BAB I PENDAHULUAN. negara untuk melakukan kerja sama dengan negara lain dalam bidang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

Kerja sama ekonomi internasional

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

perdagangan, industri, pertania

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

yaitu menciptakan kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lancarnya pertumbuhan dan pembangunan di suatu negara merupakan hal

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

BAB III HARMONISASI PENGATURAN TENTANG PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN (ABUSE OF DOMINANT POSITION) DALAM ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

BAB II ASPEK HUKUM PEMBENTUKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) agenda utama yang perlu dikembangkan. KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. menampung dan mewujudkan aspirasi tersebut.

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; p-issn: e-issn: SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA?

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

TENAGA KERJA ASING (TKA) DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI SDM INDONESIA?

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEDELAPAN DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ASEAN DI BIDANG JASA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang krusial. Oleh karena itu, menjadi negara maju adalah impian

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. hal. Dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai tujuan akhir integrasi ekonomi

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Globalisasi adalah satu hal yang tidak dapat terelakkan dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. krisis keuangan dunia secara relatif mulus. Perlambatan pertumbuhan ekonomi

BAB II PERDAGANGAN BEBAS SEKTOR JASA DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan. Intra dan Ekstra ASEAN Tahun Dono Asmoro ( )

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya era globalisasi ekonomi kebutuhan setiap negara untuk melakukan kerja sama dengan negara lain dalam bidang perdagangan semakin meningkat. Kerja sama dalam bidang perdagangan dilakukan suatu negara dalam rangka memenuhi kebutuhan negara tersebut. Kerjasama tersebut juga dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya, upaya tersebut dilakukan dengan cara mengembangkan pangsa pasarnya ke negara lain. Dengan mengembangkan pangsa pasarnya ke negara lain maka akan tercipta lapangan pekerjaan sehingga kesejahteraan masyarakat juga akan tercapai di negara tersebut. Demi mewujudkan hal itu maka negara-negara mulai melakukan perjanjian kerjasama internasional di bidang perdagangan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Seiring dengan berkembangnya perdagangan internasional yang dilakukan oleh masyarakat dunia, suatu negara mulai membentuk blok-blok perdagangan baik bersifat bilateral yang pada umumnya dibuat dalam bentuk perjanjian perdagangan diantara dua negara atau lebih contohnya perjanjian Free Trade Area (FTA) antara Indonesia - India, multilateral yang merupakan kerjasama perdagangan yang melibatkan banyak negara dalam hal ini contohnya adalah World Trade Organization (WTO) maupun regional yaitu kerjasama perdagangan internasional diantara negara-negara yang berada dalam suatu kawasan tertentu contohnya European Economic Community (EEC) di kawasan Eropa, Mercado 1

2 Common Del Sur (MERCOSUR) di kawasan Amerika Selatan, dan Association of South East Asian Nation (ASEAN) di kawasan Asia Tenggara. Association of South East Asian Nation (untuk selanjutnya disebut ASEAN) merupakan organisasi antar-pemerintah yang dibentuk berdasarkan deklarasi pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina. 1 Saat ini ASEAN terdiri dari 10 (sepuluh) negara yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Laos. Tujuan pembentukan ASEAN adalah kerjasama yang berorientasi politik guna tercapainya kedamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. 2 Dalam rangka menghadapi berbagai tantangan kerja sama regional negara anggota ASEAN memformulasikan ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpur pada 15 Desember 1997 yang menjadi tujuan jangka panjang ASEAN yaitu :... as a concert of Southeast Asian nations, outward looking, living in peace, stability and prosperity, bonded together in partnership in dynamic development and in a community of caring societies. 3 Tujuan dari pembentukan komunitas ASEAN terdiri atas tiga pilar, yaitu ASEAN Economic Community, ASEAN Security Community, dan ASEAN Socio- 1 Buku Menuju ASEAN Economic Community 2015, ditjenkpi.kemendag.go.id /website_kpi/umum/setditjen/buku Menuju ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015.pdf diakses pada tanggal 15 September 2014. 2 R.Winantyo et al., Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. PT Elex Media Komputindo, Jakarta, h.9. 3 Ibid.

3 cultural Community. 4 Ketiga pilar ini saling memperkuat pencapaian tujuan ASEAN dalam hal perdamaian yang berkelanjutan, stabilitas serta pemerataan kesejahteraan di kawasan. Saat ini ASEAN memperkuat kerja samanya dengan semangat untuk mewujudkan stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan Asia Tenggara melalui percepatan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan budaya. Dalam rangka mewujudkan stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan ASEAN mengarahkan kerja sama ekonominya pada pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) (selanjutnya disebut AEC.) Komunitas Ekonomi ASEAN terdiri dari pencapaian di lima pilar yaitu: aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas. 5 Berbagai kerja sama ekonomi dilakukan dalam rangka mewujudkan AEC antara lain Preferential Trade Agreement (PTA, 1977), ASEAN Free Trade Area (AFTA, 1992), ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS, 1995) dan ASEAN Investment Area (AIA, 1998). 6 Proses menuju kesepakatan AEC dimulai dari pengesahan visi ASEAN 2020 dengan tujuan menciptakan kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing yang tinggi yang ditandai dengan tercapainya arus lalu 4 Ibid, h.2. 5 Buku Informasi Umum AEC, ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/umum/setditjen/buku Masyarakat Ekonomi ASEAN/Buku Informasi Umum.pdf diakses pada tanggal 16 September 2014. 6 R.Winantyo et al, Op.Cit, h.11.

4 lintas barang, investasi, modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi di kawasan. Visi ASEAN 2020 ini kemudian melahirkan konsep AEC yang dituangkan dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II) di Bali, Oktober 2003. 7 Konsep AEC ini mengalami kemajuan dengan disepakatinya percepatan pembentukan AEC dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 hal ini ditandai dengan ditandatangainya Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015 dalam KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina. 8 Pembentukan AEC ini kemudian dilanjutkan dengan penyusunan ASEAN Charter (Piagam ASEAN) sebagai dasar komitmen dalam meningkatkan dan mendorong kerjasama diantara negara anggota ASEAN. Naskah piagam ini ditandatangani pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura, 20 November 2007 dan berlaku efektif pada tanggal 15 Desember 2008. 9 Pembentukan AEC ini kemudian mulai mencapai tahap akhir dengan ditandatanganinya ASEAN Economic Communtiy (AEC) Blueprint yang merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai AEC 2015 pada tanggal 20 November 2007. Fokus utama dalam AEC Blueprint ini adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas. 7 Buku Menuju ASEAN Economic Community 2015, Loc.Cit., diakses pada tanggal 15 September 2014. 8 Ibid, h.7. 9 Ibid, h.8.

5 Dengan terwujudnya AEC pada 2015 maka akan membuat seluruh negara di kawasan ASEAN terintegrasi ke dalam satu pasar. Kebijakan ini berpotensi menimbulkan berbagai persoalan khususnya berkaitan dengan tindakan anti persaingan. Dalam hukum persaingan usaha terdapat prinsip-prinsip umum yang berlaku yaitu: 1. Produknya homogen (homogenous product) Produk yang homogen adalah produk yang mampu member kepuasan kepada konsumen tanpa perlu mengetahui siapa produsennya. Semua pelaku usaha dalam pasar dianggap mampu memproduksi barang dan jasa dengan kualitas dan karakteristik yang sama sehingga dengan kondisi ini konsumen akan membeli kegunaan suatu barang bukan merek barang. 10 2. Bebas masuk dan keluar pasar (free entry and free exit) Dalam hal ini yang dimaksud dengan bebas masuk dan keluar pasar adalah terdapat suatu kondisi yang memungkinkan pelaku usaha untuk dapat secara bebas masuk dan keluar dari pasar tanpa harus mengeluarkan biaya yang tinggi. Keadaan tersebut disebabkan faktor mobilitas dalam pasar tersebut yang cukup tinggi. 11 3. Adanya produk subtitusi (pengganti) Dengan adanya produk subtitusi (pengganti), konsumen yang kesulitan untuk mencari suatu produk tertentu di pasaran dapat dengan mudah mengganti produk tersebut dengan produk lain yang mempunyai harga dan kualitas yang 10 Andi Fahmi Lubis et al., Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, Deutsche Gesellschaft fur Tachnische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009, h.30. 11 Ibid.

6 sama dengan produk yang ia butuhkan. Dalam hal ini konsumen dapat dengan mudah mencari barang subtitusi (pengganti) ketika barang yang dibutuhkan tidak tersedia di pasar. 12 4. Jumlah konsumen dan produsen sama banyak Dengan banyaknya penjual dan pembeli yang terdapat di suatu pasar maka hal ini akan mencegah adanya penguasaan pasar oleh pelaku usaha tertentu. Keseimbangan jumlah penjual dan pembeli di dalam suatu pasar tentu akan menciptakan suatu pasar yang beroperasi secara efektif dan efisien. Dengan terciptanya suatu pasar yang efektif dan efisien maka akan menimalisir resiko terjadinya keadaan deadweight loss bagi konsumen. 5. Informasi sempurna (perfect knowledge) Dalam hal ini yang dimaksud informasi sempurna adalah adanya keterbukaan informasi antara pelaku usaha dengan konsumen terkait dengan harga produk dan input yang dijual. Dengan adanya keterbukaan informasi ini konsumen akan memperoleh harga jual yang relatif sama dari para pelaku usaha, hal ini juga berlaku bagi para pelaku usaha yang akan mendapatkan harga yang sama dari pemilik factor produksi. 13 Dengan adanya keterbukaan informasi terutama terkait dengan harga suatu produk maka potensi adanya selisih harga yang diperoleh konsumen maupun produsen dapat diminimalisir. Pelaku usaha 12 L. Budi Kagramanto dan Sinar Aju Wulandari, Buku Ajar Hukum Persaingan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2005, h.57. 13 Andi Fahmi Lubis et al., Op.Cit., h.31.

7 juga dapat mengetahui secara tepat dan akurat jumlah, jenis dan kualitas barang dan/atau jasa yang ia hasilkan. 14 6. Penentuan harga diserahkan kepada mekanisme pasar Dengan adanya suatu persaingan yang sehat di suatu pasar tentu akan membuat pasar beroperasi secara efisien dan efektif. Dalam hal ini pelaku usaha tidak dapat menentukan harga sendiri melainkan berpatokan pada harga yang ditetapkan pasar sehingga yang dapat dilakukan pelaku usaha adalah melakukan penyesuaian jumlah output untuk memperoleh laba semaksimal mungkin. Dengan terintegrasinya ASEAN ke dalam satu pasar tunggal yang mengakibatkan bebasnya arus lalu lintas transaksi bisnis antar negara di kawasan ASEAN tentu akan menyulitkan terciptanya suatu struktur pasar dengan persaingan yang sehat. Kondisi ini diperparah dengan belum adanya peraturan yang secara komperhensif mengatur mengenai tindakan anti persaingan di dalam AEC. Permasalahan kekosongan aturan mengenai tindakan anti persaingan ini semakin kompleks karena kebijakan AEC ini melibatkan pelaku usaha dari berbagai negara serta mencakup lintas batas negara. Keadaan ini tentu akan menimbulkan persoalan karena antara negara satu dengan negara yang lain mempunyai suatu aturan persaingan yang berbeda, sehingga apabila terjadi suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang berasal dari suatu negara anggota ASEAN di wilayah negara anggota ASEAN yang lain maka akan sulit menentukan hukum negara mana yang akan diberlakukan untuk menindak pelaku 14 L. Budi Kagramanto dan Sinar Aju Wulandari, Op.Cit., h.58.

8 usaha tersebut. Salah satu tindakan anti persaingan yang potensial terjadi adalah penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position). Dengan menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal tentu akan memudahkan perusahaan-perusahaan besar di kawasan ASEAN untuk melakukan ekspansi ke negara ASEAN lainnya untuk mengembangkan kegiatan usahanya dan kemudian memperoleh posisi dominan di pasar domestik negara tersebut. Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu penyalahgunaan posisi dominan yang dapat dilakukan oleh perusahaan tersebut. Ketidakjelasan pengaturan yang saat ini terjadi dalam AEC tentu akan menyulitkan penindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam hal ini berupa penyalahgunaan posisi dominan. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, skripsi ini akan membahas mengenai pentingnya harmonisasi pengaturan tentang penyalahgunaan posisi dominan dalam ASEAN Economic Community. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, skripsi ini akan mengangkat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah kriteria penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) dalam perspektif ASEAN Economic Community? 2. Apakah pentingnya harmonisasi pengaturan tentang penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) dalam ASEAN Economic Community? 1.3 Tujuan Penelitian

9 Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kriteria penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) dalam perspektif ASEAN Economic Community. 2. Memahami pentingnya suatu harmonisasi pengaturan diantara negara kawasan ASEAN mengenai penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) di dalam ASEAN Economic Community. 1.4 Metode Penelitian 1.4.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, dengan pertimbangan bahwa pembahasan dalam skripsi ini didasarkan pada peraturan perundang-undangan di bidang persaingan usaha khususnya mengenai penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) dengan cara membaca, mempelajari dan menguraikan norma-norma serta pasal-pasal yang berlaku dalam bidang persaingan usaha terutama terkait dengan penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position).. 1.4.2 Pendekatan Masalah Dalam penulisan skripsi ini terdapat 3 (tiga) metode pendekatan masalah yang akan digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) serta pendekatan perbandingan (comparative approach).

10 Pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu pendekatan yang menggunakan legislasi dan regulasi dalam pemecahan permasalahannya. 15 Melalui pendekatan ini penulis akan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) ditinjau dari perspektif hukum persaingan usaha. Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisis Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 16 (untuk selanjutnya disebut UU No.5/1999) sebagai norma dasar serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini. Pendekatan masalah lain yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu penelitian yang mengacu pada suatu konsep. Konsep ini dibangun berdasarkan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. 17 Melalui pendekatan ini konsep harmonisasi pengaturan penyalahgunaan posisi dominan dalam AEC akan diambil dari pandangan-pandangan dan doktrin yang terdapat dalam berbagai literatur yang terkait dengan pembahasan masalah dalam skripsi ini. Pendekatan perbandingan (comparative approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum. 18 Perbandingan hukum disini dilakukan dengan membandingkan hukum yang berlaku di suatu negara 15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum edisi revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, h. 137. 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33). 17 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., h. 177. 18 Ibid, h.172.

11 dengan hukum yang berlaku di negara lain. Melalui pendekatan ini penulis akan menganalisis ketentuan mengenai penyalahgunaan posisi dominan yang berlaku di negara-negara ASEAN serta ketentuan internasional lainnya sebagai norma pelengkap dan pembanding yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini. 1.4.3 Sumber Bahan Hukum Dalam pemecahan isu hukum diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas sedangkan bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi. 19 Dalam skripsi ini bahan-bahan hukum tersebut akan diambil dari peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, serta literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. a. Bahan hukum primer Sumber bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur mengenai penyalahgunaan posisi dominan yaitu UU No.5/1999 serta aturan-aturan yang berlaku di negara lain berkaitan dengan penyalahgunaan posisi dominan diantaranya adalah Treaty on the Functioning of the European Union yang berlaku di Uni Eropa. b. Bahan hukum sekunder Sumber bahan hukum yang bersumber dari literatur / buku yang berkaitan dengan pembahasan dalam skripsi ini, artikel yang diperoleh dari media massa 19 Ibid, h.181.

12 dan internet, tulisan ilmiah serta jurnal hukum yang relevan dengan isu hukum yang diangkat dalam skripsi ini. 1.5 Pertanggungjawaban Sistematika Pertanggung jawaban sistematika ini dimaksudkan untuk memberikan kerangka penelitian yang sistematis agar memudahkan penulis dalam mengembangkan penulisan secara baik dan sistematis serta memudahkan pembaca untuk memahami secara menyeluruh mengenai latar belakang dan uraian permasalahan serta pembahasan dalam skripsi ini, maka skripsi ini dibagi menjadi 4 (empat) bab yaitu : a. Bab I tentang Pendahuluan. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang dan rumusan masalah dari topik permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini serta penjelasan mengenai tujuan penelitian serta metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yang terdiri dari pendekatan masalah yang digunakan dan uraian sumber bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini. b. Bab II berisi tentang kriteria penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) dalam perspektif ASEAN Economic Community. Pada bab II ini akan dijelaskan mengenai definisi dari posisi dominan selain itu akan dibahas mengenai unsur-unsur dari posisi dominan, penetapan posisi dominan maupun bentuk penyalahgunaannya ditinjau dari perspekif hukum persaingan usaha. Dalam bab II ini juga akan dilakukan analisis terhadap aturan mengenai penyalahgunaan posisi dominan yang berlaku di Indonesia dan negaranegara di kawasan ASEAN.

13 c. Bab III berisi tentang harmonisasi pengaturan tentang penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) dalam ASEAN Economic Community. Dalam Bab III ini akan diuraikan mengenai pentingnya harmonisasi, bentuk pendekatan yang digunakan dalam upaya harmonisasi serta implementasi suatu konsep harmonisasi pengaturan penyalahgunaan posisi dominan diantara negaranegara anggota ASEAN dalam menyambut AEC 2015. d. Bab IV tentang Penutup Bab IV merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan rumusan masalah yang telah dikaji serta saran-saran untuk mewujudkan harmonisasi pengaturan mengenai penyalahgunaan posisi dominan diantara negara kawasan ASEAN dalam AEC.