TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen, dan tanah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeriksaan dan pengujian bahan perkerasan jalan raya yang menggunakan

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

II. TINJAUAN PUSTAKA. keadaan panas serta dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman, S.,1992).

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

NASKAH SEMINAR INTISARI

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

BAB II KERANGKA TEORITIS. terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi

TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk melayani bebanlalu lintas. Agregat yang dipakai dapat berupa

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

METODOLOGI PENELITIAN

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

METODOLOGI PENELITIAN

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

BAB III LANDASAN TEORI

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

BAB III LANDASAN TEORI

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

ANALISIS KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE- BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL RETONA BLEND 55 TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

UJI STABILITAS TERHADAP FLOW CAMPURAN ASPAL DENGAN MARSHALL TEST (KADAR ASPAL 5 %, PENETRASI 60/70)

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat dipakai antara lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali, dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen, dan tanah liat. Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas tiga macam, yaitu: 1. Konstruksi perkerasan lentur ( flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut adalah lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), lapisan pondasi bawah (sub-base course), dan lapisan tanah dasar (subgrade). 2. Konstuksi perkerasan kaku ( rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen ( portland cement) sebagai bahan pengikat, pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan

6 atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. 3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. (Sukirman, S.,1992) B. Lapis Aspal Beton Lapisan aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat, dicampur dan dihampar dalam keadaan panas serta dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman, S.,1992). Tebal nominal minimum Laston (AC) adalah 4 7,5 cm (Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010). Sesuai fungsinya Laston (AC) mempunyai 3 macam campuran yaitu: 1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC ( Asphalt Concrete-Wearing Course), dengan tebal nominal minimum adalah 4 cm. 2. Laston sebagai lapisan antara, dikenal dengan nama AC-BC ( Asphalt Concrete-Binder Course), dengan tebal nominal minimum adalah 6 cm. 3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-Base), dengan tebal nominal minimum adalah 7,5 cm. Sebagai lapis permukaan perkerasan jalan, Laston (AC) mempunyai nilai struktur, kedap air, dan mempunyai stabilitas tinggi.

7 Ketentuan sifat-sifat campuran beraspal panas menurut Spesifikasi Bina Marga 2010 untuk Laston (AC) bergradasi kasar, tertera pada Tabel 1. berikut ini. Tabel 1. Ketentuan Sifat Sifat Campuran Laston (AC) Bergradasi Kasar Laston Sifat-sifat Campuran Lapis Lapis Aus Antara Pondasi Kadar aspal efektif (%) 4,3 4,0 3,5 Penyerapan aspal (%) Maks. 1,2 Jumlah tumbukan per bidang 75 112 Rongga dalam campuran (%) Min. 3,5 Maks. 5,0 Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13 Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60 Stabilitas Marshall (Kg) Min. 800 1800 Maks. - - Pelelehan (mm) Min. 3 4,5 Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300 Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman selama 24 Min. 90 jam, 60 o C Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal) Min. 2,5 Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010 C. Bahan Campuran Beraspal Panas Bahan penyusun konstruksi perkerasan lentur terdiri dari agregat dan bahan pengikat berupa aspal. 1. Agregat Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu

8 pecah, abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. (Buku 1: Petunjuk umum, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas) Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi atas tiga fraksi, yaitu: a. Agregat Kasar Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan ayakan No.8 (2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet, dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel 2. berikut ini.

9 Tabel 2. Ketentuan Agregat Kasar Pengujian Standar Nilai Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan SNI 3407:2008 Maks.12 % magnesium sulfat Campuran AC Abrasi bergradasi kasar Maks. 30 % dengan Semua jenis SNI 2417:2008 mesin Los campuran aspal Maks. 40 % Angeles bergradasi lainnya Kelekatan agregat terhadap SNI 03-2439-1991 Min. 95 % aspal Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm) Angularitas (kedalaman dari permukaan 10 cm) Partikel Pipih dan Lonjong Material lolos Ayakan No.200 DoT s Pennsylvania Test Method, PTM No.621 ASTM D4791 Perbandingan 1 :5 95/90 1 80/75 1 Maks. 10 % SNI 03-4142-1996 Maks. 1 % Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010 b. Agregat Halus Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm). Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.

10 Tabel 3. Ketentuan Agregat Halus Pengujian Standar Nilai i Setara pasir SNI 03-4428-1997 Min 50 % untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus Min 70 % untuk AC bergradasi kasar Material lolos ayakan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8 % Kadar lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1 % Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm) Min. 45 Angularitas (kedalaman dari permukaan 10 cm) AASHTO TP-33 atau ASTM C1252-93 Min. 40 Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010 c. Bahan Pengisi (Filler) Bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen. Bahan pengisi ( filler) harus kering dan bebas dari gumpalangumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-1968- 1990 harus mengandung bahan yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75 % terhadap beratnya. Fungsi filler dalam campuran adalah: 1. Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang. 2. Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut dan mengikat agregat halus untuk membentuk mortar.

11 3. Mengisi ruang antara agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan. 2. Aspal Aspal adalah material utama pada konstruksi lapis perkerasan lentur (flexible pavement) jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat, karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat adhesif, kedap air, dan mudah dikerjakan. Aspal merupakan bahan yang plastis yang dengan kelenturannya mudah diawasi untuk dicampur dengan agregat. Lebih jauh lagi, aspal sangat tahan terhadap asam, alkali, dan garam-garaman. (Hendarsin, Shirley L, 2000). Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen. Oleh sebab itu, aspal sering disebut material berbituminous. (Buku 1: Petunjuk umum, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas) Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut aspal keras. Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan akan menghasilkan aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti untuk

12 pembuatan campuran beraspal, pelindung atap, dan penggunaan khusus lainnya. Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai: a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara aspal itu sendiri. b. Bahan pengisi, mengisi antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri. Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas: a. Aspal keras/panas (asphalt cement), adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temperatur ruang). b. Aspal dingin/cair (cut back asphalt), adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin. Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak. c. Aspal emulsi (emulsion asphalt), adalah aspal yang disediakan dalam bentuk emulsi. Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan didispersikan dalam air yang mengandung emulsifier (emulgator). (Sukirman, S.,1992)

13 Aspal pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang ada, seperti tertera pada Tabel 4. berikut ini. Tabel 4. Ketentuan untuk Aspal Penetrasi 60/70 No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Persyaratan 1 Penetrasi, 25 o C, 100 gr, 5 detik; SNI 06-2456-1991 60 70 2 Viskositas 135 o C SNI 06-6441-1991 385 3 Titik Lembek ( o C) SNI 06-2434-1991 48 4 Indeks Penetrasi - - 1,0 5 Daktilitas pada 25 o C, (cm) SNI 06-2432-1991 100 6 Titik Nyala ( o C) SNI 06-2433-1991 232 7 Kelarutan dalam Toluene, % ASTM D 5546 99 8 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 1,0 9 Stabilitas Penyimpanan ( o C) ASTM D 5976 part - Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010 D. Gradasi Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran partikel harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat diukur. Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran

14 bukaan jaringan kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi persegi dari saringan tersebut. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat masing-masing contoh yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan menimbang agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan. (Buku 1: Petunjuk umum, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas) Gradasi agregat dapat dibedakan atas: 1. Gradasi seragam (uniform graded)/gradasi terbuka (open graded) Gradasi seragam ( uniform graded) adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang, dan berat volume kecil. 2. Gradasi rapat (dense graded) Gradasi rapat, merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik. Gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek, dan berat volume besar. 3. Gradasi senjang (gap graded) Gradasi senjang ( gap graded), merupakan campuran yang tidak memenuhi dua kategori di atas. Agregat bergradasi buruk yang umum digunakan untuk lapisan perkerasan lentur merupakan campuran dengan

15 satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit. Gradasi seperti ini juga disebut gradasi senjang. Gradasi senjang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis di atas. Penentuan distribusi ukuran agregat akan mempengaruhi kekakuan jenis campuran aspal. Gradasi rapat akan menghasilkan campuran dengan kekakuan yang lebih besar dibandingkan gradasi terbuka. Dari segi kelelehan, kekakuan adalah suatu hal yang penting karena akan mempengaruhi tegangan dan regangan yang diderita campuran beraspal panas akibat beban dinamik lalu lintas. (Utomo, R. Antarikso, 2008) Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas yang diberikan dalam Tabel 5. berikut ini. Pada penelitian ini digunakan campuran Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) bergradasi kasar. Tabel 5. Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Aspal Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos Terhadap Total Agregat dalam Campuran Laston (AC) (mm) Gradasi Halus Gradasi Kasar WC BC Base WC BC Base 37,5 - - 100 - - 100 25-100 90-100 - 100 90-100 19 100 90 100 73 90 100 90 100 73 90 12,5 90 100 74 90 61 79 90 100 71 90 55 76 9,5 72 90 64 82 47 67 72 90 58 80 45 66 4,75 54 69 47 64 39,5 50 43 63 37 56 28 39,5 2,36 39,1 53 34,6 49 30,8 37 28 39,1 23 34,6 19 26,8 1,18 31,6 40 28,3 38 24,1 28 19 25,6 15 22,3 12 18,1 0,600 23,1 30 20,7-28 17,6 22 13 19,1 10 16,7 7 13,6 0,300 15,5 22 13,7 20 11,4 16 9 15,5 7 13,7 5 11,4 0,150 9 15 4 13 4 10 6 13 5 11 4,5 9 0,075 4-10 4-8 3-6 4-10 4-8 3-7 Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010

16 Dan grafik gradasi agregat campuran Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) bergradasi kasar dapat dilihat pada Gambar 1. berikut ini. 100 Kurva Gradasi Agregat 90 80 70 % Lolos 60 50 40 30 20 10 0 0,01 0,1 1 10 Diameter Saringan (mm) % Lolos Batas Atas % Lolos Batas Bawah Gambar 1. Grafik Gradasi Campuran Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) Bergradasi Kasar Spesifikasi Bina Marga 2010 16

17 E. Karakteristik Campuran Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton campuran panas adalah: 1. Stabilitas (Stability) Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, ataupun bleeding. Kebutuhan akan stabilitas setingkat dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menuntut stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan jalan yang volume lalu lintasnya hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja. Kestabilan yang terlalu tinggi menyebabkan lapisan itu menjadi kaku dan cepat mengalami retak, disamping itu karena volume antar agregat kurang maka kadar aspal yang dibutuhkan pun rendah. Hal ini menghasilkan ikatan aspal mudah lepas sehingga durabilitas menjadi rendah. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel, dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Agregat dengan gradasi baik, atau bergradasi rapat akan memberikan rongga antar butiran agregat (voids in mineral aggregate) yang kecil yang menghasilkan stabilitas yang tinggi, tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. Void In Mineral Aggregate (VMA) yang kecil mengakibatkan aspal yang dapat menyelimuti agregat

18 terbatas dan menghasilkan film aspal yang tipis. Film aspal yang tipis mudah lepas yang mengakibatkan lapis tidak lagi kedap air. Oksidasi mudah terjadi, dan lapis perkerasan menjadi rusak. Pemakaian aspal yang banyak mengakibatkan aspal tidak lagi dapat menyelimuti agregat dengan baik (karena VMA kecil) dan juga menghasilkan rongga antar campuran atau Voids In The Mix (VIM) yang kecil. Adanya beban lalu lintas yang menambah pemadatan lapisan mengakibatkan lapisan aspal meleleh ke luar yang disebut bleeding. 2. Durabilitas (Durability) Durabilitas (Keawetan/Daya Tahan) diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air, dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah: a. Voids In The Mix (VIM) kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh (getas). b. Void In Mineral Aggregate (VMA) besar sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi maka kemungkinan terjadinya bleeding cukup besar, untuk mencapai VMA yang besar ini digunakan agregat bergradasi senjang. c. Film (selimut) aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal beton yang durabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya bleeding menjadi besar.

19 3. Fleksibilitas (Flexibility) Fleksibilitas atau kelenturan pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Untuk mendapatkan fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan: a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar. b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi). c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil. 4. Kekesatan/Tahan Geser (Skid Resistance) Skid resistance adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik di waktu hujan (basah) maupun di waktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara permukaan jalan dengan roda kendaraan. Tingginya nilai tahanan geser ini dipengaruhi oleh: a. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar. b. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding. c. Penggunaan agregat kasar yang cukup. 5. Ketahanan Kelelahan (Fatique Resistance) Ketahanan kelelahan adalah ketahanan dari lapis aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan yang berupa alur

20 (rutting) dan retak. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap kelelahan adalah: a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat. b. VMA dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel. 6. Kedap Air (Impermeable) Kemampuan lapis beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat. 7. Kemudahan Pelaksanaan (Workability) Kemudahan pelaksanaan adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan. Workability ini dipengaruhi oleh gradasi agregat. Agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan daripada agregat bergradasi lain.

21 F. Sifat Volumetrik Campuran Aspal Beton Kinerja aspal beton sangat ditentukan oleh volumetrik campuran aspal beton padat yang terdiri dari: 1. Berat Jenis Bulk Agregat Berat jenis bulk adalah perbandingan antara berat bahan di udara (termasuk rongga yang cukup kedap dan yang menyerap air) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air suling serta volume yang sama pada suhu tertentu pula. Karena agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda maka berat jenis bulk (G sb ) agregat total dapat dirumuskan sebagai berikut. P 1 +P 2 + +P n G sb = P 1 + P 2 + + P (1) n G 2 G 2 G n Keterangan: G sb P 1, P 2 P n G 1, G 2 G n = Berat jenis bulk total agregat = Persentase masing-masing fraksi agregat = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat 2. Berat Jenis Efektif Agregat Berat jenis efektif (G se ) adalah perbandingan antara berat bahan di udara (tidak termasuk rongga yang menyerap aspal) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air destilasi dengan volume yang sama dan suhu

22 tertentu pula, yang dirumuskan: G se = P mm - P b P mm - P b G mm G b (2) Keterangan: G se = Berat jenis efektif agregat P mm = Persentase berat total campuran (=100) G mm P b = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara nol = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum, persen terhadap berat total campuran G b = Berat jenis aspal 3. Berat Jenis Maksimum Campuran Berat jenis maksimum campuran untuk masing-masing kadar aspal dapat dihitung dengan menggunakan berat jenis efektif (G se ) rata-rata sebagai berikut: G mm = P mm P s G se + P b G b (3) Keterangan: G mm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara nol P mm = Persentase berat total campuran (=100) P b P s G se G b = Kadar aspal, persen terhadap berat total campuran = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran = Berat jenis efektif agregat = Berat jenis aspal

23 4. Penyerapan Aspal Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap campuran. Perhitungan penyerapan aspal dirumuskan sebagai berikut: P ba = 100 G se - G sb G sb G se G b (4 Keterangan: P ba G sb G se G b = Penyerapan aspal, persen total agregat = Berat jenis bulk agregat = Berat jenis efektif agregat = Berat jenis aspal 5. Kadar Aspal Efektif Kadar efektif campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya menentukan kinerja perkerasan aspal. Kadar aspal efektif ini dirumuskan sebagai berikut: P be = P b P b 100 P s 5 Keterangan: P be P b P ba P s = Kadar aspal efektif, persen total campuran = Kadar aspal, persen terhadap berat total campuran = Penyerapan aspal, persen total agregat = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran

24 6. Rongga di antara Mineral Agregat/Void In Mineral Aggregate (VMA) Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dihitung berdasarkan berat jenis bulk agregat dan dinyatakan sebagai persen volume bulk campuran yang dipadatkan. VMA dapat dihitung pula terhadap berat campuran total atau terhadap berat agregat total. Perhitungan VMA terhadap campuran total dengan persamaan: a. Terhadap Berat Campuran Total VMA = 100 - G mb P s G sb (6) Keterangan: VMA G sb G mb P s = Rongga di antara mineral agregat, persen volume bulk = Berat jenis bulk agregat = Berat jenis bulk campuran padat = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran b. Terhadap Berat Agregat Total VMA = 100 - G mb G sb Keterangan: 100 100 (7) (100 + P b ) VMA G sb G mb P b = Rongga di antara mineral agregat, persen volume bulk = Berat jenis bulk agregat = Berat jenis bulk campuran padat = Kadar aspal persen terhadap berat total campuran

25 7. Rongga di dalam Campuran/Voids In The Mix (VIM) Rongga di dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara pertikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan rumus: VIM = 100 G mm G mb G mm 8 Keterangan: VIM G mm G mb = Rongga di dalam campuran, persen total campuran = Berat jenis maksimum campuran agregat rongga udara nol = Berat jenis bulk campuran padat 8. Rongga Terisi Aspal/Void Filled With Asphalt (VFA) Rongga terisi aspal adalah persen rongga yang terdapat di antara partikel agregat yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Untuk mendapatkan rongga terisi aspal (VFA) dapat ditentukan dengan persamaan: VFA = 100 (VMA - VIM) G mm (9) Keterangan: VFA = Rongga terisi aspal VMA= Rongga di antara mineral agregat, persen volume bulk VIM = Rongga di dalam campuran, persen total campuran G mm = Berat jenis maksimum campuran agregat rongga udara nol

26 Secara skematis campuran aspal beton yang telah dipadatkan dapat digambarkan sebagai Gambar 2. di bawah ini. Udara VIM Aspal VMA VFA V ab ba V mb Agregat V mm V sb V se Gambar 2. Skematis Campuran Aspal Beton Keterangan: V mb V sb V se VMA V mm V a VIM VFA V ba = Volume bulk campuran padat = Volume agregat, berdasarkan berat jenis bulk dari agregat = Volume agregat, berdasarkan berat jenis efektif dari agregat = Volume rongga di antara mineral agregat = Volume campuran padat tanpa rongga = Volume aspal dalam beton aspal padat = Volume rongga dalam campuran = Volume rongga terisi aspal = Volume aspal yang diserap agregat

27 G. Uji Marshall Konsep uji Marshall dalam campuran aspal dikembangkan oleh Bruce Marshall, seorang insinyur bahan aspal bersama-sama dengan The Mississippi State Highway Department. Kemudian The U.S. Army Corp of Engineers, melanjutkan penelitian dengan intensif dan mempelajari hal-hal yang ada kaitannya, selanjutnya meningkatkan dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan pada akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran pengujiannya, kemudian distandarisasikan di dalam American Society for Testing and Material 1989 (ASTM d-1559). Pada percobaan ini menggunakan benda uji standar berupa sebuah cetakan yang berdiameter 101,6 mm dan tinggi 63,5 mm. Benda uji dipadatkan dengan menggunakan alat pemadat Marshall (Marshall Compaction Hummer) dengan berat 4,536 kg (10 pound), dan tinggi jatuh 457 mm (18 inci). Hasil uji akan menunjukkan karakteristik Marshall dan karakteristik akan dipengaruhi oleh sifat-sifat campuran yaitu: kepadatan, rongga diantara agregat/ Void In Mineral Aggregate (VMA), rongga terisi aspal/ Void Filled With Asphalt (VFA), rongga dalam campuran/ Void In The Mix (VIM), rongga dalam campuran pada kepadatan mutlak, stabilitas kelelehan serta hasil bagi Marshall/Marshall Quotient (MQ).

28 Marshall/Marshall Quotient (MQ) yaitu merupakan hasil pembagian dari stabilitas dengan kelelehan dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Keterangan: MQ = Marshall Quotient, (kg/mm) MS = Marshall Stability (kg) MF = Flow Marshall, (mm) H. Penelitian Terkait R. Antarikso Utomo, (2008) dengan judul Studi Komparasi Pengaruh Gradasi Gabungan Di Laboratorium dan Gradasi Hot Bin Asphalt Mixing Plant Campuran Laston (AC -WC) Terhadap Karakteristik Uji Marshall. Penelitian ini memfokuskan pada perbedaan antara gradasi gabungan di laboratorium dan gradasi hot bin asphalt mixing plant. Hasil yang didapat perbandingan pengaruh gradasi gabungan di laboratorium dengan di hot bin AMP campuran Laston (AC -WC) terhadap nilai karakteristik uji Marshall, memberikan hasil bahwa nilai Density, VIM, Stabilitas dan MQ di laboratorium lebih tinggi daripada di Hot Bin AMP sedangkan nilai VMA, VFA, dan flow di Laboratorium lebih rendah daripada di Hot Bin AMP. Dari evaluasi tersebut di atas disimpulkan bahwa kinerja campuran Laston (AC-WC) dari hasil gradasi di Laboratorium akan lebih kaku, kokoh, stabil

29 dan tahan terhadap deformasi plastis sekaligus lebih mampu menahan beban lalu lintas yang sifatnya lebih berat dan padat. Sri Widodo, (2006) dengan judul penelitian Pengaruh Gradasi Agregat terhadap Workabilitas Campuran Aspal Panas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji workabilitas Asphalt Concrete (AC), Hot Rolled Sheet (HRS) dan Asphalt Treated Based (ATB) dengan menggunakan alat Marshall dengan lima macam jenis gradasi campuran agregat. Pengujian dilakukan dengan Alat Marshall sebagai pengganti alat Gyratory. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semuanya tidak menunujukkan workabilitas campuran yang baik, karena nilainya kurang dari enam. Akan tetapi dari ketiga macam campuran aspal tersebut ATB menunjukkan workabilitas paling baik dengan WI ratarata = 2,98, disusul HRS dengan WI = 2,80 dan AC dengan WI =2,64. I Made Agus Ariawan, (2010) dengan judul penelitian Pengaruh Gradasi Agregat Terhadap Karakteristik Campuran Laston. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai karakteristik dari variasi gradasi campuran agregat, menganalisis karakteristik campuran laston yang dihasilkan dari variasivariasi gradasi agregat, serta untuk mengetahui pengaruh yang diberikan dari variasi gradasi campuran agregat terhadap karakteristik laston. Berdasarkan analisis varian, nilai f hitung untuk masing-masing karakteristik campuran Laston (stabilitas = 13,67, flow = 104,81, MQ = 73,705, VMA = 14,675, VIM = 4,5138, VFB = 1,352) lebih besar dari nilai f tabel (=3,48) dengan tingkat kesalahan (α) yang digunakan sebesar 5 %, derajat kebebasan perlakuan 1 v = 4 dan derajat kebebasan acak 2 v =10. Ini membuktikan bahwa dengan

30 adanya perubahan perlakuan (variasi gradasi campuran agregat) membuat adanya perbedaan nilai karakteristik campuran Laston. Jerry Irawan Simanullang, (2012) dengan judul skripsi Pengaruh Perubahan Gradasi Terhadap Parameter Marshall Pada Campuran Laston Concrete Wearing Course (AC-WC) Penelitian ini dilakukan dengan membedakan gradasi benda uji Marshall, kelompok benda uji I menggunakan agregat yang diwakili gradasi batas tengah (standar/ideal). Kelompok benda uji II diwakili oleh gradasi yang dinaikkan 2 % lolos di luar batas atas. Kelompok benda uji III diwakili oleh gradasi dikurangi 2 % lolos di luar batas bawah. Kelompok benda uji IV diwakili oleh gradasi yang dinaikkan 3 % lolos di luar batas atas. Sedangkan kelompok benda uji V diwakili oleh gradasi yang dikurangi 3 % lolos di luar batas bawah. Dari hasil analisis diperoleh nilai-nilai parameter Marshall pada setiap kelompok benda uji dimana gradasi batas tengah kelompok benda uji I adalah gradasi yang baik digunakan sebagai campuran beraspal dengan nilai-nilai parameter Marshall yang diperoleh sesuai dengan batas-batas spesifikasi campuran dan nilai Kadar Aspal Optimum yang diperoleh sebesar 6.575 %.