BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi lapis fondasi agregat semen (LFAS)

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

PENGARUH VARIASI FILLER TERHADAP NILAI KEPADATAN UNTUK AGREGAT PASIR KASAR

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi, lapis fondasi bawah, dan bahu jalan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

PENGARUH KEPIPIHAN BUTIRAN AGREGAT KASAR TERHADAP DAYA DUKUNG LAPIS PONDASI AGREGAT KELAS-A

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum 3.2 Tahapan Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB III LANDASAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahap tahap pekerjaan pemecahan pada crusher dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut :

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB III METODE PENELITIAN

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB V PENUTUP JULIE-CVL 11

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

KAJIAN PEMANFAATAN SIRTU BUMELA SEBAGAI MATERIAL LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

PENGARUH SIFAT FISIK AGREGAT TERHADAP RONGGA DALAM CAMPURAN BERASPAL PANAS

KAJIAN PENINGKATAN NILAI CBR MATERIAL LAPISAN PONDASI BAWAH AKIBAT PENAMBAHAN PASIR

Pengertian Agregat Dalam Kontruksi Perkerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. CALIFORNIA BEARING RATIO

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

TINJAUAN SIFAT-SIFAT AGREGAT UNTUK CAMPURAN ASPAL PANAS

BAB IV METODE PENELITIAN

al akan lebih lama pada gradasi yang memadai/seharusnya.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH POROSITAS AGREGAT TERHADAP BERAT JENIS MAKSIMUM CAMPURAN

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN. Penggunaan tailing untuk lapis pondasi dan lapis pondasi bawah DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi untuk memikul beban lalu lintas. Selanjutnya beban tersebut diteruskan dan disebarkan ke tanah dasar sehingga tanah dasar tidak menerima beban melebihi daya dukungnya. Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut, perkerasan jalan dibuat berlapis-lapis sehingga perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai (Sukirman, 2003). Konstruksi lapis perkerasan pada umumnya dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu lapis perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat 2. Perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu lapis perkerasan yang menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat. 2.2 Perkerasan Lentur Menurut Sukirman (1992) konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipampatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya, dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut: II-1

Gambar 2.1 Susunan Lapisan konstruksi perkerasan lentur Sumber : Rekayasa Jalan Raya II Berdasarkan gambar di atas, diantara lapisan permukaan dan lapisan tanah dasar terdapat lapis pondasi yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Dalam pelaksanaan proyek jalan umumnya pekerjaan lapis pondasi termasuk dalam lingkup pekerjaan perkerasan berbutir yaitu pekerjaan yang meliputi lapis pondasi agregat A sebagai lapis pondasi atas dan lapis pondasi agregat B sebagai lapis pondasi bawah (Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3 Diisi 5). 2.3 Lapis Pondasi Lapis pondasi merupakan bagian perkerasan jalan raya yang terletak diantara lapis permukaan jalan dan tanah dasar. Lapis pondasi terdiri atas dua bagian yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah yang berfungsi antara lain: a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda b. Sebagai perletakkan terhadap lapis permukaan 2.3.1 Lapis Pondasi atas Lapis pondasi atas adalah bagian perkerasan yang terletak di bawah lapis permukaan dan di atas lapis pondasi bawah. Fungsi lapis pondasi atas adalah: 1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya 2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah II-2

3. Bantalan terhadap lapisan permukaan 2.3.2 Lapis pondasi bawah Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak dibawah lapis pondasi atas dan di atas tanah dasar. Fungsi lapis pondasi bawah adalah: 1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar 2. Efisiensi penggunaan material yang relatif murah sehingga lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya 3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal 4. Lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi 5. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas 2.3.3 Sumber Bahan untuk Lapis Pondasi Bahan yang biasa digunakan untuk lapis pondasi adalah agregat atau batu pecah yang bisa diambil dari kali ataupun gunung. 2.3.4 Kelas Lapis Pondasi Terdapat tiga kelas yang berbeda dari lapis pondasi agregat yaitu lapis pondasi agregat Kelas A, Kelas B, dan Kelas S. Dalam penelitian ini hanya dibahas tentang agregat A dan agregat B. 1. Lapis pondasi agregat kelas A Lapis pondasi agregat kelas A adalah agregat yang lolos saringan (37,5 mm) dan biasa digunakan untuk lapis pondasi atas untuk lapisan di bawah lapisan beraspal dan 2. Lapis pondasi agregat kelas B Lapis pondasi agregat kelas B adalah agregat yang lolos saringan 2 (50,0 mm) dan bisa digunakan untuk lapis pondasi bawah. 2.3.5 Fraksi Agregat Kasar Agregat kasar adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 (4,75 mm), biasanya terdiri dari partikel atau pecahan batu yang keras dan awet. II-3

2.3.6 Fraksi Agregat Halus Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm), terdiri dari partikel pasir alami atau batu pecah halus. 2.3.7 Sifat-sifat bahan yang diisyaratkan Seluruh lapis pondasi agregat harus bebas dari bahan organik dan gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan setelah dipadatkan harus memenuhi ketentuan gradasi yang diberikan dalam tabel 2.1 dan memenuhi sifat-sifat yang diberikan dalam tabel 2.2 berikut : Tabel 2.1 Gradasi Lapis Pondasi Agregat Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos ASTM (mm) Kelas A Kelas B 2 50 100 1½ 37,5 100 88-95 1 25,0 79-85 70-85 3/8 9,50 44-58 30-65 No.4 4,75 29-44 25-55 No.10 2,0 17-30 15-40 N0.40 0,425 7-17 8-20 No.200 0,075 2-8 2-8 Sumber : Spesifikai Umum 2010 (Revisi 3) Divisi 5 Tabel 2.2 Sifat-sifat Lapis Pondasi Agregat Sifat-sifat Abrasi dari agregat kasar (SNI 2417:2008) Butiran pecah, tertahan ayakan 3/8" (SNI 7619:2012) Batas Cair (SNI 1967:2008) Indeks Plastisitas (SNI 1966:2008) Hasil kali Indeks Plastisitas dengan % Lolos Ayakan No. 200 Gumpalan Lempung dan Butiran-butiran Mudah Pecah (SNI 03-4141-1966) CBR rendaman (SNI 1744:2012) Perbandingan Persen Lolos Ayakan No. 200 dan No. 40 Kelas A Kelas B 0-40 % 0-40 % 95/90 1) 0-25 0-35 0-6 0-10 maks. 25 0-5 % min. 90 % min. 60 % Sumber : Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Divisi 5 55/50 2) - 0-5 % maks. 2/3 maks. 2/3 II-4

2.4 Agregat Agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari perkerasan jalan yang mengandung 90-95% agregat berdasarkan presentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. 2.4.1 Klasifikasi Agregat Berdasarkan proses pengolahannya, agregat yang dipergunakan untuk perkerasan lentur dapat terdiri dari tiga macam, yaitu: 1. Agregat alam Agregat yang dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam yang terbentuk melalui proses erosi dan abrasi. Agregat alam yang sering dipergunakan adalah kerikil dan pasir. Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel >1/4 inch (6,35 mm), pasir adalah agregat dengan ukuran partikel <1/4 inch tetapi lebih besar dari 0,075 mm (saringan No. 200). Berdasarkan tempat asalnya agregat alam dapat dibedakan atas pitrun yaitu agregat yang diambil dari tempat terbuka di alam dan bankrun yaitu agregat yang berasal dari sungai (endapan sungai). 2. Agregat yang melalui proses pengolahan Merupakan agregat yang harus melalui pengolahan berupa proses pemecahan batu menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) sehingga ukuran agregat yang dihasilkan dapat terkontrol, gradasi yang diharapkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. 3. Agregat buatan Agregat buatan adalah agregat yang merupakan mineral filler (partikel dengan ukuran <0,075 mm), diperoleh dari hasil olahan pabrik semen dan kapur, atau limbah industri. Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan atas: II-5

a. Menurut ASTM (American Society for Testing and Material) [Buku 3 Second nine] dan Bina Marga - Agregat kasar, > saringan No. 4 (4,75 mm) - Agregat halus, < saringan No. 4 (4,75 mm) - Bahan pengisi (filler) bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan No. 200 (0,075 mm) b. Menurut AASHTO (The American Association of State 2.4.2 Sifat Fisik Agregat Highway and Transportation Official) - Agregat kasar, > saringan No. 8 (2,36 mm) - Agregat Halus, < saringan No. 8 (2,36 mm) - Bahan pengisi (filler) bagian dari agregat halus yang lolos saringan No. 30 (0,60 mm) Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Oleh karena itu perlu pemeriksaan yang teliti sebelum diputuskan suatu agregat dapat dipergunakan sebagai material perkerasan jalan. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan raya adalah: 1. Gradasi 2. Ukuran maksimum agregat 3. Daya tahan agregat 4. Bentuk dan tekstur agregat 5. Berat jenis agregat Dalam penelitian ini, sifat fisik yang diuji adalah gradasi, daya tahan agregat dan berat jenis agregat. 2.4.3 Sifat Mekanis Agregat Sifat mekanis agregat merupakan salah satu faktor terpenting yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanis dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap II-6

pembebanan yang diberikan. Pengujian untuk mengetahui sifat-sifat mekanis agregat yaitu: 1. Percobaan pemadatan 2. CBR laboratorium 2.4.4 Gradasi Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, yang dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Saringan berukuran paling besar diletakkan teratas, dan yang paling halus terbawah sebelum pan. Ukuran bukaan saringan yang digunakan dalam pemeriksaan gradasi sesuai SNI dalam ASTM dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut: Tabel 2.3 Ukuran bukaan saringan Sumber : Beton Aspal Campuran Panas, 2003 Gradasi agregat dinyatakan dalam persentasi lolos saringan atau persentase tertahan yang dihitung berdasarkan berat agregat. Gradasi agregat menentukan pengaruh besarnya rongga antara butiran yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Selain itu, gradasi agregat menentukan besarnya rongga pori yang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat campuran adalah agregat hasil pencampuran berbagai macam agregat yang masing-masing mempunyai gradasi tertentu. Agregat campuran II-7

yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak, karena tak terdapat agregat berukuran kecil yang dapat mengisi rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat terdistribusi dari agregat yang berukuran besar sampai kecil secara merata, maka rongga atau pori yang terjadi sedikit. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar, akan diisi oleh agregat berkukuran kecil. Agregat campuran diperoleh dengan mencampur secara proporsional fraksi agregat kasar dan fraksi agregat halus. Proporsi dari masingmasing agregat dirancang secara proporsional sehingga diperoleh gradasi agregat yang diiinginkan. Agregat campuran adalah hasil a % fraksi agregat kasar dan b % fraksi agregat halus, dengan nilai a + b = 100%, tetapi apabila nilai a dan b dalam bilangan desimal maka a + b = 1. Jenis gradasi agregat dapat dibedakan atas: 1. Agregat bergradasi baik Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirnya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Agregat bergradasi baik disebut juga agregat bergradasi rapat. Berdasarkan ukuran butir agregat, agregat bergradasi baik dibedakan atas: a. Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran kasar b. Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran agregat halus. Agregat bergradasi baik atau buruk dapat diperiksa dengan menggunakan rumus Fuller ( )... (2.1) II-8

Dengan: P = persen lolos saringan dengan bukaan saringan d mm d = ukuran agregat yang diperiksa D = ukuran maksimum agregat dalam gradasi tersebut 2. Agregat bergradasi buruk Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi baik. Tiga macam gradasi agregat yang dikelompokkan ke dalam agregat bergradasi buruk, yaitu: a. Agregat bergradasi seragam adalah agregat yang hanya terdiri dari butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama, mempunyai pori antar butir yang cukup besar sehingga sering dinamakan juga agregat bergradasi terbuka b. Agregat bergradasi terbuka adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak terisi dengan baik c. Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali 2.4.5 Ukuran Maksimum Agregat Ukuran maksimum butir agregat dapat dinyatakan dengan mempergunakan: 1. Ukuran maksimum agregat yaitu menunjukkan ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100% 2. Ukuran nominal maksimum agregat menunjukkan ukuran saringan terbesar dimana agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak tidak lebih dari 10%. Ukuran maksimum agregat adalah satu saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum. II-9

2.4.6 Daya Tahan Agregat Daya tahan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur atau pecah oleh pengaruh mekanis ataupun hujan. Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butirbutir agregat. Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses mekanis, seperti gaya-gaya yang terjadi selama proses pelaksanaan perkerasan jalan (penimbunan, penghamparan, pemadatan), pelayanan terhadap beban lalu lintas, dan proses kimiawi seperti pengaruh kelembapan, kepanasan, dan perubahan suhu sepanjang hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis agregat, gradasi campuran, ukuran partikel, bentuk agregat, dan besarnya energi yang dialami oleh agregat tersebut. Daya tahan terhadap beban mekanis diperiksa dengan melakukan pengujian abrasi menggunakan alat abrasi Los Angeles, sesuai dengan SNI-03-2417-1991 atau AASHTO T 96-87. Gaya mekanis pada pemeriksaan dengan alat abrasi Los Angeles diperoleh dari bola-bola baja yang dimasukkan bersama agregat yang hendak diuji. 2.4.7 Bentuk dan Tekstur Agregat 1. Bentuk Agregat Berdasarkan bentuknya, partikel atau butir agregat dikelompokkan sebagai berikut: a. Bulat Agregat bentuk bulat umumnya ditemui di sungai sebagai akibat erosi, sehingga berbentuk bulat. Bidang kontak antar agregat berbentuk bulat sangat sempit, sehingga menghasilkan penguncian antara agregat yang tidak baik, dan menghasilkan kondisi kepadatan lapisan perkerasan yang kurang baik. II-10

b. Kubus Agregat bentuk kubus pada umumnya merupakan agregat hasil pemecahan mesin pemecahan batu (stone crusher). Bidang kontak agregat ini luas, sehingga mempunyai daya saling mengunci yang baik. Agregat ini merupakan agregat yang terbaik untuk dipergunakan sebagai material perkerasan jalan. c. Lonjong Agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai atau bekas endapan sungai. Sifat campuran agregat berbentuk lonjong hampir sama dengan agregat berbentuk bulat.. d. Pipih Agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil produksi dari mesin pemecah batu, dan biasanya agregat ini memang cenderung pecah dengan bentuk pipih. e. Tak beraturan Agregat berbentuk tak beraturan adalah bentuk agregat yang tidak mengikuti salah satu bentuk diatas. 2. Tekstur Agregat Tekstur permukaan agregat dapat dibedakan atas licin, kasar, atau berpori. Agregat berbentuk bulat pada umumnya mempunyai permukaan licin, dan seringkali dijumpai di snugai. Permukaan agregat yang licin menghasilkan daya penguncian antar agregat yang rendah, dan mempunyai tingkat kestabilan rendah. Permukaan argregat kasar mempunyai gaya gesek yang baik, ikatan antara butir agregat kuat, sehingga lebih mampu menahan deformasi akibat beban lalu lintas. Agregat kasar merupakan agregat yang terbaik untuk dipergunakan sebagai material perkerasan jalan. Agregat berpori dapat dibedakan atas agregat berpori sedikit berguna untuk menyerap aspal sehingga terjad ikatan yang II-11

baik antara aspal dan agregat, dan agregat berpori banyak yang mempunyai tingkat kekerasan rendah, sehingga mudah pecah dan terjadi degradasi. 2.4.8 Berat Jenis Agregat Dalam perhitungan rancangan campuran dibutuhkan parameter berat, yaitu berat jenis agregat. Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan berat volume air. Agregat dengan berat jenis kecil, mempunyai volume besar, atau berat yang ringan. Jenis berat jenis (specific gravity) agregat, yaitu: 1. Berat jenis bulk (bulk specific gravity), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat 2. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering permukaan, jadi merupakan berat agregat kering+berat air yang dapat meresap ke dalam pori agregat, dan seluruh volume agregat. 3. Berat jenis semu (apparent specific gravity), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, dan volume agregat yang tak dapat diresapi oleh air 4. Berat jenis efektif (efective specific gravity) adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering. Pengukuran volume agregat dalam proses penentuan berat jenis agregat dilakukan dengan mempergunakan hukum Archimedes, yaitu berat benda di dalam air akan berkurang sebanyak berat zat cair yang dipindahkan. Dengan mengasumsikan berat jenis dan berat volume air adalah selalu sama dengan satu, maka volume agregat sama dengan berat zat cair yang dipindahkan. II-12

2.4.9 Pemadatan Agregat Pemadatan merupakan usaha untuk merapatkan butran-butiran tanah yang satu dengan yang lainnya, dalam satu satuan volume yang lebih padat. Pada struktur tanah kohesif, pemadatan menimbulkan perubahanperubahan yang meliputi perubahan pada daya rembes (permeability), kemampuan pemadatan (compressibility), dan kekuatan dari tanah. Usaha pemadatan yang lebih tinggi cenderung menghasilkan lebih banyak partikel lempung dengan orientasi yang sejajar sehingga lebih banyak struktur tanah yang terdispersi. Partikel-partikel tanah lebih dekat satu sama lain dan dengan sendirinya dipadatkan berat volume yang lebih tinggi. Percobaan ini untuk menentukan kadar air optimum dan berat isi kering maksimum. Ada dua macam percobaan di laboratorium yang biasa menentukan kadar air optimum (optimum moisture content) dan berat isi kering maksimum (maximum dry density), yaitu: a. Percobaan pemadatan standar (standar compaction test) Tujuannya yaitu untuk menentukan hubungan antara kadar air optimum dan berat isi kering yang akan diperoleh dari hasil-hasil percobaan yang akan dilakukan, dengan menggunakan alat-alat yang terdiri dari tabung pemadat dan palu b. Percobaan pemadatan modifikasi (modifiet compaction test) Alat-alat yang digunakan hampir sama dengan alat-alat pada percobaan pemadatan standar, hanya berat palu, tinggi jatuh palu dan jumlah lapis tanah yang berbeda. Cara melakukannya juga sama. Garis angka pori udara sama dengan nol. Pada dasarnya pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemadatan partikel. Pemadatan di laboratorium digunakan alat-alat pemadatan tanah untuk percobaan (compaction soil test apparatus). II-13

Tujuan pemadatan adalah untuk memperbaiki sifat-sifat teknis massa tanah yaitu: a. Mempertinggi kekuatan tanah b. Memperkecil pengaruh air pada tanah c. Memperkecil compressibility dan daya rembes airnya Bila kadar air campuran agregat rendah, maka agregat kaku dan sukar dipadatkan, jika ditambah air, maka air akan berlaku sebagai pelumas sehingga campuran agregat lebih mudah dipadatkan. Jika penambahan air terlalu banyak, maka nilai kepadatan akan turun karena pori-pori tanah terisi penuh dengan air. Berdasarkan kondisi di atas dilakukanlah 5 kali percobaan dengan kadar air bervariasi, hasilnya adalah kadar air (w) dan berat isi kering ( d) yang bervariasi pula, kemudian nilai-nilai ini di plot pada kurva hubungan antara kadar air pada absis dan berat isi kering pada ordinat. Nilai berat isi kering maksimum terdapat pada puncak kurva, nilai ini akan berpadanan dengan kadar air optimum pada absis. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut: Gambar 2.2 Hubungan kadar air dengan berat isi kering Sumber : Jurnal Rekyasa Sipil Volume 10 No. 2 Oktober 2014, Herman dan Jon Edwar II-14

2.4.10 CBR Laboratorium Daya dukung tanah dasar (sub grade) pada perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928. Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O.J. Porter. CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama, dinyatakan dalam presentase. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan CBR (California Bearing Ratio) tanah dan campuran tanah agregat yang dipadatkan di laboratarium pada kadar air tertentu. Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan memasukkan benda ke dalam benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan. Nilai kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang diisyaratkan dalam spesifikasinya. Tujuan dilakukan pengujian CBR adalah untuk mengetahui nilai CBR pada variasi kadar air pemadatan. Untuk menentukan kekuatan lapisan tanah dasar atau bahan lain dengan cara percobaan CBR diperoleh nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang diperlukan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengujian CBR adalah tekstur tanah, kadar air, dan kepadatan. Prosedur pelaksanaan pengujian tergantung dari jenis tanah yang diuji. Pada percobaan pemadatan akan diperoleh berat isi kering maksimum dan nilai kadar air optimum. Nilai kadar air inilah yang akan digunakan untuk percobaan CBR, sedangkan nilai berat isi kering maksimum digunakan untuk mengetahui besar nilai CBR. Penggunaan grafik hubungan kepadatan dengan nilai CBR. Misalnya pada tumbukan 10 kali didapat titik A, pada tumbukan 35 kali didapat titik B dan pada tumbukan 65 kli didapat titik C. Titik-titik ini dihubungkan dengan menggunakan nilai berat isi kering maksimum, kemudian diperoleh nilai CBR. II-15

2.5 Pengujian Laboratorium Terhadap Agregat 2.5.1 Pengujian Analisa Saringan Agregat Kasar dan Halus Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk pemeriksaan gradasi agregat dengan menggunakan saringan. Tujuannya untuk mengetahui susunan butir agregat sesuai ukurannya yang dinyatakan dalam presentase lolos atau presentase tertahan yang dihitung berdasarkan berat agregat. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan SNI 03-1968-1990. 2.5.2 Pengujian Abrasi Agregat dengan Mesin Los Angeles Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan daya tahan agregat terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan No. 12 terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persen. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan SNI-03-2417-2008... (2.2) dimana: a = berat benda uji semula (gram) b = berat benda uji tertahan saringan No. 12 (gram) 2.5.3 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat 1. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Pemeriksaan berat jenis bertujuan untuk memperoleh berat jenis (bulk), berat jenis permukaan jenuh (saturated surface-dry Specific Gravity), berat jenis semu (Apparent Specific Gravity), dan angka penyerapan dari agregat kasar. Penyerapan ialah perbandingan berat air yang dapat diserap quarry terhadap berat agregat kering dinyatakan dalam persen. Perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat kasar yaitu sebagai berikut: a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity):... (2.3) II-16

b. Berat jenis kering-permukaan jenuh (saturated surface dry):... (2.4) c. Berat jenis semu (apparent specific gravity):... (2.5) d. Penyerapan:... (2.6) Keterangan: Bk = berat benda uji kering oven (gram) Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram) Ba = berat benda uji kering jenuh di dalam air (gram) 2. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus a. Berat jenis bulk (bulk specific gravity):... (2.7) b. Berat jenis kering-permukaan jenuh (saturated surface dry):... (2.8) c. Berat jenis semu (apparent specific gravity):... (2.9) d. Penyerapan:...(2.10) Keterangan: Bk = berat benda uji kering oven (gram) Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram) Ba = berat piknometer berisi air (gram) Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram) 2.5.4 Percobaan Pemadatan Agregat Pemadatan ini dilakukan dengan memadatkan contoh tanah basah dengan jumlah berat tertentu (pada kadar air terkontrol) dalam cetakan silinder dengan ukuran tertentu dan alat penumbuk tertentu II-17

pula. Setiap lapisan dipadatkan dengan jumlah tumbukan tertentu berdasarkan massa dan tinggi jatuh penumbuk. Untuk setiap daya pemadatan tertentu, pemadatan yang tercapai tergantung pada banyaknya air yang ditambahkan ke dalam tanah tersebut atau kadar airnya. Pemadatan menggunakan variasi kadar air secara bertahap menyebabkan berat air dari bahan persatuan volume juga meningkat seara bertahap, sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang akan dapat menurunkan berat volume dari tanah tersebut. Hal ini disebabkan karena air lebih banyak menempati ruang pori-pori tanah. Besarnya kepadatan dapat diukur atau dinyatakan dalam satuan berat kering (dry density) yaitu berat butiran tanah persatuan volume. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi kepadatan yaitu: 1. Kadar air Kadar air yang digunakan diukur berdasarkan berat air dan berat kering yang dijabarkan dengan rumus:...(2.11) 2. Jenis tanah Cara dan besarnya usaha pemadatan diukur berdasarkan berat volume kering material ( Dry ) ditentukan oleh berat volume basah ( Wet ) dan kadar air. Berat volume basah didapat dari perbandingan antara berat material dan volume mol. Secara matematis ditulis:...(2.12)...(2.13) 2.5.5 Hubungan kadar Air dan Kepadatan Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dan volume tanah yang diselidiki. Pada setiap usaha pemadatan tertentu, kepadatan yang tercapai tergantung pada kadar air. Apabila kadar air rendah maka tanah akan sulit dipadatkan, II-18

namum bila tanah dipadatkan dalam jumlah kadar air terkontrol maka air akan berfungsi sebagai pelumas pada partikel-partikel tanah tersebut sehingga akan lebih mudah bergerak atau bergeser satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih padat atau rapat. Peningkatan kadar air secara bertahap akan menyebabkan berat dan bahan padat tanah persatuan volume juga meningkat secara bertahap sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang akan dapat menurunkan berat volume kering dari tanah tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena air lebih banyak menempati ruang-ruang pori tanah. pada keadaan dimana kadar air yang memebrikan berat volume kering disebut kadar air optimum (optimum moisture content). Tujuan kepadatan adalah untuk mendapatkan nilai kepadatan maksimum dari suatu bahan serta mendapatkan kadar air optimum yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan pemadatan di lapangan. kadar air optimum juga berfungsi untuk mencapai kepadatan optimum yang dikehendaki dalam percobaan CBR (California Bearing Ratio). Ada dua macam percobaan di laboratorium yang biasa menentukan kadar air optimum (optimum moisture content) dan berat isi kering maksimum (maximum dry density), yaitu: c. Percobaan pemadatan standar (standar compaction test) Tujuannya yaitu untuk menentukan hubungan antara kadar air optimum dan berat isi kering yang akan diperoleh dari hasil-hasil percobaan yang akan dilakukan, dengan menggunakan alat-alat yang terdiri dari tabung pemadat dan palu d. Percobaan pemadatan modifikasi (modifiet compaction test) Alat-alat yang digunakan hampir sama dengan alat-alat pada percobaan pemadatan standar, hanya berat palu, tinggi jatuh palu dan jumlah lapis tanah yang berbeda. Cara melakukannya juga sama. Garis angka pori udara sama dengan nol. II-19

2.5.6 CBR (California Bearing Ratio) Prosedur pelaksanaan pengujian CBR Laboratorium mengikuti standar SNI-03-1744-1989. Pengujian CBR yang bertujuan untuk medapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:...(2.14) Keterangan: PT = beban penetrasi PS = beban standar Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0,1 dan penetrasi sebesar 0,2 dan selanjutnya dari hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai SNI 03-1744-1989 diambil hasil terbesar. Alat percobaan untuk menentukan besarnya CBR dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.3 Alat Pemeriksa CBR di laboratorium Sumber: Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999 Alat tersebut berupa alat yang mempunyai piston dengan luas 3. Piston digerakkan dengan kecepatan 0,05 per menit, vertikal ke bawah. Proving ring digunakan untuk mengukur beban yang dibutuhkan pada penetrasi tertentu yang diukur dengan arloji pengukur. II-20