BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan 5.1.1 Konsep Makro Karawitan Community House & Homestay sebagai sarana pertukaran budaya dengan menekankan prinsip arsitektur vernakular yang ramah lingkungan Tujuan utama dari perancangan Karawitan Community House & Homestay ini adalah menjadikannya sebagai area pusat beraktivitas warga desa. Warga desa diharapkan mau menghabiskan waktunya untuk berkumpul, berdiskusi dan bermain bersama di Community House daripada di rumah masing-masing. Aktivitas kelompok-kelompok seni lokal, terutama kelompok seni Karawitan juga akan dipusatkan di sini. Mereka dapat berlatih, tampil, dan mengajarkan ilmunya kepada warga dan tamu-tamu wisata yang berkunjung. Dengan lokasinya yang berada di salah satu desa wisata bernama Desa Kebonagung, fungsi bangunan juga perlu diarahkan untuk memenuhi kepentingan wisata. Sebuah Homestay disediakan sebagai hunian dan tempat beristirahat para tamu yang berlibur ke desa Kebonagung ini. Metode Homestay dipilih karena output disain diharapkan mampu mendekatkan tamu/turis dengan warga dan pemilik bangunan. Fungsi Homestay dan Community House yang saling mendukung tentu akan sangat baik jika diintegrasikan di dalam satu kawasan, sehingga selain warga bisa berkumpul bersama, warga juga dapat berinteraksi dengan turis-turis yang datang ke desa ini. Diagram 5.1 Diagram Konsep Makro 58
5.1.2 Konsep Mikro Penekanan prinsip arsitektur vernakular diterapkan karena adanya keinginan untuk menciptakan bangunan yang mampu berbaur dengan lingkungannya. Konotasi berbaur yang dimaksud di sini adalah bahwa disain tidak akan terlihat asing di lingkungannya namun justru mampu berkomunikasi dengan bangunan yang mengelilinginya. Hal ini dilakukan dengan cara memanfaatkan material lokal, menggunakan teknik pembangunan tradisional dan mengikuti bentuk dari bangunanbangunan yang ada. Dengan kondisi iklim Desa Kebonagung yang tropis, diterapkan gaya arsitektur tropis agar disain mampu merespon cuaca dan iklim di sekitarnya. Pemaksimalan passive ventilation(ventilasi pasif) sebagai sistem penghawaan bangunan berguna untuk memaksimalkan penghawaan alami dari luar menuju ke dalam bangunan. Vegetasi yang mengelilingi massa juga bisa berperan sebagai penyaring hawa panas yang masuk ke dalam bangunan agar nantinya udara akan terasa sejuk jika sudah masuk ke dalam bangunan. Diagram 5.2 Diagram Konsep Mikro 5.2 Konsep Filosofis Pandangan beberapa arsitek masa kini dalam merespon alam sebagai konteks disain masih keliru. Disain yang dihasilkan seolah-olah memisahkan diri dari 59
lingkungannya. Para pengguna bangunan terkesan diisolasikan dari dunia luar sehingga mereka tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Bangunan-bangunan seperti ini pada ujungnya akan boros energi dan tidak ramah lingkungan. Prinsip ini seharusnya diubah karena arsitektur bukanlah sebuah dinding pembatas namun justru menjadi sebuah tali penghubung antara manusia dengan alam. Hal ini dilakukan karena manusia dan alam memiliki hubungan simbiosis mutualisme yang tidak mungkin untuk dipisahkan Diagram 5.3 Skema Prinsip yang Tidak Benar Diagram 5.4 Skema Prinsip yang Benar 5.3 Konsep Pengembangan 5.3.1 Konsep Bentuk & Ruang Dengan kondisi eksisting tapak berupa sawah, massa yang dikembangkan akan dibuat lebih tinggi dari level tanah dan menggunakan sistem panggung. Hal ini bertujuan untuk mencegah air naik ke permukaan lantai dan memberi pengalaman ruang yang lebih terbuka dengan lingkungannya Kemudian, dalam merespon kondisi tapak yang berada di tengah-tengah pemukiman, massa yang dikembangkan bukan berupa massa solid yang besar, melainkan massa-massa kecil yang terpecah-pecah dengan fungsi yang berbeda- 60
beda pula. Hal ini bertujuan agar keluaran disain tidak terlihat kontras dengan lingkungannya tapi justru mengikuti pola bangunan setempat dan terlihat seperti kumpulan rumah-rumah penduduk yang saling berkomunikasi. Gambar 5.1 Ide Gubahan Bentuk Massa Gambar 5.2 Referensi Bentuk & Ruang Sumber : http://www.archdaily.com/415838/bes-pavilion-h-and-p-architects/ 61
Gambar 5.3 Thon-mun Community House Sumber : http://architizer.com/projects/thon-mun-community-centre/#.vubodquj_fg.pinterest Selain dari ide yang diciptakan dengan merespon lingkungan, karakteristik Rumah Tradisional Jawa juga mempengaruhi bentuk dan ruang yang akan dihasilkan. Susunan Kepala Badan dan Kaki merupakan salah satu prinsip yang diterapkan dalam menentukan gubahan massa. Gambar 5.4 Prinsip Kepala, Badan dan kaki Sumber : Revitalisasi Kawasan Pusaka Kotagede: Pedoman Pelestarian Bagi Pemilik Rumah, p.47 5.3.2 Konsep Tata Ruang Konsep tata ruang yang dihasilkan di dalam tapak akan dipengaruhi oleh 3 pengguna utama bangunan, yaitu; masyarakat, wisatawan, dan kelompok Seni Karawitan. Walaupun 3 tipe pengguna ini memiliki kebutuhan ruang yang berbedabeda, aktivitas mereka harus dapat diikat ke dalam satu fungsi ruang. Ruang 62
komunal utama yang berada di tengah-tengah tapak merupakan ruang serbaguna yang bersifat fleksibel, di mana sewaktu-waktu bisa digunakan untuk berkumpul, melaksanakan pertunjukan kesenian, ataupun saat tidak digunakan, ruang ini bisa dipakai untuk sekedar menongkrong. Fungsi Homestay yang bersifat cukup privat akan diletakkan di bagian utara tapak agar tidak bisa diakses oleh khalayak umum. Gambar 5.5 Konsep Zonasi 5.3.3 Konsep Program Ruang Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, program ruang dihasilkan berdasarkan zonasi pengguna utama bangunan, yaitu masyarakat, wisatawan, dan kelompok Seni Karawitan. Zonasi dan kebutuhan ruang yang dihasilkan akan ditampilkan pada diagram berikut. 63
No Jenis Ruang 1 Akses umum Kebutuhan Ruang Kapasitas Kebutuha n Luas Minimum Total Ruang Diskusi Anakanak 20 orang 3 m 2 60 m 2 Dewasa/ 40 orang 3 m 2 80 m 2 Umum Panggung 50 orang 3 m 2 150 m 2 Terbuka Kafetaria 20 orang 2 m 2 40 m 2 Ruang Tamu 5 orang 3 m 2 15 m 2 Ruang Informasi/Touri st Information Centre 1 unit 8 m 2 8 m 2 Total 353 m 2 Sirkulasi 70 m 2 Total Area 423 m 2 2 Akses Tamu Kamar 20 orang 2 m 2 40 m 2 Homestay Tidur Kamar 3 unit 4 m 2 12 m 2 Mandi Ruang 5 orang 3 m 2 15 m 2 Tamu Pemilik Kamar 2 orang 3 m 2 6 m 2 Tidur Utama Kamar Mandi Utama 1 unit 6 m 2 6 m 2 64
Ruang Keluarga 4 orang 2 m 2 8 m 2 Total 87 m 2 Sirkulasi 17 m 2 Total Area 104 m 2 3 Pengelola & Kelompok Seni Ruang Pengelola & Arsip Kooperasi Desa 1 unit 8 m 2 8 m 2 1 unit 8 m 2 8 m 2 Ruang Latihan 1 unit 15 m 2 15 m 2 Gudang Peralatan 1 unit 10 m 2 10 m 2 Total 41 m 2 Sirkulasi 8 m 2 Total Area 49 m 2 4 Servis Toilet 2 unit 4 m 2 8 m 2 Gudang 1 unit 10 m 2 10 m 2 Pantry & Dapur 1 unit 8 m 2 8 m 2 Total 26 m 2 Sirkulasi 5 m 2 Total Area 31 m 2 TOTAL AREA BANGUNAN 607 m 2 Tabel 5.1 Tabel Organisasi Ruang LUAS LANSEKAP : 4173 m 2 LUAS SITE : 4780 m 2 KDB : 12, 6% 65
5.3.4 Konsep Material Penekanan prinsip arsitektur vernakular juga akan berpengaruh pada pemilihan material yang digunakan sebagai komponen bangunan. Material yang digunakan adalah material lokal yang ramah lingkungan dan tidak menimbukan dampak buruk terhadap lingkungannya. Sebagai komponen struktur, kayu kelapa dipilih karena kekuatannya yang sudah teruji dan banyak ditemukan di daerah Bantul. Kemudian pada bagian fasad dan interior bangunan digunakan material roster tanah liat yang juga mudah ditemukan di kawasan Imogiri. Pemilihan bambu sebagai elemen struktur dan material fasad juga dilakukan karena jumlahnya yang selalu berlimpah di Indonesia membuatnya sangat mudah didapat dan tidak merusak lingkungan. Tidak hanya menggunakan material alami lokal sekitar, material bangunan konvensional seperti beton, batu-bata, dan genteng juga akan digunakan agar disain yang dihasilkan dapat tampil berbeda namun tetap menyatu dengan bangunan di sekitarnya Gambar 5.6 : Material yang digunakan 66
5.3.5 Konsep Sirkulasi Sirkulasi yang digunakan menggunakan sistem radial untuk menghubungi massa-massa yang ada di dalam tapak. Sirkulasi akan mengelilingi massa-massa dari bagian luar namun juga membentuk koridor-koridor penghubung antar massa agar tercipta koneksi antar ruang. Untuk fungsi ruang yang bersifat lebih privat, seperti rumah pemilik dan homestay akan diletakkan di bagian utara tapak agar lebih sulit untuk diakses para warga desa. Sedangkan dari sisi luar tapak akan direncanakan sebuah sirkulasi yang berusaha untuk mengundang para petani yang bekerja di ladang untuk datang ke tempat ini. Pendopo-pendopo kecil di sisi terluar tapak akan diletakkan agar para petani yang bekerja di ladang mau memanfaatkan tempat ini untuk berisitrahat. Dengan menciptakan keterbukaan terhadap lingkungan luar, disain diharap mampu mengundang para warga desa untuk masuk ke dalamnya. Gambar 5.7: Kiri : Sirkulasi Masyarakat Desa, Kanan : Sirkulasi Tamu yang menginap 5.3.6 Konsep Lansekap Disain lansekap diharapkan mampu mempertahankan kondisi eksisting alam dan tidak melakukan banyak perubahan di dalamnya. Hal ini dilakukan karena adanya keinginan untuk menjaga dan memelihara alam. Penimbunan sawah akan sangat diminimalisasikan agar tidak merusak citra suasana pertanian. Massa-massa yang dibentuk juga tidak akan mendominasi lingkungannya, namun justru 67
memanfaatkan alam sebagai elemen pendukung disain. Penambahan Vegetasi dan memasukkan ladang sawah ke dalam tapak bertujuan untuk mendekatkan manusia dengan lingkungannya. Alam akan dijadikan sebagai latar, dan bangunan akan dijadikan sebagai objek utama. 5.3.7 Konsep Sistem Struktur Kombinasi penggunaan material organik dan material buatan di dalam bangunan harus menggunakan teknik khusus agar terbentuk ikatan struktur yang stabil. Material organik seperti bambu akan diikat dengan metode rajut, dan material buatan seperti beton akan tetap dipasang menggunakan metode konvensional. Teknik-teknik sambungan struktur juga akan menggunakan teknik sambungan lokal sehingga warga dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan. Gambar 5.8 Referensi Struktur Sumber : http://www.archdaily.com/774826/hay-hay-restaurant-and-bar-vo-trong-nghia- Selain dari pemilihan material organik dan anorganik, sistem struktur juga mengadaptasi bentuk struktur arsitektur tradisional jawa. Dengan lokasi bangunan berada di daerah Yogyakarta yang kental dengan adat Jawa, nilai vernakular juga dapat diangkat dengan menerapkan prinsip sistem struktur bangunan Joglo. Bangunan Joglo yang khas dengan struktur Tumpangsari akan menjadi bagian dari keseluruhan sistem struktur yang akan digunakan terhadap berbagai massa bangunan yang berada di tapak. 68
5.3.8 Konsep Sistem Penghawaan dan Pencahayaan Dengan keinginan untuk menciptakan bangunan yang ramah lingkungan, disain diharapkan mampu meminimalisir dampak buruk yang dihasilkan oleh bangunan itu sendiri. Energi listrik diusahakan untuk dikurangi penggunaannya di siang hari sehingga bangunan tidak boros energi. Penggunaan ventilasi pasif tentunya sangat menghemat energi yang dikeluarkan bangunan karena sistem penghawaan dan pencahayaan akan dimaksimalkan melalui potensi alam yang ada di sekitar lokasi. Alat pendingin ruangan (Air Conditioning) juga diusahakan untuk tidak digunakan, karena selain menambah biaya pembangunan, penggunaan AC tidak baik untuk menjaga keberlangsungan lingkungan (sustainability) Gambar 5.9 Thnoun School http://architizer.com/projects/thnouh-school/media/1350512/. Gambar 5.10 Thnoun School http://architizer.com/projects/thnouh-school/media/1350512/ 69
Sistem penghawaan alami yang diterapkan juga diadaptasi dari sistem pengudaraan alami rumah-rumah tradisional Jawa. Beberapa faktor yang mempengaruhi Penghawaan dan pencahayaan di antaranya: 1. Penggunaan bahan bangunan alami pada beberapa bagan struktur, seperti penggunaan bambu ataupun kayu. 2. Keberadaan Vegetasi serta ruang-ruang terbuka antar bangunan 3. Tritisan, selain memberi perlindungan terhadap air hujan juga memberi perlindungan terhadap sinar matahari. Gambar 5.11 Penghawaan Alami Pada Rumah Tradisional Jawa Sumber : Revitalisasi Kawasan Pusaka Kotagede: Pedoman Pelestarian Bagi Pemilik Rumah, p.47 70