II TINJAUAN PUSTAKA` 2.1 Umbi Gadung Umbi gadung (Dioscorea hispida D.) merupakan tanaman perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-10 m. Batangnya bulat, berbentuk galah, berbulu, dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbinya bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya berwarna putih gading atau kuning (Ndaru, 2012) Tumbuhan gadung merupakan tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Di Indonesia tumbuhan gadung pada setiap daerah memiliki nama yang berbeda-beda seperti janeng (Aceh), bitule (Gorontalo), gadu (Bima), gadung (Bali, Jawa, Madura, Sumba), kapak (Sasak), sapala (Bugis), dan sikapa (Makassar) (Anon, 2016). Gadung diperbanyak biasanya dilakukan dengan cara memotong umbi yang mempunyai mata tunas. Namun, umbi baru akan bertunas 2-3 bulan setelah dipanen sehingga perbanyakannya sangat lambat dibandingkan dengan umbi-umbian lain (Deptan, 2002). Komposisi kimia pada ubi gadung dapat dilihat pada Tabel 1, gambar tanaman gadung dapat dilihat pada Gambar 1 dan umbi gadung dapat dilihat pada Gambar 2. Secara taksonomi gadung dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Devisi : Mangnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Dioscoreales Genus : Dioscorea Spesies : D. hispida. Nama binomial : Dioscorea hispida Dennst
Gambar 1. Tanaman Gadung Gambar 2. Umbi Gadung Sumber : Sumber : Anon, 2016 PPBB Lembang, 2010 Tabel 1. Komposisi kimia umbi gadung Zat Gizi Jumlah (%) Air 78,00 Karbohidrat 18,00 Lemak 0,16 Protein 1,81 Serat kasar 0,93 Kadar Abu 0,69 Diosgenin 0,20 Dioscinin 0,04 Sumber : Sukarsa (2010) 2.2 Pati Umbi Gadung Pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, yaitu amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang berbeda-beda. Pati atau amilum merupakan karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, wujud dari pati yaitu bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Sumber alami pati antara lain adalah jagung, labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras, sagu, amaranth, ubi kayu, ganyong, dan sorgum (Herawati, 2011). Bentuk asli pati secara alami merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Di alam lebih banyak ditemukan pati berstruktur amilopektin, yaitu 80-90% sedangkan sisanya 10-20% merupakan pola amilosa. Kedua tipe tersebut dapat dipisahkan dengan melarutkannya di dalam air mendidih, amilosa akan mengendap sedangkan amilopektin membentuk koloid yang kalau dibiarkan akan menarik air dan terbentuk pasta (Hawab, 2004). 2.2.1 Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia setelah protein dan lemak. Karbohidrat yang mempunyai rumus empiris (CH2o)n ini juga mempunyai peranan
penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Sebagian besar bahan-bahan nabati merupakan sumber karbohidrat yang dapat diperoleh dari serelia, umbi-umbian, dan batang tanaman (Risnoyatiningsih, 2011) Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompok-kan menjadi 3 bagian, yaitu : 1. Monosakarida Merupakan suatu molekul yang terdiri dari 5 atau 6 atom C. Monosakarida yang mengandung satu gugus aldehida disebut aldosa, sedangkan ketosa mempunyai satu gugus keton. Monosakarida dengan 6 atom C disebut heksosa, misal glukosa (dekstrosa atau gula anggur), fruktosa (levulosa atau gula buah), dan galaktosa. Sedangkan yang mempunyai 5 atom C disebut pentosa, misal xilosa, arabinosa, dan ribosa. 2. Olidosakarida Merupakan polimer dari 2-10 monosakarida. Biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari 2 molekul monosakarida disebut disakarida. Contoh paling umum dari disakarida adalah sukrosa. Oligosakarida dapat diperoleh dari hasil hidrolisis dari hasil hidrolisis polisakarida dengan bantuan enzim tertentu atau hidrolisis dengan asam. 3. Polisakarida Disusun oleh banyak sekali molekul-molekul monisakarida. Polisakarida dalam bahasa makanan berfungsi sebagai penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin) dan sebagai sumber energi (pati, glikogen, fruktan). Polisakarida merupakan molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim maupun asam.(winarno, 1984) Jumlah karbohidrat dari pati umbi gadung sebesar 45,91 % dan kadar air 5,46% (Rastiyati, 2016). Pati umbi gadung memiliki warna putih kecoklatan dan tekstur halus. Kadar pati yang tinggi menunjukkan bahwa pati umbi gadung dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan gula cair (Wulansari, 2004). Selain itu yang membedakan antara pati umbi gadung dengan pati umbi yang lainnya yaitu kandungan amilosa dan amilopektin. Jumlah amilosa pada umbi gadung sebesar 0,17%, dan jumlah kadar amilopektin pada umbi gadung sebesar 45,74% (Rastiyati, 2016) 2.2.2 Amilosa
Amilosa merupakan polisakarida yang tersusun dari glukosa sebagai monomernya. Tiap-tiap monomer terhubung dengan ikatan 1,6-glikosidik. Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama-sama dengan amilopektin menjadi komponen penyusun pati. Amilosa sangat berperan dalam proses gelatinisasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati. Pati yang memiliki kadar pati yang tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membutuhkan energi yang besar untuk gelatinisasi (Sunarti et al. 2007). Amilosa memiliki kemampuan dalam membentuk kristal karena amilosa memiliki struktur rantai yang sederhana. Struktur yang sederhana tersebut dapat membentuk interaksi molekul yang kuat. Interaksi tersebut terjadi pada gugus hidroksil molekul amilosa (Taggart, 2004). Rumus bangun amilosa dapat dilihat pada Gambar 3. 2.2.3 Amilopektin Amilopektin merupakan polisakarida bercabang bagian dari pati, amilopektin terdiri atas molekul-molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui ikatan 1,4- glikosidik dengan percabangan melalui ikatan 1,6-glikosidik pada setiap 20-25 unit molekul glukosa. Jika pati dipanaskan dengan asam maka akan terurai menjadi molekulmolekul yang lebih kecil secara berurutan dan hasilnya adalah glukosa (Lehninger, 1998). Amilopektin dapat membentuk kristal, tetapi tidak sereaktif amilosa, hal tersebut terjadi karena adanya rantai percabangan yang menghalangi terbentuknya kristal (Tanggart, 2004) Amilopektin merupakan molekul yang mudah ditemukan karena menjadi salah satu penyususun pati. Walaupun tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,6-glikosidik, sama dengan amilosa. Namun, pada amilopektin terbentuk cabang-cabang (sekitar tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan 1,4-glikosidik. Rumus bangun amilopektin dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Rumus bangun amilosa (Anon, 2016) Gambar 4. Rumus bangun amilopektin (Anon, 2016) 2.3 Gula Cair Sirup glukosa merupakan gula cair hasil dari hidrolisa pati secara enzimatis atau asam (Rahmawati dan Sutrisno, 2015). Sirup glukosa merupakan salah satu produk bahan pemanis berbentuk cairan, tidak berbau, tidak berwarna, dan dapat dibuat dari bahan berpati seperti tapioka, pati umbi-umbian, sagu, atau pati jagung. Glukosa merupakan gula monosakarida dan salah satu sumber karbohidrat terpenting bagi hewan dan tumbuhan (Richana, 2016). Gula merupakan salah satu sumber bahan pemanis paling dominan, baik untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri makanan dan minuman. Dalam upaya memenuhi kebutuhan gula dapat digunakan beberapa sumber pemanis alternatif pengganti gula tebu seperti siklamat, aspartam, stevia, dan gula hasil
hidrolisis pati. Industri makanan dan minuman saat ini memiliki kecenderungan untuk menggunakan sirup glukosa. Di Indonesia bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa adalah pati, tersedia banyak baik jumlah maupun jenisnya, misalnya tapioka, pati jagung, pati umbi-umbian dan pati sagu (Triyono, 2008). Standar mutu glukosa cair dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar mutu gula cair Komponen Air Kadar abu Gula reduksi dihitung D-glukosa Logam berbahaya (Pb, Cu, Zn, As) Pemanis buatan Warna Sumber: SNI 01-2978-1992 Spesifikasi Maksimum 20% Maksimum 1% Maksimum 30% Negative Negative Tak berwarna sampai kekuning-kuningan 2.4 Hidrolisis Hidrolisis pati merupakan suatu proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa (Purba, 2009). Hidrolisis merupakan suatau proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Reaksi antara air dan pati dapat berlangsung sangat lambat, sehingga diperlukan bantuan katalisator untuk memperbesar kereaktifan air. Katalisator tersebut dapat berupa asam maupun enzim. Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi hidrolisa pati adalah suhu reaksi, waktu reaksi, pencampuran pereaksi, konsentrasi katalisator, dan kadar suspensi (Minah, 2010)
Hidrolisis sempurna merupakan dimana pati seluruhnya dikonvekasi menjadi dekstrosa, derajad konveksi tersebut dinyatakan dengan DE, dari larutan tersebut diberi indeks 100. Asam-asam mineral kuat seperti asam sulfat dan asam klorida merupakan asam yang sering digunakan dalam proses hidrolisis pati. Sirup glukosa mempunyai nilai DE berkisar antara 30 hingga 55 (Birch dan Parker, 1979). Reaksi hidrolisis dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Reaksi hidrolisis (Sumardjo, 2009) 2.5 Hidrolisis Asam Hidrolisis asam merupakan hidrolisis yang dilakukan dengan menggunakan asamasam organik seperti H2SO4, HNO3, dan HCl. Pada proses hidrolisis akan terjadi pemotongan rantai oleh asam. Hasil pemotongan yang dilakukan oleh asam adalah campuran maltosa, dekstrin, dan glukosa (Assegaf, 2009). Proses hidrolisis pati dengan menggunakan asam dipengaruhi oleh ukuran bahan, konsentrasi asam, suhu, waktu, ratio bahan dan pengadukan (Utami et al., 2014) Pati jika dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Molekul pati mula-mula pecah menjadi unit-unit rantaian glukosa yang lebih pendek (Gaman dan Sherrington, 1992). Selain itu asam akan memecah molekul pati secara acak dan gula yang dihasilkan sebagian besar adalah gula pereduksi. Pada tahap hidrolisis dilakukan menggunakan katalis asam sampai mencapai derajad konversi sekitar 40-50% (Judoamidjojo, 1990). 2.6. Hidrolisis Enzim Enzim merupakan senyawa protein yang dapat digunakan untuk mengkatalis seluruh reaksi kimia dalam sistem biologis. Aktivitas katalitiknya bergantung kepada
integritas strukturnya sebagai protein. Enzim dapat mempercepat reaksi biologis, dari reaksi yang sederhana sampai reaksi yang sangat rumit. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat terjadinya proses reaksi. Percepatan reaksi terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi (Lehninger, 1995) Hirdolisis enzim dilakukan menggunakan bantuan enzim α-amilase. Enzim yang berperan dalam hidrolisis pati menjadi glukosa adalah enzim amilase, terutama α -amilase dan glukoamilase. Enzim α -amilase digunakan pada proses likuifikasi yang bekerja menghidrolisis ikatan α -1,4 secara acak di bagian dalam molekul baik pada amilosa maupun amilopektin, sedangkan enzim glukoamilase digunakan pada proses sakarifikasi (Melliawati, 2006). 2.7 Prinsip Kerja Variabel yang Diamati 2.7.1 Metode Nelson Somogyi Metode nelson merupakan metode yang digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan pereaksi arsenomolibdat. Mula-mula kuprioksida akan direduksi menjadi bentuk kuprooksida yang akan terbentuk endapan berwarna merah bata (gula reduksi). Kuprooksida yang terbentu selanjutnya dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi berwarna biru yang menunjukkan ukuran konsentrasi gula. Konsentrasi gula pada sampel dapat ditentukan dengan membandingkan larutan standar glukosa. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Sudarmadji, 1984) 2.7.2 Dextrose Equivalent (DE) Mutu gula cair ditentukan oleh tingkat konveksi pati menjadi komponen glukosa, maltose, dan dekstrin yang dikenal dengan dextrose equivalent (DE). Semakin tinggi nilai DE semakin semakin tinggi pula kandungan glukosanya dan semakin rendah kandungan dekstrinnya (Fairus et al., 2010). Besarnya nilai total gula dan gula pereduksi merupakan parameter yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai DE dimana DE merupakan perbandingan/rasio antara gula pereduksi dengan total gula dikalikan 100. Semakin tinggi DE semakin sempurna proses hidrolisis yang terjadi. Nilai DE tertinggi adalah 100, yang
berarti 100 % hasil hidrolisis berupa gula pereduksi atau glukosa (Susmiati et al., 2011). Menurut Judoamidjojo et al., (1989) hidrolisis pati dengan menggunkan asam hanya diperoleh sirup glukosa tertinggi dengan ekuivalen dekstrosa (DE) sebesar 55. 2.7.3 Kejernihan Kejernihan merupakan komponen dapat terlarut dalam gula cair. Menurut Triyono (2008) kejernihan gula cair dipengaruhi oleh kandungan komponen bukan gula, misalnya logam mineral, oligosakarida dan bahan organik lainnya. Semakin banyak komponen bukan gula dalam sirup maka semakin tinggi nilai absorbansinya. Kekeruhan dapat dilihat dari nilai absorbansi pada larutan, semakian besar nilai absorbansinya maka larutan tersebut semakin keruh. 2.7.4 Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut atau total dissolved solids (TDS) adalah ukuran semua senyawa organik dan anorganik yang terlarut dalam suatu cairan, yang menunjukkan perbandingan padatan yang berbeda. Kandungan total padatan terlarut pada gula cair meliputi gula reduksi, gula non reduksi, asam organik, pektin, dan protein (Desrosier, 1997) 2.7.5 Spektrofotometer UV-Vis Pengukuran menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis ini didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi dari komponen penyerap. Berdasarkan hal inilah, maka untuk mengetahui konsentrasi sampel berdasarkan data serapan (A) sampel, perlu dibuat suatu kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan antara berkas radiasi yang diabsorbsi (A) dengan konsentrasi (C) dari serangkaian zat standar yang telah diketahui. (Henry et al, 2002). 2.8 Spesifikasi Bahan Baku dan Penunjang Analisa 2.8.1 HCl (Asam Klorida)
Tabel 3. Karakteristik asam klorida Sifat fisika 1. Berat molekul : 36,47 g/mol 2. Titik lebur : -114,18 o C 3. Titik didih : 85,05 o C 4. Densitas : 1,059 g/ml Sifat kimia 1. Asam kuat 2. Apabila dicelupkan pada kertas lakmus terjadi warna merah 3. Mudah larut dalam air 4. Mudah terjadi ionisasi dalam air Sumber : Perrys, (1999) 2.8.2 HNO3 (Asam Nitrat) Tabel 4. Karakteristik asam nitrat Sifat fisika 1. Berat molekul : 36,42 g/mol 2. Titik lebur : -42 o C 3. Titik didih : 83 o C 4. Densitas : 1,477 g/l Sifat kimia 1. Asam kuat 2. Sebagai oksidator kuat dan korosif 3. Mudah larut dalam air 4. Dalam suhu kamar berwarna bening Sumber : Perrys, (1999) 2.8.4 NaOH (Natrium Hidroksida) Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kuastik, soda api, atau sodium hidroksida. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa yang akan membentuk larutan alkalin yang kuat apabila dilarutkan ke dalam air (Anon, 2018). Penggunaan NaOH dalam penelitian ini adalah untuk menetralkan asam dalam hidrolisis. Tabel 6. Karakteristik natrium hidroksida Sifat fisika 1. Berat molekul : 40 g/mol 2. Kelarutan dalam air panas : 347 o C 3. Kelarutan dalam air dingin : 40 o C 4. Densitas : 0,9824 g/ml Sumber : Perrys, (1999) 2.8.5 NaCl (Natrium Klorida) Sifat kimia 1. Menstabilkan kondisi ph 2. Merupakan basa kuat 3. Mudah larut dalam air 4. Berwarna putih dalam keadaan padat Natrium klorida atau dikenal juga dengan garam dapur, merupakan senyawa kimia dengan rumus molekul NaCl. Umbi gadung selama ini diolah secara tradisional antara lain
pengolahan dengan abu atau kapur. Hal ini difungsikan untuk mempercepat penurunan kadar sianida yang terkandung dalam umbi gadung. Selain itu, umbi gadung juga biasa diolah dengan direndam air garam (NaCl). Proses tersebut dapat menurunkan sianida dalam gadung kurang lebih 1 10 mg sianida dalam setiap kilogram gadung yang diolah. Tetapi proses ini juga memiliki kekurangan, yaitu dapat melarutkan protein dalam umbi gadung, karena setelah direndam air garam, umbi gadung dialiri air mengalir untuk menghilangkan racun dan garam yang tersisa (Rahayu, 2009) Tabel 6. Karakteristik natrium klorida Sifat fisika 1. Berat molekul : 58,5 g/mol 2. Titik didih : 107,4 o C 3. Titik lebur : 1,413 o C 4. Densitas : 2,168 g/ml 5. Berat jenis : 0,96 g/ml 6. Berbentuk kristal 7. Tidak berbau Sumber : Perrys, (1999) Sifat kimia 1. Mudah larut dalam air dingin maupun panas 2. Berasa asin