BAB I PENDAHULUAN. menjadi balita, anak-anak, remaja, hingga dewasa. Tahap-tahap yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I ABSTRAK. Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan.

BAB I PENDAHULUAN. pembaharuan di bidang pendidikan telah dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN MEMAAFKAN PADA REMAJA AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. talak sebanyak kasus dan cerai gugat sejumlah perkara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. UMY berdasarkan nilai kecerdasan emosional Nilai Kecerdasan Emosional

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keberadaan kecerdasan emosional merupakan suatu kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. volume produksi sepeda motor terus mengalami peningkatan. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK

BAB I PENDAHULUAN. sangat mudah untuk diakses dan dibaca oleh masyarakat luas. Dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasar kan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya, yang

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB I PENDAHULUAN. resiko (secara psikologis), over energy dan sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kecerdasan..., Leila, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin

ARIS RAHMAD F

PROSES DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MEMAAFKAN PADA REMAJA BROKEN HOME

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh suatu tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil UKDW

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan suatu masa dalam kehidupan yang ditandai dengan

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Offset, 2014, hlm Ibid, hlm Helmawati, Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang kehidupan manusia pasti melewati sebuah tahap pertumbuhan, dimana setiap manusia tumbuh dari bayi kemudian menjadi balita, anak-anak, remaja, hingga dewasa. Tahap-tahap yang dilewati tersebut ada satu tahap dimana seseorang dikatakan manusia berada pada titik pencarian jati diri atau pembentukan kepribadian, serta pada tahap itu pula tingkat emosi manusia memasuki tahap yang dikatakan labil atau tidak stabil. Tahap tersebut adalah ketika manusia memasuki usia remaja. Akan tetapi berbeda halnya ketika seseorang sudah memasuki usia dewasa yaitu usia 20-an tahun sampai 35-40 tahun (Santrock, 2007), mereka dianggap sebagai pribadi yang telah matang secara fisik dan emosional, serta mampu menjalankan tanggungjawab yang besar. Masa dewasa adalah periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan yang baru serta lingkungan sosial yang baru. Sebagai orang dewasa mereka diharapkan dapat memainkan peran yang baru seperti peran suami atau istri, orang tua, mengembangkan sikap-sikap yang baru, keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas yang baru, dan mencari nafkah (Hurlock, 1993). Penyesuaian diri inilah yang menjadikan pada masa periode ini adalah periode yang khusus dan sulit, mereka diharapkan dapat menyesuaian diri secara mandiri baik di lingkungan tempat tinggal ataupun di lingkungan kerja. 1

2 Ketika berada dalam lingkungan kerja mereka akan menjadi seorang karyawan yang memiliki tugas-tugas yang baru dan sikap-sikap yang baru. Tugas dan sikap yang baru sebagai seorang karyawan, mereka dituntut untuk bisa membangun hubungan dan saling berinteraksi dengan orang dewasa yang lain yang juga sebagai karyawan. Hubungan yang terbentuk dengan adanya interaksi antar karyawan tersebut terkadang dapat menimbulkan suatu permasalahan. Timbulnya permasalahan itu akan memunculkan pihak yang bersalah dan pihak yang menyalahkan, yang kemudian disusul dengan timbulnya perlakuan serta situasi yang menyakitkan dan mengecewakan dari satu pihak ke pihak yang lain. Situasi yang menyakitkan dan mengecewakan tersebut akan terlihat apakah muncul sikap pemaafan dari orang yang telah disakiti itu atau tidak, atau dengan kata lain peristiwa itu akan membuat seseorang harus memutuskan apakah dia akan memaafkan orang yang menyakitinya itu atau tidak, atau memilih untuk memendamnya. Berdasarkan pengamatan yang bersifat sistematik dan wawancara yang dilakukan pada bulan Juli 2017 kepada empat karyawan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, yang berada di gedung Thomas Aquinas, peneliti menemukan sebuah fenomena yang terjadi pada beberapa karyawan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Setiap karyawan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, ada yang tidak mudah tersulut emosi ada pula yang mudah tersulut emosi. Ada pula yang langsung mengatakan rasa tidak sukanya pada pekerjaan rekan kerjanya ada pula yang hanya memendamnya. Selain itu ada yang ketika memiliki masalah dengan rekannya memilih untuk

3 menghindari rekan kerjanya ada juga yang berusaha tetap berbuat baik dengan rekan kerjanya. Ketika terjadi sebuah permasalahan dengan beberapa rekan kerja yang menyangkut masalah pekerjaan atau masalah pribadi, berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan mereka mengaku hal tersebut terkadang menimbulkan sakit hati salah satu pihak dan membuat pihak yang disakiti sulit untuk melupakan sakit hati tersebut dan sulit untuk memberikan maaf. Sehingga pada pihak yang berselisih paham muncul adanya penghindaran kontak secara langsung walaupun itu tidak ekstrim, dan ketika bertatap muka muncul rasa canggung di antara mereka. Selain itu menimbulkan munculnya sikap tidak perduli dan sedikitnya keinginan untuk berbuat baik. Forgiveness atau pemaafan adalah suatu rangkaian perubahan motivasi prososial yang terjadi setelah seseorang melakukan kesalahan (McCullough, 2001). Menurut Worthington dan Wade (dalam Lidia, 2015) pemaafan sendiri memiliki faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu kecerdasan emosi, respon pelaku, muculnya empati, kualitas hubungan, rumination (merenung dan mengingat), komitmen agama, dan faktor personal. Adanya faktor-faktor tersebut dapat diketahui ada banyak sebab yang membuat seseorang sukar memaafkan, sehingga mempengaruhi kualitas hubungan seseorang dengan orang lain. Selain itu dapat dilihat bahwa memaafkan atau memberikan maaf dapat memperbaiki hubungan yang telah rusak, serta memberikan rasa lega pada diri yang sebelumnya telah terluka. Hal yang lainnya, dengan memaafkan juga sebagai cara untuk membantu seseorang mengatasi dan mengurangi kemarahannya. Sikap yang seperti itulah yang diharapkan para karyawan dapat mengatasinya, yaitu dengan

4 mengontrol dan mengendalikan perasaan mereka. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seorang karyawan dalam melakukan pemaafan adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yang kurang baik menyebabkan orang dewasa kurang mampu beraptasi dengan hal-hal baru yang terjadi dalam dirinya, hal tersebut mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan pemaafan. Kecerdasan emosional menurut Goleman (2003) adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Menurut Goleman (2003) salah satu aspek kecerdasan emosional adalah adanya pengaturan diri dan memiliki empati. Adanya pengaturan diri yang baik dan empati yang tinggi pada orang lain, maka kemampuan seseorang untuk memaafkan akan menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan karena orang tersebut mampu merasakan perasaan bersalah dari orang yang melakukan kesalahan padanya, dengan kata lain seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik maka orang itu bisa mengontrol diri dan berempati pada orang lain dengan baik pula. Seseorang dengan pengaturan diri yang baik dan memiliki empati yang tinggi pada orang lain mempengaruhi seseorang akan lebih mudah untuk memaafkan orang lain. Selain berempati, orang yang mampu menyesuaikan diri dengan suasana hati orang lain maka orang tersebut akan memiliki tingkat emosional yang baik dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan orang lain, khususnya dalam pergaulan sosial di lingkungannya dan di lingkungan kerjanya.

5 Menurut Baumeiter dkk (dalam Lidia, 2015) pemaafan terjadi karena adanya dua dimensi, yaitu intrapsikis dan interpersonal. Dimensi intrapsikis melibatkan keadaan dan proses dalam diri seseorang yang disakiti secara emosional dan pikiran serta perilaku yang ditimbulkan, sedangkan interpersonal melihat bahwa memaafkan orang lain adalah tindakan sosial antar manusia. Tindakan sosial antar manusia tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya rasa empati yang dimiliki seseorang. Ditambahkan oleh Goleman (dalam Lidia, 2015), dimensi intrapsikis dan interpersonal sejalan dengan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri dan kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungan dengan orang lain. Seseorang yang memiliki kemampuan yang baik dalam pengolahan emosi diri dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain maka akan lebih mudah bagi seseorang untuk memberikan maaf pada orang lain. Memang tidak mudah bagi semua orang untuk dengan tulus memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain yang telah menyakitinya, bahkan terkadang seseorang butuh waktu yang cukup lama untuk bisa memaafkan kesalahan orang yang melukainya tersebut. Beberapa penelitian yang diungkapkan oleh Darby & Schlenker (dalam Paramitasari & Alfian, 2012) mengatakan bahwa permintaan maaf sangat efektif dalam mengatasi konflik interpersonal, karena permintaan maaf adalah sebuah pernyataan tanggung jawab tidak bersyarat atas kesalahan untuk memperbaikinya. Menurut Hughes (dalam Paramitasari & Alfian, 2012) memaafkan adalah sebuah cara untuk memperbaiki harmoni sosial. Adanya pemaafan diharapkan

6 adanya kesembuhan dari ingatan yang terluka, walaupun tidak menghapus ingatan tersebut. Selain itu mengenali emosi diri atau kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengenali dan menyadari perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, sehingga ekspresi emosi yang ditunjukan tidaklah berbanding terbalik dengan apa yang dialami saat itu dan mengerti waktu yang tepat kapan atau pantaskah emosi itu ditunjukan pada saat itu. Seseorang yang mampu memahami emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, berempati, dan mampu membina hubungan dengan orang lain dapat digolongkan orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi (Larashati, 2016). Menurut Burney (dalam Paramitasari & Alfian, 2012), ekspresi emosional yang sehat (kontrol emosi) menunjukan strategi manajemen emosional yang baik dan belajar untuk mencari solusi positif dalam menghadapi suatu permasalahan. Berdasarkan penjelasan di atas menunjukan bahwa kecerdasan emosional seperti yang terdapat pada salah satu faktor yang mempengaruhi pemaafan, kecerdasan emosional berperan dalam proses pemaafan seseorang. Maksudnya, dengan kata lain orang yang bisa menerapkan pemaafan dengan baik adalah orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik pula. Bertolak pada pekerja atau karyawan. Seorang karyawan terutama mereka yang sudah memasuki usia dewasa, hari-hari bebas mereka akan berakhir dan akan mulai menerima tanggunggjawabnya terhadap pekerjaan mereka. Ketika seorang karyawan bekerja dan mempertanggujawabkan pekerjaannya kepada atasan dan rekan

7 kerjanya, hubungan antar rekan kerja akan terbentuk, dan ketika hubungan itu tidak sesuai seperti yang diharapkan maka akan mengganggu. Di sinilah bagaimana seorang karyawan harus memposisikan dirinya, apakah akan ikut arus dan tenggelam dalam masalahnya yang memicu emosinya atau tetap bertahan dengan terus memperbaharui dan menyesuaikan dirinya. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan pada bulan Juli 2017, kepada empat orang karyawan, dengan inisial H, T, V, dan I di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, mereka mengakatakan ketika mengalami sebuah permasalahan dengan rekan kerjanya mereka merasa emosi, kesal, dan membuat kerja mereka tidak maksimal, tetapi dibalik itu mereka menganggap hal tersebut adalah hal biasa sehingga masalah tersebut seringkali tidak muncul kepermukaan atau diketahui karyawan yang lain. Selain itu permasalahan yang ada tidak akan mereka besar-besarkan atau memperpanjang masalah itu. Walaupun tidak memperpanjang masalah yang mereka alami sering kali mereka membicarakan masalah tersebut dibelakang orang yang bersangkutan, sehingga terkadang muncul pembicaraan yang tidak mengenakan. Mereka mengaku walaupun permasalahannya sudah berlalu, mereka akan tetap mengingat permasalahan itu dan sulit melupakannya. Hal lain juga disampaikan, bila mereka merasa dikecewakan mereka akan memendam itu dan menyimpan rasa sakit hati yang mereka rasakan, walaupun di depan orang yang bersangkutan mereka berkata sudah memaafkan. Hasil wawancara di atas dapat disimpulkan, bahwa mungkin saja seseorang mengatakan memaafkan orang yang telah menyakitinya,

8 tetapi kata memaafkan tersebut bukanlah memaafkan yang sesungguhnya ketika seseorang masih membicarakan kesalahan orang lain di belakang pihak yang bersangkutan. Selain itu sesorang yang sedang dalam kondisi emosi tidak stabil memungkinkan akan mempengaruhi beberapa hal yang dapat mengganggu bahkan merusak hubungan dengan orang lain, bahkan mempengaruhi perasaan, pikiran, dan hati seseorang apakah mudah atau sulit memaafkan orang yang telah menyakiti dirinya. Penyaluran dalam pelepasan emosi dengan cara memaafkan diyakini dapat mengurangi beban pikiran, tidak menyimpan rasa dendam, dan tidak menanggung sakit hati. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan mendapatkan hasil kesimpulan, salah satunya hasil penelitian oleh Lidia (2015) yang berjudul Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Sikap Memaafkan pada Siswa SMA Muhammadiyah 2 Palembang mendapatkan hasil penelitian yang menunjukan angka korelasi yang menunjukan ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan sikap memaafkan. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sriwahyuni (2015) yang berjudul Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Memaafkan pada Mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Medan Area, bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecenderungan memaafkan. Bertolak dari penjelasan yang sudah diuraikan di atas, maka muncul sebuah pertanyaan sehubungan dengan perkembangan dewasa, khususnya mereka sebagai karyawan. Pertanyaan yang muncul adalah :

9 Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan pemaafan pada karyawan di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang? Agar terjawabnya pertanyaan tersebut, peneliti berusaha menyusun sebuah penelitian tentang kecerdasan emosional dengan pemaafan pada karyawan di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Uraian tersebut berkaitan dengan dibutuhkannya pemahaman tentang kecerdasan emosional dan pemafaan sebagai upaya seorang karyawan mendapat tempat, peran, dan penerimaan dari lingkungannya. Perilaku memaafkan sebagai perwujudan dari kecerdasan emosional inilah yang menjadi fokus peneliti dalam melakukan penelitian ini. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empirik hubungan antara kecerdasan emosional dengan pemaafan. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan atau pengetahuan bagi bidang ilmu psikologi dan khusunya pada bidang ilmu psikologi sosial yang pembahasan mengenai kecerdasan emosional dengan pemafaan.

10 2. Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk membantu dan memberikan informasi kepada para karyawan tentang hubungan kecerdasan emosional terhadap pemaafan dalam kehidupan sehari-hari sehingga ketika terjadi pemaafan tidak ada beban mental dalam melakukan pekerjaan.