BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan

BAB II. Kajian Teoretis

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

II. KAJIAN PUSTAKA. anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan. yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya, visi pendidikan matematika mulai dari pendidikan dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kita lakukan. Bukan untuk mencari jawaban semata, tetapi yang terlebih utama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risa Aisyah, 2013

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian efektivitas pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Becker dan Shimada (1997: 1) mengungkapkan bahwa we propose to call problem

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

mengungkapkan kembali materi yang diperoleh.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

BAB II KAJIAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

BAB V PEMBAHASAN. mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model pembelajaran Reciprocal Teaching. Menurut Palincsar dan Sullivan model reciprocal teaching memiliki 4

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menulis, menulis merupakan proses yang dilakukan oleh penulis untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam menunjang. kemajuan bangsa Indonesia di masa depan. Setiap orang berhak

BAB I PENDAHULUAN. tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Kemudian

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hesty Marwani Siregar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan gaya mengajar guru. Melalui model pembelajaran, guru dapat

BAB I PENDAHULUAN. gagasan. Menurut Beni S. Ambarjaya ( 2012: 122 ), selama ini proses. untuk dapat dipahami dan dikuasai secara lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENEMUKAN RUMUS BARISAN ARITMATIKA BERBANTUAN ALAT PERAGA SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. dihadapinya. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengaplikasikan materi ajar yang didapatnya di kelas ke dalam kehidupan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Model pembelajaran Reciprocal Teaching merupakan suatu prosedur pembelajaran kooperatif yang mengacu kepada siswa untuk bekerja bersama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam proses belajar (Suratno, 2008:152). Dalam strategi ini terdapat empat strategi dasar, yaitu menyusun pertanyaan, memprediksi jawaban, mengklarifikasi jawaban, dan membuat rangkuman. Adapun penjelasan dari keempat strategi pembelajaran di atas adalah sebagai berikut. a) Menyusun pertanyaan strategi bertanya digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Dalam hal ini, siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada dirinya sendiri. b) Memprediksi jawaban pada tahap ini siswa diajak untuk menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan informasi dari hasil membaca, kemudian digunakan untuk memprediksi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat sendiri oleh siswa. Mengklarifikasi jawaban pada tahap ini siswa mengklarifikasi jawaban yang dibuat dengan mengacu pada materi pelajaran yang disediakan oleh guru. c) Membuat rangkuman dalam membuat rangkuman dibutuhkan kemampuan untuk membedakan hal-hal yang penting dan hal-hal yang tidak penting. Selain itu, juga diperlukan aktivitas membaca dan mengevaluasi agar materi pelajaran yang dipelajari menjadi bermakna. Langkah-langkah Pembelajaran Reciprocal Teaching diajarkan dengan menerapkan pembelajaran langsung. Adapun tahapan pembelajaran langsung dalam Reciprocal Teaching adalah sebagai berikut. (Lestari, K. E. dan Yudhanegara, M. R. (2015).Penelitian Pendidikan Matematika) 1. Guru menyediakan materi pelajaran yang akan diajarkan pada hari itu. 9

10 2. Menjelaskan kepada siswa bahwa pada segmen pertama, guru akan bertindak sebagai guru (model). 3. Siswa diminta untuk membaca materi pelajaran yang telah disediakan oleh guru. 4. Jika siswa telah selesai membaca materi pelajaran yang disediakan, maka siswa diajak melakukan pemodelan selanjutnya, yaitu: Memprediksi pertanyaan yang mungkin ditanyakan oleh guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jika mengalami kesulitan, siswa boleh mengacu pada materi pelajaran yang telah disediakan oleh guru. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pendapat atau bertanya ketika menemukan hal yang kurang jelas dalam materi pelajaran yang telah disediakan. Merangkum pokok pikiran yang terdapat dalam materi pelajaran yang telah disediakan. Dalam hal ini, guru dapat menunjuk salah satu siswa untuk membaca kan rangkumannya. 5. Siswa dilatih berperan sebagai guru selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung untuk mendorong siswa lain berperan serta dalam diskusi. 6. Pada hari-hari berikutnya, guru mengurangi peran dalam diskusi sehingga guru-siswa dan siswa lain berinisiatif sendiri melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). B. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Menurut Khodijah ( 2006:81) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah. Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai berpikir secara logis dan divergen untuk menghasilkan ide atau gagasan yang baru. Produk dari berpikir kreatif itu sendiri adalah kreativititas. Menurut Maulana (2011) indikator dari berpikir kreatif ada lima yaitu : 1. Kepekaan (problem sensitivity) adalah kemampuan mendeteksi (mengenali dan memahami) serta menanggapi suatu pernyataan, situasi dan masalah. 2. Kelancaraan (fluency) adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan.

11 3. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacammacam, pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. 4. Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise dan jarang diberikan kebanyakaan orang. 5. Elaborasi (elaboration) adalah kemampuan menambah situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detail, yang didalamnya dapat berupa tabel, grafik, gambar, model, dan kata-kata. C. Pembelajaran Discovery Learning. Menurut Kurniasih & Sani ( 2014:97) mengungkapkan bahwa Discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Model Discovery Learning merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengalaman langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Bahan ajar yang disajikan dalam bentuk pertanyaan atau permasalahan yang harus diselesaikan. Jadi siswa memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, melainkan melalui penemuan sendiri. Hosnan (2014:287-288) mengemukakan beberapa kelebihan dari model Discovery Learning, yakni sebagai berikut: a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif. b. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer. c. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. d. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekrtja sama dengan yang lain. e. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa. f. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. g. Melatih siswa berlatih sendiri.

12 h. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. Hosnan juga mengemukakan beberapa kekurangan dari model Discovery Learning (2014:288-289), yaitu: a. Menyita banyak waktu karena guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing. b. Kemampuan berpikir rasional siswa yang masih terbatas. c. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Terdapat beberapa tahapan dalam Discovery Learning yang diungkapkan oleh Kurniasih & Sani (2014:68-71), yaitu sebagai berikut: 1) Langkah persiapan a. Menentukan tujuan pembelajaran. b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa. c. Memilih materi pelajaran. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif. e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa. 2) Prosedur aplikasi a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang) Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. b. Problem Statemen (pernyataan/identifikasi masalah) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis. c. Data collection (pengumpulan data)

13 Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara, melakukan uji coba sendiri untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. d. Data processing (pengolahan data) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa melalui wawancara, observasi dan sebagainya. Tahap ini berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi, sehingga siswa akan mendapatkan pengetahuan baru dari alternatif jawaban yang perlu mendapat pembuktian secara logis. e. Verification (pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif dan dihubungkan dengan hasil pengolahan data. f. Generalization (menarik kesimpulan) Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. D. Kemandirian Belajar Kemandirian belajar adalah suatu usaha yang dilakukan untuk melakukan aktivitas belajar dengan cara mandiri atas dasar motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi tertentu sehingga bisa dipakai untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Sehingga dalam kemandirian belajar, seorang siswa harus proaktif serta tidak tergantung pada guru. Jika dilihat dari aspek kognitif maka dengan belajar secara mandiri akan didapat pemahaman konsep pengetahuan yang awet sehingga akan mempengaruhi pada pencapaian akademik murid. Kondisi tersebut karena murid sudah terbiasa menyelesaikan tugas yang didapat dengan usaha sendiri serta mencari sumber-sumber belajar telah tersedia. Kemandirian belajar siswa, akan menuntut mereka untuk aktif baik sebelum pelajaran berlangsung dan sesudah proses belajar. Murid yang mandiri akan mempersiapkan materi yang akan dipelajari. Sesudah proses belajar mengajar

14 selesai, murid akan belajar kembali mengenai materi yang sudah disampaikan sebelumnya dengan cara membaca atau berdiskusi. Sehingga murid yang menerapkan belajar mandiri akan mendapat prestasi lebih baik jika dibandingkan dengan murid yang tidak menerapkan prinsip mandiri Indikator kemandirian siswa: 1) Kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawab 2) Kemampuan siswa dalam mengatasi masalah 3) Siswa percaya pada diri sendiri E. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan atau berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang mana dipaparkan sebagai berikut: Rianti Marlistiani (2014) meneliti tentang pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching terhadap kemampuan koneksi pada Siswa kelas VII SMP Pasundan 4 Bandung hasilnya Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Sikap siswa positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model Reciprocal Teaching. Pada skripsi Insarno S. Alimuddin (2015) meneliti tentang implementasi model pembelajaran Reciprocal Teaching dalam memecahkan masalah terhadap Siswa kelas X MA AL-Mukhlisin di Kabupaten. Hasilnya berdasarkan penelitiannya Kemampuan pemecahan masalah matematika Reciprocal Teaching lebih baik dan menunjukkan dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Sikap siswa terhadap model Reciprocal Teaching positif, hal ini ditunjukkan dengan skala sikap antusisas siswa selama proses belajar berlangsung. Terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan skala sikap.

15 F. Kerangka Pemikiran Materi Pembelajaran Matematika Model pembelajaran Recirpocal Teaching Model Pembelajaran Discovery Learning Kemandirian Belajar Siswa Terhadap Model Pembelajaran Kemandirian Belajar Siswa Terhadap Model Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Apakah model pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan Kemandirian belajar Siswa lebih baik daripada siswa yang menggunakan model Discovery Learning

16 G. Asumsi dan Hipotesis a. Asumsi Ruseffendi (2010:25) mengatakan, asumsi merupakan anggapan dasar mengenai peristiwa yang semestinya terjadi dan atau hakekat sesuatu yang sesuai sehingga hipotesisnya atau apa yang di duga akan terjadi itu, sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan. Dengan demikian, anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: a. Perhatian dan kesiapan siswa dalam menerima materi pelajaran matematika mempengaruhi peningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. b. Pelaksanaan model pembelajaran Reciprocal Teaching dilakukan oleh guru sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan. b. Hipotesis Berdasarkan kajian teoretis di atas, maka penulis mengemukakan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Peningkatan kualitas kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Discovery Learning. b. Sikap siswa positif terhadap model pembelajaran Reciprocal Teaching.