KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM FUNGSI LEGISLASI DAN ANGGARAN Oleh: I Ketut Suardita, SH.MH Bagian HAN Fakultas Hukum Universitas Udayana Hp. 0817552858/suarditaketut_fh@yahoo.com I. Pendahuluan Demokrasi menjadi model utama negara modern dalam menjalankan pemerintahannya yang didasarkan pada prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama dalam pemerintahan. Hal ini disebabkan karena setiap warga negara pada dasarnya memiliki kekuasaan yang sama untuk memerintah. Kekuasaan inilah yang menjadi sumber utama legitimasi dan legalitas kekuasaan negara. 1 Dalam perkembangannya demokrasi sebagai pemerintahan oleh rakyat hanya efektif dilaksanakan pada negara yang penduduknya serta wilayahnya kecil. Berbeda dengan Indonesia yang penduduknya banyak serta wilayahnya yang sangat luas. Namun semua itu tidak mengurangi makna demokrasi, karena demokrasi juga dapat dilaksanakan pada negara kita melalui perwakilan. Dalam hal ini aspirasi serta keterwakilan rakyat dapat terakomodasi melalui lembaga yang namanya Dewan perwakilan Rakyat dan juga keterwakilan rakyat melalui Dewan Perwakilan Daerah. Kedua anggota lembaga tersebut bergabung menjadi satu menjadi lembaga yang Namanya Majelis permusayawaratan Rakyat, sebagai lembaga pemegang tertinggi kedaulatan rakyat. Dengan demikian MPR benar - benar merupakan lembaga penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang mencerminkan aspirasi seluruh lapisan masyarakat sebagai perwujudan 1 Janedjri M Gaffar, 2013, Demokrasi Dan Pemilu Di Indonesia, konstitusi Press, Jakarta, h.1 1
keterwakilan seluruh rakyat Indonesia, serta pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan pelaksana dari kedaulatan rakyat. 2 Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) merupakan lembaga negara baru yang dibentuk untuk setelah dilakukannya amandemen ke 3 (tiga) UUD 1945, yang keanggotaannya merupakan perwakilan dari setiap daerah Provinsi yang dipilih langsung melalui pemilihan umum.yang sekaligus bersama anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi anggota Majelis Perwakilan Rakyat (MPR). Selum dilakukan amandemen ke 3 (tiga) UUD 1945 keanggotaan MPR bagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongaan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Setelah dilakukan amandemen UUD keanggotaan MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Keanggotaan DPD dipilih dari setiap Provinsi sebanyak 4 (empat) orang dengan komposisi tidak melebihi 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota DPR yang keanggotaannya diresmikan oleh Presiden. Berdasarkan ketentuan Pasal 22E ayat (4) UUDNRI 1945 disebutkan bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perorangan. Disamping itu kewenangannya juga terbatas yakni hanya mengajukan usul, saran pendapat, membahas memberikan rekomendasi atas Rancangan Undang-Undang serta melakukan pengawasan terhadap Undang-Undang tertentu terutama yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber 2 Mashuri Maschab, 1988, Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945, Bina Aksara, Jakarta, h.8 2
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya dan selama bersidang bertempat tinggal di Ibukota Negara Republik Indonesia. Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun dan akan berakhir bersmaan setelah anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji. Sumpah/janji di pandu oleh ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPD. II. Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut diatas dengan mengacu pada ketentuan Pasal 22E ayat (4) UUDNRI, yang menyebutkan bahwa : Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perorangan. Dengan menyimak hal tersebut apakah dapat kita katakan bahwa anggota DPD itu mewakili daerah kalau pemilihanya bersifat perorangan. Disamping itu berkaitan dengan fungsi legislasi yang hanya terbatas pada mengajukan usul, saran, pendapat, membahas, memberikan rekomendasi atas Rancangan Undang-Undang serta melakukan pengawasan terhadap Undang-Undang tertentu. III. Pembahasan 3.1. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia DPD berkedudukan di Ibukota negara. DPD dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga negara lainya seperti MPR, Presiden, DPR, MA, MK, dan BPK, yang dalam sistem ketatanegaraan kita dikategorikan masuk dalam jajaran lembaga tinggi negara. 3
DPD, sebagaimana diatur dalam Pasal 223 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, mempunyai fungsi untuk mengajukan usul kepada DPR mengenai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, dan ikut dalam pembahasan serta memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu. yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tetang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. DPD juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan dan pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. 3.2. Tugas dan wewenang DPD Dalam Pasal 224 UUMD3 disebutkan mengenai tugas dan wewenang DPD adalah : 1. dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 4
2. ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 3. ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR, yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 4. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; 5. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; 6. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. 7. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN. 5
8. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; dan 9. ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Terbentuknya DPD alam struktur ketatanegaraan negara Indonesia adalah untuk mengantikan utusan daerah dan golongan dalam keanggotaan MPR yang dimaksudkan untuk dapat mengadopsi dan menyerap aspirasi serta keterwakilan daerah dalam menentukan arah pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mewujudkan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea 4 Pembukaan UUDNRI 1945. Walaupun kewenangannya terbatas sebagaimana tersebut diatas namun DPD mempunyai peranan yang strategis. Oleh karena itu kedudukan DPD perlu diperkuat dengan memiliki posisi yang kuat seperti DPR. Kewenangannya tidak hanya sekedar memberikan rekomendasi atau usulan serta membahas RUU saja, tetapi diberikan hak dalam pengambilan keputusan atas RUU untuk ditetapkan sebagai UU apakah disetujui atau tidak. Sehingga kedudukanya DPD dapat disejajarkan dengan DPR dalam fungsi legislasi. Disamping itu dengan melihat keanggotaan DPD yang dipilih melalui pemilu secara perorangan, apakah dapat kita katakan anggota DPD itu mewakili daerah. Hal ini memerlukan kajian yang mendalam bagaimana tentang keterwakilan golongan apakah sudah terwakili, padahal kehadiran DPD tersebut adalah untuk mewakili kepentingan daerah yang tidak terakomodsi oleh wakil rakyat dalam kapasitas sebagai anggota DPR. Dengan keterwakilan sebagaimana dimaksud adalah Unsur anggota dari DPR merupakan cerminan aspirasi rakyat dengan menekankan pada prinsip demokrasi yang berkaitan dengan perwakilan politik yang bertujuan untuk menyalurkan 6
aspirasi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan daerah, yang nantinya kedua anggota lembaga bergabung menjadi sebuah lembaga yang namanya MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Dengan demikian MPR benar - benar merupakan lembaga penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang mencerminkan aspirasi seluruh lapisan masyarakat sebagai perwujudan keterwakilan seluruh rakyat Indonesia, serta pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan pelaksana dari kedaulatan rakyat. Apakah nantinya keanggotaan DPD dalam pemilihan umum masih seperti dului bersifat persorangan atau akan diubah modelnya agar pungsi keterwakilan daerah terakomodasi, namun itu semua merupakan keputusan politik sebagai suatu kesepakanan politik. Sebagaimana disampaikan oleh Moh. Mahfud MD, dalam acara FGD Penataan kewenangan MPR dan penegasan sistem Presidensiil di Sanur Bali 1 Desember 2016, pada dasarnya hukum yang berlaku merupakan suatu kesepakatan politik Jadi diberlakukan atau tidak GBHN tergantung dari kesepakatan politik. Menurut beliau (Moh. Mahfud MD ) hukum itu merupakan produk politik yang memandang hukum sebagai formulasi atau kristalisasi dari kehendakkehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan. 3 IV. Simpulan Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Kewenagan DPD hanya terbatas dalam mengajukan usul, membahas, memberikan pertimbangan, mengawasi ataupun rekomendasi atas Rancangan Undang-Undang, 3 Moh. Mahfud MD, 2006, Politik Hukum Di Indonesia, Cet ke 3, PT Pustaka LP3ES, Jakarta, h. 7 7
tetapi diberikan kewenangan dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan suatu RUU menjadi UU tertentu. 2. Berkaitan dengan keanggotan DPD yang sifatnya perorangan perlu ditinjau lagi sehingga anggota DPD betul betul merupakan wakil daerah yang mewakili daerah. V. Saran Berdasdasarkan simpulan tersebut diatas maka disarankan agar: 1. DPD diberikan kewenangan yang lebih dari sekedar mengajukan usul, membahas, memberikan pertimbangan, mengawasi ataupun rekomendasi, tetapi diberikan kewenagan untuk ikut serta dalam menentukan/mengabil keputusan dalam menetapkan suatu RUU menjadi UU. 2. Perlu diubah mengenai pemilihan anggota DPD yang sifatnya perorangan dalam pemilu agar betul-betul menjadi wakil daerah serta keterwakilan daerah terwakili. Referensi Janedjri M Gaffar, 2013, Demokrasi Dan Pemilu Di Indonesia, konstitusi Press, Jakarta. Mashuri Maschab, 1988, Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945, Bina Aksara, Jakarta. Moh. Mahfud MD, 2006, Politik Hukum Di Indonesia, Cet ke 3, PT Pustaka LP3ES, Jakarta. Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar Negara republic Indoneia 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 8