STASIUN METEOROLOGI NABIRE ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN TERGELINCIRNYA PESAWAT GARUDA INDONESIA GA-258 DI BANDARA ADISUTJITO YOGYAKARTA TANGGAL 01 FEBRUARI 2017 OLEH : EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr NABIRE 2017
ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN TERGELINCIRNYA PESAWAT GARUDA INDONESIA GA-258 DI BANDARA ADISUTJITO YOGYAKARTA TANGGAL 01 FEBRUARI 2017 I. PENDAHULUAN Yogyakarta, (news.detik.com)- Pesawat Garuda Indonesia GA-258 rute Jakarta-Yogyakarta tergelincir di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, Rabu (1/2). Pihak Garuda Indonesia mengatakan kecelakaan tersebut karena landas pacu yang licin akibat hujan deras. "Sehubungan dengan penerbangan Garuda Indonesia GA-258 rute Jakarta-Yogyakarta mengalami slip saat mendarat sehingga keluar dari landasan, akibat hujan deras, yang membuat landasan menjadi licin," kata VP Corporate Communication PT Garuda Indonesia Benny S Butarbutar dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (1/2/2017). Benny mengatakan penumpang pesawat tersebut berjumlah 123 orang. Semuanya sudah dievakuasi dan dalam keadaan selamat. Gambar 1. Kejadian tergelicirnya pesawat Garuda Indonesia GA-258 Di Bandara Adisutjito Yogyakarta tanggal 01 Februari 2017
Gambar 2. Sumber Informasi tentang tergelicirnya pesawat Garuda Indonesia GA-258 Di Bandara Adisutjito Yogyakarta tanggal 01 Februari 2017
Gambar 3. Lokasi Peta Yogyakarta II. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Satelit Cuaca Berdasarkan gambar satelit Himawari 8 EH pada tanggal 01 Februari 2017 yang diambil mulai 10.20 s/d 13.20 UTC (17.20 s/d 20.20 WIB) memperlihatkan kejadian banyaknya awan-awan konvektif (awan hujan) disekitaran wilayah Jawa Tengah termasuk wilayah Yogyakarta. Terlihat kumpulan awan awan konvektif yang bergerak masuk ke wilayah Kediri berasal dari arah barat. Dari klasifikasi jenis awan diketahui awan yang terbentuk adalah awan Cumulonimbus (Cb) yang dapat diketahui berdasarkan suhu puncak awan pada counter line satelit Himawari 8 EH yaitu (-56) s/d (-62) 0 C, yang berpotensi menimbulkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Kumpulan awan Cumulunimbus tersebut bergerak menuju wilayah Kediri pada jam 10.20 UTC.
Gambar 4. Citra satelit Himawari 8 EH jam 10.20 s/d 13.20 UTC tanggal 01 Februari 2017 B. DINAMIKA ATMOSFER B.1. Outgoing Longwave Radiation (OLR) Berdasarkan hasil analisis Outgoing Longwave Radiation (OLR) tanggal 03 Agustus 2016 s/d 01 Februari 2017 nilai anomali OLR disekitar wilayah Yogyakarta : -10 W/m2 s/d -30 W/m2. Anomali OLR bernilai negatif menandakan tutupan awan cenderung lebih tebal dari rata-rata klimatologisnya.
Gambar 5. Outgoing Longwave Radiation (OLR) tanggal 03 Agustus 2016 s/d 01 Februari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au) B.2. Suhu Muka Laut (SST) Secara umum, suhu muka laut di wilayah perairan sekitar Indonesia pada tanggal 01 Februari 2017 berkisar antara 29-31 0 C dengan anomali (-0.5) (+2.0) 0 C terhadap normalnya. Untuk wilayah perairan Yogyakarta, suhu muka laut pada kisaran 30 31 0 C dengan nilai anomali positif antara (+0.5) (+1) 0 C terhadap normalnya. Suhu muka laut yang hangat tersebut ini menyebabkan kandungan di udara cukup banyak. Kondisi tersebut menyebabkan potensi pembentukan awan awan konvektif sangat besar dan kondisi cuaca cenderung berawan hingga hujan lebat di wilayah Yogyakarta.
Gambar 6. Analisa SST & Anomali SST tanggal 01 Februari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au) B.3. ENSO (El Nino South Osciilation) Berdasarkan data indeks Nino 3.4 tanggal 01 Februari 2017 yang bernilai 0.31 dan data SOI tanggal 01 Februari 2017 yang bernilai + 1.4, maka dapat dikatakan bahwa pada tanggal 01 Februari 2017, menunjukkan kondisi normal yaitu pengaruhnya tidak signifikan terhadap hujan harian di wilayah Indonesia serta suplai uap air dari samudera pasifik timur ke pasifik barat tidak signifikan yaitu aktivitas potensi pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia bagian timur rendah.
Gambar 7. Grafik Indeks Nino 3.4 dan SOI Tanggal 01 Februari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au)
B.4. MJO (Madden Julian Oscillation) Berdasarkan data diagram fase MJO pada tanggal 01 Februari 2017 yang berada kuadran IV, sehingga mempengaruhi kondisi curah hujan di sekitar wilayah Indonesia. Gambar 8. Track MJO tanggal 01 Februari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au)
B.5. DMI (Dipole Mode Index) Indeks Dipole Mode menunjukkan nilai +0.05 mengindikasikan supply uap air dari Samudera Hindia cukup signifikan ke wilayah Indonesia bagian Barat, sehingga aktivitas pembentukan awan di wilayah Indonesia bagian Barat cukup signifikan pula. Gambar 9. Indeks IOD tanggal 01 Februari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au)
B.6. Analisa Tekanan Udara Permukaan Berdasarkan gambar isobar dari tanggal 01 Februari 2017 terlihat bahwa secara umum wilayah Indonesia bagian utara terdapat beberapa pola gangguan cuaca yakni 1 (satu) daerah tekanan rendah (Low Pressure) dan wilayah Indonesia bagian selatan terdapat 3 (tiga) daerah tekanan rendah (Low Pressure). Hal tersebut menandakan bahwa kondisi yang mendukung aktifnya pergerakan massa udara dari wilayah Indonesia bagian selatan menuju wilayah Indonesia bagian utara. Gambar 10. Analisa Tekanan Udara Permukaan jam 00.00 tanggal 01 Februari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au)
B.7. Komponen Angin Berdasarkan gambar pola arus angin streamline pada tanggal 01 Februari 2017 jam 12.00 UTC diatas terlihat adanya pergerakan angin yang membawa massa udara dingin dari samudera Pasifik dan melewati wilayah Yogyakarta. Selain itu adanya 3 (tiga) daerah tekanan rendah (Low Pressure) di perairan Hindia serta adanya shearline, yang berdekatan dengan wilayah Yogyakarta, yang dapat berperan untuk pembentukan awan awan konvektif penghasil hujan intensitas lebat Gambar 11. Analisa arus angin Jam 12.00 UTC tanggal 01 Februari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au)
B.8 Kelembaban Relatif Berdasarkan data kelembaban relatif (Sumber: BOM Australia), pada lapisan 850 & 700 mb di sekitar wilayah Nabire, kelembaban relatif bernilai 80-100%. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat kejadian hujan lebat kondisi udara basah sangat berpotensi untuk perbentukan awan-awan konvektif di sekitar wilayah Yogyakarta. Gambar 12. Prediksi Kelembaban Udara Lapisan 850 & 700 mb pada jam 12.00 UTC Tanggal 01 Februari 2017 (Sumber : www.bom.gov.au)
B.9. Indeks Labilitas Udara Nilai K.Indeks yaitu 40 yang mengindikasikan potensi pembentukan awan konvektif kuat. Gambar 13. K.Indeks jam 12.00 UTC tanggal 01 Februari 2017 Nilai Lifted Indeks berkisar antara -1 yang mengindikasikan kemungkinan potensi badai guntur yang sedang. Gambar 14. Lifted Indeks jam 12.00 UTC tanggal 01 Februari 2017
badai guntur. Nilai Showalter Indeks yaitu -1 yang mengindikasikan kemungkinan terjadi Gambar 15. Showalter Indeks jam 12.00 UTC tanggal 01 Februari 2017 III. KESIMPULAN 1. Adanya tutupan awan-awan konvektif yang sangat tebal di hampir seluruh wilayah Jawa Tengah dari sore hari hingga malam hari menandakan hujan turun dengan intensitas lebat. 2. Berdasarkan analisa dinamis atmosfer diatas menunjukkan bahwa pengaruh ENSO tidak berpengaruh pada kejadian hujan lebat di wilayah Yogyakarta namun terdapat pengaruh MJO, DMI dan Suhu Muka laut, yang memanas yang memicu pertumbuhan awan-awan hujan di Jawa pada akhir Januari dan awal Februari. 2. Nilai anomali OLR disekitar wilayah Yogyakarta : -10 W/m2 hingga -30 W/m2. Anomali OLR bernilai negatif menandakan tutupan awan cenderung lebih tebal dari rata-rata klimatologisnya. 3. Pada skala lokal, analisa pola angin gradient diatas terlihat adanya pergerakan angin yang membawa massa udara dingin dari samudera Pasifik dan melewati wilayah Yogyakarta. Selain itu adanya 3 (tiga) daerah tekanan