BAB V PENUTUP 5.1 Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

RESILIENSI PENGUNGSI KONFLIK SAMPANG

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X

KEBAHAGIAAN PADA SINGLE MOTHER. Disusun oleh: Ratih Permata Putri Fakultas Psikologi 2016 Pembimbing: Warda Lisa, M.Psi., Psi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

DAFTAR PUSTAKA. Arasiana, Fenty. (2008). Resiliensi Pada TKW yang Mengalami Kekerasan Fisik dan Seksual. Retrivied From

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BABI PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang menyertai dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB V PENUTUP. hidupnya. Subjek A dan B menemukan makna hidup dari pengalaman tragis,

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

RESILIENSI PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

RESILIENSI DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

Subjective Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Tuna Rungu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL SUAMI DENGAN RESILIENSI ISTRI YANG MENGALAMI INVOLUNTARY CHILDLESS

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

mereka tinggal di lingkungan di mana sebagian besar dari teman bermainnya juga berasal dari keluarga yang bercerai juga. Selain itu bagi individu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

PROFIL RESILIENSI PENDIDIK BERDASARKAN RESILIENCE QUETIENT TEST. Prihastuti

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

RESILIENSI REMAJA KORBAN PERCERAIAN ORANGTUA ARTIKEL E-JOURNAL

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

Transkripsi:

81 BAB V PENUTUP 5.1 Pembahasan Perceraian menurut Hurlock merupakan akhir dari penyesuaian pernikahan yang buruk, dan terjadi bila antara suami dan istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyesuaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak (dalam Kartika, n.d., Electronic Refferences, Resiliensi Pada Single Mother Pasca Perceraian, para. 2). Perceraian juga memberikan dampak yang buruk tidak hanya pada anak tetapi juga berdampak pada orang yang melakukan perceraian. Menurut Nurseha (dalam Sudarto & Wirawan, 2000) bagi seorang perempuan perubahan status dari seorang istri menjadi seorang janda khususnya karena perceraian tidaklah mudah. Disamping kecerdasan dibutuhkan juga kepribadian yang kuat, rasa percaya diri, dan keberanian untuk mampu bertahan hidup dikutip dari (Psycho Idea, 2009:15). Oleh karena itu kemampuan untuk berresiliensi pada wanita yang berstatus janda cerai sangat penting terutama untuk mengasuh dan mendidik anak seorang diri. Dalam istilah Psikologi, resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan (Reivich & Shatte, 2002). Gambaran resiliensi dalam penelitian ini berdasarkan atas tujuh factor resiliensi yang dikemukakan oleh Reivich & Shatte. Ketujuh aspek itu adalah aspek pengendalian emosi, kontrol impuls, optimism, empati, analisis penyebab permasalahan, self efficacy, dan reaching out. 5.1.1 Gambaran Aspek Pengendalian Emosi Kemampuan informan untuk melakukan pengendalian emosi, hal tersebut tampak pada pernyataan informan Cara mengendalikan emosi dengan berdoa dan berpasrah (DK, 272-273). Selain itu juga untuk menenangkan pikiran bisa dengan melakukan kegiatan yang disukai dan lebih baik diam daripada menyakiti perasaan orang lain. seperti pernyataan informan Bentuk pengendalian diri informan ketika tengah mengalami tekanan emosi adalah dengan jalan-jalan, belanja barang untuk dijual kembali (I,

490-499). Selain jalan dan belanja, bentuk pengendalian diri informan adalah dengan menginap di rumah kakak (I, 502-503). Informan lebih memilih diam untuk mengendalikan emosi negatif dari dalam diri agar tidak menyakiti hati orang lain (I, 329-347). Cara informan untuk mengendalikan emosi adalah dengan sholat, berdoa, dan bertemu dengan kerabat (H, 300-306). Hal ini sesuai dengan pernyataan dua buah ketrampilan yang dapat memudahkan individu untuk melakukan regulasi emosi, yaitu tenang (calming) dan fokus (focusing). Dua buah ketrampilan ini akan membantu individu untuk mengontrol emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika banyak hal yang mengganggu, serta mengurangi stres yang dialami oleh individu (Reivich & Shatte, 2002). 5.1.2 Gambaran Aspek Kontrol Impuls. Kontrol impuls ini menggambarkan peristiwa dalam hidup yang menguji kesabaran informan. Hal tersebut ditunjukkan oleh informan pada pernyataannya. Cemoohan orang-orang sekitar, termasuk keluarga sendiri merupakan salah satu kejadian yang menguji kesabaran dari informan (I, 512-515). Masih satu tempat kerja dengan mantan suami dan wanita selingkungannya membuat informan malas berangkat bekerja (DK, 310-332). Setelah mengetahui perilaku berselingkuh suami, menyebabkan informan lebih sering marah, sedih, dan menangis (H, 47-52). Sesuai dengan pernyataan dari Reivich & Shatte (2002), yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan perilaku dan pikiran. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif dan berlaku agresif. Tentunya perilaku yang ditampakkan ini akan membuat orang disekitarnya merasa kurang nyaman sehingga berakibat pada buruknya hubungan sosial individu dengan orang lain. 5.1.3 Gambaran Aspek Optimisme. 82

Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Optimisme adalah ketika kita melihat bahwa masa depan kita cemerlang, (Reivich & Shatte, 2002) Hal tersebut tampak dari pernyataan para informan mengenai pandangan hidupnya di masa depan. Informan tetap memiliki cita-cita menjadi keluarga yang terarah jalannya walaupun hidup dalam kondisi yang bercerai (DK, 410-414). Tetap memiliki cita-cita untuk keluarganya bisa memiliki kehidupan yang lebih baik, meskipun saat ini hidup dalam kondisi yang serba sulit (H, 198-214). Informan bercita-cita agar anaknya bisa lebih sukses dari dirinya (I, 936-938). 5.1.4 Gambaran Aspek Analisis Penyebab Permasalahan Individu yang resilien adalah individu yang memiliki fleksibiltas kognitif, mereka mampu mengidentifikasikan semua penyebab yang menyebabkan kemalangan yang menimpa mereka (Reivich & Shatte, 2002). Pernyataan dari teori di atas tergambar dari pernyataan informan mengenai kemampuannya menganalisa masalah terberat yang pernah dialami dalam hidup. Informan menyadari bahwa factor ekonomi dan mendidik anak menjadi masalah yang berat dihidupnya (H, 322-325). Informan mampu mengidentifikasikan bahwa masalah yang dirasa informan berat adalah kekerasan yang didapat dari keluarganya sendiri dan ketiadaan dukungan dari keluarga terhadap kesulitan yang dialaminya, disebabkan karena informan bukan anak kandung ayahnya (I, 565-573). Sedangkan informan DK menunjukkan bahwa dirinya tidak pernah merasa mengalami permasalahan yang berat karena semua dijalani dengan rasa ikhlas Informan tidak merasa memiliki masalah yang berat dalam hidup karena semua dijalani dengan ikhlas (DK, 433-441). 5.1.5 Gambaran Aspek Empati Pada aspek ini peneliti ingin menggambarkan bagaimanakah bentuk empati dari para informan ketika mengetahui ada orang lain sedang dalam kesulitan. Karena ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan social (Reivich & Shatte, 2001). 83

Bentuk empati yang ditampakkan oleh informan pada individu lain yang tertimpa musibah adalah dengan memberikan dukungan secara moril. Sebagai bentuk kepedulian informan terhadap orang lain yang sedang tertimpa musibah dengan cara memberi dukungan secara moril dalam bentuk memberi nasehat untuk selalu bersabar dan pasrah pada Tuhan (DK, 534-540). Bentuk dukungan yang diberi ketika mengetahui orang lain yang sedang mengalami kesulitan adalah dengan memberi semangat agar selalu kuat dalm menjalani hidup, serta harus bisa menerima keadaan (H, 238-242). Ketika informan mengetahui ada orang lain yang membutuhkan bantuan, informan akan membantu sebaik mungkin, meskipun kondisi dirinya sendiri sedang mengalami kesusahan (I, 793-800). 5.1.6 Gambaran Aspek Self Efficacy Pada aspek ini peneliti ingin menggambarkan keyakinan dari para informan terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan dan juga sebagai ibu tunggal. Self Efficacy merepresentasikan sebuah keyakinan bahwa kita mampu memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan. Self Efficacy merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai resiliensi, (Reivich & Shatte, 2002). Aspek ini tergambar melalui pernyataan dari informan yang merasa memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tanggung jawab dalam pekerjaan dan juga sebagai ibu tunggal yang mengasuh anak seorang diri. Informan merasa mampu untuk bekerja dan mengasuh anak seorang diri (DK, 581). Informan percaya pada kemampuan dirinya untuk bisa melakukan tanggung jawab dalam pekerjaan dan mengasuh anak sebagai ibu tunggal (H, 365-368). Informan merasa harus yakin untuk menyelesaikan semua tanggung jawab sebagai ibu tunggal dan pekerjaan (I, 808-809). 5.1.7 Gambaran Reaching Out Aspek ini terkait dengan cara menggapai kesuksesan dan cita-cita yang diinginkan. Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out, hal ini dikarenakan mereka telah diajarkan 84

sejak kecil untuk sedapat mungkin menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Pernyataan para informan menunjukkan bahwa cara menggapai kesuksesan dan keinginan mereka adalah. Informan bekerja untuk menafkahi keluarga, dan bisa menggapai cita-cita untuk meluluskan sekolah anak, sembari berdoa (H, 311-317). Menyekolahkan anak ke Universitas yang bermutu baik dan menempatkan anak di lingkungan yang baik pula untuk perkembangan pola pikir anak informan (I, 864-874). Langkah untuk mewujudkan cita-cita terhadap masa depan anak adalah dengan memberi pendidikan yang terbaik dan menempatkan di sekolah berkualitas (DK, 623-632). 5.2 Refleksi Pembelajaran yang peneliti dapatkan selama penelitian berlangsung adalah betapa kompleksnya kesulitan hidup yang harus dihadapi seorang wanita ketika dia sudah menikah hingga menjadi seorang ibu. Menjadi seorang wanita harus lah mandiri dari segala hal, termasuk mandiri secara ekonomi. Agar tidak dianggap remeh oleh laki-laki, sekalipun laki-laki itu adalah pasangan dalam hidup. Wanita yang mandiri tidak akan mengalami keterkejutan yang berlebih dibandingkan dengan wanita yang menggantungkan kehidupan perekonomian nya pada suami ketika mengalami sebuah konflik, atau bahkan mengalami perceraian dengan suami nya. Wanita yang berstatus janda cerai, akan mengalami efek traumatik yang lebih besar dibandingkan dengan janda mati. Latar belakang perceraian juga sangat menentukan tempaan untuk menjadikan wanita menjadi pribadi yang lebih kuat lagi. Banyak pandangan-pandangan negatif yang ditujukan kepada wanita yang berstatus janda cerai dari lingkungan sekitar. Ketika harus berperan sebagai seorang ibu yang megasuh anak seorang diri, maka wanita dituntut untuk memiliki ketegasan dan juga kelenturan dalam mengasuh anak. Ketegasan agar anak bisa tumbuh dan berkembang sesuai yang diharapkan dan lentur agar anak bisa dan tidak malu bercerita apapun kepada ibu. Peristiwa yang melatarbelakangi perceraian akan menimbulkan sebuah tolok ukur yang baru dalam memilih pasangan hidup berikut nya. 85

5.3 Keterbatasan Penelitian Selama penelitian berlangsung, peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini, diantara nya adalah: 1. singkat nya waktu pengambilan data untuk segera diolah, karena keterbatasan waktu study peneliti sendiri. hal ini disebabkan karena peneliti sempat mengambil cuti selama 2 semester, sehingga sangat mempengaruhi sisa masa study peneliti. 2. Peneliti kurang memiliki pengalaman dalam melakukan penelitian ilmiah, yang mengakibatkan terjadinya kesalah pahaman informan dengan maksud dan tujuan peneliti. Sehingga satu informan gu dgur karena mengundurkan diri dan meminta agar semua data tentang diri nya dihapus dari hasil penelitian. Sehingga dengan waktu terbatas peneliti kembali harus mencari informan baru dan mengolah data kembali dari awal. 86

5.4 Kesimpulan Dari hasil pengolahan data dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tantangan yang harus dihadapi oleh wanita pasca bercerai adalah, berubahnya kebiasaan hidup memiliki pasangan menjadi wanita yang dipaksa keadaan harus mandiri, baik dalam pengasuhan anak maupun secara finansial. Kemudian ketika harus berperan sebagai ibu tunggal tantangan yang harus dihadapi adalah harus belajar lebih sabar dalam menghadapi ketidak patuhan anak, bisa menjelaskan penyebab perpisahan orang tua tanpa menjelekkan salah satu pihak. Meskipun dalam praktek kesehariannya masih sering timbul perselisihan verbal antar ibu dan anak, dan bahkan timbulnya perilaku memukul ketika wanita benarbenar dalam kondisi lelah mental dan fisik. Kemudian kemampuan untuk mengatur tekanan emosional dari dalam diri informan dilakukan dengan banyak cara, yakni terus berdoa, berpasrah pada Tuhan, menulis catatan harian. Sehingga informan bisa menjadi pribadi yang mampu mengontrol diri, dan memiliki relasi sosial yang cukup baik dengan sekitar. Pasca bercerai informan memandang hidup yang tengah dijalani saat ini sudah lebih baik dibandingkan dengan kehidupan awal pasca peceraian, dan kondisi ketika awal mengetahui perilaku berselingkuh suami. Dalam menyelesaikan suatu permasalahan, informan ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan introspeksi diri terhadap kekurangan dan kesalahan yang diperbuat, tetapi ada juga informan yang lebih menyalahkan individu lain sebagai penyebab permasalahan yang tengah dihadapi saat ini. Meskipun informan tengah dalam kondisi yang sulit saat ini, ketika mengetahui ada orang lain yang membutuhkan bantuan, maka dengan ikhlas akan menolong sesuai dengan kemampuan untuk menolong masing-masing, entah dalam bentuk dukungan moril untuk terus memberi semangat hidup dan tetap berpasrah pada Tuhan. Informan memiliki keyakinan pada kemampuan untuk menyelesaikan tanggung jawab dalam pekerjaan mencari nafkah juga tanggung jawab menjadi seorang ibu tunggal. Sumber kekuatan para informan untuk tetap bertahan dalam tekanan dan untuk bisa memulihkan diri setelah keterpurukan adalah anak. Para informan 87

ingin anak-anak menjadi pribadi yang sukses melebihi dirinya, dan memiliki kehidupan yang bahagia di masa depan. Dari ketiga informan yang diwawancarai oleh peneliti, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor utama bagi informan untuk terus bertahan dalam kehidupan meskipun telah melewati peristiwa perceraian yang memberi efek traumatik tersendiri adalah untuk anak-anak mereka. Para informan hanya ingin anak-anak memiliki masa depan yang cerah meskipun hanya diasuh oleh ibunya secara mandiri. 5.5 Saran 5.5.1 Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan agar bisa menggali data mengenai gambaran resiliensi wanita bercerai dan berperan sebagai single parent dari sudut pandang aspek lain dari teori resiliensi, dengan mempertimbangkan karakteristik informan yang berbeda dari penelitian ini, agar penelitian mengenai resiliensi ini lebih menarik lagi dengan perbandingan-perbandingan karakteristik informan yang berberda-beda, agar keunikan dari setiap penelitian yang dilakukan oleh masing-masing peneliti bisa terlihat. 88

5.5.2 Bagi Informan Penelitian Penelliti memberikan saran kepada para informan untuk bisa menyikapi perubahan dan juga perbedaan kehidupan sebelum dan pasca bercerai. Sikap positif itu bisa dilakukan dengan memaknai bahwa Allah telah mengatur hidup manusia dengan sangat baik. Meskipun peneliti mengetahui bahwa ada banyak sekali tantangan yang harus dihadapi para informan, dan berharap untuk tidak larut dalam sedihnya hati dan pikiran yang kalut. Sehingga Informan tetap memiliki semangat dalam menjalani hidup, informan bisa membuktikan pada banyak orang bahwa meskipun berstatus janda cerai hidup, informan mampu untuk mengasuh anak secara mandiri dengan baik. Dan bisa menjadikan kehidupan diri dan anak menjadi lebih baik, meskipun harus bertahan dalam keadaan yang tidak mudah. 89

90 DAFTAR PUSTAKA Amna, Z. & Miranda, N. (2017). Kesejahteraan Informantif Pada Individu Bercerai (Studi Kasus Pada Individu Dengan Status Cerai Mati dan Cerai Hidup). Jurnal Psikoislamedia. Volume 2. Nomer 1. Asriandari, E. (2015). Resiliensi Remaja Korban Perceraian Orang Tua. Artikel E-Journal. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Univrsitas Negeri Yogyakarta. Gayatri, F. E. (2016). Resiliensi Pada Janda Cerai Mati. Skripsi. Naskah Publikasi. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/264 58/Chapter%20II.pdf;jsessionid=EFE731E488B5190CFDF 7302D129ED0E9?sequence=3. Hadianti S. W.; Nurwati R. N. & Darwis R. S. (2017). Resiliensi Remaja Berprestasi Dengan Latar Belakang Orang Tua Bercerai (Studi Kasus Pada Siswa-Siswi Berprestasi Dengan Latar Belakang Orang Tua Bercerai). Jurnal Penelitian & PKM. Vol. 4. No. 2. Hayes, N. (2000). Doing Psychological Research: Gathering and analysing data. Buckingham, UK: Open University Press. Hurlock, E. B. (1983). Psikologi Perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. Ilahi, F. R. & Hartini, N. (2015). Hubungan Antara Self Esteem dengan Strategi Coping Pada Remaja Akhir yang Mengalami Perceraian Orang Tua. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 03, 81. Kartika, D. A. n.d., Resiliensi pada Single Mother Pasca Perceraian. Electronic Refferencess. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Klohnen, E. C. (1996). Conseptual Analysis and Measurement of The Construct of Ego Resilience. Journal of Personality and Socal Psychology. Vol. 70 No. 5.

Nie-Nie, W. (2015). Gambaran Subjective Well Being Pada Individu Yang Pernah Mengalami Child Abuse. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Reivich, K. & Shatte, A. (2002). 7 Keys to Finding Your Inner Strength and Overcoming Life s Hurdles: The Resilience Factor. New York, USA: Three Rivers Press. Santoso, M. D. (2017). Gambaran Dimensi Work Engagement Pada Guru Pendidikan Khusus di SDN X 1 Surabaya. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Siebert, A. (2005). The Resiliency Advantage. San Fransisco: Berret- Koehler Publisher inc. Smith, J. A. (2009). Psikologi Kualitatif: Panduan Praktis Metode Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Staff Pengajar Tetap. (2009). Pedoman Penulisan Skripsi (Kualitatif). Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Sudarsono. (1991). Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: Reunika Cipta. Tim Dosen Fakultas Psikologi. (2014). Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi Kualitatif. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Tugade, M. M. & Frederikson, B. L. (2004). Resilient Individual Use Positive Emotions to Bounce Back from Negative Emotional Experience. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 24. No. 2. Wilig, C. (2001). Introducing Qualitative Research in Psychology: Adventures Theory and Method. Maidenhead, UK: Open University Press Zakiyah, Y. T. (2005). Latar Belakang dan Dampak Perceraian. Skripsi. Naskah Publikasi. Semarang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Diunduh dari http://lib.unnes.ac.id/592/1/1203pdf 91