No lingkungan dan cuaca untuk menerima data Satelit lingkungan dan cuaca NOAA pada tahun Pengembangan selanjutnya adalah mengoperasikan

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN. tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Penginderaan Jauh;

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).


SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

RENCANA STRATEGIS. LAPAN TAHUN (revisi)

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kajian Penjadwalan dan Penggunaan Prioritas Antena di Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Parepare dan Rumpin

Proof of Concept Platform SPBP Sebagai Layanan Penyajian Data Penginderaan Jauh yang Cepat dan Mudah Untuk Seluruh Pemerintahan Provinsi

LAPORAN KINERJA (LAKIN) DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH TAHUN 2016

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang ten

1 Sistem Pemantauan Bumi Nasional LAPAN

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

ix

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi

PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL DENGAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL TENTANG

2 Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Traktat Antariksa 1967 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 dan 3 (tiga) perjanjian internasion

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM PEMANTAUAN BUMI NASIONAL

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

: Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam. : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. : Balai Pemantapan Kawasan Hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sarno 1.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PEMANFAATAN DATA CITRA SATELIT DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

: Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

SISTEM STASIUN BUMI PENERIMA DATA INDERAJA PAREPARE, RUMPIN DAN PEKAYON

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

label 1. Karakteristik Sensor Landsat TM (Sulastri, 2002) 2.3. Pantai

PENGINDERAAN JAUH. Beberapa satelit yang diluncurkan dari bumi oleh beberapa negara maju antara lain:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR KATA PENGANTAR

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH TAHUN 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6196 Wilayah. Keantariksaan. Penginderaan Jauh. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 56) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGINDERAAN JAUH I. UMUM Penginderaan Jauh adalah penginderaan permukaan bumi dari dirgantara dengan memanfaatkan sifat gelombang elektromagnetik yang dipancarkan, dipantulkan, atau dihamburkan oleh objek yang diindera. Penginderaan Jauh merupakan salah satu kegiatan keantariksaan yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Teknologi Satelit Penginderaan Jauh mulai berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 1970-an, yaitu dengan digunakannya Satelit untuk melakukan kegiatan penginderaan/pemotretan dari jauh (remote sensing). Pada saat ini teknologi Penginderaan Jauh sudah sangat berkembang. Ratusan Satelit Penginderaan Jauh berbagai jenis beredar di antariksa, mulai dari resolusi spasial rendah, menengah, dan tinggi. Perkembangan resolusi Satelit Penginderaan Jauh menyebabkan pemanfaatan data serta produk turunannya semakin luas, seperti yang digunakan untuk inventarisasi sumber daya alam (kehutanan, pertanian, perkebunan, sumber daya air, energi dan mineral); pemantauan lingkungan (kebakaran lahan/hutan, longsor, banjir); prediksi cuaca dan iklim, prediksi waktu tanam padi, serta pembuatan informasi tematik untuk perencanaan pembangunan. Indonesia, dalam hal ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), mulai mengoperasikan Stasiun Bumi Satelit

No.6196-2- lingkungan dan cuaca untuk menerima data Satelit lingkungan dan cuaca NOAA pada tahun 1978. Pengembangan selanjutnya adalah mengoperasikan Stasiun Bumi Satelit sumber daya alam pada tahun 1984 untuk menerima data Satelit Landsat. Pada tahun 2013, LAPAN telah meningkatkan kapasitas Stasiun Bumi dan menerima (akuisisi) data resolusi spasial rendah, menengah dan tinggi untuk seluruh Indonesia seperti MTSAT, NOAA, Terra/Aqua, NPP, Feng Yun, Metop, Landsat-7, Landsat-8, SPOT-5, dan SPOT-6 melalui Stasiun Bumi Penginderaan Jauh di Parepare (Sulawesi Selatan), Pekayon (Jakarta), dan Rumpin (Bogor). Pengalaman panjang LAPAN dalam pengoperasian Stasiun Bumi, telah memberikan kapasitas kemampuan penguasaan pengembangan Stasiun Bumi dan pengoperasiannya secara mandiri. Hal itu menjadi bekal dalam pengembangan sistem Stasiun Bumi untuk terus menerus menjamin ketersediaan data Satelit Penginderaan Jauh dari berbagai Satelit generasi yang terbaru yang diperlukan berbagai sektor pembangunan. Untuk menjamin kontinuitas ketersediaan data dan informasi yang dibutuhkan berbagai pengguna, LAPAN telah mengembangkan Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) serta sistem Pemantauan Bumi Nasional (PPBN). Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk mewujudkan efisiensi dalam pembangunan dan pengembangan sistem penyelengaraan kegiatan Penginderaan Jauh; mendorong terwujudnya kemampuan nasional dalam penyelenggaraan kegiatan Penginderaan Jauh; mendorong terwujudnya industri Penginderaan Jauh untuk menghasilkan produk data dan informasi standar yang dapat memenuhi kebutuhan pengguna; mewujudkan kerja sama nasional dan internasional dalam penyelenggaraan kegiatan Penginderaan Jauh; serta memberikan landasan dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan Penginderaan Jauh. Secara umum Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tata cara penyelenggaran kegiatan Penginderaan Jauh yang meliputi perolehan data, pengolahan data, penyimpanan dan pendistribusian data, dan pemanfaatan data dan diseminasi Informasi.

-3- No.6196 II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Yang dimaksud dengan data primer adalah data mentah dari Satelit yang belum diolah. Yang dimaksud dengan resolusi rendah adalah memiliki ketelitian spasial lebih tinggi dari atau sama dengan 250 (dua ratus lima puluh) meter. Pasal 6 Yang dimaksud dengan mengindera adalah mengukur berbagai fisik benda dengan cara tidak menyentuh bendanya.

No.6196-4- Pasal 7 Yang dimaksud dengan pengoperasian Satelit yang dilaksanakan oleh Lembaga adalah Satelit yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Pasal 8 Yang dimaksud dengan misi Satelit adalah kemampuan teknis yang dimiliki oleh Satelit untuk tujuan pemantauan permukaan bumi yang sesuai dengan kebutuhan Pengguna. Yang dimaksud dengan peta jalan (roadmap) pembangunan Satelit adalah rencana pembangunan Satelit Penginderaan Jauh untuk memenuhi kebutuhan nasional minimal untuk lima tahun ke depan. Pasal 9 Pasal 10 Yang dimaksud dengan ketentuan internasional adalah ketentuan internasional yang mengatur tentang penginderaan jauh (remote sensing). Yang dimaksud dengan izin penggunaan spektrum frekuensi radio adalah pengurusan izin penggunaan spektrum frekuensi

-5- No.6196 radio berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang telekomunikasi. Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Yang dimaksud dengan penyusunan peta jalan pembangunan Stasiun Bumi adalah penyusunan rencana pembangunan Stasiun Bumi Penginderaan Jauh untuk memenuhi kebutuhan nasional minimal untuk lima tahun ke depan. Ayat (4) Pasal 15

No.6196-6- Huruf d Yang dimaksud dengan instalasi sistem Stasiun Bumi adalah pemasangan dan uji coba sistem peralatan Stasiun Bumi untuk menerima dan merekam data Satelit Penginderaan Jauh hingga dinyatakan siap operasional. Yang dimaksud dengan perencanaan akuisisi data Satelit adalah mekanisme penentuan wilayah dan waktu pengambilan data yang harus dilaksanakan Stasiun Bumi dengan mengikuti prosedur pemrograman Satelit dari operator Satelit. Yang dimaksud dengan penerimaan dan perekaman data Satelit adalah proses penerimaan dan demodulasi sinyal dari Satelit serta ekstraksi data sampai menghasilkan data mentah (raw data) sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh operator Satelit. Huruf d Yang dimaksud dengan pemeliharaan Stasiun Bumi adalah perawatan sistem peralatan Stasiun Bumi yang dilaksanakan secara rutin untuk menjaga kontinuitas operasional perolehan data. Pasal 16 Yang dimaksud dengan data proses adalah adalah data siap pakai hasil pengolahan data primer. Pasal 17

-7- No.6196 Pasal 18 Yang dimaksud dengan biaya sewa Satelit adalah pembayaran sewa Satelit dengan ketentuan dan tata cara pembayaran serta penyesuaian harga yang dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pengadaan data penginderaan jauh resolusi tinggi oleh Lembaga dilakukan dengan lisensi Pemerintah Indonesia yang dapat dipakai untuk seluruh Kementerian/Lembaga, TNI, Polri, dan Pemerintah Daerah.

No.6196-8- Yang dimaksud dengan selektif adalah setelah melalui evaluasi oleh Lembaga terkait urgensi dan dana yang tersedia. Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Yang dimaksud dengan kepentingan strategis lainnya adalah kepentingan pengadaan citra satelit yang ditetapkan oleh Presiden. Pasal 28 Pasal 29 Yang dimaksud dengan kebutuhan khusus lainnya adalah kebutuhan perolehan data untuk validasi dan kalibrasi informasi antara lain penelitian tentang sumber daya alam dan kebencanaan. Cukup Jelas.

-9- No.6196 Yang dimaksud dengan sensor aktif adalah alat yang menghasilkan sendiri energi (pancaran gelombang elektromagnetik) untuk mengiluminasi obyek atau daerah yang diamati. Yang dimaksud dengan sensor pasif adalah alat yang mendeteksi energi alamiah yang dipantulkan atau di emisikan obyek yang diamati (hanya mengindera emisi radiasi obyek yang diamati atau pantulan oleh obyek atas sumber yang berasal dari instrumen). Yang dimaksud dengan alat ukur terestrial adalah alat ukur dengan sensor Penginderaan Jauh yang dioperasikan di permukaan tanah. Ayat (4) Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah peraturan perundang-undangan bidang pertahanan/keamanan, bidang perhubungan udara, dan bidang lain yang terkait dengan pengoperasian wahana lainnya. Ayat (5) Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33

No.6196-10- Parameter ketampakan ciri objek permukaan bumi termasuk atmosfer antara lain elevasi, tingkat kehijauan vegetasi, suhu permukaan darat, suhu permukaan laut, klorofil, batimetri, titik panas (hot spot), asap, deformasi gunung api, penurunan muka tanah (land subsidence), awan, presipitasi, suhu udara, tekanan, kelembaban, radiasi matahari, ozon, gas rumah kaca, aerosol, polusi udara, dan deposisi asam. Pasal 34 Lembaga dalam menetapkan metode dan kualitas Pengolahan Data setelah melalui pembahasan antar Kementerian/Lembaga, perguruan tinggi, organisasi profesi dan lembaga penelitian dan pengembangan terkait. Pasal 35 Yang dimaksud dengan data sekunder adalah data pendukung selain data penginderaan jauh antara lain hasil pengukuran lapangan, data insitu, hasil sensus, data titik ikat (ground control point), dan/atau data meteo. Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38

-11- No.6196 Yang dimaksud dengan informasi mengenai kualitas data adalah informasi yang menyajikan keakuratan geometrik dan radiometriknya. Huruf d Huruf e Huruf f Yang dimaksud dengan jaringan data spasial nasional adalah jaringan informasi geospasial nasional sesuai Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2014 tentang jaringan informasi geospasial nasional. Huruf g Yang dimaksud dengan fasilitas pengolahan data adalah fasilitas pengolahan data yang disediakan oleh Lembaga yang dapat digunakan atau diakses secara jarak jauh oleh pengguna. Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 41

No.6196-12- Pasal 42 Pasal 43 Yang dimaksud dengan menjamin keselamatan dan keamanan data adalah bahwa data penginderaan jauh harus dijaga sehingga tidak mengalami kerusakan atau hilang. Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh guna kepentingan informasi wilayah darat meliputi antara lain pertanian, kehutanan, perkebunan, sumber daya air, energi dan sumber daya mineral. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh guna kepentingan informasi wilayah laut antara lain, identifikasi zona potensi penangkapan ikan.

-13- No.6196 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh guna kepentingan informasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain mangrove, terumbu karang, lamun. Huruf d Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh guna kepentingan informasi lingkungan dan mitigasi bencana antara lain, (i) identifikasi sumber permasalahan lingkungan, seperti degradasi lahan, pencemaran, dan perubahan wilayah perkotaan; (ii) analisis untuk mitigasi bencana, seperti informasi sumber bencana, daerah risiko bencana, peringatan dini bencana, daerah berpotensi terancam dan deteksi daerah terkena bencana. Huruf e Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh guna kepentingan informasi atmosfer antara lain (i) kondisi dinamika atmosfer, (ii) kondisi fisika atmosfer, serta (iii) kondisi kimia atmosfer. Ayat (4) Pasal 51 Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54

No.6196-14- Pasal 55 Pasal 56 Pasal 57 Yang dimaksud dengan menyerahkan duplikat data adalah menyerahkan duplikat Data Penginderaan Jauh dalam bentuk apapun selama tidak bertentangan dengan perjanjian lisensi. Pasal 58