HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Gambar 8. Lokasi Peternakan Arawa (Ayam Ketawa) Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Ayam Kampung Jantan (a) dan Ayam Kampung Betina (b) dari Daerah Ciamis

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

MATERI DAN METODE. Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar 45 ekor 20 ekor 38 ekor 56 ekor 89 ekor 80 ekor

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung

Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Kuswardani (2012) Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B) Sumber: Candrawati (2007)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan

METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Lokal Indonesia

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

Lampiran 1. Perhitungan Manual Uji T 2 Hotelling Berbagai Ukuran Tubuh pada Kuda Delman Jantan Manado vs Tomohon. Rumus: T 2 = X X S X X

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

MATERI DAN METODE. Tabel 2. Jumlah Kuda yang Diamati Berdasarkan Lokasi dan Jenis Kelamin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

MATERI DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Penyiapan Mesin Tetas

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KETAWA, AYAM PELUNG DAN AYAM KAMPUNG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI WIDYA FITRI AKBAR KUSWARDANI

HASIL DAN PEMBAHASAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. didirikan pada tanggal 17 Juni Saat ini jumlah populasi Ayam Kokok

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

UKURAN DAN BENTUK ITIK PEKIN (Anas Platyrhynchos), ENTOK IMPOR DAN ENTOK LOKAL (Cairina moschata)

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Peternakan Ayam Ketawa Permata Hijau, Kecamatan Kebayoran Lama Peternakan Ayam Ketawa Permata Hijau berlokasi di Komplek Perumahan Permata Hijau II, Kecamatan Kebayoran Lama yang merupakan bagian dari kota Jakarta Selatan dan terletak antara 106 22 42 BT sampai dengan 106 58 18 BT dan pada 5 19 12 LS (Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011). Topografi wilayah Jakarta Selatan pada umumnya berupa daerah perbukitan rendah pada tingkat kemiringan 0,25%. Rata-rata ketinggian tanah mencapai 5-50 m dpl. Wilayah ini beriklim panas pada suhu rata-rata per tahun 27 C dengan tingkat kelembaban berkisar antara 80%-90%. Arah angin dipengaruhi angin Muson Barat terutama pada bulan Mei-Oktober. Puncak musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 mm. Puncak musim kemarau terjadi pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 mm (Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011). Manajemen perkandangan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu indukan, anakan dan pejantan. Kandang pejantan dibuat secara khusus dan hanya diisi seekor ayam dewasa. Konstruksi kandang dibuat dari bahan-bahan yang aman dan sesuai dengan tata bangunan perkandangan. Proses pemeliharaan dilakukan semi-intensif dengan pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada siang dan sore hari. Pakan yang diberikan meliputi bulir jagung yang dicampur dedak. Tujuan pemeliharaan ayam Ketawa di peternakan ini dikhususkan sebagai ternak hias, sehingga peternak memberikan perlakuan khusus untuk menghasilkan ayam Ketawa yang berkualitas dan diharapkan dapat menjuarai kompetisi berkokok. Beberapa contoh perlakuan khusus yang dilakukan meliputi pemberian vitamin, suplemen, jamu khusus untuk suara kokok dan latihan berkokok setiap hari. Kanopi buatan dan alami ditemukan pada peternakan tersebut untuk mengontrol perubahan cuaca yang fluktuatif. Lokasi peternakan dibangun di sekitar tempat pembibitan pohon salak, namun juga ditemukan pohon besar lain seperti pohon mangga dan rambutan. Gambar 5 menyajikan denah lokasi peternakan ayam Ketawa Permata Hijau Jakarta.

Jalan Cidodol Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Permata Hijau II Jalan Cidodol Sumber: Google Map (2012) Gambar 5. Denah Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Permata Hijau II Peternakan Ayam Ketawa Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman Kecamatan Godean merupakan bagian dari Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak diantara 110 33 00 sampai dengan 110 13 00 BT dan 7 34 51 LS sampai dengan 7 47 30 LS. Wilayah ini memiliki suhu rataan per tahun 26 o C dan kelembaban 74%-87%. Kecamatan Godean terletak sekitar 10 km sebelah barat daya ibukota Kabupaten Sleman. Luas wilayah sebesar 2.684 ha. Bentangan wilayah di Kecamatan Godean berupa tanah datar dan sedikit berbukit (Dinas Pemerintah Kabupaten Sleman, 2011). Peternakan ayam Ketawa Godean berlokasi di Desa Pasar Godean, Kabupaten Sleman. Ayam Ketawa dipelihara dengan tujuan untuk memperoleh ayam hias berkualitas serta bernilai ekonomis tinggi. Lokasi peternakan ini berada di lingkungan pedesaan yang cukup jauh dari Yogyakarta, sehingga memiliki cuaca yang masih relatif stabil, sedikit polusi dan nyaman untuk peternakan unggas. Perkandangan dibagi menjadi tiga, yaitu kandang indukan, anakan dan pejantan. Bangunan kandang dibuat dari bahan-bahan tradisional (bambu). Pemeliharaan dilakukan secara semi-intensif, terutama pada kandang anakan. Ayam diumbar mulai pagi hingga sore hari. Pakan yang diberikan berupa konsentrat dengan campuran dedak. Perlakuan khusus seperti pemberian jamu pada ayam pejantan, dilakukan karena jantan digunakan dalam kontes ayam hias. Jamu dibuat dari bahan bubuk kencur, jahe, kuning telur bebek dan madu. Peternak melatih ayam jantan untuk

berkokok sesuai dengan tipe kokok masing-masing ayam secara individual yang kegiatan ini dimulai dari pukul 8.00-10.00 WIB. Gambar 6 menyajikan denah lokasi peternakan ayam Ketawa Godean di Kabupaten Sleman. Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Godean Sumber: Google Map (2012) Gambar 6. Denah Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Godean Peternakan Ayam Ketawa Mughni Al-Maliki, Kecamatan Cileungsi Kecamatan Cileungsi terletak di Kabupaten Bogor yang merupakan kawasan industri di wilayah Jabodetabek, karena memiliki fasilitas cukup lengkap dan mudah dijangkau dari Jakarta (Dinas Pemerintah Kabupaten Bogor, 2011). Peternakan ayam Ketawa Mughni Al-Maliki terletak di lingkungan pesantren Mughni Al-Maliki Kelurahan Cileungsi Bogor. Kepemilikan ayam Ketawa masih sebatas hobi atau ayam hias kesayangan, sehingga jumlah ayam Ketawa yang dipelihara belum banyak dan belum pernah mengikuti kontes. Peternakan ini terletak di tengah-tengah area persawahan yang tidak jauh dari pemukiman. Kondisi peternakan lembab dan agak panas, karena terletak pada dataran rendah yang tidak banyak dijumpai pepohonan yang merupakan kanopi alami. Sistem pemeliharaan yang digunakan pada peternakan ini adalah semiintensif, ayam diumbar pada siang hari di sekitar pekarangan peternakan. Konstruksi kandang bertingkat yang terbuat dari bahan bambu. Ayam diberi pakan berupa konsentrat dan vitamin. Peternakan ini memiliki mesin tetas buatan sendiri untuk perbanyakan jumlah ayam Ketawa. Gambar 7 merupakan denah lokasi peternakan ayam Ketawa Cileungsi, Kabupaten Bogor.

Sumber: Google Map (2012) Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Cileungsi Gambar 7. Denah Lokasi Peternakan Ayam Ketawa Cileungsi Peternakan Ayam Pelung Salabenda, Ayam Pelung Bestari Dramaga dan Ayam Kampung Bantarjati Kotamadya Bogor secara geografis terletak pada 6.190-6.470 LS dan 106.10 107.1030 BT. Rata-rata suhu tahunan sebesar 26 C, sedangkan rata-rata suhu terendah adalah 21,8 C pada bulan Desember dan Januari. Kelembaban udara berkisar antara 70% dengan curah hujan tahunan sebesar 2.500-5.000 mm. Bogor terletak pada 300 m dpl. Kemiringan lahan berkisar antara 0%-15% dan sebagian kecil wilayah berada pada kemiringan antara 15%-30%. Kelurahan Salabenda terletak di wilayah Kabupaten Bogor dan berbatasan dengan Jakarta dan Tangerang, yang secara umum memiliki kondisi topografi sama dengan kota Bogor. Peternakan ayam Pelung Salabenda berlokasi dekat dengan jalan Raya Bogor-Parung. Jumlah ayam Pelung yang dipelihara mencapai ratusan dan banyak yang menjadi juara pada kontes Pelung. Peternak memelihara ayam Pelung ini untuk menghasilkan bibit unggul sehingga peternak tidak sembarangan melakukan program pemuliaan. Bangunan kandang terdiri atas kandang indukan, anakan dan pejantan. Sistem pemeliharaan dilakukan secara semi intensif, ayam diumbar pada siang hari. Pakan yang diberikan berupa konsentrat, vitamin dan suplemen khusus untuk menjaga kesehatan ternak. Peternakan ayam Pelung Bestari Dramaga berlokasi di pinggir jalan Raya Dramaga, Kabupaten Bogor. Ayam Pelung yang dijual langsung kepada konsumen belum memiliki sertifikat kejuaraan ayam Pelung, tetapi berpotensi untuk siap dilatih

demi kepentingan kontes. Manajemen pemeliharaan pada peternakan semi-intensif, ayam diumbar pada siang hari dan pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Pakan yang diberikan berupa dedak yang dicampur dengan konsentrat. Perkandangan dibagi atas tiga bagian, yaitu kandang anakan, indukan dan pejantan; yang terletak dalam satu naungan. Perlakuan khusus tidak diberikan pada ayam Pelung, sehingga ayam yang dijual hanya berdasarkan performa fisik yaitu ayam Pelung, bukan sebagai ayam Pelung penyanyi. Peternakan ayam Kampung Bantarjati terletak di kelurahan Sempur, Bogor kota. Kepemilikan ayam Kampung berkisar antara 5-10 ekor pada setiap keluarga. Ayam Kampung dipelihara secara semi-ekstensif, dengan pemberian pakan tradisional yaitu berupa dedak dan sisa makanan rumah tangga. Peternak melakukan usaha ini sebagai pekerjaan tambahan, yang bertujuan untuk melengkapi pekerjaan utama sebagai pekerja pabrik. Pagi hari saat peternak bekerja di pabrik, ayam berada dalam kandang dan hanya dikeluarkan ketika peternak tiba di rumah yaitu sore hari. Peternak sering menitipkan ayam pada peternak lain untuk diumbar di siang hari. Bangunan kandang terbuat dari bahan-bahan alami dan tradisional; yang terdiri dari kandang indukan dan pejantan. Kandang anakan tidak tersedia khusus, namun akan dibuat ketika telur-telur induk telah menetas. Gambar 8 menunjukkan lokasi peternakan ayam Pelung Salabenda, Bestari Dramaga dan ayam Kampung Bantarjati, Kabupaten Bogor. Salabenda Bantarjati Sumber: Google Map (2012) Gambar 8. Lokasi Peternakan Ayam Pelung Salabenda, Ayam Pelung Dramaga dan Ayam Kampung Bantarjati

Analisis Statistik Deskriptif Kelompok Ayam Ketawa Hasil analisis statistik deskriptif pengukuran panjang femur (X 1 ), panjang tibia (X 2 ), panjang tarsometatarsus (X 3 ), lingkar tarsometatarsus (X 4 ), panjang jari ketiga (X 5 ), panjang sayap (X 6 ), panjang maxilla (X 7 ), tinggi jengger (X 8 ), panjang leher (X 9 ), panjang sternum (X 10 ) dan leher sternum (X 11 ) ayam Ketawa kelompok Yogyakarta, Jakarta dan Bogor; disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Permukaan Linear Tubuh Ayam Ketawa Jantan Kelompok Yogyakarta, Jakarta dan Bogor Peubah Yogyakarta n = 14 Panjang Femur (X 1 ) 108,45 ± 6,85 (6,31%) Panjang Tibia (X 2 ) 141,47 ± 12,60 (8,91%) Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) Bogor n = 15 Jakarta n = 15 --------------------------- (mm) -------------------------- 112,66 ± 28,06 (24,91%) 11,30 ± 0,98 (8,69%) Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 61,44 ± 6,13 (9,97%) Panjang Sayap (X 6 ) 166,04 ± 12,14 (7,31%) Panjang Maxilla (X 7 ) 34,28 ± 3,13 (9,14%) Tinggi Jengger (X 8 ) 49,92 ± 14,37 (28,78%) Panjang Leher (X 9 ) 136,23 ± 15,67 (11,50%) Panjang Sternum (X 10 ) 104,55 ± 7,12 (6,81%) Lebar Sternum (X 11 ) 80,24 ± 7,06 (8,80%) 105,22 ± 6,25 (5,94%) 128,58 ± 16,21 (12,60%) 104,74 ± 7,30 (6,97%) 13,38 ± 1,42 (10,63%) 62,94 ± 5,38 (8,55%) 165,37 ± 27,22 (16,46%) 29,93 ± 3,55 (11,86%) 32,28 ± 15,45 (47,85%) 134,28 ± 13,04 (9,71%) 123,47 ± 10,99 (8,90%) 74,92 ± 9,39 (12,54%) 94,73 ± 10,93 (11,54%) 107,75 ± 9,44 (8,76%) 81,75 ± 7,29 (8,92) 12,11 ± 0,91 (7,52%) 56,37 ± 5,66 (10,05%) 148,24 ± 9,40 (6,34%) 24,54 ± 3,71 (15,13%) 21,04 ± 4,51 (21,44%) 96,45 ± 13,45 (13,95%) 94,90 ± 7,62 (8,03%) 74,66 ± 6,25 (8,37%) Keterangan: n= jumlah contoh; persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman

Hasil statistik deskriptif pada Tabel 2 dan Tabel 3 tersebut belum dapat memberikan perbedaan diantara ayam Ketawa jantan dan betina pada setiap lokasi pengamatan. Hal tersebut juga belum dapat menjelaskan perbedaan ayam Ketawa jantan antara lokasi pengamatan; juga pada ayam betina. Tabel 3. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Permukaan Linear Tubuh Ayam Ketawa Betina Kelompok Yogyakarta, Jakarta dan Bogor Peubah Panjang Femur (X 1 ) 94,94 ± 7,83 (8,25%) Panjang Tibia (X 2 ) 114,05 ± 9,44 (8,27%) Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) Panjang Jari Ketiga (X 5 ) Panjang Sayap (X 6 ) Panjang Maxilla (X 7 ) Tinggi Jengger (X 8 ) Panjang Leher (X 9 ) Panjang Sternum (X 10 ) Lebar Sternum (X 11 ) Yogyakarta n = 15 Bogor n = 15 Jakarta n = 15 --------------------------- (mm) -------------------------- 83,39 ± 6,35 (7,62%) 11,30 ± 1,64 (14,51%) 47,44 ± 3,30 (6,95%) 144,64 ± 18,59 (12,85%) 29,45 ± 4,02 (13,66%) 18,68 ± 7,31 (39,15%) 108,08 ± 19,89 (18,41%) 91,39 ± 7,11 (7,78%) 72,55 ± 8,17 (11,26%) 100,36 ± 11,79 (11,75%) 114,34 ± 12,46 (10,90%) 77,42 ± 15,02 (19,41%) 11,28 ± 1,67 (14,77%) 52,93 ± 5,72 (10,80%) 145,42 ± 19,15 (13,17%) 30,14 ± 3,63 (12,03%) 33,98 ± 22,45 (66,06%) 130,67 ± 13,35 (10,21%) 99,59 ± 11,59 (11,64%) 71,76 ± 7,95 (11,07%) 71,82 ± 5,48 (7,63%) 96,20 ± 12,73 (13,24%) 70,15 ± 8,43 (12,01%) 9,81 ± 1,27 (12,95%) 45,75 ± 4,77 (10,42%) 143,83 ± 20,67 (14,37%) 21,31 ± 3,15 (14,80%) 19,76 ± 5,05 (25,56%) 98,91 ± 18,32 (18,53%) 94,42 ± 7,67 (8,13%) 72,66 ± 6,23 (8,58%) Keterangan: n= jumlah contoh; persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman Uji statistik T 2 -Hotelling memberikan hasil bahwa perbedaan antara jantan dan betina di setiap lokasi pengamatan ditemukan (P<0,01) seperti yang disajikan pada Tabel 4. Ukuran-ukuran permukaan linear tubuh ayam Ketawa jantan lebih besar dibandingkan ayam betina pada lokasi pengamatan Yogyakarta, Jakarta dan Bogor.

Perbedaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh ayam Ketawa jantan juga ditemukan diantara lokasi pengamatan (P<0,01) seperti yang disajikan pada Tabel 5. Hal yang sama juga ditemukan pada ayam betina (Tabel 6). Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 -Hotelling Ayam Ketawa Jantan dan Betina pada Setiap Lokasi yang Diamati Kelompok Statistik T 2 -Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan Yogyakarta 6,48109 9,427 0,000 ** Bogor 6,36057 9,830 0,000 ** Jakarta 8,07247 13,209 0,000 ** Keterangan: ** = sangat berbeda nyata (P<0,01) Jenis kelamin mempengaruhi ukuran-ukuran permukaan linear tubuh ayam Ketawa yang diamati. Berdasarkan Tabel 4, ukuran tubuh jantan lebih besar dari betina di setiap lokasi pengamatan. Hal ini disebabkan perbedaan hormon antara ayam jantan dan betina. Herren (2000) menyatakan bahwa hormon testosteron pada dosis rendah dapat meningkatkan pelebaran dari epiphysis tulang dan membantu kerja hormon pertumbuhan, sedangkan hormon estrogen menghambat pertumbuhan kerangka. Testosteron sebagai steroid dari androgen memicu pertumbuhan yang lebih cepat pada jantan. Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 -Hotelling Ayam Ketawa Jantan pada Setiap Dua Kelompok yang Diamati Kelompok Yogyakarta Bogor Jakarta Yogyakarta Bogor ** Jakarta ** ** Keterangan: ** = sangat berbeda nyata (P<0,01) Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 -Hotelling Ayam Ketawa Betina pada Setiap Dua Kelompok yang Diamati Kelompok Yogyakarta Bogor Jakarta Yogyakarta Bogor ** Jakarta ** ** Keterangan: ** = sangat berbeda nyata (P<0,01)

Keberadaan interaksi genotipe dan lingkungan akan menghasilkan ekspresi fenotipik berbeda pada satu ternak dengan yang lain tergantung kondisi lingkungan (Mathur, 2003). Perbedaan lingkungan perkandangan yang meliputi bangunan kandang dan perlengkapannya, suhu lingkungan, pancaran sinar matahari di setiap lokasi yang diamati berpengaruh terhadap ukuran-ukuran tubuh ayam Ketawa. Wilayah Jakarta secara umum, beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun 27 C, tingkat kelembaban berkisar antara 80% - 90% (Dinas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011). Wilayah Godean pada Kabupaten Sleman memiliki suhu rataan per tahun 26 o C dan kelembaban 74% - 87%. Wilayah Cileungsi di Kabupeten Bogor memiliki suhu rataan per tahun sebesar 26 C dan kelembaban udara sekitar 70% (Dinas Pemerintahan Kabupaten Bogor, 2011). Perbedaan jenis pakan mempengaruhi ukuran tubuh ayam Ketawa yang diamati, karena memiliki kandungan nutrien yang berbeda. Jenis pakan yang diberikan di peternakan ayam Ketawa Jakarta adalah bulir jagung dan dedak. Jenis pakan yang digunakan di peternakan ayam Ketawa Bogor adalah konsentrat. Peternakan ayam Ketawa di Yogyakarta memberikan konsentrat dengan campuran dedak. Pemberian vitamin dan suplemen tambahan diberikan di peternakan ayam Ketawa Yogyakarta. Kandungan nutrien pakan ayam Ketawa Yogyakarta relatif lebih baik dibandingkan dengan dua lokasi pengamatan lain. Hal tersebut ditunjukkan dengan rataan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh yang lebih besar ditemukan pada ayam Ketawa Yogyakarta. Kelompok Ayam Ketawa, Ayam Pelung dan Ayam Kampung Statistik deskriptif ayam Ketawa, ayam Pelung dan ayam Kampung jenis kelamin jantan dan betina disajikan pada Tabel 7. Perbedaan ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan, ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan, ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan dan perbedaan ayam Ketawa betina vs ayam Pelung betina, ayam Ketawa betina vs ayam Kampung betina, ayam Pelung betina vs ayam Kampung betina disajikan pada Tabel 8 berdasarkan uji statistik T 2 -Hotelling.

Tabel 7. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Permukaan Linear Tubuh Ayam Ketawa, Ayam Pelung dan Ayam Kampung Peubah Ayam Ketawa Ayam Pelung Ayam Kampung n = 44 n = 45 n = 15 n = 15 n = 14 n = 15 --------------------------------------- (mm) ---------------------------------------- Panjang Femur (X 1 ) Panjang Tibia (X 2 ) Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) Panjang Jari Ketiga (X 5 ) Panjang Sayap (X 6 ) Panjang Maxilla (X 7 ) Tinggi Jengger (X 8 ) Panjang Leher (X 9 ) Panjang Sternum (X 10 ) Lebar Sternum (X 11 ) 102,67 ± 10,05 (9,78%) 125,0 ± 18,94 (15,08%) 99,42 ± 21,18 (21,30%) 12,28 ± 1,40 (11,42%) 60,22 ± 6,28 (10,43%) 159,74 ± 19,62 (12,28%) 29,47 ± 5,25 (17,83%) 34,06 ± 16,99 (49,90%) 122 ± 23,12 (18,95%) 107,71 ± 14,86 (13,79%) 76,52 ± 7,94 (10,38%) 89,04 ± 15,16 (17,03%) 108,2 ± 14,25 (13,17%) 76,98 ± 11,71 (15,22%) 10,79 ± 1,65 (15,36%) 48,70 ± 5,54 (11,37%) 144,63 ± 19,05 (13,17%) 26,96 ± 5,38 (19,95%) 24,14 ± 15,34 (63,52%) 112,55 ± 21,72 (19,29%) 95,13 ± 9,45 (9,93%) 72,32 ± 7,32 (10,12%) 135,66 ± 17,81 (13,13%) 166,23 ± 18,26 (10,98%) 129,06 ± 8,70 (6,74%) 19,83 ± 4,67 (23,56%) 73,36 ± 14,87 (20,26%) 207,12 ± 8,57 (4,14%) 36,41 ± 4,93 (13,55%) 57,59 ± 14,28 (24,80%) 191,09 ± 15,44 (8,08%) 130,97 ± 14,45 (11,04%) 75,26 ± 11,24 (14,94%) 122,29 ± 12,52 (10,24%) 148,56 ± 16,37 (11,02%) 114,89 ± 6,14 (5,35%) 13,46 ± 1,50 (11,15%) 71,20 ± 7,23 (10,16%) 196,11 ± 14,65 (7,47%) 36,32 ± 4,61 (12,68%) 25,45 ± 7,35 (28,90%) 167,93 ± 28,08 (16,72%) 128,89 ± 16,02 (12,43%) 75,78 ± 12,52 (16,52%) 125,45 ± 17,63 (14,05%) 143,04 ± 18,61 (13,01%) 111,12 ± 13,89 (12,50%) 19,42 ± 12,18 (62,71%) 65,85 ± 17,75 (29,96%) 166,77 ± 17,40 (10,43%) 33,03 ± 4,48 (13,55%) 36,50 ± 22,59 (61,89%) 140,19 ± 16,09 (11,48%) 135,66 ± 17,89 (13,19%) 71,61 ± 14,83 (20,71%) Keterangan: n= jumlah contoh; persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; = jantan; = betina 105,43 ± 10,14 (9,62%) 116,29 ± 13,52 (11,62%) 84,16 ± 7,23 (8,60%) 11,18 ± 1,82 (16,24%) 50,85 ± 4,40 (8,66%) 143,97 ± 9,71 (6,74%) 30,37 ± 2,18 (7,19%) 15,06 ± 9,80 (65,05%) 128,47 ± 18,63 (14,51%) 111,90 ± 16,63 (14,62%) 69,06 ± 6,98 (10,10%) Hasil mengindikasikan bahwa ukuran-ukuran tubuh ayam jantan dan betina pada masing-masing jenis ayam, berbeda nyata (P<0,01). Perbedaan juga ditemukan

antara ukuran-ukuran tubuh ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan, ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan, ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan, juga antara ayam Ketawa betina vs ayam Pelung betina, ayam Ketawa betina vs ayam Kampung betina, ayam Pelung betina vs ayam Kampung betina (P<0,01). Perbedaan jenis kelamin pada masing-masing jenis ayam berhubungan dengan perbedaan hormon. Hormon androgen pada jantan dapat menggertak pertumbuhan, sehingga ukuran ayam jantan lebih besar dari betina. Frandson (1992) menyatakan bahwa testosteron mengakibatkan anabolisme protein dan pertumbuhan tulang yang besar. Perbedaan ukuran diantara ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan, ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan, ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan disebabkan perbedaan genetik pada masing-masing jenis ayam. Hal yang sama juga ditemukan antara kelompok betina pada ketiga jenis ayam tersebut. Perbedaan tujuan pemeliharaan juga memberikan sumbangan yang besar terhadap perbedaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh pada ketiga jenis ayam tersebut. Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa secara genetis ketiga ayam tersebut berbeda. Ayam Pelung memiliki sosok tubuh yang besar dan tegap, sedangkan ayam Ketawa dan ayam Kampung bertubuh lebih ramping. Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Analisis T 2 -Hotelling Ayam Ketawa Keseluruhan, Ayam Pelung dan Ayam Kampung Kelompok Statistik T 2 -Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan Ketawa >< Pelung 6,32922 27,043 0,000 ** Ketawa >< Kampung 1,99939 7,998 0,000 ** Pelung >< Kampung 11,05994 15,082 0,000 ** Ketawa >< Pelung 4,79539 20,489 0,000 ** Ketawa >< Kampung 0,89158 0,809 0,000 ** Pelung >< Kampung 11,30443 18,498 0,000 ** Ketawa >< Ketawa 1,73670 11,999 0,000 ** Pelung >< Pelung 6,09409 9,972 0,000 ** Kampung >< Kampung 7,03213 9,589 0,000 ** Keterangan: ** = sangat berbeda nyata (P<0,01); = jantan; = betina

Penggolongan Berdasarkan Analisis Diskriminan Fisher Hasil statistik T 2 -Hotelling belum dapat memberikan informasi mengenai perbedaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh diantara jenis ayam yang diamati. Analisis diskriminan Fisher digunakan untuk memperoleh informasi perbedaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh ayam tersebut dengan terlebih dahulu menentukan statistik T 2 -Hotelling yang memberikan petunjuk bahwa kelompokkelompok yang diamati berbeda. Bahasan lebih lanjut akan membandingkan kelompok ayam Ketawa pada berbagai lokasi pengamatan. Bahasan kemudian dilanjutkan mengenai perbedaan antara ayam Ketawa dengan ayam Pelung dan ayam Kampung. Ayam Ketawa Kelompok Jantan Hasil analisis menunjukkan bahwa persamaan diskriminan hanya dapat dibentuk pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Jakarta. Tabel 9 menyajikan koefisien korelasi pada setiap ukuran permukaan linear tubuh yang tidak nyata pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Bogor. Tabel 9. Pengujian Koefisien Korelasi dengan Selang Kepercayaan 95% pada Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa Jantan Bogor Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,0707 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,1267 1) tn Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,0562 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,2425 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,0373 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,0045 1) tn Panjang Maxilla (X 7 ) 0,1857 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,1692 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,0194 1) tn Panjang Sternum (X 10 ) 0,2906 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,0913 1) tn Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0

Tabel 10 menyajikan koefisien korelasi pada setiap ukuran permukaan linear tubuh yang tidak nyata pada ayam Ketawa jantan Bogor vs ayam Ketawa jantan Jakarta. Persamaan diskriminan tidak dapat dibentuk dari hasil yang tidak nyata atas pengujian koefisien korelasi 95%. Jenis ayam yang sama belum tentu menghasilkan performa fisik yang sama pula, sebab manajemen pemeliharaan dan arah program pemuliaan yang diterapkan pada masing-masing lokasi peternakan berbeda. Dessie et al. (2011) menyatakan bahwa keragaman tujuan pemeliharaan pada setiap lokasi peternakan berkontribusi besar terhadap pengkayaan keragaman genetik ternak. Arah program pemuliaan ayam Ketawa jantan Yogyakarta berbeda dengan ayam Ketawa jantan Jakarta. Ayam Ketawa jantan Yogyakarta lebih diarahkan ke ayam kontes, sedangkan ayam Ketawa jantan Jakarta ke arah pembibitan. Tabel 10. Pengujian Koefisien Korelasi dengan Selang Kepercayaan 95% pada Ayam Ketawa Jantan Bogor vs Ayam Ketawa Jantan Jakarta Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,2397 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,3196 1) tn Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,6415 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,2164 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,2420 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,1711 1) tn Panjang Maxilla (X 7 ) 0,3019 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,2010 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,5812 1) tn Panjang Sternum (X 10 ) 0,6148 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,0066 1) tn Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0 Koefisien korelasi nyata ditemukan pada kelompok jantan ayam Ketawa Yogyakarta vs Jakarta, sehingga dapat dibentuk persamaan diskriminan, yang disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 dapat ditentukan penggolongan Wald-Anderson, seperti disajikan pada Tabel 12.

Tabel 11. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan Masing-masing Peubah yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi diskriminan yang Dibentuk Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta vs Ayam Ketawa Jantan Jakarta Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,2306 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,4705 2) * Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,2369 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,1327 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,1329 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 1,6803 1) tn Panjang Maxilla (X 7 ) 0,4367 2) * Tinggi Jengger (X 8 ) 0,4257 2) * Panjang Leher (X 9 ) 0,4223 2) * Panjang Sternum (X 10 ) 0,2019 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,1297 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,2463 X 2 + 0,8408 X 7 + 0,2115 X 8 0,1006 X 9 Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0; 2) Nilai korelasi kuat karena selang kepercayaan peubah tidak mengandung nilai 0; Y= Skor diskriminan Hasil uji T 2 -Hotelling pada kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Jakarta menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Perbedaan tersebut diperlihatkan oleh peubah-peubah pembeda yang terbentuk melalui fungsi persamaan diskriminan Fisher; seperti disajikan pada Tabel 11. Fungsi diskriminan yang dibentuk antara dua kelompok jantan ayam Ketawa tersebut secara nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh empat peubah yaitu panjang tibia (X 2 ), panjang maxilla (X 7 ), tinggi jengger (X 8 ) dan panjang leher (X 9 ). Setelah didapatkan peubah pembeda diantara dua kelompok tersebut, maka dilakukan penggolongan berdasarkan skor diskriminan. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa semua individu ayam Ketawa jantan Jakarta digolongkan ke dalam kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta. Hasil penggolongan ini secara aktual tidak mungkin, sehingga dilakukan penggolongan berdasarkan skor Wald- Anderson. Tabel 12 menyajikan penggolongan individu-individu pada kelompok

ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Jakarta berdasarkan kriteria Wald-Anderson. Tabel 12. Penggolongan Individu Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta vs Ayam Ketawa Jantan Jakarta Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Penggolongan Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta Jakarta % Koreksi Yogyakarta (n = 14) 14 0 14/14 x 100% = 100% Jakarta (n = 15) 0 15 15/15 x 100% = 100% Total (n = 29) Keterangan: n = jumlah sampel 14 15 (29-0)/29 x 100% = 100% Hasil penggolongan berdasarkan kriteria Wald-Anderson menunjukkan bahwa kesalahan penggolongan tidak ditemukan diantara ayam Ketawa jantan pada lokasi Yogyakarta dan Jakarta; dengan faktor koreksi sebesar 100%. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis ayam yang sama belum tentu menghasilkan performa fenotipik yang persis sama. Panjang tibia (X 2 ), panjang maxilla (X 7 ), tinggi jengger (X 8 ) dan panjang leher (X 9 ) pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta memiliki ukuran yang jauh lebih besar dibanding dengan ayam Ketawa jantan Jakarta. Hal tersebut sebagai akibat dari perbedaan arah program pemuliaan. Seleksi ukuran-ukuran permukaan linear tubuh pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta ditujukan sebagai ayam kontes; sedang pada ayam Ketawa jantan Jakarta ke arah pembibitan. Panjang leher dan panjang maxilla atas kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta memiliki ukuran yang lebih besar dengan keseragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam Ketawa jantan Jakarta. Hal tersebut dinyatakan pada Tabel 2. Upaya seleksi terhadap ukuran panjang leher dan panjang maxilla atas kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta sudah dilakukan dengan ketat sehingga ayam Ketawa jantan Yogyakarta telah berhasil menjuarai kontes ayam Ketawa. Jatmiko (2001) menyatakan bahwa kualitas suara kokok ayam penyanyi, dalam hal ini ayam Pelung didukung ukuran-ukuran tubuh yang proporsional yaitu panjang leher, panjang paruh, panjang sternum dan lebar sternum. Panjang leher kelompok jantan ayam Ketawa Yogyakarta telah mengalami seleksi tidak langsung sebagai akibat dari upaya seleksi peternak terhadap kualitas suara atau kokok. Ayam Ketawa

jantan Yogyakarta memiliki prestasi sebagai juara kokok ayam Ketawa pada berbagai kontes. Hal tersebut sebagai akibat dari perbedaan manajemen pemeliharaan. Pemeliharaan ayam Ketawa jantan Yogyakarta yang semi intensif, yaitu ayam dibiarkan bebas berkeliaran di pekarangan peternakan, secara tidak langsung ayam-ayam tersebut terseleksi secara alami terhadap sifat peubah panjang maxilla atas yang berperanan penting dalam aktivitas makan (Rusdin, 2007). Ukuran panjang maxilla atas kelompok ayam tersebut lebih berkembang. Peran paruh pada ayam penyanyi berkaitan erat dengan aktivitas berkokok, yaitu berhubungan dengan sistem ekspirasi. Karena pada saat berkokok kondisi paruh ada dalam keadaan terbuka (Rusdin, 2007). Ukuran tinggi jengger kelompok jantan pada ayam Ketawa Yogyakarta lebih besar dibandingkan dengan ayam ketawa Jakarta, dengan keragaman yang sedikit lebih besar (Tabel 2). Ukuran tinggi jengger berkorelasi positif terhadap luasan permukaan jengger. Jengger mengandung banyak pembuluh darah dan bagian corium merupakan jaringan komplek yang terdiri atas kapiler darah (Nickel et al., 1977). Jengger berfungsi sebagai cooling system (sistem pendingin) yang berperanan dalam pengeluaran panas berlebih (Clauer, 2010) karena ayam tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga kelebihan panas dalam darah dialirkan melalui jengger dan pial. Ukuran tinggi jengger yang lebih besar pada kelompok jantan ayam Ketawa Yogyakarta, mengindikasikan bahwa ayam tersebut telah terseleksi secara alami terhadap lingkungan yang kurang nyaman karena ayam dibiarkan berkeliaran tanpa naungan. Kelompok jantan pada ayam Ketawa Jakarta dipelihara terus menerus dalam lingkungan kandang yang relatif lebih nyaman karena dinaungi tidak terpapar langsung sinar matahari, sehingga ayam-ayam dapat bertahan dengan ukuran tinggi jengger yang tidak besar. Keragaman tinggi jengger pada ayam Ketawa jantan Yogyakarta yang relatif lebih besar dibandingkan ayam Ketawa jantan Jakarta, mengindikasikan bahwa secara tidak langsung seleksi alam masih dapat terus berlangsung atau peternak kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta masih dapat terus melakukan program seleksi ke arah tipe ayam penyanyi. Panjang tulang tibia pada kelompok jantan ayam Ketawa Yogyakarta ditemukan lebih besar dibandingkan dengan ayam Ketawa Jakarta dengan keragaman yang lebih besar (Tabel 2). Alam secara tidak langsung telah berperan dalam

program pemuliaan. Suryaman (2001) menyatakan bahwa panjang tulang tibia berkorelasi nyata dengan bobot badan. Bagian paha ayam memiliki perdagingan yang paling banyak setelah bagian dada dibandingkan dengan bagian-bagian karkas lain. Semakin panjang ukuran tulang paha (femur, tibia dan tarsometatarsus) diharapkan perdagingan semakin banyak (Laela, 1991). Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok ayam Ketawa jantan Yogyakarta vs ayam Ketawa jantan Jakarta berdasarkan skor Wald- Anderson disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu pada Kelompok Ayam Ketawa Jantan Yogyakarta vs Ayam Ketawa Jantan Jakarta Grafik tersebut menunjukkan sebaran normal frekuensi data skor Wald- Anderson pada masing-masing individu ayam. Berdasarkan grafik, data kelompok jantan pada ayam Ketawa Yogyakarta berada di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok jantan pada ayam Ketawa Jakarta berada di daerah grafik sebelah kanan. Pola grafik menunjukkan pola tidak saling tumpang tindih yang mengindikasikan bahwa tidak ada data kelompok ayam Ketawa Yogyakarta yang tergolong ke dalam data kelompok ayam Ketawa Jakarta. Jarak minimum D 2 - Mahalanobis atau jarak ketidakserupaan morfometrik antara ayam Ketawa Yogyakarta vs ayam Ketawa Jakarta ditemukan sebesar 9,2977.

Kelompok Betina Ayam Ketawa Pengujian koefisien korelasi pada selang kepercayaan 95% menunjukkan hasil yang tidak nyata pada kelompok pada ayam Ketawa betina Yogyakarta vs ayam Ketawa betina Bogor, ayam Ketawa betina Yogyakarta vs ayam Ketawa betina Jakarta dan pada ayam Ketawa betina Bogor vs ayam Ketawa betina Jakarta. Persamaan fungsi Diskriminan Fisher pada masing-masing pasangan kelompok ayam Ketawa betina tersebut tidak dapat dibentuk. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh peubah ukuran permukaan linear tubuh ayam Ketawa pada masing-masing pasangan ditemukan tidak berbeda. Penggolongan berdasarkan kriteria Fisher dan Wald- Anderson tidak dapat dibentuk. Jarak ketidakserupaan morfometrik diantara kelompok ayam Ketawa betina tersebut tidak ditemukan atau tidak berjarak. Kesamaan ukuran-ukuran permukaan linear tubuh pada ayam Ketawa betina di tiga lokasi pengamatan mengindikasikan bahwa betina-betina tersebut tidak mendapatkan perlakuan seleksi. Jantan-jantan terseleksi dibiarkan kawin secara acak dengan betina-betina pada masing-masing lokasi. Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Pelung Jantan Hasil uji T 2 -Hotelling pada kelompok ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Pengujian selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ditemukan peubah pembeda diantara ayam Ketawa jantan dengan ayam Pelung jantan sehingga fungsi persamaan diskriminan Fisher dapat dibentuk (Tabel 13). Tujuh peubah dijadikan sebagai peubah pembeda karena menunjukkan hasil yang nyata saat pengujian pada selang kepercayaan 95%. Ketujuh peubah pembeda tersebut adalah panjang panjang femur (X 1 ), panjang tibia (X 2 ), panjang tarsometatarsus (X 3 ), lingkar tarsometatarsus (X 4 ), panjang sayap (X 6 ), panjang leher (X 9 ) dan panjang sternum (X 10 ). Setelah didapatkan peubah pembeda diantara dua kelompok tersebut, maka dilakukan penggolongan berdasarkan skor diskriminan Fisher. Hasil penggolongan tersebut menunjukkan bahwa semua individu ayam Ketawa jantan tergolong ke dalam kelompok ayam Pelung jantan. Hal tersebut tidak aktual, sehingga perlu dilakukan penggolongan lain yaitu penggolongan berdasarkan skor Wald-Anderson; yang disajikan pada Tabel 14.

Tabel 13. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan Masing-masing Peubah yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi diskriminan yang Dibentuk Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Pelung Jantan Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,4697 2) * Panjang Tibia (X 2 ) 0,3826 2) * Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,2772 2) * Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,5097 2) * Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,2532 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,4768 2) * Panjang Maxilla (X 7 ) 0,2367 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,2540 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,5680 2) * Panjang Sternum (X 10 ) 0,2785 2) * Lebar Sternum (X 11 ) 0,0000 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,1150 X 1 + 0,0183 X 2 + 0,0576 X 3 1,3524 X 4 0,0537 X 6 0,2267 X 9 + 0,1688 X 10 Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0; 2) Nilai korelasi kuat karena selang kepercayaan peubah tidak mengandung nilai 0; Y= Skor diskriminan Hasil penggolongan berdasarkan kriteria Wald-Anderson menunjukkan bahwa tidak ditemukan kesalahan penggolongan antara ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jenis ayam yang berbeda akan menghasilkan performa morfometrik yang berbeda. Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan berdasarkan skor Wald-Anderson disajikan pada Gambar 10. Tabel 14. Penggolongan Individu Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Pelung Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Penggolongan Ayam Kelompok Ketawa Pelung % Koreksi Ketawa (n = 44) 44 0 44/44 x 100% = 100% Pelung (n = 15) 0 15 15/15 x 100% = 100% Total (n = 59) Keterangan: n = jumlah sampel 44 15 (59-0)/59 x 100% = 100%

Secara umum, ukuran tubuh ayam Pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam Ketawa. Menurut Sulandari et al. (2007), performa fisik ayam Pelung besar, tegap dan jika berdiri tegak, temboloknya akan tampak menonjol. Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Pelung jantan diseleksi ke arah bobot badan. Meskipun demikian, terdapat koefisien keragaman dua peubah permukaan linear tubuh pada ayam Ketawa jantan dengan nilai yang lebih kecil. Nilai koefisian kecil tersebut ditemukan pada peubah panjang tulang femur dan lingkar tarsometatarsus. Ayam Ketawa jantan dipelihara di tiga lokasi berbeda, yaitu Yogyakarta, Bogor dan Jakarta. Alam secara tidak langsung telah berkontribusi dalam program seleksi ke arah kedua peubah tersebut, sehingga performa fenotipik yang dihasilkan lebih seragam. Ukuran tulang paha (tulang femur, tulang tibia, panjang dan lingkar tarsometatarsus) pada ayam Pelung menunjukkan bahwa konformasi tubuh ayam Pelung lebih besar dibandingkan ayam Ketawa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Santoso (1996) bahwa ayam Pelung memiliki kaki panjang dan kuat, serta berdaging tebal. Ukuran tulang paha, betis dan shank serta perbandingan antara panjang dengan lingkar shank menunjukkan nilai-nilai yang efektif untuk pendugaan konformasi tubuh. Bentuk tubuh ayam dipengaruhi tinggi jengger, panjang sayap, panjang femur dan panjang tibia (Nishida et al., 1982). Panjang tulang tibia berkorelasi nyata dengan bobot badan (Suryaman, 2001). Bagian paha ayam memiliki perdagingan yang paling banyak setelah bagian dada dibandingkan dengan bagian-bagian karkas lain. Semakin panjang ukuran tulang paha (femur, tibia dan tarsometatarsus) diharapkan perdagingan semakin banyak (Laela, 1991). Ukuran panjang tulang leher dan panjang tulang sternum pada ayam Pelung ditemukan lebih besar dengan nilai keragaman yang lebih kecil (Tabel 7). Hal ini mengindikasikan bahwa ayam Pelung berukuran lebih besar dibandingkan ayam Ketawa. Kedua jenis ayam yang diamati tersebut merupakan tipe ayam penyanyi, namun memiliki karakteristik suara yang berbeda.

Gambar 10. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Jantan pada Ayam Ketawa vs Ayam Pelung Gambar 10 menunjukkan diagram batang frekuensi data skor Wald-Anderson pada masing-masing jenis ayam. Kelompok data ayam Ketawa jantan terletak di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok ayam Pelung jantan di daerah grafik sebelah kanan. Pola grafik menunjukkan tidak ada saling tumpang tindih yang mengindikasikan bahwa tidak ditemukan data kelompok ayam Ketawa jantan yang tergolong ke dalam data kelompok ayam Pelung jantan. Pemisahan diagram batang antara data kedua jenis kelompok ayam yang diamati terjadi sebagai akibat dari tujuh peubah pembeda dari 11 peubah ukuran permukaan linear tubuh yang diamati. Pemisahan tersebut memiliki jarak minimum D 2 -Mahalanobis sebesar 16,0102. Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Kampung Jantan Hasil uji T 2 -Hotelling kelompok ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Pengujian selang kepercayaan 95% pada Tabel 15 menunjukkan bahwa tidak ditemukan peubah pembeda antara ayam Ketawa jantan vs ayam Kampung jantan, sehingga tidak dapat dibentuk persamaan fungsi Diskriminan Fisher.

Tabel 15. Pengujian Koefisien Korelasi Masing-masing Peubah yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% Kelompok Ayam Ketawa Jantan vs Ayam Kampung Jantan Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,5293 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,2631 1) tn Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,1686 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,3383 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,1572 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,1045 1) tn Panjang Maxilla (X 7 ) 0,1987 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,0376 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,2383 1) tn Panjang Sternum (X 10 ) 0,5088 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,1399 1) tn Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0 Ayam Pelung Jantan vs Ayam Kampung Jantan Hasil uji T 2 -Hotelling pada kelompok ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01). Pengujian selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ditemukan peubah pembeda permukaan linear tubuh antara ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan. Perbedaan tersebut diperlihatkan dengan peubah-peubah pembeda yang dibentuk melalui fungsi persamaan diskriminan Fisher. Tabel 16 menunjukkan persamaan fungsi diskriminan yang terbentuk berdasarkan perhitungan koefisien korelasi dan pengujian pada selang kepercayaan 95%. Fungsi diskriminan yang dibentuk antara ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan secara nyata (P<0,05) dipengaruhi panjang sayap (X 6 ) dan panjang leher (X 9 ). Dua peubah tersebut dijadikan sebagai peubah pembeda karena menunjukkan hasil yang nyata pada pengujian selang kepercayaan 95%.

Tabel 16. Koefisien Korelasi antara Fungsi Diskriminan Masing-masing Peubah yang Diamati pada Selang Kepercayaan 95% beserta Fungsi Diskriminan yang Dibentuk Ayam Pelung Jantan vs Ayam Kampung Jantan Peubah Koefisien Korelasi Selang Kepercayaan 95% (α = 0,05) Panjang Femur (X 1 ) 0,0863 1) tn Panjang Tibia (X 2 ) 0,1885 1) tn Panjang Tarsometatarsus (X 3 ) 0,2338 1) tn Lingkar Tarsometatarsus (X 4 ) 0,0067 1) tn Panjang Jari Ketiga (X 5 ) 0,0689 1) tn Panjang Sayap (X 6 ) 0,4459 2) * Panjang Maxilla (X 7 ) 0,1073 1) tn Tinggi Jengger (X 8 ) 0,1685 1) tn Panjang Leher (X 9 ) 0,4840 2) * Panjang Sternum (X 10 ) 0,0433 1) tn Lebar Sternum (X 11 ) 0,0417 1) tn Fungsi Diskriminan Fisher Y = 0,7739 X 6 + 0,5546 X 9 Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05); tn = tidak berbeda nyata; 1) Nilai korelasi lemah karena selang kepercayaan peubah mengandung nilai 0; 2) Nilai korelasi kuat karena selang kepercayaan peubah tidak mengandung nilai 0; Y= Skor diskriminan Setelah didapatkan peubah pembeda diantara dua kelompok tersebut, dilakukan penggolongan berdasarkan skor diskriminan. Hasil penggolongan menunjukkan bahwa semua data individu ayam Pelung jantan dan Kampung jantan digolongkan ke dalam kelompok ayam Pelung jantan. Hal ini tidak mungkin, sehingga dilakukan penggolongan lain yaitu penggolongan berdasarkan skor Wald-Anderson. Tabel 17 menyajikan penggolongan data individu pada kelompok ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan berdasarkan kriteria Wald-Anderson. Tabel 17. Penggolongan Individu Ayam Pelung Jantan vs Ayam Kampung Jantan Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson Kelompok Penggolongan Ayam Kelompok % Koreksi Pelung Kampung Pelung (n = 15) 14 1 13/14 x 100% = 92,85% Kampung (n = 14) 0 14 14/14 x 100% = 100% Total (n = 29) Keterangan: n = jumlah sampel 14 15 (29-1)/29 x 100% = 96,55%

Hasil penggolongan Wald-Anderson menunjukkan bahwa dari 14 ekor ayam Pelung jantan ditemukan satu ekor ayam Pelung jantan yang digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan dengan persentase koreksi sebesar 92,85%; sedangkan pada ayam Kampung jantan tidak ditemukan kesalahan penggolongan dan dikoreksi secara tepat sebesar 100%. Secara total pada kelompok ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan yang berjumlah 29 ekor, sebanyak 14 ekor ayam digolongkan ke dalam kelompok ayam Pelung jantan dan 15 ekor ayam digolongkan ke dalam kelompok ayam Kampung jantan. Grafik distribusi frekuensi dan penggolongan data individu kelompok ayam Pelung jantan dan ayam Kampung jantan berdasarkan skor Wald-Anderson disajikan pada Gambar 11. Peubah pembeda antara kelompok ayam Pelung jantan vs ayam Kampung jantan adalah panjang sayap (X 6 ) dan panjang leher (X 9 ). Kedua peubah pembeda tersebut berkaitan dengan tipe ayam yang diamati. Ayam tipe penyanyi memiliki ukuran leher dan sternum yang lebih besar dan proporsional (Rusdin, 2007). Blakely dan Blade (1991) menyatakan bahwa tulang unggas bersifat pneumatik (berongga). Tulang yang berongga dihubungkan dengan sistem pernafasan. Satu sayap yang patah pada nurung masih dapat membantu sistem pernapasan. Sistem pernapasan yang baik dapat menghasilkan kualitas suara kokok yang baik. Menurut Sulandari et al.(2007) ayam Pelung jantan memiliki ciri khas suara kokok yang panjang dan berirama yang pada penelitian ini dicirikan dengan ukuran panjang sayap sebagai peubah pembeda dengan jenis ayam Kampung jantan. Lebih lanjut Santoso (1996) menyatakan bahwa ayam Pelung yang dinilai bagus adalah ayam Pelung berukuran panjang leher yang tinggi untuk menghasilkan suara kokok yang panjang dan dapat terdengar jauh. Gambar 11 menunjukkan diagram batang frekuensi data skor Wald-Anderson pada masing-masing data individu ayam. Data kelompok ayam Pelung jantan terletak di daerah grafik sebelah kiri, sedangkan data kelompok ayam Kampung jantan di sebelah kanan. Pola grafik menunjukkan pola tidak saling tumpang tindih yang mengindikasikan bahwa tidak ditemukan data kelompok ayam Pelung jantan yang tergolong ke dalam data kelompok ayam Kampung jantan. Pemisahan grafik diagram batang tersebut diperjelas dengan jarak minimum D 2 -Mahalanobis atau jarak

ketidakserupaan morfometrik antara ayam Pelung jantan dan ayam Kampung jantan yang ditemukan sebesar 22,2707. Gambar 11. Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Data Individu Kelompok Ayam Pelung Jantan dan Ayam Kampung Jantan Jumlah peubah pembeda diantara jenis ayam jantan yang diamati pada penelitian ini tidak berkorelasi positif terhadap jarak ketidakserupaan morfometrik. Jarak ketidakserupaan morfometrik antara ayam Kampung jantan vs ayam Pelung jantan ditemukan lebih besar dibandingkan dengan antara ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan, meskipun peubah pembeda antara ayam Ketawa jantan vs ayam Pelung jantan lebih banyak dibandingkan antara ayam Kampung jantan vs ayam Pelung jantan. Fenomena ini kemungkinan disebabkan perbedaan tipe ayam yang diperbandingkan. Ayam Ketawa jantan dan ayam Pelung jantan merupakan ayam tipe penyanyi (Sulandari et al., 2007), sehingga memiliki kesamaan morfometrik yang lebih tinggi yang diperlihatkan dengan jarak ketidakserupaan yang lebih dekat. Ayam Kampung jantan dan ayam Pelung jantan merupakan dua jenis ayam dengan tipe yang berbeda. Ayam Kampung menurut Sulandari et al. (2007) merupakan tipe dwiguna (telur dan pedaging), sedangkan ayam Pelung merupakan tipe ayam penyanyi dengan proporsi perototan yang besar (Santoso, 1996). Hal ini berakibat pada kesamaan morfometrik yang lebih rendah yang diperlihatkan dengan jarak ketidakserupaan yang lebih jauh.

Ayam Ketawa Betina, Ayam Pelun Betina dan Ayam Kampung Betina Hasil uji T 2 -Hotelling pada kelompok ayam Ketawa betina vs ayam Pelung betina menunjukkan perbedaan ukuran permukaan linear tubuh yang sangat nyata (P<0,01); tetapi pengujian selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa peubah pembeda permukaan linear tubuh pada ayam Ketawa betina vs ayam Pelung betina, tidak ditemukan. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok ayam Ketawa betina vs ayam Kampung betina dan Ayam Pelung betina vs ayam Kampung betina Persamaan fungsi Diskriminan Fisher tidak dapat dibentuk. Kesamaan morfometrik antara ayam Ketawa betina, Pelung betina dan Kampung betina mengindikasikan bahwa betina pada jenis ayam tersebut tidak mendapatkan perlakuan yang sama seperti ayam jantan. Perlakuan seleksi hanya diberlakukan pada ayam jantan karena menurut Rusfidra (2004) sifat penyanyi (kokok dan ketawa) merupakan sifat yang dibatasi jenis kelamin (sex limited). Peternak tidak menyeleksi betina karena stok jumlah betina yang dimiliki terbatas. Bila betina diseleksi maka jumlah keturunan atau produksi telur bibit (pada ayam Ketawa dan ayam Pelung) dan konsumsi yang dihasilkan (pada ayam Kampung) sedikit sehingga keberlangsungan peternakan tidak dapat dipertahankan.