BAB 1 PENDAHULUAN. dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan masyarakat di bidang obat dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa balita merupakan masa

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata

BAB I PENDAHULUAN. daya kesehatan dimasa depan. Salah satu pokok program pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup (Depkes RI,

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis. lingkungan. Dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. klien kekurangan cairan / dehidrasi. Keadaan kekurangan cairan apabila tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. golongan usia memiliki resiko tinggi terserang penyakit-penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang

STUDI TENTANG MANAJEMEN SISTEM PELAKSANAAN PENAPISAN GIZI BURUK DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditangani dengan serius. Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, terhadap kekurangan gizi (Hanum, 2014).

V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. bawah Pemda Kota Bandung. Promosi kesehatan Dinas Kesehatan Kota. Bandung memiliki strategi khusus dalam mengajak masyarakat untuk

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

Makalah Tentang Masalah Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

Keynote Speech. Nila Farid Moeloek. Disampaikan pada Mukernas IAKMI XIV Manado, 18 Oktober 2017

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus-menerus

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan memandirikan masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi karena adanya hubungan interaktif antara manusia, perilaku serta

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masa anak-anak dapat

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

BAB I PENDAHULUAN. prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong.

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. kandungan zat gizi yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Wujud

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

PELAKSANAAN KEBIJAKAN BOK DI KAB. OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN. Asmaripa Ainy. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dihadapkan pada berbagai permasalahan penting antara lain disparitas status kesehatan; beban ganda penyakit; kualitas, pemeratn dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan masyarakat di bidang obat dan makanan; serta perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa masalah penting lainnya yang perlu ditangani segera adalah peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi buruk, penanggulangan wabah penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan (Depkes RI, 2006) Salah satu aspek pelayanan kesehatan adalah aspek promotif atau promosi kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pemberdayn masyarakat. Yaitu melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, sesuai dengan lingkungan budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan. Dalam proses peningkatan kualitas tenaga kesehatan promosi kesehatan bertindak lebih responsif dan mampu memberdayakan kliennya, sehingga akan tercapai pelayanan kesehatan yang bermutu, adil serta merata (Depkes RI,2005). Kebijakan nasional promosi kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan yaitu pergerakan dan pemberdayn, bina suasana dan advokasi,

dan ketiga strategi tersebut diperkuat oleh kemitrn serta metode dan sarana komunikasi yang tepat. Kebijakan nasional promosi kesehatan sangat diperlukan di era desentralisasi agar upaya promosi kesehatan di semua tingkatan administrasi berjalan selaras dan sinergis. Kebijakan nasional promosi kesehatan ini dapat dimanftkan sebagai acuan dan landasan dalam melaksanakan upaya promosi kesehatan di pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Promosi kesehatan juga berperan dalam proses peningkatan kualitas tenaga kesehatan agar lebih tercapai pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan masyarakat (Public Health). Perubahan paradigma kesehatan masyarakat terjadi antara lain akibat berubahnya pola penyakit, gaya hidup, kondisi kehidupan, lingkungan dan demografi. Perkembangan kesehatan masyarakat difokuskan kepada faktor-faktor yang menimbulkan resiko kesehatan seperti udara, air, penyakitpenyakit bersumber makanan serta penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan kemiskinan dan kondisi kehidupan yang buruk. Deklarasi Alma Ata pada tahun 1978 menghasilkan strategi utama dalam pencapaian kesehatan bagi semua (Health for All) melalui pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care). Salah satu komponen didalam pelayanan kesehatan dasar yaitu dengan penyuluhan kesehatan untuk mewujudkan perilaku upaya perubahan lingkungan yang lebih baik. (Depkes RI, 2005).

Tenaga penyuluh kesehatan merupakan ujung tombak dalam kegiatan promosi kegiatan. Penyedin tenaga penyuluh kesehatan harusnya menjadi tugas dan target utama pemerintah sebagai komitmen pelaksann pasal 28 UUD 1945. Jika kesehatan menjadi hak asasi bagi tiap warganegara maka pemerintah harus memenuhi kewajibannya termasuk penyedin tenaga kesehatan. Kebutuhan mendesak tenaga penyuluh kesehatan yang mempunyai kompetensi khusus sangat dibutuhkan. Pusat promosi kesehatan perlu ditinjau kembali berdasarkan dengan tugas pokok dan fungsi promosi kesehatan dan kebijakan promosi kesehatan baik di pusat maupun didaerah, serta masalah-masalah yang menyangkut kesehatan yang sering terjadi pada st ini yang sangat terkait dengan promosi kesehatan. Masalah yang penting dan perlu disikapi adalah 1) kurangnya tenaga penyuluh kesehatan yang memiliki pengetahuan dibidangnya. 2) lemahnya dalam koordinasi, sinergisme dalam penyusunan perencann antar program dan daerah 3) sukarnya merubah mind-set paradigma sakit ke paradigma sehat. yang sudah tidak sesuai lagi dalam pembangunan kesehatan, 4) lemahnya kemauan dan kemampuan dalam menyusun rencana promosi kesehatan dan strateginya yang bersifat makro dan berjangka panjang, dan 5) kurang kuatnya memahami konsep promosi kesehatan dan berbagai metode promosi kesehatan. 6) koordinasi atar pusat dan provinsi serta antar provinsi yang masih kurang 7) terbatasnya sumber daya yang dapat menunjang upaya promosi kesehatan (Depkes RI, 2006). Arah kebijakan pembangunan kesehatan dalam RPJPM 2004-2009 dirumuskan bahwa program promosi kesehatan adalah program promosi kesehatan

dan pemberdayn masyarakat. Program ini ditujukan untuk memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar mampu menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi pengembangan teknik promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap berbagai masalah kesehatan termasuk di dalamya masalah penanggulangan diare (Depkes RI, 2006). Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih dering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari (Kep. Menkes RI Nomor:126/Menkes/SK/XI/2001). Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang parah. Diare seringkali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita (Surkenas, 2001). Diare mungkin bukan penyakit parah seperti penyakit jantung atau kanker. Namun, diare pada bayi dan balita (bayi bawah lima tahun) sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan. Bayi dan balita (bayi bawah lima tahun) rentan sekali akan diare. Perkembangan sistem pencernn dan kekebalan tubuhnya yang belum optimal menyebabkan bayi mudah terserang diare akibat bakteri atau virus. Lain lagi dengan orang dewasa. Diare pada orang dewasa, selain

karena bakteri, dapat disebabkan pola makan (makanan bersantan dan pedas) dan stres. Untungnya, daya tahan orang dewasa lebih kuat dibandingkan anak-anak (Suheimi, 2006). Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia,karena angka kesakitannya tinggi dan berpotensi untuk menyebabkan kematian,terutama apabila pengeloln penderitanya terlambat dilakukan,faktor penunjang terjadinya diare antara lain sanitasi lingkungan yang buruk (Suhendra, 2005). Angka kejadian diare pada anak di dunia mencapai 1 miliar kasus tiap tahun, dengan korban meninggal sekitar 5 juta jiwa. Statistik di Amerika mencatat tiap tahun terdapat 20-35 juta kasus diare dan 16,5 juta diantaranya adalah balita (Pickering et al, 2007). Angka kematian balita di negara berkembang akibat diare ini sekitar 3,2 juta setiap tahun. Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia, duapertiganya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa (Pickering et al, 2007). Selanjutnya berdasarkan hasil survei Depkes RI (2006) diketahui bahwa kejadian Diare pada semua usia Di Indonesia adalah 423 per 1000, dan frekuensi 1-2 kali per tahun pada anak-anak berusia dibawah 5 tahun. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh pada tahun 2007 angka kejadian diare di Provinsi Aceh sebanyak 41.344 kasus, sementara itu pada tahun 2008 terdapat 45.157 kasus diare, angka ini terus meningkat pada tahun 2009 menjadi 86.089 kasus (Profil Dinkes Provinsi Aceh, 2007, 2008, 2009). Departemen kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-

negara anggota Assosiation South East Asia Nation (ASEAN). Penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang adalah diare. Sampai st ini diare tetap sebagai child killer peringkat pertama di Indonesia (Andrianto 1995, Warouw, 2002). Diare merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia maka Dinas Kesehatan mencanangkan beberapa program untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus diare yang didasari oleh aspek preventif, kuratif dan rehabilitatif. Aspek preventif seharus lebih diprioritaskan karena secara signifikan mampu menurunkan angka kejadian diare. Bidang yang sangat berperan dalam aspek preventif ini adalah bidang promosi kesehatan. Melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh bidang promosi kesehatan diyakini dapat mengakselerasi penurunan angka kejadian diare khususnya pada balita (Depkes RI, 2006). Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Aceh dengan luas wilayah 3.296,86 km 2. Di Kabupaten Aceh Utara terdapat 27 kecamn dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 515.974 jiwa. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara diketahui bahwa angka kejadian diare pada tahun 2007 mencapai 5.455 kasus, pada tahun 2008 sebanyak 5323 kasus. Secara statistik penurunan tersebut tidak signifikan dan masih belum dapat dikatakan dapat ditanggulangi dengan baik. Masih terjadinya kasus diare yang dialami oleh masyarakat mengindikasikan belum maksimalnya pencapaian kegiatan promosi kesehatan oleh pemerintah dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Utara. Kasus diare yang terbanyak terdapat di Kecamatan Lhoksukon yaitu 115 kasus, Kecamatan Samudra sebanyak 14 kasus, Kecamatan Merah Mulia sebanyak 80 kasus, Kecamatan Langkahan sebanyak 15 kasus, Kecamatan Syamtalira Bayu sebanyak 27 kasus, Kecamatan Krueng Geukeuh sebanyak 50 kasus (Dinkes Kabupaten Aceh Utara, 2010). Tenaga penyuluh sampai st ini masih melaksanakan tugasnya dengan baik meskipun banyak terdapat kendala seperti salah satunya jauhnya lokasi yang harus dikunjungi, namun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tenaga penyuluh juga diketahui bahwa ditemui adanya kejenuhan dari tenaga penyuluh mengingat banyaknya pembelajaran kesehatan yang harus disampaikan kepada masyarakat. Namun demikian komitmen tenaga penyuluh merupakan sesuatu yang mutlak mengingat masih banyaknya permsalahan kesehatan yang berhubungan dengan rendahnya pengetahuan masyarakat dan perilaku yang tidak sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Tursiani (2005) menunjukkan bahwa ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan ibu dimana didapatkan nilai ρ (0,000) < (0,05) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi dan juga pada perubahan perilaku hidup bersih dan sehat setelah pengolahan dengan Z-score pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah intervensi didapat nilai ρ (0,000) < (0,05). Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan ibu yang dapat diterapkan dalan kehidupan sehari-hari.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nielsen di Pakistan (2001) didapatkan bahwa adanya persepsi ibu yang keliru tentang penyebab terjadinya diare. Menurut ibu terjadinya diare pada balita disebabkan oleh karena terlalu banyak mengkonsumsi cairan, tidak seimbangnya antara diet makanan panas dan dingin, ASI ibu yang buruk, pemberian makanan pada bayi yang berusia lebih dari 6 bulan. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut adalah bagaimana efektivitas (sebelum dan sesudah) penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas (sebelum dan sesudah) penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. 1.4. Hipotesis 1. Ada perbedn pengetahuan dan sikap (sebelum dan sesudah penyuluhan) ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

1.5. Manft Penelitian 1. Dapat memberi pengetahuan pada tenaga kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Aceh Utara dalam upaya peningkatan promosi kesehatan terkait penanggulangan diare. 2. Memberi masukan kepada pemerintah daerah khususnya dinas kesehatan Kabupaten Aceh Utara serta instansi-instansi terkait demi peningkatan promosi kesehatan di sekolah. 3. Dapat mengaplikasikan teori berupa konsep ke dalam praktek nyata. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis serta melatih kemampuan untuk dapat mengembangkan diri dalam disiplin ilmu kesehatan masyarakat. 4. Menambah pengetahuan terhadap ibu balita dalam penanganan penyakit diare. 5. Sebagai referensi pada perpustakn yang dapat dimanftkan oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa pascasarjana kesehatan masyarakat dan sebagai informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.