BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

TINJAUAN PUSTAKA. motor, dan alat tangkap atau sebagai manajer. ikan. Status nelayan tersebut adalah sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. antara manusia yang satu dengan yang lainnya. perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi tumbuhnya rambut,kulit

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BABI PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang menyertai dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dengan. remaja merupakan pengembangan dan perluasan kemampuan-kemampuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB-UB). Jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama masa hidupnya orang lebih banyak berada pada kondisi saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. umum, dan dianggap memiliki tingkat keparahan paling tinggi. Berdasarkan data

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. gunakan dalam menghadapi situasi stressfull (dalam Smet, 1994).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja menurut Hurlock ( 1980 ) Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang diikuti dengan berbagai masalah yang ada karena adanya perubahan fisik, psikis dan sosial. Masa peralihan itu banyak menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam penyesuaian terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan sosial. Hal ini dikarenakan remaja merasa bukan kanak-kanak lagi tetapi juga belum dewasa dan remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke dalam golongan orang dewasa.remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase mencari jati diri atau fase topan dan badai. Remaja masih belum menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. Namun, yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik (Ali dan Ansori,2005) Di sisi lain remaja juga dihadapkan pada berbagai macam perubahan, baik perubahan yang terjadi di dalam dirinya maupun yang terjadi diluar dirinya yang berkaitan dengan status dirinya dalam lingkungan sosial. Adanya perubahanperubahan yang terjadi di dalam dirinya, seperti perubahan fisik,cara berfikir maupun bertindak menyebabkan mereka tidak dapat digolongkan sebagai anak-anak, akan tetapi mereka juga belum bisa dikatakan sebagai orang dewasa karena bila ditinjau dari segi emosi dan sosialnya mereka belum matang meskipun secara fisik organ tubuhnya telah dapat menjalankan fungsinya seperti orang dewasa. 1

2 Selain itu remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektualnya. Transformasi intelektual dari cara berfikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa.tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan (Ali dan Ansori,2005). Perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berpikir operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya. Kemapuan intelektual seperti ini yang membedakan fase remaja dari fase sebelumnya ( Ali dan Ansori, 2005). Di satu sisi adanya perkembangan baik dari aspek fisik, biologis, seksual, kognitif dan sosioemosional mengalami perkembangan pada masa kini. Maka akan memunculkan permasalahan diri untuk menyesuaikan perubahan dalam dirinya ke orang lain. Dalam perkembanganya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tandatanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka.pada masa ini perubahan terjadi sangat drastis dan mengakibatkan terjadinya kondisi yang serba tanggung dan diwarnai oleh kondisi psikis yang belum mantap, selain dari pada itu periode ini pun dinilai sangat penting. Perubahan-perubahan tersebut bagi remaja merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan sering menimbulkan masalah-masalah. Masalah tersebut antara lain tentang kesehatan dan pertumbuhan, masalah tentang kepribadian, masalah yang berhubungan dengan keadaan rumah dan keluarga, masalah yang berhubungan dengan lawan jenis, masalah tentang agama dan moral, masalah tentang sekolah dan pelajaran serta masalah tentang pemilihan pekerjaan. Di dalam menghadapi masalahmasalah yang begitu komplek, ada sebagian remaja yang berhasil mengatasinya namun tidak jarang pula yang mengalami kegagalan dalam menyeleseikanya.

3 Bahkan ada pula remaja yang berhasil mengatasi suatu persoalan namun disaat lain mereka mengalami kegagalan. Adanya berbagai tekanan dan masalah pada masa remaja, menuntut remaja untuk dapat menyusun suatu strategi penyeleseian masalah. Setiap remaja mempunyai strategi penyeleseian yang berbeda. Perbedaan tersebut terlihat dari strategi pemecahan masalah yang dipilih. Dalam istilah psikologi, strategi penyelesaian masalah ini sering disebut dengan coping. Setiap remaja pasti mempunyai masalah, dari yang terkecil sampai yang terbesar. Semuanya tergantung akan indvidu yang menjalani. Ada berbagai metode dalam menyelesaikan, menghadapi, menghindari, ataupun meminimalisir suatu masalah, akan tetapi tidak jarang kta menemui seseorang yang takut menghadapi suatu permasalahan dan tidak mencari jalan keluar yang bijak. Jika seorang indivdu salah atau kurang tepat dalam mengcoping suatu permasalahan, maka hasilnyapun akan kurang memuaskan. Banyak cara dalam mengatasi suatu situasi penuh tekanan tersebut, yaitu strategi coping. Strategi coping adalah cara yang cocok untuk mengatasi suatu perasaan yang tertekan dari suatu masalah baik melakukan perubahan kognitif ataupun perilaku guna mendapatkan rasa aman terhadap dirinya Hal senada juga diungkapkan oleh Lazarus dan Folkman (1984 ) strategi coping merupakan suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressfull. Strategi coping merujuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Menurut para ahli Lazarus dan Folkman (1984 ) ada 2 jenis strategi coping yaitu problem focused coping dan emotion-focused coping.

4 Penelitian sebelumnya menurut Billings & Moos (1984) menyatakan bahwa factor usia,jenis, status sosial ekonomi, kesadaran emosional,tingkat pendidikan, kesehatan fisik, dan jenis kelamin akan berpengaruh terhadap kecenderungan penggunaan strategi coping. Adanya pengaruh jenis kelamin ini dikaitkan dengan peran gender yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan sehingga mempengaruhi pemilihan strategi coping. Peran gender dalam hal ini adalah sangat berbeda dari jenis kelamin. Jenis kelamin hanya mempunyai 2 klasifikasi saja yaitu laki-laki dan perempuan, sedangkan Menurut Bem (1981), tokoh sentral psikologi gender, gender merupakan karakteristik kepribadian, seseorang yang dipengaruhi oleh peran gender yang dimilikinya. Bem (1981) mengelompokkan karakteristik kepribadian peran gender tersebut menjadi empat klasifikasi, yaitu maskulin, feminin, androgini dan tak terbedakan. Masing-masing klasifikasi tersebut memiliki karakteristik tersendiri, yang mempengaruhi perilaku seorang individu Seperti pada umumnya wanita dikatakan memiliki strategi coping yang lebih berorientasi emosional (emotional-oriented), dan laki-laki lebih berorientasi pada masalah (problem-oriented). Beberapa peneliti meyakini bahwa problem oriented adalah lebih efektif, sedang pihak lain meyakini bahwa efisiensi strategi coping tergantung pada stressor. Dalam kejadian-kejadian yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia seperti kematian pasangan hidup, maka problem oriented kurang efektif atau bermanfaat daripada sikap emotional-oriented, karena sosialisasi dan keerata wanita cenderung untuk mendapat dukungan dari anggota-anggota keluarga dan teman-temannya (dalam Dayakisni,2010). Bem lebih tandas menyatakan bahwa sifat maskulin lebih banyak dimiliki oleh kaum laki-laki dan sifat feminim lebih banyak dimiliki oleh kaum perempuan seperti dalam Penelitian Hamilton & Fagot (1998) yang menunjukan bahwa pria cenderung menggunakan problem-focused coping karena pria biasanya menggunakan rasio atau logika selain itu pria terkadang kurang emosional sehingga mereka lebih memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi atau langsung menghadapi sumber stres. Sedangkan wanita lebih cenderung menggunakan emotion-focused coping karena mereka lebih menggunakan perasaan atau lebih emosional sehingga jarang menggunakan logika atau rasio yang membuat

5 wanita cenderung untuk mengatur emosi dalam menghadapi sumber stres atau melakukan coping religius dimana wanita lebih merasadekat dengan tuhan dibandingkan dengan pria. Menurut Brannon ( 2008 ), bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi coping terhadap suatu masalah. Namun, selama ini riset masih menunjukan hasil yang kurang jelas. Seperti dalam Brannon ( 2008 ) bahwa Konsisten dengan melihat gadis-gadis sosialisasi digunakan lebih maladaftip mengatasi emosional seperti merenungkan masalah mereka dan memukul orang lain dari pada laki-laki sampai remaja ketika anak laki laki meningkat pada emosi mereka. Memisahkan gender dari peran gender memungkinkan pemeriksaan dari dua factor dan hasil menunjukan bahwa remaja dengan orientasi peran gender feminism lebih cenderung menggunakan emocused coping dibandingkan remaja dengan orientasi peran gender maskulin. Bukti tambahan untuk mendukung pandangan sosialisasi berasala dari pemeriksaan mengatasi dalam kelompok budaya yang berbeda. Jika mengatasi berbeda dengan budaya dan gender dalam budaya kemudian sosialisai penting dalam penelitian menunjukan perbedaan baik perbedaan etnis dan gender dalam mengatasi oleh karena itu beberapa bukti konsisten dengan pandangan sosialosai perbedaan gender dalam mengatasi. Di samping itu muncul sesuatu penelitian Yoder (2002) tentang peran gender dalam memilih strategi coping. Pada sebuah penelitian ini diketahui bahwa peran gender maskulin lebih banyak menggunakan strategi coping problem focused coping sedangkan peran gender feminism lebih menggunakan emotion focused coping. Namun, terdapat cukup banyak bukti penelitian (dalam Baron dan Byrne,2003) yang menyatakan dukungan terhadap proposisi bahwa androgini itu baik. Sebagai contoh, dibandingkan individu dengan tipe gender tertentu pria dan perempuan androgini tampak lebih disukai (Major, Carnevale, Deaux,1981), lebih kreaktif dan optimis (Norlander, Erixson, Archer, 2000), lebih mampu menyesuaikan diri (Williams dan Alessandro, 1994), lebih mampu mengadaptasi tuntutan berbagai situasi (Prayer dan Bailey,1985), lebih fleksibel dalam mengatasi stres (McCall dan Struthes,1994), lebih mampu menurunkan stres orang lain (Hirokawa dkk,2000), memiliki kecenderungan yang lebih rendah pada gangguan makan (Thornton, Leo,

6 Alberg,1991), lebih nyaman dengan seksualitas mereka (Garcia,1982), dan lebih puas dalam hubungan interpersonal mereka (Rosenzueig dan Daley,1989) dan dengan hidup mereka secara umum (Dean, Church dan Gilroy,1993). Sementara riset belum secara lengkap bagaimana menunjukan gender role yang androgini dan undifferentiated dengan strategi coping yang dipilih. Oleh karena itu dari hasil uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada perbedaan pemilihan strategi coping ditinjau dari peran gender pada remaja akhir dengan mempertimbangkan peran gender tersebut. B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan pemilihan strategi coping ditinjau dari peran gender pada remaja akhir? C. Tujuan Untuk mengetahui perbedaan pemilihan strategi coping ditinjau dari peran gender pada remaja akhir. D. Manfaat 1. Manfaat teoritis Penelitian ini dapat diharapkan mengembangkan perkembangan ilmu psikologi khusunya psikologi perkembangan dan psikologi sosial dan psikologi kognitif yang berhubungan dengan coping dan gender. 2. Manfaat praktis Penelitian ini dapat memberikan masukan informasi dan pengetahuan kepada remaja pengaruh peran gender terhadap pemilihan strategi coping serta memberikan gambaran bagaimana menyelesikan sebuah permasalahan dan mampu menggunakan strategi coping secara seimbang.