BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberi sinyal dan warna baru dalam penyelenggaraan tata Pemerintahan di Indonesia. Salah satu esensi dari desentralisasi adalah perbaikan pelayanan publik, berarti Pemerintahan yang dekat dengan rakyat, tanggap, responsif dan konsisten dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah. Dalam Undang-undang ini diberikan penegasan tentang makna otonomi daerah, seperti pada pasal 1 ayat 5 yaitu otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Untuk itu, otonomi daerah bermakna untuk memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada masyarakat dalam mencapai kesejahteraan. Seiring dengan perubahan zaman dan kondisi masyarakat yang semakin dinamis, Pemerintah terus menata sistem Pemerintahannya menuju ke arah demokratisasi dan peningkatan pelayanan publik, dimana wujud konkritnya adalah diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI N0. 24 Tahun 2006) menginstruksikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membentuk sebuah badan pelayanan perizinan dengan tujuan memaksimalkan pelayanan dan menyederhanakan birokrasi, yang berbunyi penyelenggaraan perizinan yang proses 1
2 pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat. Secara umum masyarakat selalu menginginkan agar pelayanan yang diberikan oleh birokrasi Pemerintah Daerah dilakukan dengan baik, yaitu tepat, berarti apa yang diberikan atau dilaksanakan benar-benar mengenai apa yang dibutuhkan. Cepat, berarti pemenuhan dilakukan dengan cepat dan tidak menyita waktu yang lama, serta tidak berbelit-belit. Murah, bahwa masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari pemerintah daerah dapat diperoleh dengan biaya yang seminimal mungkin. Ramah, artinya pelayanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintah daerah kepada masyarakat yang dilayaninya senantiasa mengutamakan kesopanan, sehingga masyarakat merasa benar-benar dihargai harkat dan martabatnya sebagai warga negara. Hal ini terlihat bahwa masyarakat tidak hanya memandang kualitas pelayanan dari segi hasil (out-put) saja, tetapi juga bagaimana proses pemberian pelayanan yang diterima. Salah satu tugas utama dari aparatur adalah melayani masyarakat. Namun pada kenyataannya komitmen aparatur Pemerintah dalam memberikan pelayanan publik masih relatif rendah atau masih jauh dari harapan. Hal ini terutama dalam proses izin usaha yang banyak dihadapi dalam ketidakpastian. Tanpa disadari bahwa perizinan merupakan salah satu kunci sukses kreatifitas dan kearifan Pemerintah Daerah dalam mewujudkan tujuan otonomi Daerah serta meningkatkan PAD. Sudah menjadi fenomena umum dan tidak sedikit fakta yang diaplikasikan media mulai dari tingkat Nasional, Propinsi maupun Kabupaten/Kota yang mengatakan bahwa ketika
3 berurusan dengan birokrasi hampir dipastikan akan berhadapan dengan banyak meja. Masih sering dijumpai pelayanan aparatur dengan prosedur berbelit-belit, diskriminasi, lamban, tidak adanya kepastian waktu ditambah dengan perilaku aparatur yang cenderung cuek serta adanya indikasi pungutan liar dan kolusi, korupsi dan nepotisme. Banyak pengguna jasa Pemerintah sering dihadapkan pada begitu banyak ketidakpastian ketika mereka berhadapan dengan aparat birokrasi, (Dwiyanto 2005:8). Kondisi tersebut di atas bukan hanya retorika belaka. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa Indonesia salah satu Negara dengan proses perizinan paling kompleks, lama dan korup di Asia (Rustina 2008), dan lebih buruk dari Vietnam dan Thailand dengan peringkat 133 dari jumlah Negara di Dunia. Birokrasi perizinan yang rumit menyebabkan 80% keluhan pelaku usaha domestik baik formal maupun informal. Selanjutnya survey dan riset yang dilakukan oleh para akademisi dan praktisi, menunjukkan bahwa pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur Pemerintah masih jauh yang diharapkan. Studi Bank Dunia (world bank) di 5 (lima) Propinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia, Jawa tengah, Jawa timur, Kalimantan timur, Jakarta dan Sumatera Utara menunjukkan bahwa rata-rata waktu untuk memperoleh tanda daftar perusahaan (TDP), surat izin perdagangan (SIUP), mencapai 107 hari dengan biaya mencapai Rp. 931.000. situasi ini membuat peringkat daya tarik investasi Indonesia merosot drastis.
4 Merujuk instruksi dari Pemerintah Pusat, melalui Permendagri Nomor 24 tahun 2006 serta fenomena dan tuntutan masyarakat Kabupaten Nias yang semakin dinamis, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Nias sebagai salah satu daerah otonom ikut andil dalam menjawab tuntutan dan harapan masyarakat dalam pelayanan publik. Pembentukan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) berdasarkan Peraturan Daerah NO.10 Tahun 2007, yang operasionalnya telah dimulai pada tanggal 3 agustus 2007. Namun setelah adanya PP. 41 tahun 2007 tentang struktur perangkat daerah maka seiring dengan itu pula Pemerintah Kabupaten Nias merubah nama BPTSP menjadi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Nias. Tujuan pembentukan badan ini pada dasarnya sebagai wujud konkrit Pemerintah Kabupaten Nias untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah, yaitu menyederhanakan birokrasi perizinan, mempercepat waktu pelayanan serta mengurangi tahapan-tahapan dalam pelayanan dan membina koordinasi yang lebih baik antara penyelenggara pelayanan dengan pengguna jasa. Badan ini pada dasarnya dapat dikatakan sebagai terobosan baru atau inovasi manajemen Pemerintahan di Daerah yang diharapkan mampu memberikan hasil berupa produktivitas secara kualitas maupun kuantiítas. Dalam meningkat pelayanan perizinan terpadu (BPPT) ini pada hakekatnya memberikan manfaat, baik bagi Pemerintah maupun pelaku usaha dan masyarakat; Dari sisi Pemerintah Daerah :
5 1. Menyederhanakan birokrasi. Adanya BPPT membuat kerja birokrasi lebih efisien dan efektif sehingga beban administrasi Pemerintah Daerah secara keseluruhan menjadi berkurang. Adanya BPPT sangat memungkinkan untuk mensentralisasi berbagai data yang menyangkut aktivasi masyarakat di wilayah tersebut, sehingga beban pendataan di instansi lain berkurang dan pemerintah daerah pun dapat menghindari terjadinya duplikasi kegiatan pendataan yang tidak perlu. 2. Meningkatkan investasi di Daerah. Kemudahan yang diberikan BPPT akan meningkatkan minat investor asing maupun domestik untuk menanamkan modalnya di Daerah yang bersangkutan. Selama ini pelayanan dokumen yang dibutuhkan investor telah menjadi alasan utama para pelaku untuk menghentikan kegiatan usahanya atau memindahkannya ketempat lain. 3. Meningkatkan jumlah formalisasi usaha. Berdasarkan data Nasional jumlah pelaku usaha yang memformalkan usahanya cenderung menurun. Kemudahan usaha yang diberikan BPPT akan merangsang pelaku usaha untuk melakukan formalisasi usahanya. 4. Meningkatkan pendapatan Daerah. Secara tidak langsung kemudahan pelayanan perizinan juga berdampak positif terhadap pendapatan daerah melalui mekanisme pajak dan retribusi. 5. Meningkatkan citra positif Pemda. Selama ini saluran komunikasi antara pemda dan masyarakat yang dilayaninya. BPPT dapat dijadikan sebagai
6 saluran bagi pemda untuk memberikan semua informasi yang dibutuhkan masyarakat. Dari Sisi Dunia Usaha dan Masyarakat : 1. Terhindar dari biaya ekonomi tinggi. Pelaku usaha membutuhkan kepastian dan legalitas hukum atas usaha yang dijalankannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Melalui BPPT pengurusan administrasi perizinan usaha menjadi mudah dan murah. Hal ini membuat pelaku usaha terhindar dari pungutan liar yang biasanya terjadi pada saat pengurusan izin. 2. Masyarakat memperoleh segala haknya sebagai warga negara, memperoleh pelayanan publik yang lebih baik serta memberikan kepastian dan jaminan hukum dari formalitas yang dimiiki Adapun alasan penulis memilih implementasi bidang perizinan usaha perikanan dan penangkapan ikan di Kabupaten Nias adalah dengan dasar pertimbangan bahwa Kabupaten Nias merupakan daerah kepulauan sehingga sektor perikanan mempunyai potensi sangat besar untuk dikembangkan, baik ikan untuk dikonsumsi maupun diperdagangkan. Ironisnya, meski potensi perikanan di Kabupaten Nias sangat besar, namun karena lemahnya kebijakan pengawasan dan pengendalian terhadap sumber daya kelautan serta perikanan yang ada, pencurian ikan masih menjadi kendala program pembangunan perikanan di daerah ini. Belum optimalnya pemanfaatan dan pengelolahan sumber daya kelautan dan perikanan
7 antara lain disebabkan terjadinya praktik-praktik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan secara tidak bertanggung jawab, serta melanggar peraturan sehingga terjadi kehilangan sumber daya yang cukup besar setiap tahunnya. Eksploitasi potensi perikanan laut yang tidak terkendali, apalagi dibarengi dengan cara-cara penangkapan ikan di luar batas, misalnya bom ikan, jelas akan menjadi bumerang di belakang hari. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat dan tujuan pengelolaan perikanan berdasarkan UU NO 31/2004 tentang Perikanan adalah untuk menjaga sumberdaya ikan agar tetap lestari dan tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan dimana sistem perizinan menjadi istrumen pengendalian yang utama. Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana penerapan pelayanan publik dalam pengurusan izin usaha perikanan dan penangkapan ikan di Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Nias. Untuk menemukan jawabannya maka penulis akan melakukan penelitian yang dituangkan dalam judul Implementasi pelayanan publik bidang izin usaha perikanan dan penangkapan ikan di badan pelayanan perizinan terpadu dalam pengelolaan sumber daya berkelanjutan terpadu Kabupaten Nias.
8 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Implementasi Pelayanan Publik Bidang Izin Usaha Perikanan dan Penangkapan Ikan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Berkelanjutan di Kabupaten Nias.? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui implementasi pelayanan bidang izin usaha perikanan dan surat penangkapan ikan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Nias melalui pendekatan proses 2. Mengetahui implementasi pelayanan bidang izin usaha perikanan dan penangkapan ikan di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Nias melalui pendekatan dampak 1.4.Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Secara praktis, sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Nias, khususnya BPPT Kabupaten Nias dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat dalam bidang perizinan. 2. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan di bidang kebijakan publik dan menjadi acuan oleh penelitian lain yang
9 3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui karya ilmiah dan untuk menerapkan taor-teori yang penulis peroleh selama perkuliahan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 1.5.Kerangka Pemikiran Kemudahan dalam Memproses Satu Jenis Pelayanan Tuntutan Masyarakat akan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Proses Proses pelayanan yang lebih sederhana Menghindari Biaya Pengurusan yang Lebih Besar IMPLEMENTASI PELAYANAN PUBLIK BIDANG IZIN USAHA PERIKANAN DAN PENANGKAPAN IKAN DI BPPT Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan Kepastian hukum dan kepastian berusaha di bidang perikanan Dampak Meminimalisir kegiatan menyimpang dan melanggar peraturan Perlindungan Pembinaan Investasi