan ACFTA diambil, suatu Pihak yang mengambil kebijakan demikian dapat meningkatkan tingla tarif yang berlaku untuk produk yang terkait dengan tingkat tarif MFN WTO yang berlaku untuk produk tersebut pada saat kebijakan tersebut diambil. 5. Setiap kebijakan pengamanan ACFTA dapat dipertahankan untuk suatu periode awal sampai dengan tiga (3) tahun dan dapat diperpanjang untuk suatu periode yang tidak lebih dari satu (1) tahun. Tanpa mengurangi jangka waktu dari suatu kebijakan pengamanan ACFTA atas suatu produk, kebijakan tersebut wajib berakhir pada akhir periode transisi atas produk tersebut. 6. Dalam memberlakukan kebijakan-kebijakan pengamanan ACFTA, para Pihak wajib menerapkan aturan-aturan untuk pemberlakuan kebijakan-kebijakan pengamanan tersebut sebagaimana diatur berdasarkan Persetujuan WTO mengenai Pengamanan, dengan pengecualian kebijakan-kebijakan pembatasan kuantitatif sebagaimana tercantum dalam Pasal 5, Pasal 9, Pasal 13, dan Pasal 14 Persetujuan WTO mengenai Pengamanan. Untuk itu, semua ketentuan lainnya dari Persetujuan WTO mengenai Pengamanan secara mutatis mutandis, wajib dimasukkan ke dalam dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Persetujuan ini. 7. Suatu Kebijakan Pengamanan ACFTA wajib tidak diberlakukan pada suatu produk yang tidak berasal dari suatu Pihak, sepanjang bagian impor atas produk tersebut di negara pengimpor tidak lebih dari 3% dari total impor dari para Pihak tersebut. 8. Dalam mengupayakan kompensasi berdasarkan Pasal 8 dari Persetujuan WTO mengenai Pengaman untuk suatu kebijakan pengamanan ACFTA, para Pihak wajib mengupayakan itikad baik untuk badan sebagaimana dirujuk pada ayat 12 untuk menentukan tingkat yang setara secara substansial atas konsesi-konsesi sebelum penangguhan atas konsesi-konsesi yang setara. Setiap proses hukum yang timbul dari itikad baik dimaksud wajib diselesaikan dalam waktu sembilan puluh (90) hari sejak tanggal kebijakan pengamanan ACFTA tersebut berlaku. 9. Mengenai pengakhiran suatu Pihak atas suatu kebijakan pengamanan ACFTA pada suatu produk, tingkat tarif untuk produk tersebut wajib merupakan tingkat yang sesuai dengan jadwal penurunan dan penghapusan tarif dari Pihak tersebut sebagaimana diatur dalam Lampiran 1 dan 2 dari Persetujuan ini, 5

akan telah mulai berlaku pada tanggal 1 Januari pada tahun saat kebijakan pengamanan tersebut diakhiri. 10. Semua komunikasi dan dokumentasi resmi yang dipertukarkan antar para Pihak dan kepada badan sebagaimana dirujuk pada ayat 12 terkait dengan setiap kebijakan pengamanan ACFTA wajib dilakukan secara tertulis dan wajib dalam bahasa Inggris. 11. Apabila sedang memberlakukan kebijakan pengamanan ACFTA, suatu Pihak wajib tidak memberlakukan secara simultan kebijakan pengamanan WTO sebagaimana dirujuk pada ayat 1. 12. Untuk maksud Pasal ini, setiap rujukan untuk "Dewan Perdagangan Barang" atau "Komite Pengamanan" dalam ketentuan-ketentuan yang termasuk dalam Persetujuan WTO mengenai Pengamanan, sebelum terbentuknya suatu badan permanen berdasarkan ayat 1 Pasal 16, wajib merujuk pada AEM- MOFCOM, atau SEOM-MOFCOM, apabila sesuai, yang wajib digantikan oleh badan permanen begitu badan tersebut dibentuk. PASAL 10 Percepatan Komitmen Tidak satupun dalam Persetujuan ini wajib mengurangi para Pihak untuk berunding dan memberlakukan pengaturan-pengaturan untuk mempercepat pelaksanaan komitmen-komitmen yang dibuat berdasarkan Persetujuan ini, dengan syarat bahwa pengaturan-pengaturan tersebut disepakati bersama dan dilaksanakan oleh seluruh Pihak. PASAL 11 Kebijakan Pengamanan Neraca Pembayaran Apabila suatu Pihak mengalami kesulitan atau ancaman yang serius pada neraca pembayaran atau keuangan eksternalnya, sesuai dengan GATT 1994 dan Kesepahaman mengenai ketentuan Neraca Pembayaran GATT 1994, ia dapat menerapkan kebijakan-kebijakan pembatasan impor. PASAL 12 Pengecualian Umum Berdasarkan persyaratan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak dapat diberlakukan dengan cara yang akan membentuk suatu cara yang akan bertentangan atau diskriminasi yang tidak dapat dibenarkan antara para Pihak saat ketetnuan-ketentuan yang sama berlaku, suatu pembatasan terselubung pada perdagangan internasional, tidak satupun dalam Persetujuan ini wajib diartikan untuk menghalangi penerapan atau pemberlakuan oleh suatu Pihak atas kebijakankebijakan: (a) (b) yang diperlukan untuk melindungi moral publik; yang diperlukan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan; 6

(c) terkait dengan importasi atau eksportasi emas atau perak; (d) yang diperlukan untuk mengamankan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang konsisten dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, termasuk yang terkait dengan penegakan kepabeanan, penegakan monopoli yang dilakukan berdasarkan ayat 4 Pasal II dan Pasal XVII GATT 1994, perlindungan paten, merek dagang dan hak cipta, dan pencegahan praktik-praktik curang; (e) (f) (g) terkait dengan produk-produk dari buruh yang merupakan narapidana; pembebanan untuk perlindungan kekayaan nasional yang bernilai artistik, historis atau arkeologis; terkait dengan konservasi sumber-sumber alam yang tidak dapat diperbarui apabila kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan berkaitan dengan pembatasanpembatasan produksi atau konsumsi dalam negeri; (h) dilakukan sesuai dengan kewajiban-kewajiban berdasarkan perjanjian komoditas antar pemerintah yang sesuai dengan kriteria yang disampaikan kepada WTO dan yang disetujui oleh WTO atau yang disampaikan sendiri dan disetujui demikian; (i) (j) melibatkan pembatasan-pembatasan pada ekspor bahan-bahan dalam negeri yang diperlukan untuk memastikan kuantitas-kuantitas utama atas bahanbahan tersebut untuk proses industri dalam negeri selama periode saat harga dalam negeri atas bahan-bahan tersebut dibawah harga dunia sebagai bagian dari rencana stabilisasi pemerintah; dengan syarat bahwa pembatasan tersebut wajib tidak dilaksanakan untuk meningkatkan ekspor atau perlindungan yang diberikan untuk industri dalam negeri tersebut, dan wajib tidak memberlakukan ketentuan-ketetntuan Persetujuan ini terkait dengan perlakuan non-diskriminasi; yang penting untuk akuisisi atau distribusi produk-produk yang pasokan umum atau lokalnya kurang; dengan syarat bahwa setiap kebijakan tersebut konsisten dengan prinsip bahwa semua Pihak berhak untuk bagian yang seimbang dari pasokan internasional atas produk dimaksud dan apabila terdapat setiap kebijakan yang tidak konsisten dengan ketentuan-ketentuan lain dari Persetujuan ini wajib tidak dilanjutkan dan segera setelah ketentuanketentuan yang menyebabkan peningkatan tersebut dihentikan. PASAL 13 Pengecualian Keamanan Tidak satupun dari Persetujuan ini wajib diartikan: (a) mensyaratkan setiap Pihak untuk memberikan setiap informasi mengenai pengungkapan yang dipertimbangkan bertentangan dengan kepentingan keamanan utamanya; 7

(b) untuk mencegah setiap Pihak melakukan setiap tindakan yang dipertimbangkan perlu untuk perlindungan kepentingan keamanan utamanya, termasuk tetapi tidak terbatas pada: (i) (ii) (iii) tindakan terkait dengan bahan-bahan yang mudah pecah dan bahanbahan turunannya; tindakan terkait dengan lalu lintas senjata, amunisi dan perlengkapan perang dan lalu lintas barang-barang dan bahan-bahan lainnya yang dibawa secara langsung dan tidak langsung untuk maksud pemasokan pendirian militer; tindakan yang diambil untuk melindungi prasarana komunikasi kritis dari upaya-upaya yang bertujuan untuk melumpuhkan atau atau menurunkan prasarana-prasarana dimaksud; (iv) tindakan yang diambil pada saat perang atau dalam keadaan darurat dalam negeri atau hubungan internasional lainnya; atau (c) untuk mencegah setiap Pihak mengambil setiap tindakan sesuai dengan kewajibannya berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mempertahankan kedamaian dan keamanan internasional. PASAL 14 Pengakuan Status Ekonomi Pasar China Masing-masing dari sepuluh Negara Anggota ASEAN sepakat untuk mengakui China sebagai status ekonomi pasar sepenuhnya dan wajib tidak berlaku, Sejak tanggal penandatangan Persetujuan ini, Bagian 15 dan 16 Protokol Aksesi Republik Rakyat China kepada WTO dan Ayat 242 Laporan Pihak Kerja mengenai Aksesi China pada WTO terkait dengan perdagangan antara China dan masing-masing dari sepuluh Negara Angggota ASEAN. PASAL 15 Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam memenuhi kewajiban-kewajiban dan komitmen-komitmennya berdasarkan Persetujuan ini, masing-masing Pihak wajib memastikan pematuhan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya serta kepatuhan oleh badan-badan non-pemerintahnya (dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana didelegasikan oleh pemerintah-pemerintah atau otoritas-otoritas pusat, negara, provinsi atau kabupaten/kota) dalam wilayahnya. PASAL 16 Pengaturan Kelembagaan 1. Sebelum terbentuknya suatu badan permanen, AEM-MOFCOM, yang didukung dan dibantu oleh SEOM-MOFCOM, wajib mengawasi, menyupervisi, mengoordinasi dan meninjau kembali pelaksanaan Persetujuan ini. 8

2. Sekretariat ASEAN wajib memantau dan melaporkan kepada SEOM-MOFCOM mengenai pelaksanaan Persetujuan ini. Semua Pihak wajib bekerja sama dengan Sekretariat ASEAN dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. 3. Masing-masing Pihak wajib menunjuk suatu kontak penghubung untuk memfasilitasi komunikasi antara para Pihak mengenai setiap hal sebagaimana tercakup dalam Persetujuan ini. Atas permintaan suatu Pihak, kontak penghubung dari Pihak termohon wajib mengidentifikasikan kantor atau pejabat yang bertanggungjawab untuk hal tersebut dan membantu dalam memfasilitasi komunikasi dengan Pihak pemohon. PASAL 17 Peninjauan Kembali 1. AEM-MOFCOM atau wakil-wakil yang ditunjuknya wajib bersidang dalam waktu satu tahun sejak tanggal mulai berlakunya Persetujuan ini dan setiap dua tahun atau apabila diperlukan untuk meninjau kembali Persetujuan ini untuk maksud mempertimbangkan kembali kebijakan-kebijakan untuk meliberalisasi perdagangan barang serta membentuk aturan-aturan dan merundingkan perjanjian-perjanjian mengenai hal-hal sebagaimana dirujuk dalam Pasal 7 Persetujuan ini atau setiap hal relevan lainnya sebagaimana dapat disepakati. 2. Para Pihak, dengan memperhatikan pengalamannya masing-masing dalam melaksanakan Persetujuan ini, wajib meninjau kembali Jalur Sensitif tahun 2008 dengan maksud meningkatkan kondisi akses pasar dari produk-produk sensitif, termasuk pengurangan lebih lanjut yang dimungkinkan atas sejumlah produkproduk dalam jalur sensitif dan ketentuan-ketentuan yang mengatur perlakuan tingkat tarif secara timbal balik atas produk-produk yang ditempatkan oleh suatu Piahk dalam jalur sensitif tersebut. Persetujuan ini wajib meliputi: Pasal 18 Lampiran dan Instrumen Berikutnya (a) (b) Lampiran-lampiran dan muatan-muatan di dalamnya yang wajib merupakan bagian yang tidak terpisahkan pada Persetujuan ini; dan seluruh instrumen hukum berikutnya sebagaimana disepakati sesuai dengan Persetujuan ini. Pasal 19 Perubahan Persetujuan ini dapat diubah dengan kesepakatan bersama para Pihak secara tertulis. 9

Pasal 20 Ketentuan Lain Kecuali disepakati sebaliknya dalam Persetujuan ini, Persetujuan ini atau setiap tindakan yang diambil berdasarkan Persetujaun wajib tidak mempengaruhi atau menghilangkan hak dan kewajiban suatu Pihak berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah ada dimana ia menjadi Pihak. Pasal 21 Penyelesaian Sengketa Persetujuan mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa antara ASEAN dan China wajib berlaku untuk Persetujuan ini. Pasal 22 Lembaga Penyimpan Untuk Negara-negara Anggota ASEAN, Persetujuan ini wajib disimpan oleh Sekretaris-Jenderal ASEAN, yang wajib dengan segera menerbitkan suatu salinan naskah resmi daripadanya, kepada masing-masing Negara Anggota ASEAN. Pasal 23 Mulai Berlaku 1. Persetujuan ini wajib mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2005. 2. Para Pihak wajib menyelesaikan prosedur internalnya untuk mulai berlakunya Persetujuan ini sebelum tanggal 1 Januari 2005. 3. Apabila suatu Pihak tidak dapat menyelesaikan prosedur internalnya untuk mulai berlakunya Persetujuan ini pada tanggal 1 Januari 2005, hak dan kewajiban dari Pihak tersebut berdasarkan Persetujuan ini wajib dimulai pada tanggal penyelesaian prosedur internalnya tersebut. 4. Suatu Pihak sejak penyelesaian prosedur internalnya untuk mulai berlakunya Persetujuan ini, wajib memberitahukan kepada seluruh Pihak lainnya secara tertulis. SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan di bawah ini yang telah diberi kuasa oleh pemerintahnya masing-masing, telah menandatangani Persetujuan Perdagangan Barang dalam Kerangka Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Rakyat China. DITANDATANGANI di, Vientiane, Laos pada tanggal Dua Puluh Sembilan Nopember Tahun Dua Ribu Empat, dalam rangkap dua dalam bahasa Inggris. 10

Untuk Brunei Darussalam PEHIN DATO ABDUL RAHMAN TAIB Menteri Perindustrian dan Sumberdaya Utama Untuk Kerajaan Kamboja Untuk Republik Rakyat China BO XILAI Menteri Perdagangan CHAM PRASIDH Menteri Senior dan Menteri Perdagangan Untuk Republik Indonesia MARI ELKA PANGESTU Menteri Perdagangan Untuk Republik Demokratik Rakyat Laos SOULIVONG DARAVONG Menteri Perdagangan 11

Untuk Malaysia RAFIDAH AZIZ Menteri Perdagangan Internasional dan Industri Untuk Uni Myanmar SOE THA Menteri Perencanaan Nasional dan Pembangunan Ekonomi Untuk Republik Filipina CESAR V. PURISIMA Sekretaris Perdagangan dan Industri Untuk Republik Singapura LIM HNG KIANG Menteri Perdagangan dan Industri Untuk Kerajaan Thailand 12

WATANA MUANGSOOK Menteri Perdagangan Untuk Republik Sosialis Vietnam TRUONG DINH TUYEN Menteri Perdagangan 13