BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dihadapkan pada berbagai permasalahan penting antara lain disparitas status kesehatan; beban ganda penyakit; kualitas, pemeratn dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan masyarakat di bidang obat dan makanan; serta perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa masalah penting lainnya yang perlu ditangani segera adalah peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi buruk, penanggulangan wabah penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan (Depkes RI, 2006) Salah satu aspek pelayanan kesehatan adalah aspek promotif atau promosi kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pemberdayn masyarakat. Yaitu melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, sesuai dengan lingkungan budaya setempat, agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan. Dalam proses peningkatan kualitas tenaga kesehatan promosi kesehatan bertindak lebih responsif dan mampu memberdayakan kliennya, sehingga akan tercapai pelayanan kesehatan yang bermutu, adil serta merata (Depkes RI,2005). Kebijakan nasional promosi kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan yaitu pergerakan dan pemberdayn, bina suasana dan advokasi,
dan ketiga strategi tersebut diperkuat oleh kemitrn serta metode dan sarana komunikasi yang tepat. Kebijakan nasional promosi kesehatan sangat diperlukan di era desentralisasi agar upaya promosi kesehatan di semua tingkatan administrasi berjalan selaras dan sinergis. Kebijakan nasional promosi kesehatan ini dapat dimanftkan sebagai acuan dan landasan dalam melaksanakan upaya promosi kesehatan di pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Promosi kesehatan juga berperan dalam proses peningkatan kualitas tenaga kesehatan agar lebih tercapai pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan masyarakat (Public Health). Perubahan paradigma kesehatan masyarakat terjadi antara lain akibat berubahnya pola penyakit, gaya hidup, kondisi kehidupan, lingkungan dan demografi. Perkembangan kesehatan masyarakat difokuskan kepada faktor-faktor yang menimbulkan resiko kesehatan seperti udara, air, penyakitpenyakit bersumber makanan serta penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan kemiskinan dan kondisi kehidupan yang buruk. Deklarasi Alma Ata pada tahun 1978 menghasilkan strategi utama dalam pencapaian kesehatan bagi semua (Health for All) melalui pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care). Salah satu komponen didalam pelayanan kesehatan dasar yaitu dengan penyuluhan kesehatan untuk mewujudkan perilaku upaya perubahan lingkungan yang lebih baik. (Depkes RI, 2005).
Tenaga penyuluh kesehatan merupakan ujung tombak dalam kegiatan promosi kegiatan. Penyedin tenaga penyuluh kesehatan harusnya menjadi tugas dan target utama pemerintah sebagai komitmen pelaksann pasal 28 UUD 1945. Jika kesehatan menjadi hak asasi bagi tiap warganegara maka pemerintah harus memenuhi kewajibannya termasuk penyedin tenaga kesehatan. Kebutuhan mendesak tenaga penyuluh kesehatan yang mempunyai kompetensi khusus sangat dibutuhkan. Pusat promosi kesehatan perlu ditinjau kembali berdasarkan dengan tugas pokok dan fungsi promosi kesehatan dan kebijakan promosi kesehatan baik di pusat maupun didaerah, serta masalah-masalah yang menyangkut kesehatan yang sering terjadi pada st ini yang sangat terkait dengan promosi kesehatan. Masalah yang penting dan perlu disikapi adalah 1) kurangnya tenaga penyuluh kesehatan yang memiliki pengetahuan dibidangnya. 2) lemahnya dalam koordinasi, sinergisme dalam penyusunan perencann antar program dan daerah 3) sukarnya merubah mind-set paradigma sakit ke paradigma sehat. yang sudah tidak sesuai lagi dalam pembangunan kesehatan, 4) lemahnya kemauan dan kemampuan dalam menyusun rencana promosi kesehatan dan strateginya yang bersifat makro dan berjangka panjang, dan 5) kurang kuatnya memahami konsep promosi kesehatan dan berbagai metode promosi kesehatan. 6) koordinasi atar pusat dan provinsi serta antar provinsi yang masih kurang 7) terbatasnya sumber daya yang dapat menunjang upaya promosi kesehatan (Depkes RI, 2006). Arah kebijakan pembangunan kesehatan dalam RPJPM 2004-2009 dirumuskan bahwa program promosi kesehatan adalah program promosi kesehatan
dan pemberdayn masyarakat. Program ini ditujukan untuk memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar mampu menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi pengembangan teknik promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap berbagai masalah kesehatan termasuk di dalamya masalah penanggulangan diare (Depkes RI, 2006). Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih dering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari (Kep. Menkes RI Nomor:126/Menkes/SK/XI/2001). Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang parah. Diare seringkali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita (Surkenas, 2001). Diare mungkin bukan penyakit parah seperti penyakit jantung atau kanker. Namun, diare pada bayi dan balita (bayi bawah lima tahun) sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan. Bayi dan balita (bayi bawah lima tahun) rentan sekali akan diare. Perkembangan sistem pencernn dan kekebalan tubuhnya yang belum optimal menyebabkan bayi mudah terserang diare akibat bakteri atau virus. Lain lagi dengan orang dewasa. Diare pada orang dewasa, selain
karena bakteri, dapat disebabkan pola makan (makanan bersantan dan pedas) dan stres. Untungnya, daya tahan orang dewasa lebih kuat dibandingkan anak-anak (Suheimi, 2006). Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia,karena angka kesakitannya tinggi dan berpotensi untuk menyebabkan kematian,terutama apabila pengeloln penderitanya terlambat dilakukan,faktor penunjang terjadinya diare antara lain sanitasi lingkungan yang buruk (Suhendra, 2005). Angka kejadian diare pada anak di dunia mencapai 1 miliar kasus tiap tahun, dengan korban meninggal sekitar 5 juta jiwa. Statistik di Amerika mencatat tiap tahun terdapat 20-35 juta kasus diare dan 16,5 juta diantaranya adalah balita (Pickering et al, 2007). Angka kematian balita di negara berkembang akibat diare ini sekitar 3,2 juta setiap tahun. Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia, duapertiganya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa (Pickering et al, 2007). Selanjutnya berdasarkan hasil survei Depkes RI (2006) diketahui bahwa kejadian Diare pada semua usia Di Indonesia adalah 423 per 1000, dan frekuensi 1-2 kali per tahun pada anak-anak berusia dibawah 5 tahun. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh pada tahun 2007 angka kejadian diare di Provinsi Aceh sebanyak 41.344 kasus, sementara itu pada tahun 2008 terdapat 45.157 kasus diare, angka ini terus meningkat pada tahun 2009 menjadi 86.089 kasus (Profil Dinkes Provinsi Aceh, 2007, 2008, 2009). Departemen kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-
negara anggota Assosiation South East Asia Nation (ASEAN). Penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang adalah diare. Sampai st ini diare tetap sebagai child killer peringkat pertama di Indonesia (Andrianto 1995, Warouw, 2002). Diare merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia maka Dinas Kesehatan mencanangkan beberapa program untuk menanggulangi terjadinya peningkatan kasus diare yang didasari oleh aspek preventif, kuratif dan rehabilitatif. Aspek preventif seharus lebih diprioritaskan karena secara signifikan mampu menurunkan angka kejadian diare. Bidang yang sangat berperan dalam aspek preventif ini adalah bidang promosi kesehatan. Melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh bidang promosi kesehatan diyakini dapat mengakselerasi penurunan angka kejadian diare khususnya pada balita (Depkes RI, 2006). Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Aceh dengan luas wilayah 3.296,86 km 2. Di Kabupaten Aceh Utara terdapat 27 kecamn dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 515.974 jiwa. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara diketahui bahwa angka kejadian diare pada tahun 2007 mencapai 5.455 kasus, pada tahun 2008 sebanyak 5323 kasus. Secara statistik penurunan tersebut tidak signifikan dan masih belum dapat dikatakan dapat ditanggulangi dengan baik. Masih terjadinya kasus diare yang dialami oleh masyarakat mengindikasikan belum maksimalnya pencapaian kegiatan promosi kesehatan oleh pemerintah dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Utara. Kasus diare yang terbanyak terdapat di Kecamatan Lhoksukon yaitu 115 kasus, Kecamatan Samudra sebanyak 14 kasus, Kecamatan Merah Mulia sebanyak 80 kasus, Kecamatan Langkahan sebanyak 15 kasus, Kecamatan Syamtalira Bayu sebanyak 27 kasus, Kecamatan Krueng Geukeuh sebanyak 50 kasus (Dinkes Kabupaten Aceh Utara, 2010). Tenaga penyuluh sampai st ini masih melaksanakan tugasnya dengan baik meskipun banyak terdapat kendala seperti salah satunya jauhnya lokasi yang harus dikunjungi, namun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tenaga penyuluh juga diketahui bahwa ditemui adanya kejenuhan dari tenaga penyuluh mengingat banyaknya pembelajaran kesehatan yang harus disampaikan kepada masyarakat. Namun demikian komitmen tenaga penyuluh merupakan sesuatu yang mutlak mengingat masih banyaknya permsalahan kesehatan yang berhubungan dengan rendahnya pengetahuan masyarakat dan perilaku yang tidak sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Tursiani (2005) menunjukkan bahwa ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan ibu dimana didapatkan nilai ρ (0,000) < (0,05) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi dan juga pada perubahan perilaku hidup bersih dan sehat setelah pengolahan dengan Z-score pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah intervensi didapat nilai ρ (0,000) < (0,05). Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan ibu yang dapat diterapkan dalan kehidupan sehari-hari.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nielsen di Pakistan (2001) didapatkan bahwa adanya persepsi ibu yang keliru tentang penyebab terjadinya diare. Menurut ibu terjadinya diare pada balita disebabkan oleh karena terlalu banyak mengkonsumsi cairan, tidak seimbangnya antara diet makanan panas dan dingin, ASI ibu yang buruk, pemberian makanan pada bayi yang berusia lebih dari 6 bulan. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut adalah bagaimana efektivitas (sebelum dan sesudah) penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas (sebelum dan sesudah) penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. 1.4. Hipotesis 1. Ada perbedn pengetahuan dan sikap (sebelum dan sesudah penyuluhan) ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.
1.5. Manft Penelitian 1. Dapat memberi pengetahuan pada tenaga kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Aceh Utara dalam upaya peningkatan promosi kesehatan terkait penanggulangan diare. 2. Memberi masukan kepada pemerintah daerah khususnya dinas kesehatan Kabupaten Aceh Utara serta instansi-instansi terkait demi peningkatan promosi kesehatan di sekolah. 3. Dapat mengaplikasikan teori berupa konsep ke dalam praktek nyata. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis serta melatih kemampuan untuk dapat mengembangkan diri dalam disiplin ilmu kesehatan masyarakat. 4. Menambah pengetahuan terhadap ibu balita dalam penanganan penyakit diare. 5. Sebagai referensi pada perpustakn yang dapat dimanftkan oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa pascasarjana kesehatan masyarakat dan sebagai informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.