VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dari ringkasan hasil penelitian tentang dampak desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di Provinsi Jawa Barat, maka dapat disimpulkan sbb: 1. Desentralisasi fiskal di Provinsi Jawa Barat berpengaruh pada peningkatan pembiayaan rutin yang cukup besar dan belum bisa diimbangi oleh peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) yang proporsional sehingga menimbulkan ketergantungan fiskal pada pemeintah pusat dan menurunkan secara relatif anggaran pembangunan daerah. 2. Pada masa desentralisasi fiskal di Jawa Barat terjadi penurunan kinerja ketahanan pangan, walaupun secara makro regional produksi gabah terus meningkat, ketersediaan beras untuk konsumsi daerah surplus namun terjadi penurunan dari sisi konsumsi berupa rata-rata konsumsi beras, energi dan protein serta terjadi peningkatan jumlah penduduk sangat rawan pangan dan angka penderita gizi buruk yang disebabkan oleh penurunan akses pangan terutama pada golongan pendapatan rendah. 3. Kebijakan fiskal daerah dari sisi penerimaan yaitu dengan meningkatkan sumbersumber penerimaan berupa pajak daerah dan retribusi daerah kurang memberi pengaruh langsung terhadap kinerja ketahanan pangan dan kemiskinan. 4. Peningkatan pengeluaran sektor pertanian berdampak pada peningkatan PDRB sektor pertanian selanjutnya meningkatkan kinerja ketahanan pangan dan menurunkan kemiskinan serta meningkatkan kinerja fiskal daerah.
217 5. Peningkatan pengeluaran dana kesehatan dan pendidikan berpengaruh meningkatkan kinerja ketahanan pangan dari sisi konsumsi dan pemanfaatan pangan yaitu meningkatkan konsumsi energi dan protein serta menurunkan angka gizi buruk, angka kematian bayi dan meningkatkan umur harapan hidup. 6. Realokasi pengeluaran rutin ke pengeluaran pembangunan berdampak pada peningkatan kinerja perekonomian, kinerja ketahanan pangan dan penurunan kemiskinan serta meningkatkan kinerja fiskal daerah. 7. Kebijakan subsidi input maupun output pada sektor pangan berupa subsidi pupuk maupun kebijakan harga gabah berupa harga pembelian pemerintah (HPP), berpengaruh pada peningkatan produksi gabah, peningkatan pendapatan petani, kinerja perekonomian khususnya sektor pertanian, menurunkan kemiskinan dan meningkatkan kinerja fiskal daerah. 8. Peningkatan harga gabah dan pupuk secara proporsional berpengaruh pada penurunan produksi gabah, penggunaan pupuk, pendapatan sektor pertanian, menurunkan kinerja ketahanan pangan dan meningkatkan kemiskinan serta menurunkan kinerja fiskal. 9. Kebijakan yang pengaruhnya besar terhadap peningkatan kinerja perekonomian, peningkatan ketahanan pangan dan penurunan kemiskinan adalah kombinasi kebijakan peningkatan pengeluaran sektor pertanian dan peningkatan harga gabah serta kombinasi peningkatan pengeluaran sektor pertanian dan pengeluaran pendidikan dan kesehatan. 10. Kebijakan yang paling besar pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja perekonomian, peningkatan ketahanan pangan dan penurunan kemiskinan adalah
218 kombinasi antara kebijakan peningkatan pengeluaran sektor pertanian, peningkatan dana kesehatanan dan pendidikan serta peningkatan harga gabah. 8.2. Implikasi Kebijakan Dari simulasi dan dampak yang ditimbulkan serta dari hasil pembahasan dapat dihasilkan beberapa implikasi kebijakan dalam pembangunan daerah yang mempunyai komitmen membangun ketahanan pangan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan petani, implikasi kebijakan yang disarankan adalah sebagai berikut : 1. Dalam rangka meningkatkan kinerja perekonomian daerah dan untuk mengatasi kesenjangan fiskal pada masa desentralisasi fiskal, diharapkan pemerintah daerah bekerja keras menggali potensi penerimaan dengan melakukan upaya fiskal yang bisa meningkatkan penerimaan daerah sebagai sumber dana pembangunan tanpa harus menimbulkan dampak negatif pada perekonomian. Upaya itu bisa dilakukan dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam penarikan potensi pajak dan retribusi daerah, memberi stimulus terhadap berkembangnya sektor swasta dengan memberi pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan iklim usaha yang kondusif, memfasilitasi berkembangnya sumber-sumber pendanaan mandiri bagi masyarakat, mengoptimalkan pemanfaatan dana tugas bantuan dan dekonsentrasi dari pemerintah pusat. Sementara pemerintah pusat diharapkan menutupi melalui pengalokasian dana alokasi dengan formula yang berkeadilan dan mendidik supaya tidak menimbulkan kemalasan fiskal dan ketergantungan bagi pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Dengan memberi insentif terhadap pemerintah daerah yang berhasil menurunkan kemiskinan dan
219 meningkatkan ketahanan pangan, dan melakukan disinsentif terhadap daerah yang tidak berhasil menurunkan kemiskinan maupun meningkatkan ketahanan pangan melalui formula transfer DAU. 2. Terjadi perlambatan laju penurunan jumlah penduduk miskin, peningkatan jumlah penduduk sangat rawan pangan, penurunan ketahanan pangan dari sisi konsumsi (beras, energi dan protein) serta meningkatnya angka penderita gizi buruk pada masa desentralisasi fiskal mengisyaratkan adanya kebijakan yang kurang berpihak pada masyarakat golongan bawah sehingga menurunkan daya belinya dan membuat mereka tidak bisa akses terhadap pangan secara sehat. Untuk itu sebaiknya kebijakan yang dilakukan pada masa desentralisasi fiskal memberi kesempatan bagi golongan pendapatan rendah untuk bisa akses dalam pembangunan dengan program padat karya di sektor pertanian pangan. 3. Peningkatan pengeluaran sektor pertanian berdampak meningkatkan kinerja perekonomian melalui peningkatan PDRB Pertanian dan penyerapan tenaga kerja sehingga meningkatkan ketahanan pangan dan menurunkan kemiskinan. Untuk itu dalam keterbatasan dana anggaran pembangunan, pemerintah daerah harus masih punya keberpihakan pada sektor pertanian karena sektor ini masih merupakan tempat bergantungnya hidup sebagian besar penduduk. 4. Peningkatan harga pupuk mempunyai dampak negatif yang lebih besar dibanding dampak positif dari peningkatan harga gabah, untuk itu pemerintah pusat dalam menetapkan kebijakan harga gabah besaran nilai kenaikan harga gabah harus mengakomodasi besaran nilai kenaikan harga pupuk agar kebijakan harga yang dilakukan mencapai sasaran dan efektif meningkatkan kesejahteraan petani.
220 5. Peningkatan harga pupuk mempunyai pengaruh negatif yang besar terhadap produksi gabah, pendapatan sektor pertanian dan kemiskinan. Untuk itu pemerintah perlu menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pupuk melalui pengawasan produksi dan distribusinya, sehingga pada waktu diperlukan pupuk tidak menghilang di pasaran. Bila perlu pemerintah daerah bersama masyarakat ikut mengawasi peredaran pupuk supaya pupuk bersubsidi sampai pada sasaran/ petani pangan secara efektif dan efisien. 6. Peningkatan harga gabah berdampak pada peningkatan produksi dan pendapatan petani serta meningkatkan ketahanan pangan dan menurunkan kemiskinan. Dalam konteks desentralisasi fiskal, pemerintah daerah bisa mengefektifkan berlakunya kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) yang dilakukan pemerintah pusat yang sering tidak berlaku efektif dengan melakukan pembelian dan pengelolaan stok (cadangan) beras di daerah bekerjasama dengan bulog dan masyarakat dengan membangun fasilitas penjemuran gabah, gudang penyimpanan, pengembangan resi gudang. Sehingga pada saat panen raya harga di petani tidak jatuh dan HPP yang ditetapkan pemerintah pusat bisa berlaku efektif bagi petani. 7. Untuk meningkatkan produksi gabah dan pendapatan petani serta mengurangi jumlah penduduk miskin, dan meningkatkan ketahanan pangan sebaiknya pemerintah melakukan kebijakan peningkatan pengeluaran sektor pertanian yang dikombinasikan dengan peningkatan harga gabah dengan mengakomodasi adanya besaran tambahan biaya akibat peningkatan harga pupuk serta dibarengi oleh peningkatan pengeluaran dana kesehatan dan pendidikan.
221 8. Meningkatnya angka gizi buruk pada era desentralisasi fiskal bisa ditanggulangi dengan peningkatan dana kesehatan dan pendidikan. Dana tersebut bisa digunakan untuk melakukan revitalisasi peran puskesmas dan posyandu dalam melakukan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, menggalakan program-program yang mengarah pada penduduk miskin bisa akses pangan secara sehat dan seimbang kandungan gizinya terutama bagi kelompok rawan pangan yaitu balita, ibu hamil dan menyusui dengan memberi makanan tambahan. Mengupayakan pendidikan gratis bagi golongan penduduk miskin dan menggalakan pelatihan ketrampilan bagi penduduk miskin di perdesaan agar tercipta kemandirian. 9. Kurang responsifnya kebijakan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin dan peningkatan outcome kinerja ketahanan pangan, disebabkan panjangnya mata rantai kebijakan melalui mekanisme transmisi. Untuk meningkatkan respons dari kebijakan maka sebaiknya sasaran lebih terfokus, sehingga perlu kebijakan yang bersifat langsung dan produktif yang ditujukan pada masyarakat miskin dan rawan pangan khususnya pada buruh tani dan petani gurem dengan melakukan program pendampingan pada bidang usaha pangan. 10. Penyaluran subsidi input maupun output yang langsung bisa dirasakan oleh petani pangan masih diperlukan, begitu pula pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin juga masih perlu dilakukan dan ditingkatkan. Selain itu juga perlu dikembangkan kerjasama antara pemerintah dan swasta, dalam upaya penciptaan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, kompetitif dan efisien.
222 11. Walaupun tidak terformulasi dalam model, dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan berkelanjutan maka perlu dilakukan perbaikan- perbaikan : pengelolaan tata ruang wilayah, pengoptimalan penggunaan lahan, perbaikan pola tanam, perbaikan saluran irigasi, pemeliharaan dan pengoptimalan pemanfaatan waduk sebagai sumber penyimpan air, pemanfaatan lahan tidur yang selama ini belum tergarap serta mencegah adanya alih fungsi lahan produktif dan sawah dengan menerbitkan perda maupun undang-undang. 12. Untuk meningkatkan produksi beras pemerintah daerah perlu mendukung kebijakan Pemantapan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang dilakukan pemerintah pusat dengan melakukan pengembangan rice centre pada daerah-daerah sentra produksi beras, pengembangan kawasan estate padi sebagai lembaga bisnis petani, pengembangan data base padi dan komoditi pangan lain dengan sistem on line, penataan sebaran komoditi ketahanan pangan di daerah / kabupaten berdasarkan potensi agroklimat. 13. Pemerintah perlu menumbuh kembangkan kelembagaan usaha ekonomi perdesaan yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi perdesaan dan terciptanya kemandirian ekonomi di perdesaan, menjaga harga gabah/ beras yang diterima petani dalam tingkat yang wajar dan petani bisa mempunyai bargaining dengan melakukan tunda jual pada saat harga gabah/ beras tidak menguntungkan, dan menumbuhkan wirausaha baru di bidang perberasan.
223 8.3. Saran Penelitian Lanjutan Berdasarkan hasil dan implikasi kebijakan ada beberapa hal yang perlu disarankan untuk penelitian lanjutan, yaitu : 1. Komoditi yang dikaji dalam model ketahanan pangan sebaiknya tidak hanya beras, tetapi juga perlu dikembangkan dengan komoditi-komoditi pangan penting lainnya. Selain itu juga perlu dikembangkan penelitian tentang ketahanan pangan di wilayah lain dengan komoditi pangan unggulan masing-masing daerah, sehingga bisa memperlancar proses terjadinya diversifikasi pangan daerah di luar pangan beras, serta bisa menggali potensi-potensi pangan harapan. 2. Karena keterbatasan data, dalam model ini tidak mengakomodasi data tentang infrastruktur perdesaan, irigasi, konversi lahan pertanian, input bibit dan obat-obatan, kredit sektor pertanian. Padahal peubah-peubah tersebut punya pengaruh, sebaiknya penelitian lanjutan dimasukkan dalam model penelitian. 3. Karena keterbatasan data, dalam model ini tidak mengakomodasi sumber-sumber penerimaan fiskal daerah dari dana dekonsentrasi maupun sumber-sumber permodalan lain berupa dana pinjaman daerah, dana kerjasama dengan pihak ketiga yang merupakan hasil upaya fiskal daerah. Padahal sumber penerimaan tersebut berpengaruhnya terhadap ketahanan pangan dan kemiskinan, pada penelitian lanjutan disarankan untuk mengakomodasi sumber-sumber penerimaan tersebut sebagai hasil dari upaya fiskal daerah kedalam model. 4. PDRB sektor pertanian dalam penelitian ini tidak diagregasi berdasarkan subsektornya, sebaiknya perilakunya dipisah berdasarkan subsektor yaitu subsektor
224 bahan makanan, peternakan, perkebunan, perikanan, dan kehutanan sehingga perilaku masing-masing subsektor bisa diketahui dan kebijakan yang disarankan lebih fokus. 5. Karena keterbatasan data, pengeluaran dana pembangunan dalam model kurang bisa dipisahkan secara rinci berdasarkan pengeluaran sektoral maupun subsektoralnya dalam persamaan perilaku. Penelitian lanjutan perlu dilakukan pemisahan lebih rinci dalam persamaan perilaku agar bisa diketahui perilakunya masing-masing dan memperluas pilihan skema kebijakan dengan intrumen fiskal dari sisi pengeluaran. 6. Indikator kemiskinan dalam model penelitian ini diproksi dengan jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan berdasarkan kriteria BPS, sebaiknya perlu dikembangkan indikator kemiskinan lain yang lebih luas seperti : kedalaman kemiskinan, indek kemiskinan dan lain-lain. 7. Indikator kinerja ketahanan pangan dalam model sebaiknya bisa dikembangkan lagi yang lebih luas baik pada subsistem produksi, distribusi, konsumsi pangan, serta pada indikator outcome ketahanan pangan, seperti ketersediaan energi, protein, jumlah penduduk sangat rawan pangan, balita dengan berat badan di bawah standar, jumlah wanita buta huruf, IPM dan lainnya.