POLICY BRIEF. Bambang Sayaka PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pertanian sudah pasti tidak dapat dilakukan. perbaikan cara bercocok tanam. (Varley,1993).

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan kita (Meiviana, dkk., 2004). Menurut Sudibyakto (2011) peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Kebutuhan yang paling banyak memerlukan air yaitu lahan pertanian.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Kuesioner penelitian bagi petani/kelompok tani

PENDAHULUAN. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Kelompok Tani Di Kelurahan Ngestiharjo Wates Kulon Progo

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan fakta

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

KAJIAN LAHAN. Oleh: Djoko Trijono

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

Transkripsi:

POLICY BRIEF ANALISIS DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN BERKEMANDIRIAN Bambang Sayaka PENDAHULUAN Kinerja sektor pertanian dan pangan di banyak negara berkembang yang didominasi oleh petani kecil dihadapkan oleh posisi yang sangat rawan terhadap gangguan, yaitu bentuk resiko di sektor pertanian yang dihadapi oleh rumah tangga petani dan komunitasnya. Gangguan-gangguan tersebut diantaranya perubahan iklim (kekeringan dan banjir), bencana alam, serangan hama dan penyakit, gejolak pasar (fluktuasi harga, instabilitas permintaan dan penawaran produk pertanian), krisis ekonomi dan finansial serta konflik sosial dan politik. Sebagian dari gangguan tersebut intensitasnya semakin tinggi dan frekuensinya makin sering. Gangguan yang berlangsung lama akan berdampak terhadap ketahanan pangan suatu negara. Ketahanan pangan memiliki empat dimensi yaitu ketersediaan, stabilitas, akses dan pemanfaatan. Dampak yang ditimbulkan dari setiap gangguan selayaknya diukur dari keempat dimensi diatas. Sektor pertanian di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia memiliki fungsi sebagai sumber pangan dan sumber pendapatan. PERMASALAHAN Perubahan iklim seperti musim kemarau yang berkepanjangan atau curah hujan yang terlalu tinggi sangat mempengaruhi produksi pertanian dan dapat menyebabkan gangguan pendapatan petani maupun ketahanan pangan. Pada tahun 2016 fokus penelitian dilakukan untuk mengukur daya tahan sektor pertanian terhadap kekeringan. Pada tahun 2017 penelitian diarahkan kepada perubahan iklim yang mengakibatkan banjir di beberapa sentra produksi pangan. Kerusakan yang disebabkan oleh banjir bukan hanya pada bangunan irigasi tetapi juga aset produktif seperti sawah serta penurunan kuantitas dan kualitas produksi padi. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis daya tahan sektor pertanian, khususnya usahatani padi, terhadap gangguan faktor eksternal, khususnya banjir, dan kebijakan untuk mengatasinya.

TEMUAN POKOK (1) Risiko Banjir di Sektor Pertanian Perubahan intensitas curah hujan secara ekstrem menyebabkan kerusakan tanaman padi akibat Dampak Perubahan Iklim (DPI) berupa banjir dan kekeringan. Informasi kerusakan tanaman akibat banjir dianalisis menjadi dua kriteria penilaian kerusakan, yaitu terkena (T) dan puso (P). Pada penilaian kerusakan akibat banjir, kriteria kerusakan tanaman (Terkena) di dalamnya terdapat kerusakan yang menyebabkan gagal panen/puso (P). Rata-rata tahun 2007-2016, secara nasional luas areal padi yang mengalami kebanjiran per tahun mencapai 269,2 ribu hektare, dengan 28 persen (75,3 ribu hektare) di antaranya mengalami puso atau 2 persen dari luas tanam padi nasional (13,6 juta ha). Lima provinsi yang memiliki areal kebanjiran terluas adalah Jawa Tengah (41.376 ha; puso 7.994 ha), Jawa Timur (37.275 ha; puso 10.960 ha), Aceh (36.549 ha, puso 5.912 ha), Jawa Barat (29.675 ha; puso 5.766 ha), dan Sumatera Selatan (22.693 ha; puso 11.502 ha) atau 60,9 persen dari total luas areal yang terkena banjir secara nasional. Banjir di Sulawesi Selatan pada tahun 2016 seluas 12.676 ha (puso 4.521 ha). Di Jawa Barat, luas areal padi yang mengalami kebanjiran menurun dari ratarata 57.163 hektare pada tahun 2004-2009 menjadi 38.958 hektare (puso 34,5%), tahun 2009-2014 dan menurun lagi menjadi hanya 13.433 hektare (puso 39% dan 22% masing-masing pada 2009-2014 dan 2014-2017). Di Jawa Timur, luas areal padi yang mengalami kebanjiran menurun dari rata-rata 32.112 hektare (puso 33,0%) pada tahun 2007-2012 menjadi 26.430 hektare (puso 24,2%) pada tahun 2013-2017. Rata-rata luas areal padi yang mengalami kebanjiran di Sulawesi Selatan menurun dari 23.068 hektare (puso 24,5%) pada 2009-2016 menjadi 19.649 hektare (36,1% puso) pada 2013-2016. (2) Dampak Banjir terhadap Infrastruktur, Aset, Produksi dan Pendapatan Banjir menyebabkan kerusakan sawah karena tanaman padi terendam air, lahan sawah juga kemasukan lumpur yang dibawa oleh air banjir. Saluran irigasi, baik primer, sekunder maupun tersier menjadi lebih dangkal dan lebar saluran rigasi semakin sempit. Sebagian tanggul jebol karena diterjang banjir dan memerlukan perbaikan yang cukup banyak biayanya. Kerugian utama yang dialami petani akibat banjir adalah rusaknya tanaman padi jika banjir terjadi setelah padi ditanam. Hal ini memaksa petani menanam ulang hingga beberapa kali, atau menyulam tanaman yang mati. 1

Di Jawa Barat, misalnya, banjir menyebabkan menurunnya nilai produksi hingga nilai 29 persen dan keuntungan berkurang sebesar 39 persen. Di Jawa Timur banjir mengakibatkan produksi petani padi turun hingga 83 persen dan petani rugi atau mengalami penurunan keuntungan hingga 112 persen. Petani padi di Sulawesi Selatan mengalami penurunan produksi hanya kurang dari 1 persen tetapi keuntungan berkurang hingga 16 persen dibanding musim normal karena kualitas gabah menjadi lebih buruk. Kerugian terbesar terjadi jika padi sudah siap panen dan dilanda banjir sehingga bulir padi membusuk. Paparan banjir menyebabkan pendapatan rumah tangga terganggu secara relatif. Total pendapatan rumah tangga petani berkisar antara Rp 13,1 juta per tahun di Lamongan hingga Rp 30,9 juta per tahun di Bojonegoro. Besarnya gangguan paparan banjir terhadap total pendapatan rumah tangga petani padi dapat dilihat dari nilai paparan gangguan pendapatan (E). Semakin besar nilai E maka semakin besar dampak banjir terhadap pendapatan rumah tangga petani. Nilai E berkisar dari 0.10 di Bojonegoro hingga 0.91 di Sidrap. Diversifikasi atau ragam sumber pendapatan rumah tangga petani diindikasikan oleh nilai diversifikasi (K). Semakin besar nilai K maka akan semakin besar pendapatan relatif dari non usahatani padi. Daya tahan petani terhadap banjir semakin baik jika nilai K semakin tinggi. Kisaran nilai K adalah dari 0.10 di Sidrap hingga 9.34 di Bojonegoro. Nilai K (diversifikasi pendapatan) berbanding terbalik dengan nilai E (gangguan pendapatan). (3) Daya Tahan Petani dan Usahatani terhadap Dampak Banjir Banjir diakibatkan oleh kombinasi kondisi saluran air yang tidak optimal dan fenomena La Nina. Kondisi ini menyebabkan upaya antisipasi maupun penanganan banjir menjadi sulit dilakukan oleh petani karena di luar kapasitas petani, seperti upaya pengerukan sungai/waduk yang mengalami pendangkalan dan penyempitan. Di beberapa tempat, petani berkelompok bergotong-royong membersihkan saluran air sebelum waktu tanam dan memperbaiki tanggul-tanggul yang rusak. Dengan menggunakan lima macam variabel sumberdaya, yaitu sumberdaya manusia, sosial, alam, fisik dan keuangan, diperoleh indeks daya tahan petani padi terhadap risko banjir. Daya tahan petani terhadap banjir bervariasi antar daerah dan tergantung sumberdaya yang mereka miliki. Secara umum daya tahan petani padi di daerah penelitian tergolong cukup, yaitu memiliki nilai indeks lebih dari 0,60 dengan rincian Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan masing-masing 0,61; 0,62; dan 0,67. Daya tahan petani terendah dijumpai di Ciamis, Subang dan Lamongan masing-masing sebesar 0,60 dan tertinggi di Sidrap, yaitu 0,68. 2

Variabel sumber daya alam memiliki nilai maksimal (3,00) untuk petani padi di seluruh kabupaten sampel yang diindikasikan oleh lahan petani yang tidak bisa ditanami kurang dari 20 persen, lahan yang tidak mendapat irigasi pada musim kemarau kurang dari 20 persen, dan luas lahan yang tidak mendapat irigasi kurang dari 0,035 hektare. Untuk variabel sumberdaya manusia yang diukur dari tingkat pendidikan kepala keluarga dan istri umumnya lulus SD atau lulus SMP. Sumber daya sosial diukur dari penggunaan internet, pemilikan telepon genggam, serta keanggotaan dalam kelompok tani dan P3A. Hampir semua petani menjadi anggota kelompok tani dan P3A, tetapi tidak semua memiliki telepon genggam dan penggunaan internet masih relatif sedikit. Sumberdaya fisik dinilai dari kepemilikan total lahan dan kepemilikan lahan beririgasi yang umumnya kurang dari 1,00 hektare khususnya petani padi di Jawa Barat dan Jawa Timur. Petani padi di Subang, Lamongan, dan Pinrang memiliki nilai sumberdaya keuangan yang maksimal yang diindikasikan oleh pendapatan dari usahatani padi, usahatani non padi dan ragam sumber pendapatan yang memadai. (4) Upaya yang Dilakukan Petani Dalam Mengatasi Gangguan Banjir Upaya petani dalam menghadapi banjir meliputi penangangan (antisipatif), tanggap (responsif), dan pemulihan (recovery). Antisipasi petani terhadap banjir antara lain dilakukan melalui memajukan musim tanam. Hal ini untuk berjaga-jaga supaya tanaman sudah lebih tinggi dan lebih kuat jika terjadi banjir. Petani juga menanam varietas padi yang lebih tahan genangan, baik varietas lokal maupun varietas unggul. Sebelum musim tanam sebagian kelompok tani bergotong royong membersihkan saluran tersier dan saluran cacing yang menuju ke hamparan sawh mereka. Jika tanaman padi tergenang air, upaya responsif petani antara lain menanam ulang jika seluruh tanaman mati atau menyulam jika hanya sebagian tanaman yang mati. Sebagian petani bekerja di sektor lain sementara menunggu banjir surut. Tindakan pemulihan yang dilakukan petani antara lain melakukan irigasi terputus (intermitten) dengan membuat drainase serta perbaikan saluran irigasi. Pupuk urea yang sebelumnya banyak digunakan diganti atau dicampur dengan pupuk organik. (5) Kinerja dan Dampak Kebijakan Pemerintah Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten melakukan reboisasi di daerah hulu, tetapi kurang optimal. Dampaknya adalah debit air yang sangat tinggi pada musim hujan yang menyebabkan banjir dan erosi sehingga terjadi 3

pendangkalan waduk, sungai dan saluran irigasi. BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) secara tidak rutin mengeruk sungai saluran primer. Tidak ada lagi pengerukan waduk atau danau. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten juga tidak rutin melakukan normalisasi dan pengerukan saluran sekunder maupun tersier sehingga saluran irigasi semakin sempit dan dangkal. Perbaikan pintu air yang rusak dilakukan agar berfungsi baik, tetapi umumnya perbaikan sangat lambat sehingga pintu air tidak berfungsi dalam waktu lama. Perbaikan tanggul yang jebol juga dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Debit air yang semakin tinggi pada musim hujan dan pendangkalan karena erosi membuat tanggul yang diperbaiki mudah jebol lagi. Disamping itu tanggul yang baru diperbaiki tidak berfungsi optimal atau kurang tinggi selama musim hujan. IMPLIKASI KEBIJAKAN Pemerintah dalam jangka pendek perlu melakukan perbaikan sarana irigasi secara rutin. Tindakan tersebut meliputi normalisasi dan pengerukan sungai maupun saluran irigasi primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran cacing. Pintu air yang tidak berfungsi dan tanggul yang jebol harus segera diperbaiki agar kerugian petani akibat banjir tidak semakin besar. Penanganan jangka panjang harus dilakukan untuk menghadapi banjir yang makin sering terjadi dengan intensitas makin tinggi akibat DPI (dampak perubahan iklim). Perbaikan daerah hulu dan pengerukan waduk harus menjadi prioritas. Penataan daerah hulu selain mengelola vegetasi dan daerah resapan secara baik, juga dilakukan dengan penataan ruang yang lebih baik dengan memperhatikan rasio ruang terbuka hijau terhadap luas lahan total. Pembangunan perumahan maupun bangunan lain di daerah hulu harus dibatasi supaya tidak mengganggu daerah resapan air. Pembangunan waduk baru juga perlu dilakukan untuk mengendalikan banjir pada musim hujan dan menyalurkan air pada musim kemarau. Dismaping itu pemerintah perlu berupaya mendorong penduduk petani yang berumur relatif muda dengan latar belakang pendidikan lebih tinggi untuk tertarik menjadi petani. Kemampuan pemerintah dalam mengendalikan banjir akan mengurangi kehilangan hasil atau meningkatkan produksi padi dalam negeri. Peningkatan produksi padai akan meningkatkan ketahanan pangan berbasis kemandirian. Pada akhirnya, peningkatan produksi padi juga menigkatkan pendapatan petani. Petani padi harus terus didorong mengikuti asuransi usahatani padi (AUTP) untuk menekan risiko banjir. Dinas Pertanian Provinsi maupun Kabupaten/Kota 4

perlu lebih giat melakukan sosialisasi AUTP. Hal yang sama harus dilakukan oleh PT Jasindo sebagai penyelanggara AUTP. Diversifikasi atau ragam sumber pendapatan petani padi perlu ditingkatkan. Disamping sumber utama pendapatan rumah tangga dari usahatani padi, petani perlu didorong untuk meningkatkan sumber pendpatan dari ushatani tanaman lain, off farm, maupun kegiatan non pertanian untuk mengurangi risiko pendapatan. 5