BERPIKIR POSITIF PADA LANSIA DI PANTI JOMPO. Windi Herawati Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

dokumen-dokumen yang mirip
para1). BAB I PENDAHULUAN

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia

BAB I PENDAHULUAN. dan usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan (usia lanjut). Pada masa lansia

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang, yaitu adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling

PENYESUAIAN DIRI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI PANTI WREDHA

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan mengaitkan kebahagiaan sebagai bagian dari kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

FORMULIR PERMOHONAN PENELITIAN HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI BLUD PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK JAKARTA BARAT

Sekali pun Telah Berlalu Namun Tetap Ada Harapan

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Papalia, 2008). Berkembangan manusia tidak hanya secara fisik tetapi juga secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bagan Pengambilan Keputusan Pada Anak Bungsu Remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

KESENDIRIAN & KESEPIAN DALAM MASA TUA Rohani, Februari 2013, hal Paul Suparno, S.J.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha. (Sumber:

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa, sesuai Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 Bab I pasal 11 ayat 11

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1 Angket Try Out Kematangan Emosi dan Perilaku Altruisme

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dengan semangat yang menggebu. Awalnya mereka menyebut

PETUNJUK PENELITIAN. Nama : Usia : Pendidikan terakhir :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

Penyesuaian Diri Menantu Perempuan Mean empirik: 49,67 SD Empirik: 6,026 SD: 6/5 x : 7,2312

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN A. Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory (A-2) Skala Penerimaan Teman Sebaya (A-3) Skala Komunikasi Orangtua-Anak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PANDUAN WAWANCARA. A. Daftar Pertanyaan untuk Wawancara pada Subjek. 1. Jangka waktu suami subjek menderita stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia

BAB II RINGKASAN CERITA. sakit dan mengantarkan adik-adiknya ke sekolah. Karena sejak kecil Lina

Bab 4 ANALISIS DATA. untuk menunjukkan data-data yang sifatnya deskriptif yang berkenaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada. tahun 2025 berada di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian. jalan yang banyak dikunjungi oleh customer dan menjadi produk

LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti mereka. Biasanya, pasangan yang bertahan lama dalam masa

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

FAKTOR ANAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA MENETAP DARI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA TERATAI KOTA PALEMBANG

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. bulan, dimulai sejak pertengahan bulan november 2015 dan berakhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki orang tua lengkap. Orang tua sebagai pengasuh utama yang menyediakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai sejak berada dalam kandungan, lalu lahir menjadi bayi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB III BEBERAPA UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBINA EMOSI ANAK AKIBAT PERCERAIAN. A. Fenomena Perceraian di Kecamatan Bukit Batu

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

Transkripsi:

BERPIKIR POSITIF PADA LANSIA DI PANTI JOMPO Windi Herawati Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta windi1700013053@webmail.uad.ac.id Abstrak Jumlah lansia dari tahun ke tahun yang tinggal di panti jompo Yogyakarta semakin bertambah, kebanyakan lansia dibawa keluarganya ke panti jompo dengan alasan tidak mampu lagi menjaga dan mengurus lansia di rumah. Hal ini tidak menjadikan sedikit lansia yang berpikir negatif tentang keputusan keluarganya yang menempatkan lansia di panti jompo tersebut, sehingga lansia menganggap mereka memiliki harga diri yang rendah. Karena itu penulisan ini bertujuan untuk melihat hubungan berpikir positif pada lansia. Penelitian ini memuat sebanyak 3 subyek lansia yang tinggal di panti jompo Werdha Budhi Darma. Pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi partisipan yaitu, mengamati langsung objek yang diteliti dan melihat peristiwa atau kegiatan objek dan menggunakan metode wawancara non struktur yaitu menanyakan hal yang tidak harus sesuai dengan pertanyaan yang telah kami buat dan sifatnya mendalam. Hasil lansia di Panti Jompo selalu berpikir positif yang tinggi. Hal ini dikarenakan lansia berpikir bahwa keputusan keluarga membawa lansia ke panti jompo bukan karena dirinya tidak berguna lagi tetapi karena keluarga beranggapan jika lansia tinggal di panti jompo akan lebih terjamin dan untuk kebaikan lansia Kata kunci : berpikir positif, lansia, panti jompo. PENDAHULUAN Berpikir positif adalah pemusatan perhatian kepada hal-hal yang positif. Berpikir positif juga sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan pengertian dan perasaan lansia bahwa keputusan yang diambil oleh keluarga saat membawa lansia ke panti jompo semata-mata untuk kebaikan lansia, yaitu lansia bisa berinteraksi dengan teman-teman sebaya serta dapat melakukan hal-hal yang menyenangkan, tidak hanya mengurus cucu atau pekerjaan rumah lainnya. Aspekaspek dari berpikir positif ialah seperti perhatian positif, penggambaran diri apa

adanya, penyesuain diri terhadap keadaan dan harapan positif terhadap masa depan akan membuat harga diri lansia juga menjadi positif dalam memandang kehidupan lansia di dalam panti jompo. Banyak diantara lansia berharap saat mencapai tahap akhir perkembangan hidup, lansia akan hidup tenang, damai dan hidup bersama dengan anak-anak serta cucu dengan bahagia. Tapi pada kenyataan, sebagian besar harapan-harapan lansia tidak terwujud. Kesulitan untuk mencapai harapan lansia untuk bahagia dikarenakan beberapa faktor seperti lansia akan diantarkan ke panti jompo karena berbagai alasan, salah satu alasan adalah anak-anak tidak dapat mengurus lansia yang tinggal di rumah dengan alasan sibuk bekerja. Ketika lansia diantarkan oleh keluarga ke panti jompo, maka lansia akan merasa tidak berguna dan tidak diinginkan sehingga membuat banyak lansia akan mengembangkan perasaan rendah diri dan marah terhadap diri sendiri, orang lain dan juga lingkungan. Sebagian besar lansia di Panti Jompo di Yogyakarta dapat berpikir positif yang tinggi. Hal ini dikarenakan lansia berpikir bahwa keputusan keluarga membawa lansia ke panti jompo bukan karena dirinya tidak berguna lagi, tetapi karena keluarga beranggapan jika lansia tinggal di panti jompo akan lebih terjamin, dengan begitu lansia akan mampu menjalani kehidupannya di dalam panti dengan baik dan tanpa beban, lansia yang selalu berpikir positif mampu menularkan sifat-sifat dan sikap positifnya kepada lansia di panti jompo tersebut. Tentama (2012) mengatakan bahwa berpikir positif dapat menjalani kehidupan tanpa hambatan. Mereka dapat menghilangkan emosi negative dengan cara berpandangan realistik dan berusaha untuk bersyukur terhadap setiap perubahan yang terjadi terhadap keadaan dirinya. PEMBAHASAN Santrock (2002) menyebutkan bahwa lansia dimulai ketika individu memasuki usia 60 tahun keatas. Banyak diantara lansia berharap saat mencapai tahap akhir perkembangan hidup, lansia akan hidup tenang, damai dan hidup bersama dengan anak-anak serta cucu dengan bahagia. Tapi pada kenyataan,

sebagian besar harapan-harapan lansia tidak terwujud. Kesulitan untuk mencapai harapan lansia untuk bahagia dikarenakan beberapa faktor seperti lansia akan diantarkan ke panti jompo karena berbagai alasan, salah satu alasan adalah anakanak tidak dapat mengurus lansia yang tinggal di rumah dengan alasan sibuk bekerja. Santrock (2002) menyatakan bahwa kemungkinan lansia lebih banyak tinggal di dalam institusi-institusi, hampir 23% dari jumlah lansia tidak tinggal di rumah sendiri tetapi tinggal di institusi atau tempat pelayanan kesehatan. Baines (Santrock, 2002) menyatakan semakin lansia menua, kemungkinan lansia tinggal di dalam panti jompo dan fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya juga semakin meningkat. Beban yang berat dari ketidakmampuan kronis, biaya kesehatan yang semakin mahal dan ketidakmampuan mengurus lansia yang sedang sakit dan bergantung pada pertolongan orang lain membuat keluarga akan mengirim lansia ke panti jompo Frekuensi emosi negatif tertinggi dialami oleh individu-individu ialah berusia 18 sampai 34 tahun, kemudian menurun tajam pada individu berusia 65 tahun. Setelah usia 65 tahun, freuensinya relatif tetap, hanya meningkat sedikit pada lansia yang mengalami krisis karena terserang penyakit dan sedang berkabung (Wade & Travis, 2007). Kebanyakan dari kasus penitipan lansia, anak tidak meminta persetujuan lansia terlebih dahulu, lansia dipaksa untuk tinggal di panti jompo. Lansia yang memiliki pemikiran tidak sehat atau berpikir negatif dan anak beralasan karena tidak sanggup merawat karena orang tua yang rewel dan susah diatur, takut jika orang tuanya terbengkalai jika anak-anaknya sedang bekerja. Lansia diharapkan meningkatkan pikiran positif agar dapat melanjutkan kehidupan selanjutnya. Tentama (2014) mengemukakan bahwa berpikir positif adalah kemampuan untuk menilai sesuatu dari sisi positif sehingga berpikir positif akan meningkat jika terjadi pembentukan kemampuan dan kebiasaan untuk menilai segala sesuatu dari sisi yang positif. Lansia yang berada di dalam panti jompo dengan tetap berpikir positif kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan, maka lansia akan dapat melakukan penyesuaian yang baik di dalam panti, lansia

dapat berinteraksi dengan baik dengan lansia lainnya, serta tidak menjauhkan diri dari pergaulan baru di panti. Lansia yang memiliki pemikiran positif tidak akan membenci keluarga yang membawa lansia ke panti. Lansia dapat berpikir bahwa keluarga hanya ingin membuat lansia merasa bahagia dengan membawa mereka ke panti. Lansia juga diharapkan mempunyai harga diri yang positif sehingga lansia berpikir bahwa tinggal di panti jompo bukan akhir dari segalanya, bukan suatu hal yang buruk, sehingga lansia dapat menjalani kehidupan selanjutnya dengan lebih baik dan bahagia. Berpikir positif sangat berperan dalam penerimaan diri individu, sehingga semakin individu mampu berpikir positif terhadap suatu keadaan, maka semakin tinggi pula penerimaan diri pada individu itu (Tentama, 2010). Subjek dalam penelitian adalah para lansia yang tinggal di Panti Jompo Werdha Budhi Darma. Jumlah subjek dalam penelitian ini ada tiga lansia yang tinggal di panti jompo yang masih memiliki keluarga, berikut adalah biodata lansia hasil pengamatan. Subjek 1 Nama : SW Umur : 84 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Lama di panti : 2-3 Tahun Bapak SW ini adalah seorang Bapak yang mengalami sakit pada kakinya, yang membuat subjek kesulitan untuk berjalan dan hanya bisa berbaring di atas tempat tidur. Alasan Bapak SW tinggal di panti werdha ini karena subjek seorang tunawisma dan memiliki satu orang anak yang sudah berkeluarga sehingga subjek memutuskan untuk tinggal di Panti Werdha agar tidak merepotkan anak dan saudaranya. Subjek merasa senang berada di panti jompo dan subjek selalu berpikir positif tinggi karena subjek merasa kebutuhannya sangat tercukupi dari makan tiga kali sehari dan keamanan lebih terjamin dan keluarga juga masih sering menjenguknya satu kali dalam seminggu, dan hal itu yang membuat pak SW

selalu berpikir positif tinggi. Hanya saja subjek sering merasa bosan karena keterbatasannya dalam bergerak. Subjek 2 Nama : MS Umur : 70 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Lama dipanti : 1 tahun 7 bulan Ibu MS berasal dari Solo, subjek memiliki seorang suami yang memiliki gangguan jiwa dan seorang anak perempuan. Menurut cerita yang telah didapatkan dari subjek adalah awal mula subjek masuk ke panti jompo karena dibohongi oleh anaknya yang mengatakan akan mengajak subjek kesebuah acara pernikahan saudara dan ternyata subjek dibawa ke panti jompo tersebut. Para tetangga dan pejabat desa ditempat subjek tinggal pun tidak ada yang mengetahui bahwa subjek dibawa ke panti jompo di jogja. Setelah beberapa bulan ibu MS tinggal dipanti jompo, subjek pernah meminta ijin untuk pulang ke tempat asalnya untuk berpamitan kepara tetangga dan pejabat-pejabat desa setempat, namun hasilnya nihil, pihak panti jompo tidak mengijinkan ibu MS untuk pulang ketempat asalnya tersebut. Jika sang anak dan saudara ibu MS tidak ada yang menjenguk kepanti jompo sama sekali, ibu MS pun tetap berpikir positif dengan hal yang dilakukan sang anak tersebut. Ibu MS seringkali merasa sedih ketika mengingat hal yang telah dilakukan sang anak tersebut tetapi ibu MS selalu bersikap tegar dan selalu berpiir positif tinggi. Perasaan Ibu MS ketika pertama kali masuk ke panti jompo ini kaget dan bingung, serta canggung dengan suasana lingkungan dipanti jompo tersebut. Namun. subjek bisa menyesuaikan diri seiring berjalannya waktu, dan untuk mengusir rasa bosan, subjek sering berbincang-bincang dengan teman sepanti, mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak Panti Jompo Werdha berupa senam, dan menyanyi.

Subjek 3 Nama : N Umur : 54 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Lama di panti : 15 tahun Ibu N berasal dari Ngawi Jawa Timur. Subjek memiliki suami yang bekerja sebagai satpol PP dan telah meninggalkannya serta seorang anak yang telah berkeluarga. Menurut cerita yang didapatkan subjek menderita sakit stroke di usia 43 tahun. Untuk meringankan beban anaknya subjek memutuskan untuk tinggal di panti jompo, awalnya subjek ditolak oleh pihak Panti Jompo Werdha karena masih terlalu muda. Subjek pun memohon kepada pihak panti jompo tersebut untuk menerimanya dipanti. Lalu, ibu N pun menceritakan keluh kesah hidupnya, subjek pun tidak punya tempat tinggal dan tidak bisa mencari nafkah karena subjek menderita stroke. Lalu, pihak panti jompo pun menerima ibu N tinggal dipanti jompo tersebut. Perasaan subjek saat pertama masuk panti jompo yaitu merasa bingung dan sedih karena belum bisa beradaptasi, tetapi lama-lama subjek terbiasa dan merasa cukup nyaman. Ibu N merasa sedih karena perlakuan sang suami yang meninggalkannya begitu saja, tetapi ibu N selalu berpikir positif tinggi dan subjek lebih mementingkan kondisi saat ini. Subjek mengikuti serangkaian kegiatan yang ada dipanti agar tidak bosan dan sedih dan kegiatan yang dilakukan subjek terkadang berbincang-bincang dengan penghuni panti lain. Sebagian besar lansia di Panti Jompo Werdha Budhi Darma selalu berpikir positif yang tinggi. Hal ini dikarenakan lansia berpikir bahwa keputusan keluarga membawa lansia ke panti jompo bukan karena dirinya tidak berguna lagi tetapi karena keluarga beranggapan jika lansia tinggal di panti jompo akan lebih terjamin. Dengan begitu lansia akan mampu menjalani kehidupannya di dalam panti denngan baik dan tanpa beban. Lansia yang selalu berpikir positif mampu menularkan sifat sifat dan sikap positifnya kepada lansia di panti jompo tersebut. Berpikir positif juga sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan pengertian dan perasaan lansia bahwa keputusan yang diambil oleh keluarga saat membawa

lansia ke panti jompo semata-mata untuk kebaikan lansia. Dimana lansia bisa berinteraksi dengan teman-teman sebaya serta dapat melakukan hal-hal yang menyenangkan, tidak hanya mengurus cucu atau pekerjaan rumah lainnya. Aspekaspek dari berpikir positif seperti perhatian positif, afirmasi diri, penggambaran diri apa adanya, penyesuain diri terhadap keadaan dan harapan positif terhadap masa depan akan membuat harga diri lansia juga menjadi positif dalam memandang kehidupan lansia di dalam panti jompo. KESIMPULAN Sebagian besar lansia di Panti Jompo selalu berpikir positif yang tinggi. Hal ini dikarenakan lansia berpikir bahwa keputusan keluarga membawa lansia ke panti jompo bukan karena dirinya tidak berguna lagi tetapi karena keluarga beranggapan jika lansia tinggal di panti jompo akan lebih terjamin. Karena berpikir positif juga sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan pengertian dan perasaan lansia bahwa keputusan yang diambil oleh keluarga saat membawa lansia ke panti jompo semata-mata untuk kebaikan lansia. Pada subyek pertama, Bapak SW merasa senang berada di panti jompo dan subjek selalu berpikir positif tinggi karena subjek merasa kebutuhannya sangat tercukupi dari makan tiga kali sehari dan keamanan lebih terjamin dan keluarga juga masih sering menjenguknya satu kali dalam seminggu, dan hal itu yang membuat pak SW selalu berpikir positif tinggi. Subjek kedua, Ibu MS selalu tegar, selalu berpikir positif tinggi, dan subjek pun merasa senang karena memilii keluarga baru dipanti jompo tersebut, diberi makan selalu tepat waktu, dan kesehatannya pun terjamin. Subjek ketiga, Perasaan ibu N saat pertama masuk panti jompo subjek merasa bingung dan sedih karena belum bisa beradaptasi tapi lama-lama subjek terbiasa dan merasa cukup nyaman. Ibu N merasa sedih karena perlakuan sang suami yang meninggalkannya begitu saja, tetapi ibu N selalu berpikir positif tinggi dan agar subjek tidak bosan dipanti jompo, subjek pun mengikuti serangkaian kegiatan yang ada dipanti, terkadang subjek berbincang-bincang dengan penghuni panti

lain agar tidak merasa bosan dan sedih. Pada intinya sebagian lansia di panti jompo Werdha ini sudah bisa untuk berpikiran positif. DAFTAR PUSTAKA Andini, A. & Supriyadi. (2013). Hubungan antara berpikir positif dengan harga diri pada lansia yang tinggal di panti jompo di bali. Jurnal Psikologi Udayana, 1(1), 129-137. Wade, C. & Travis, C. (2007). Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Santrock, J.W. (2002). Life-Span development perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga Santrock, J.W. (2002). Remaja. Jakarta: Erlangga. Tentama, F. (2010). Berpikir positif dan penerimaan diri pada remaja penyandang cacat tubuh akibat kecelakaan. Humanitas VII(1), 66-75. Tentama, F. (2012). Membangkitkan pikiran positif difabel. Republika, 76. Tentama, F. (2014) Hubungan positive thinking dengan self-acceptance pada difabel (bawaan lahir) di SLB negeri 3 Yogyakarta. Jurnal psikologi integratif, 2(2), 1-7.